Anda di halaman 1dari 4

BAB 7 PENDEKATAN REALITAS (REALITY THERAPY)

SEJARAH Pendekatan realitas dikembangkan oleh William Glasser, seorang psikolog dari California. Dalam pendekatan ini, konselor bertindak aktif, direktif, dan didaktik. Glasser mengembangkan konsep pendekatan realitas pada buku pertamanya Mental Health or Mental Illmess pada tahun 1961 yang merupakan landasan berpikir dari teknik dan konsep dasar terapi realitas (Thompson, et.al., 2004, p. 110). PANDANGAN TENTANG MANUSIA Glasser mendasari pandangannya tentang kebutuhan manusia untuk dicintai dan mencintai, dan kebutuhan untuk merasa berharga bagi orang lain. Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar psikologis manusia, meliputi: Cinta (Belonging/Love) Social belonging, work belonging, dan family belonging. Kekuasaan (Power) Kebutuhan untuk berprestasi, merasa berharga, dan mendapatkan pengakuan. Kesenangan (Fun) Kebutuhan untuk merasa senang dan bahagia. Kebebasan (Freedom) Kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan. Dapat dirumuskan, pandangan Glasser tentang manusia, sebagai berikut: Setiap individu bertanggung jawab terhadap kehidupannya. Tingkah laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Individu ditantang untuk menghadapi realita tanpa mempedulikan kejadian-kejadian dimasa lalu. Setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada masa kini. KONSEP DASAR Pada dasarnya setiap individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya sendiri yang apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi maka akan mencapai kepuasan. Akan tetapi, jika apa yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, maka orang akan frustasi dan akan terus memunculkan perilaku baru sampai keinginannya terpuaskan. TEORI KONTROL Menurut Glasser, penerimaan terhadap realita harus tercermin dalam perilaku total yang mengandung empat komponen, yaitu: berbuat (doing), berpikir (thinking), merasakan (feeling), dan menunjukkan respon-respon fisiologis (physiology).

Konsep 3R digambarkan Glasser dalam Bassin (1976:83-85) sebagai berikut: Responsibility (Tanggung jawab) Reality (Kenyataan) Right (Kebenaran) PROSES KONSELING Pendekatan ini melihat konseling sebagai proses rasional yang menekankan pada perilaku sekarang dan saat ini. Artinya, konseli ditekankan untuk melihat perilakunya yang dapat diamati daripada motif-motif bawah sadarnya. Dengan demikian, konseli dapat mengevaluasi apakah perilakunya tersebut cukup efektif dalam memenuhi kebutuhannya atau tidak. TAHAP-TAHAP KONSELING Thompson, et. al. mengemukakan delapan tahap dalam Konseling Realita, diantaranya: Tahap 1 : Konselor menunjukkan keterlibatan dengan Konseli (Be Friend) Tahap 2 : Fokus pada Perilaku Seseorang Tahap 3 : Mengeksplorasi Total Behavior Konseli Tahap 4 : Konseli Menilai Diri sendiri atau Melakukan Evaluasi Tahap 5 : Merencanakan Tindakan yang Bertanggungjawab Tahap 6 : Membuat Komitmen Tahap 7 : Tidak Menerima Permintaan Maaf atau Alasan Konseli Tahap 8 : Tindak Lanjut. TUJUAN KONSELING Konseling bertujuan membantu individu mencapai identitas berhasil, yaitu individu yang mengetahui langkah-langkah apa yang akan dilakukan di masa yang akan dating dating dengan segala konsekuensinya. PERAN DAN FUNGSI KONSELOR Fungsi konselor dalam pendekatan realitas adalah melibatkan diri dengan konseli, bersikap direktif dan didaktik, yaitu berperan seperti guru yang mengarahkan dan dapat saja mengkonfrontasi, sehingga konseli mampu menghadapi kenyataan.

BAB 8 PENDEKATAN BERPUSAT PADA MANUSIA

SEJARAH Pendekatan person-centered dikembangkan oleh Dr. Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1940-an, awalnya dinamakan nondirective counseling, kemudian pada 1951 diganti menjadi client-centered, dan berkembang lagi menjadi person-centered. Pendekatan ini dikembangkan atas dasar pertimbangan perlunya mendudukkan individu dalam konseling sebagai personal dengan kapasitas positifnya. PANDANGAN TENTANG MANUSIA Menurut pendekatan person-centered, manusia dipandang sebagai insan rasional, makhluk sosial, realistis dan berkembang. Manusia yang memiliki perasaan yang negatif dan emosi anti-sosial merupakan hasil dari kefrustrasian atas tidak terpenuhinya impuls-impuls dasar, ide yang berhubungan dengan hirarki kebutuhan Maslow. KONSEP DASAR Pendekatan person-centered dibangun atas dua hipotesis dasar, yaitu: 1. Setiap orang memiliki kapasitas untuk memahami keadaan yang menyebabkan ketidakbahagiaan dan mengatur kembali kehidupannya menjadi lebih baik. 2. Kemampuan seseorang untuk menghadapi keadaan ini dapat terjadi dan ditingkatkan jika konselor menciptakan kehangatan, penerimaan, dan dapat memahami relasi (proses konseling) yang sedang dibangun. Rogers mengemukakan 3 aspek konsep kepribadian, yaitu : Organism, Phenomenal Field, dan Self. PROSES KONSELING Komponen atau perangkat yang digunakan dalam konseling ini menurut Rogers, antara lain kemampuan untuk mendengar aktif (active listening), genuineness, dan paraphrasing. Dalam konseling, konselor memberi kebebasan yang luas kepada konseli untuk membuat keputusan. Pendekatan ini menekankan pada prinsip; konselor harus menahan diri dalam memberi pengaruh kepada konseli, konselor memberi tanggung jawab kepada konseli dalam proses pengambilan keputusan lewat konseling, konselor memberi kebebasan kepada konseli dalam mengekspresikan diri dan dalam menentukan cara menangani masalahnya.

TUJUAN KONSELING Konseling person-centered bertujuan membantu konseli menemukan konsep dirinya yang lebih positif lewat komunikasi konseling, di mana konselor mendudukkan konseli sebagai orang yang berharga, orang yang penting, dan orang yang memiliki potensi positif dengan penerimaan tanpa syarat yaitu menerima konseli apa adanya. Tujuan utama pendekatan ini adalah pencapaian kemandirian dan integrasi diri. PERAN DAN FUNGSI KONSELOR Dalam proses konseling, konselor berperan mempertahankan tiga kondisi inti yang menghadirkan iklim kondusif untuk mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan konseli. Dalam peran tersebut konselor menunjukkan sikap yang selaras dan keaslian (congruence or genuineness), penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance), dan pemahaman empati yang tepat (accurate empathic understanding). TAHAP-TAHAP KONSELING Pendekatan person-centered merupakan proses konseling yang fleksibel dan sangat tergantung pada proses komunikasi antara konselor dan konseli. Kondisi konseling dalam pendekatan ini dapat terlihat pada proses konseling antara konselor dengan konseli harus ada kontak psikologis. Artinya, baik konselor maupun konseli sama-sama melihat atau memahami pengalamannya bersama sebagai sebuah relasi. TEKNIK-TEKNIK KONSELING Teknik-teknik komunikasi konseling dalam pendekatan person-centered antara lain: mendengar aktif (active listening), mengulang kembali (restating/paraphrasing), memperjelas (clarifying), menyimpulkan (summarizing), bertanya (questioning), menginterpretasi (interpreting), mengkonfrontasi (confronting), merefleksikan perasaan (reflecting feelings), memberikan dukungan (supporting), berempati (empathizing), memfasilitasi (facilitating), memulai (initiating), menentukan tujuan (setting goals), mengevaluasi (evaluating), memberikan umpan balik (giving feedback), menjaga (protecting), mendekatkan diri (disclosing self), mencontoh model (modeling), dan mengakhiri (terminating).

Anda mungkin juga menyukai