Anda di halaman 1dari 4

Teknik Intervensi

1. Terapi Berpusat Pada Klien (Client/Person Centered Therapy)


Psikoterapi berpusat pada klien ini dipopulerkan oleh Roger yang berdampak
besar terhadap psikologi. Pendekatan Rogers ini menemukan aplikasi yang lebih luas
bukan hanya sebagai sarana perawatan gangguan emosional tetapi juga sebagai sarana
meningkatkan citra diri seseorang (Schultz & Schultz, 2019). Terapi terpusat orang ini
jauh lebih sederhana dan hanya membutuhkan persiapan yang jauh lebih sedikit bagi
terapis. Teknik ini populer dalam teknik konseling efektif yang dapat dipelajari dalam
konseling dan psikoterapi. Terapi ini dikemukakan dalam paparan yang sederhana
akan tetapi prakteknya cenderung sulit diaplikasikan.
Inti dari pendekatan berpusat pada klien ini yaitu agar orang yang rentan dan
cemas bisa mengembangkan jiwanya. Maka, mereka harus mengadakan kontak
dengan terapis yang kongruen dan dapat menciptakan suasana penerimaan tanpa
syarat serta empati yang akurat. Akan tetapi, hal tersebut merupakan letak
kesulitannya, yakni tidak mudah menemukan konselor yang kongruen, menerima
positif tanpa syarat, dan pemahaman empatik (Alwisol, 2019).
Jika kondisi terapis kongruen, menerima positif tanpa syarat, dan empati dapat
diciptakan, maka proses terapi akan berjalan lancar. Jika proses terapi berjalan, maka
dapat diharapkan hasilnya dapat mengembangkan klien ke arah yang dikehendaki.
Menurut Rogers agar proses terauptik dapat berlangsung dibutuhkan tiga kondisi yang
memenuhi syarat;
1. Klient yang mengalami kecemasan atau kerentanan mempunyai motivasi
datang ke terapis untuk mencari bantuan.
2. Terapis bisa menunjukkan kepada klien bahwa konsep dirinya kongruen,
menerima positif klien tanpa syarat, dan bersikap empati. Klien harus
dapat menangkap atau mempersepsi karakteristik terapis (kongruen,
menerima positif klien tanpa syarat, dan bersikap empati) yang
ditunjukkan kepadanya.
3. Kontak antara klien dengan terapis dalam suasana kongruen, penerimaan
positif tanpa syarat, dan empatis berlangsung waktu yang panjang.

Kondisi 1 dan 3 pada dasarnya merupakan syarat dari semua pendekatan terapi
sedangkan kondisi dua menjadi kondisi yang unik dan revolusioner dari terapi
berpusat klien.
2. Terapi Eksistensial humanistic
Teknik konseling eksistensial humanistik menuju pada kesadaran klien
menjadi individu yang memiliki kemampuan untuk menentukan pilihannya sendiri
dan mengambil tanggung jawab atas pilihannya sendiri. Prinsip dari eksistensial
humanistik berupaya memahami apa hakikat menjadi manusia dan bagaimana
manusia itu mengaktualisasikan dirinya. Eksistensial humanistik menganggap Bahwa
tiap individu memiliki keunikan dan kehendak terhadap dirinya serta mampu
menentukan nasib pilihannya tetapi juga bertanggung jawab atas pilihan tersebut.
Konseling humanistik bertujuan utama membantu konseli dalam mendapat kebebasan
menentukan pilihan hidup dan bertanggung jawab terhadap keputusannya.
Fokus dari konseling humanistik adalah kondisi manusia dan ditekankan pada
pemahaman dari manusia itu sendiri, sehingga pada konseling humanistik ini konselor
ditekankan untuk mampu menemukan potensi keunikan pada konseli. Hal ini
bertujuan guna memfasilitasi konseling dalam rangka dapat memahami dirinya
sendiri. Tugas konselor di sini untuk membimbing konseli menemukan serta
menyadari potensi yang dimiliki. Konseling eksistensial humanistik ini biasanya tepat
digunakan dalam pengembangan kepercayaan diri dan jati diri.
Konseling ini menyadarkan konseli terhadap semua tindakannya dan juga
meningkatkan kemampuan pada konseling itu sendiri dengan upaya menolong
konseling agar lebih mengenal dirinya serta menemukan Di mana letak kemampuan
dari konseling itu sendiri (Pranajaya et al., 2020).
Konsep utama pendekatan eksistensial humanistik yang dikemukakan Corey
yaitu: (1) kesadaran diri, yang dimana manusia memiliki kemampuan untuk
menyadari dirinya sendiri. Semakin kuat kesadaran pada diri seseorang maka semakin
besar juga kebebasan pada dirinya untuk menentukan dan memutuskan sesuatu yang
disertai dengan tanggung jawab; (2) Kebebasan, tanggung jawab, serta kecemasan.
Kebebasan yang disertai tanggung jawab maka akan menyebabkan kecemasan pada
seseorang dalam bertindak, selain itu kecemasan juga disebabkan karena kesadaran
terhadap keterbatasannya diri terhadap sesuatu yang tidak dapat dihindari seperti
kematian; (3) Penciptaan makna. Manusia berupaya untuk menemukan tujuan hidup
serta menciptakan nilai – nilai yang mampu memengaruhi makna dalam kehidupan
(Yulianti & Kameli, 2019).
Teknik pada konseling humanistik memiliki beberapa prinsip, yaitu: (1)
membina hubungan yang baik, tujuannya agar proses konseling bisa berjalan lancar
karena dengan hubungan yang baik antara konselor dan konseli akan menciptakan
keterbukaan dan mau berinteraksi dengan konselor; (2) membuat klien mampu
menerima dirinya dengan segala potensi dan keterbatasan yang dimiliki, hal ini sesuai
dengan tujuan dari konseling humanistik agar konseli mampu menyadari dan
menerima kekuatan – kekuatan yang dimiliki oleh konseli serta keterbatasan –
keterbatasan yang ada pada dirinya sehingga perkembangan konseli bisa berjalan
secara optimal; (3) merangsang kepekaan emosi klien, yaitu kepekaan emosi yang
akan memicu kesadaran terhadap diri konseli; (4) membuat klien bisa mencari solusi
permasalahannya sendiri, tujuannya adalah untuk membentuk pribadi konseli yang
mandiri sebab eksistensial menganggap bahwa individu lah yang memiliki kebebasan
dalam menentukan serta bertanggung jawab atas pilihan itu; (5) mengembangkan
potensi dan emosi positif klien, hal ini sejalan dengan tujuan konseling eksistensial
humanistik yaitu membantu konseli menyadari atas potensi yang dimiliki kemudian
membantu untuk mengembangkannya yang tentunya tergantung dari pilihan konseli
sendiri (Khoirina, 2018).

3. Terapi gestalt (empty chair therapy)


Terapi Gestalt , metode psikoterapi humanistik yang mengambil pendekatan
holistik terhadap pengalaman manusia dengan menekankan tanggung jawab individu
dan kesadaran akan kebutuhan psikologis dan fisik saat ini. Dalam praktiknya terapi
gestalt bertugas mengembangkan lingkungan konseling yang memfasilitasi kontak
klien dengan lingkungan. Tujuannya supaya klien mengasimilasi pengalaman dan
kebutuhan. Kesadaran akan kebutuhan ini yang memicu penyembuhan (Morrill,
2023).
Terapi Gestalt berupaya menyelesaikan konflik dan ambiguitas yang
diakibatkan oleh kegagalan mengintegrasikan ciri-ciri kepribadian. Tujuan dari terapi
Gestalt adalah untuk mengajarkan orang untuk menjadimenyadari sensasi signifikan
dalam diri mereka dan lingkungan mereka sehingga mereka merespons situasi secara
penuh dan wajar. Fokusnya adalah pada “di sini dan saat ini” dan bukan pada
pengalaman masa lalu, meskipun begitu klien menyadari masa kini, mereka dapat
menghadapi konflik masa lalu atau urusan yang belum selesai—yang oleh Perls
disebut sebagai Gestalt yang tidak lengkap .. Klien didesak untuk mendiskusikan
ingatan dan kekhawatiran mereka pada saat ini. Terapis Gestalt juga menggunakan
dramatisasi konflik sebagai metode untuk membuat masalah dapat dimengerti oleh
kliennya. Klien mungkin diminta untuk memerankan aspek-aspek kepribadian mereka
yang tertekan atau untuk mengadopsi peran individu lain. Seperti terapi humanistik
lainnya, terapi Gestalt mengasumsikan kecenderungan bawaan individu terhadap
kesehatan, keutuhan, dan realisasi potensi mereka.

Alwisol. (2019). Psikologi kepribadian. Universitas Muhammadiyah Malang.


Khoirina, N. (2018). Pentingnya pemahaman nilai-nilai budaya lokal dalam Pendekatan
Konseling Humanistik. Seminar Nasional Bimbingan Dan Konseling), 2(1), 260–268.
Morrill, Z. (2023). Humanistic psychotherapy (H. S. Friedman & C. H. B. T.-E. of M. H.
(Third E. Markey (Eds.); pp. 194–202). Academic Press.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/B978-0-323-91497-0.00099-0
Pranajaya, S. A., Firdaus, A., & Nurdin, N. (2020). Eksistensial Humanistik dalam Perspektif
Bimbingan Konseling Islam. Al-Ittizaan: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 3(1), 27.
https://doi.org/10.24014/0.8710513
Schultz, D. P., & Schultz, S. E. (2019). Sejarah psikologi modern. Nusamedia.
Yulianti, A. Y., & Kameli, Y. (2019). Implementasi Eksistensial Humanistik Dengan Tehnik
Modeling Untuk Meningkatkan Empati Pada Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Dan
Keislaman, 247(2), 247–260.
4.

Anda mungkin juga menyukai