Anda di halaman 1dari 8

RESUME BAB III DAN BAB IV

Disusun oleh :

Tomi Rusmadinata

2018011062

Psikologi Konseling

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

YOGYAKARATA
BAB III

MOTIVASI, KEPERCAYAAN, DAN HARAPAN KONSELI

A. Proses Konseling sebagai Ketakutan dan Harapan


Konseling (klien) melakukan pendekatan proses konseling antara ketakutan dan penuh
harapan. Ia tidaklah cukup yakin apa yang akan terjadi, tetapi ia mengetahui akan
memerlukan banyak waktu dan uang dan mungkin harus membuka rahasia yang menyakitkan.
Konselor (terapis) dapat menemukan kondisi yang sangat buruk atas perasaannya dibanding
yang ia rasa; bisa saja dia merasa "gila". Pada waktu yang sama, seorang konseli diisi dengan
harapan. Proses konseling yang dibutuhkan adalah suatu perilaku yang positif. Konseling
dapat saja mencari bantuan dari seorang ahli, bagaimana permasalahan manusia dapat timbul dan
bagaimana mereka dapat lepas dari permasalahan tersebut Ia mempunyai kepercayaan di
pelatihan teknis dan pengetahuan ilmiah konselor; orang lain mungkin telah mempunyai niat baik,
tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana cara memodifikasi perasaan dan perilaku. menurut
Jerome Frank (1973), memberi arti pentingnya harapan konseli sebagai modal yang utama, dan
ini penting sekali sebagai keberhasilan dari perawatan perubahan perilaku konseli. Konseling
yang berfungsi sebagai ‘yang mempengaruhi harapan’ dalam proses konseling, memiliki kaitan
dengan ‘pengaruh dari placebo’. Berhasil atau tidaknya suatu perawatan sangat bergantung pada
kepercayaan konseli untuk melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Konseli harus benar-
benar percaya pada tindakan konselor; sama seperti seorang pasien yang percaya pada seorang
pemuka agamadan dokter. Mereka bersedia melakukan suatu tindakan hingga taraf fisiologis;
bersedia untuk minum obat, diet makan atau minum sesuatu; tidak melakukan sesuatu; atau segala
tindakan yang berkaitan dengan proses kesembuhannya.

B. Harapan sebagai Jalan Penting yang Berbeda


konseli tidak akan mengikuti terapi, bila ia tidak percaya pada proses penyembuhan bila tidak
mampu menyembuhkannya. Kedua, ia akan melanjutkan proses konseling, walaupun ia mungkin
telah memulai penuh harapan dan bahkan bergairah. Konseli yang tidak dipersiapkan untuk jalan
menuju masa depan yang mungkin penuh resiko dan berkonsekuensi, kepalsuan dapat jadi sesuatu
yang melemahkan semangat. Tingkat konseli yang telah merasakan bahwa konselor yang telah
berusaha memahami konseli, membuat usaha untuk memahami konseli, menilai konseli sebagai
orang, dan dengan sungguh-sungguh membantu. Ia merasakan kebaikan-kebaikan konselor,
konseli akan membalas kebaikan tersebut dan konselor telah berusaha bekerja untuk konseli
C. Perbedaan antar Pendekatan Perawatan
Diskusi pada tahap ini mengupas tentang berbagai terapi yang
dilakukan. Semua terapis mengarah untuk mengurangi penderitaan konseli dan meningkatkan
individu agar meningkatkan keberadaan mereka dan menjadi lebih efektif, Sejumlah kontroversi
antara persaingan teori dan sistem di berbagai fakultas psikologi, nama-nama seperti Freud, Jung,
Adler, Rogers, Wolpe, Skinner, Perls, Fromm, May, dan Bandura. Pandangan ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga aliran besar psikodinamika, tingkah laku, atau existential-humanistic
Sejumlah terapis atau konselor terkadang menggunakan ‘prinsip fleksibilitas’,
menyesuaikan metode mereka dengan kebutuhan konseli. Terapis tidak hanya sekedar terpaku pada
prinsip-prinsip psikoanalisis dengan asosiasi bebas, analisis mimpi, atau aliran perilaku (behavior).
Berbagai tujuan dari konseling adalah sebagai berikut:
1) Tujuan dari konseling dicerminkan secara direktif dan suportif, proses konselings
membutuhkan bujukan, nasihat yang sederhana, desakan, dan pengaruh; kondisi tersebut
agar mempengaruhi orang-orang agar bertindak sesuai dengan yang diinginkan. Suatu
gagasan yang penting adalah bahwa suatu perubahan sangat bergantung pada kerja
keras, motivasi, dan dengan suatu bujukan. Orang mau untuk kembali ke jalan yang
benar tersebut.
2) Freud menyebutkan proses seperti dengan istilah katarsis. Kata katarsis berasal dari kata
Yunani, melakukan pelepasan yang bersifat emosional, kondisi ini biasa dilakukan saat
mengamati drama yang besar. Perawatan awal dari histeria, ketika konseli secara
dramatis melakukan penyembuhan ingatan yang ditindas dalam limpahan emosi yang
negatif.
3) Pikoterapi dapat menimbulkan potensi konseli agar pertumbuhannya maksimal dan
terarah. Pada pandangan ini terdapat dugaan bahwa kheidupan adalah proses yang terus
menerus berkembang, dan abnormalitas adalah suatu halangan terbentuknya suatu
pertumbuhan yang normal ke arah pengintegrasian dan otonomi. . Sikap emosi yang
terjadi pada masa anak dapat dihubungi lagi dan diuji dalam kondisi secara sadar.
Individu dengan kondisinya saat ini dapat memiliki gejala atau perilaku seperti: suka
memaksa, suka memberi alasan, dan terdapat ciri-ciri belum dewasa.
4) Adanya perubahan perilaku dan kebiasaan yang telah biasa dilakukan. Pada para
penderita sakit saraf dapat dilatih perilaku, meskipun perilaku itu dilakukan secara
sederhana dan kurang cukup dalam penghayatannya. Agar perilaku ini dapat diingat saat
harus dilakukan, maka saat penerapan perilaku harus ada penguatan yang selektif.
5) Tujuan konseling dapat melibatkan pada modifikasi yang melibatkan struktur
kepribadian seseorang perubahan perawatan mengarahkan konseli menjadi sadar dan
ketidaksesuaian mereka membangun dan memberikan kepercayaan pada ukuran-ukuran
yang eksternal.
6) Pada prinsipnya, intervensi psikoterapi berkaitan dengan intervensi psikologis pada
permasalahan, yang mana intensitas cukup dan mengarahkan hidup konseli pada suatu
kondisi wawasan yang luas dari pada yang dimiliki konseli sekarang. Ia diberi informasi
peluang yang bersifat pro dan kontra dari berbagai alternatif yang ada. Pembahasan dan
pengkritisian pilihan hidupnya dibuat, agar konseli dapat memilih pilihan yang paling
memuaskan dan bijaksana.
7) Tujuan konseling untuk meningkatkan pengetahuan diri sendiri dan pengertian yang
mendalam. Terapi mengarahkan suatu dorongan ke arah peningkatan kesadaran, Freud
menyatakan bahwa alasan yang tersembunyi pada tahapan pemikiran kritis yang sadar
mengurangi potensi untuk dipenuhi, efeknya justru dapat menjadi tindakan yang
menyimpang.
8) Orientasi dari proses psikoterapi lebih mengarahkan pada hubungan antar pribadi dan
bukannya kondisi pribadi psikologis secara internal masa anak-anak merupakan kondisi
yang paling menentukan proses seseorang berkembang di masyarakat. Beberapa ahli
psikolog meletakkan kondisi psikologis individu terbentuk secara primer di keluarga.
Beberapa pakar lain lebih mengaitkan dengan kondisi waktunya, misalnya, dengan
pasangan hidupnya, kekasih, anak-anak, rekan kerja, atasan dan tetangga. Keberhasilan
konseling mengarah pada kondisi yang tidak hanya tanggung jawab konseli, namun
hubungan lebih mengarah pada lingkungan social. Kesehatan konseli sangat
bergantung pada institusi kepribadian atau pada para orang yang melakukan tindakan di
luar konseli, dan konseli tidak dapat mengendalikannya, Konseli dapat dibantu
menemukan suatu perubahan yang mengarah proses dari kondisi agar terjadi dukungan
penyembuhan secara total. Tujuan pelatihan dan dukungan belajar, organisme secara
sosial bertumbuh dan dapat menerapkan batasannya pada kesadaran dan
ketidaksadarannya. Tetapi tujuan sebagian besar seorang terapis; seseorang
meninggalkan pikiran yang masuk akal, pendekatan yang realitas merupakan proses
berpikir dalam rangka membuat khayalan yang tersedia untuk pengujian masuk akal
dan pengendalian kesadaran.

. BAB IV

WAWANCARA PADA PRAKTEK KONSELING

A. Wawancara Terapis Klinis


Wawancara adalah teknik dasar konseling untuk melakukan penilaian. Praktek
wawancara dalam konteks konseling, khususnya dalam bidang klinis telah mengarah penilaian dan
wawancara yang mengarah sebagai bentuk perawatan, Wawancara konseling berorientasi hubungan
dengan konseli dengan konselor pada tahap penilaian. Tahap penilaian merupakan awal yang utama
untuk hubungan yang pertama antara konseli dengan konselor Wawacara konseling secara kontras
dirancang agar konseli mudah memahami dirinya sendiri guna mengubah perilaku dan perasaan
yang ingin diubahnya. konselor perlu memahami kondisi konseli. Wawancara penilaian yang
merupakan rangkaian proses perawatan juga termasuk proses perawatan. Proses penilaian juga
mengarah menjadi bagian dari proses untuk memudahkan dan memecahkan masalah konseling.
Baik kedua proses tersebut memerlukan kerjasama baik dari pihak konseli maupun konselor secara
tulus dan keterbukaan.
Proses Konseling yang tradisional, konseli mendapat perawatan psikologis melalui suatu rangkaian
prosedur penilaian, yang meliputi penggalian wawancara pendahuluan, wawancara diagnostik,
wawancara sejarah sosial, dan psikologis ujian. Konseli secara klinis dapat secara efektif
bekerjasama dalam prosedur pada wawancara awal guna memperlancar keseluruhan proses
konseling (Gill, Newman, dan Redlich, 1954). Keseluruhan proses wawancara awal memiliki
empat kandungan secara eksplisit sebagi berikut:
1. Penetapan yang mantap hubungan antar pribadi (rapport, kepercayaan, empati, dan simpati).
2. Guna memperoleh informasi penilaian tentang konseli dan permasalahannya.

3. Pemberian tentang keakftifan di klinik, program yang akan dilakukan, kondisi konseling,
pembayaran, dan kemungkinan tugas-tugas selama pelaksanaan konseling.
4. melakukan kontrak dengan konseli untuk peningkatan kondisinya, bila diperlukan mengikuti
juga konseling lebih lanjut.
Pola konseling yang lampau lebih bersifat paksaaan untuk mengungkap wilayah wawancara yang
akan dibahas. Kebebasan ini melakukan konseling dipandu oleh konselor, pemahaman konseli akan
terus digali sesuai dengan apa yang dipahaminya.
Saat konseli melakukan proses wawancara penilaian, wawancara menjadi suatu syarat yang utama
untuk menyelidiki berkaitan dengan kesadaran, perasaan, dan permasalahan yang konseli alami. Ia
memperbincangkan tentang hidupnya, hubungan yang penuh arti, prestasi, kegagalan, kepuasan
yang dicapai dan peristiwa yang membuat frustasi dari segi kepribadiannya, dan sikap yang
dimunculkan menanggapi situasi tersebut. Penggambaran pribadi atau maksud atau arti yang dituju
dari pengalaman hidupnya terbentuk melalui pernyataan-pernyataan yang dilontarkannya. Ia
menggambarkan dunia luarnya dengan sudut pandang dari dirinya, konsep, nilai-nilai pribadi,
harapan dan ketakutannya. Konseli sebenarnya tidak hanya sekedar bercerita tentang dirinya
sendiri, menggambarkan perasaan, dan perilaku kehidupan yang ia jalani. Proses kehidupan yang ia
jalani dan lakukan, hingga sekarang dan di sini ia ada. Konseli mengatakan fakta dan kondisi,
hingga keberadaannya di klinik saat ini Status konselor yang memiliki tindakan, dan kompetensi
yang mampu membentuk pengubahan perilaku konseli. Konselor dapat memilih topik yang ingin
dibicarakan, prioritas yang harus dibicarakan, permasalahan yang terjadi, dan sejumlah topik yang
dianggap berkaitan. Tidak sama dengan pengujian di mana konseli dikondisikan dalam posisi yang
pasif, interaksi dengan tes; wawancara merupakan kondisi sebaliknya. Wawancara bertemu dengan
orang-orang yang nyata, melibatkan sisi kemanusiaan, meski hanya keterlibatan konselor dan
konseli. Data penilaian yang dapat dihasilkan dari proses wawancara dapat meliputi:
1. pernyataan- pernyataan dari konseli, berkarakteristik penguraian hidup masa lalu dan saat ini
(contoh: saya selalu malu dengan perempuan);
2. perilaku yang mengiringi, beberapa perilaku yang tidak diharapkan seringkali berwujud pada
perilaku orang tersebut (tangan yang bergetar, mata berkaca- kaca);
3. reaksi yang diinspirasi dari konselor, berdasarkan perilaku nyata dari konselor atau khayalan
yang dari konseli sendiri.
Suatu ketrampilan yang pantas dipertimbangkan untuk kepekaan dan fleksibilitas yang tinggi.

B. Wawancara Konseling: ‘Percakapan dengan Tujuan’


Bingham dan Moore (1924) menyatakan bahwa ada perbedaan tujuan, saat melakukan
wawancara dengan cakupan area tertentu yang bersifat samar dan format wawancara yang jelas.
Wawancara dapat mengarah pada suatu hubungan antar pribadi dan proses komunikasi, namun
demikian wawancara dapat dilakukan dengan tujuan yang bervariasi. Penelitian wawancara yang
bersifat sosial telah menjadi pengembangan gagasan klinis dan para konselor pada akhirnya
memperoleh manfaat dari penelitian dari wawancara. Sarat utama dari para responden adalah
motivasi bekerjasama, responden harus paham dan tahu apa yang dilakukan untuk penelitian. Pola
wawancara konseling adalah untuk memahami permasalahan seseorang dan membebaskan dari
permasalahannya.

C. Macam Wawancara
Kecenderungan dalam praktis saat ini mengarah pada praktik saat ini untuk mengurangi
kegagalan dan variasi dari penilaian wawancara, yang mana telah terjadi perbedaan para
profesional yang melakukan dengan aturan yang berbeda aturan dan mungkin tanpa tambahan dari
orang yang seharusnya juga memiliki tanggung jawab terapiutik Wawancara secara khusus
dirancang sesuai dengan kebutuhan, apakah untuk penelitian atau untuk pengembangan bidang
konseling. Konselor harus mampu sebagai pengembang, untuk mewawancarai sebagai arah yang
berpusat pada berbagai harapan dari wawancara yang bersifat khusus.
D. Wawancara Diagnostik
Diagnosa melalui wawancara dengan dasar yang telah dikembangkan di rumah sakit
praktek dari Kraepelinian. Wawancara biasanya dengan dilakukan pada konseli psikotik.
Wawancara yang berfokus pada konseli yang memiliki dasar gejala-gejala yang tampak. Melalui
penelitian yang telah dilakukan, maka jenis wawancara tersebut telah disusun sedemikian rupa.
Wawancara ini dapat bersifat menjangkau kejadian- kejadian yang tidak masuk akal Suatu tugas
standar untuk memperkirakan efek pengurangan dari angka yang berkisar 70 hingga 100.
Menjelaskan arti dari mengungkapkan kekacauan pikiran dan memberi penjelasan kapasitas secara
abstrak dalam memberi alasan. Simulasi dari jenis pertanyaan ini digunakan mengevaluasi sakit
mental. Hal itu menjadi keberkaitan pada pemahaman kepribadian atau status konseli yang
menderita gangguan kejiwaan tertentu.

E. Wawancara Sumber Langsung


Wawancara ini adalah dirancang untuk memperkenalkan konseli pada kondisi konseling, saat ia
sedang dinilai, apakah fasilitas adalah sesuai kepada kebutuhannya. Wawancara berpusat pada
kondisi konseli, motivasi dirawat, harapan dari klinik, dan alternatif tindakan yang akan dilakukan.
ada kontak pertama ini, rencana dibuat untuk kunjungan lebih lanjut ke klinik, atau jika kunjungan
ini dapat dianggap saling menguntungkan, mungkin juga dapat direferensikan pada pelayanan
klinik yang lain Setiap konselor yang telah mengangkat telepon dapat mendengar: "Apa pelayanan
yang diberikan di klinik Anda?" atau "Apa pendapat Anda bagi orang yang berpikir atau
berperilaku seperti ini ...?". Pada saat di telepon, seseorang dapat mengungkapkan ketakutan dan
kesenangannya berbagi rahasia, tanpa harus terbongkar nama dan tanpa harus berhadapan muka.
Konselor dapat memintanya dengan sejumlah tanda yang timbul saat melakukan wawancara awal,
untuk bersedia pada pertemuan konseling secara tatap muka.

F. Sejarah Sosial atau Sejarah Kasus


Pada berbagai bidang multi disiplin di klinik, fungsi umum lain pekerja sosial adalah untuk
memperoleh sejarah konseli. Hal ini berkaitan dengan gejalanya dan permasalahan fokal (yang
diselidiki melalui wawancara diagnostik), dibanding untuk memperoleh suatu keseluruhan dari
evolusi kehidupannya, situasi sosial dan pribadi saat ini. Keseluruhan, penekanan secara
keseluruhan pada peristiwa yang obyektif bisa melaporkan dan diingat; lebih sedikit pada mencari
suatu pengalaman penting yang reliabel pada permasalahan wawancaran konseling.

G. Wawancara dengan Sumber Utama

Informasi dari orang lain tersebut paling mungkin dicari, jika konseli tidak cakap atau
enggan untuk berbicara, khususnya bila ia mengalami psikotik, terlalu stres, atau orang dewasa
yang bisu, atau anak-anak yang sangat muda. Kebanyakan konselor dalam tradisi yang dinamis,
mungkin saja para pekerja sosial atau pembimbing anak, mempunyai keberatan secara etis dan
klinis untuk wawancara dengan penutur asli. Ada kondisi- kondisi di mana konselor dan konseli
melihat suatu sesi dengan suatu kondisi yang relevan. Seperti pasangan atau orangtua, sering
memberi seperti halnya menerima informasi, perlu adanya sesi khusus yang terjadi baik dalam
konteks dari kerelaan berbagi informasi, untuk keperluan pengobatan berkelanjutan. Pembagian
informasi pada sesi khusus dapat dipertimbangkan pada tahap penilaian, kecuali orang sangat
muda.
H. Bentuk Wawancara Klinis yang Lain
Walaupun konsultasi telah ditekankan pada model therapeutik, telah ada suatu kebangkitan
dalam pekerjaan yang berorientasi di masyarakat, dengan kata lain konselor sering bekerja
dengan cara konsultasi pada orang seperti guru, yang kontak langsung dengan konseling
Berbagai format wawancara secara ringkas sudah meningkatkan aspek yang berbeda dari bidang
klinis berguna untuk penyaringan informasi melalaui wawancara, sejumlah orang harus diuji
sesuai bidangnya, sejarah pekerjaan berkaitan dengan: perpindahan, cuti, atau wawancara
pemecatan, ketika konseli diharapkan untuk dipindah ke unit lain, perlakuan khusus dari rumah
sakit, dan persiapan konseli untuk dipulangkan. Konselor perlu menginformasikan konseli
berkaitan dengan kealamian dan harapan dari tes yang diberikan, macam keterlibatan aktivitas,
penggunaan penemuan informasi yang akan berguna bagi kesembuhan konseli. Konseli harus
diyakinkan menyangkut kerahasiaan pengungkapannya. Tercakup pada proses ini adalah tugas
yang penting untuk menemukan pribadi atau faktor situational yang memerlukan pertimbangan
dalam penafsiran hasil tes.

Anda mungkin juga menyukai