Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendekatan behavioristik dalam psikoterapi, adalah salah satu dari beberapa
“revolusi” dalam dunia pengetahuan psikologi, khususnya psikoterapi. Pendekatan
behavioristik yang dewasa ini banyak depergunakan dalam rangka melakukan kegiatan
psikoterapi dalam arti luas atau konseling dalam arti sempitnya, bersumber pada aliran
behaviorisme. Aliran ini pada mulanya tumbuh subur di Amerika dengan tokohnya yang
terkenal ekstrim, yakni John Broadus Watson, suatu aliran yang menitik beratkan peranan
lingkungan, peranan dunia luar sebagai faktor penting di mana seseorang dipengaruhi,
seseorang belajar. Pada abad ke-17, dunia pengetahuan Filsafat ditandai oleh dua kubu
besar yakni kubu “empiricism” (physical science) dan kubu “naturalism” (biological
science). Pada akhir abad yang lalu, mempengaruhi lahirnya aliran behaviorisme dengan
pendekatan-pendekatannya yang kemudian menjadi terkenal dengan terapi perilaku
(behavior therapy) dan perubahan perilaku (behavior modification).
Pendekatan behavioristik memandang konseling merupakan proses pendidikan. Pusat
konseling adalah membantu klien mempelajari tingkahlaku baru untuk memecahkan
masalahnya. Konseling ini memandang tingkah laku sebagai suatu yang dipelajari atau
tidak dipelajari oleh klien. Oleh karena itu, peran konselor pada konseling ini adalah aktif,
direktif, sebagai guru, ahliu diagnosis dan sekaligus menjadi model. Dengan demikian
klien juga dituntut aktif dan mengalami sendiri.

B. Permasalahan
1. Bagaimana konsep dasarnya?
2. Bagaimana pandangan tentang hakikat manusia?
3. Apa tujuan konseling tersebut?
4. Bagaimana teknik konselingnya?
5. Bagaimana langkah-langkah atau tahapan konselingnya?
6. Apa kelebihan dan kekurangannya?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar
Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari
luar.Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya
dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian.
Konseling behavioristik membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara
pembawaan dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian
dari para konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan konseling. Menurut
pandangan ini manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar seperti yang
dikemukakan oleh freud. Sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi
kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.

B. Pandangan Tentang Hakikat Manusia


Pendekatan behavioral tidak mengesampingkan pentingnya hubungan klien/terapis atau
potensi klien untuk membuat pilihan-pilihan. Dari dasar pendekatan tersebut, dapat
dikemukakan beberapa konsep kunci tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1. Tingkah laku manusia diperoleh dari belajar, dan proses terbentuknya kepribadian
adalah melalui proses kematangan dan belajar. Terbentuknya tingkah laku, baik positif
maupun negatif diperoleh dari belajar.
2. Kepribadian manusia berkembang bersama-sama dengan interaksinya dengan
lingkungannya. Interaksi yang dapat diamati antara individu dengan lingkungan,
interaksi ini ditentukan bentuknya oleh tujuan, baik yang berasal dari diri pribadi
maupun yang dipaksakan oleh lingkungan.
3. Setiap orang lahir dengan membawa kebutuhan bawaan, tetapi sebagian besar kebutuhan
dipelajari dari interaksi dengan lingkungan. Mula-mula individu banyak tergantung pada
sumber kepuasan eksternal, namun semakin matang kekuatan penguat internal semakin
penting.
4. Manusia bukanlah hasil dari conditioning sosial/kultural mereka, namun sebaliknya
manusia adalah produser (penghasil) dan hasil dari lingkungannya. Kecenderungan saat
ini adalah mengarah pada prosedur perkembangan yang nyata memberikan pengontrolan
pada diri para klien.

2
5. Manusia tidak lahir baik atau jahat tetapi netral, bagaimana kepribadian seseorang
dikembangkan tergantung pada interaksinya dengan lingkungan. Dengan kata lain, dapat
saja manusia menjadi baik atau sebaliknya tergantung dari bagaimana ia belajar dalam
interaksi dengan lingkungan.
6. Manusia mempunyai tugas untuk berkembang, dan semua tugas perkembang yang harus
diselesaikan dengan belajar. Hidup adalah serangkaian tugas yang dipelajari.
Keberhasilan belajar akan menimbulkan suatu kepuasan, sedangkan kegagalan berakibat
ketidakpuasan dan penolakan sosial.
7. Hakikat Konseling
Konseling identik dengan pemberian bantuan, penyuluhan dan hubungan timbal balik
antara konselor (yang memberikan konseling) dan konseli (yang membutuhkan
bantuan/klien). Menurut Patterson, konseling memiliki ciri khas yang merupakan
hakekat konseling. Ciri-ciri itu adalah:
1) Konseling berurusan dengan upaya mempengaruhi perubahan tingkah laku secara
sadar pada pihak klien (klien mau mengubahnya dan mencari bantuan konselor bagi
perubahan ini).
2) Tujuan konseling adalah mendapatkan kondisi-kondisi yang memudahkan perubahan
secara sadar (kondisi-kondisi dimaksud berupa hak-hak individual untuk membuat
pilihan, untuk mandiri dan “berswatantra”, autonomous).
3) Sebagaimana dalam sebuah hubungan, terdapat pembatasan-pembatasan tertentu bagi
konseli (pembatasan-pembatasan ditentukan oleh tujuan-tujuan konseling yang
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan falsafah konselor).
4) Kondisi-kondisi yang memudahkan perubahan tingkahlaku diperoleh melalui
wawancara-wawancara (tidak seluruh konseling adalah wawancara, tetapi konseling
selalu melibatkan wawancara).
5) Mendengarkan (dengan penuh perhatian) berlangsung dalam konseling tapi tidak
seluruh konseling melulu mendengarkan.
6) Konselor memahami kliennya (perbedaan antara cara orang-orang lain dengan cara
konselor dalam melakukan pemahaman lebih bersifat kualitatif ketimbang kuantitatif
dan pemahaman belaka tidak menjadi pembeda antara situasi konseling dengan situasi
lain).
7) Keberadaan konseling bersifat pribadi (privacy) dan diskusi atau pembicaraan bersifat
rahasia, dasarnya bersifat rahasia (confidential).
8) Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

3
Konsleing behavioral digunakan untuk membantu masalah konseli yang terkait
dengan perilaku-perilaku maladaptif. perilaku yang bermasalah dalam pandangan
behaviorist dapat dimaknai sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau
perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan.  Sedangkan menurut Feist & Feist (2008: 398) menyatakan bahwa
perilaku yang tidak tepat meliputi:
 Perilaku terlalu bersemangat yang tidak sesuai denga situasi yang dihadapi, tetapi
mungkin cocok jika dilihat berdasarkan sejarah masa lalunya.
 Perilaku yang terlalu kaku, digunakan untuk menghindari stimuli yang        tidak
diinginkan terkait dengan hukuman.
 Perilaku yang memblokir realitas, yaitu mengabaikan begitu saja stimuli yang
tidak diinginkan.
 Pengetahuan akan kelemahan diri yang termanifestasikan dalam respon-respon-
respon menipu diri.

C. Tujuan Konseling
Tujuan umum dari suatu terapi perilaku ialah membentuk kondisi baru untuk belajar,
karena melalui proses belajar dapat mengatasi masalah yang ada. Mengenai tujuan terapi
perilaku, Corey (1991) mengingatkan ada 2 konsepsi yang salah:
 Bahwa tujuan tarapi adalah memindahkan gejala yang menjadi masalah dan karena itu
akan muncul gejala yang baru,karena akar dari persoalannya tidak hilang.Hal ini
dinilai tidak benar,karena terapi memusatkan perhatian pada usaha menghilangkan
perilaku yang tidak sesuai denag perilaku yang sesuai.perhatian tertuju pada perilaku
yang terjadi pada saat sekarang dan apa yang bisa untuk mengubahnya.
 Konsepsi lain yang salah ialah bahwa tujuan pasien atau klien ditentukan atau
dipaksakan oleh terapisnya. Padahal tujuan atau konsepsi yang baru melibatkan
pasien atau klien (aspek kognitifnya) untuk ikut menentukan pilihan apa sasaran atau
tujuan yang diinginkan
Jika tujuan terapi dirumuskan dengan jelas, pasien atau klien akan bisa
memperlihatkan kerja samanya dalam ikut mengarahkan tujuan dari terapi. Kecuali
itu dengan perumusan tujuan yang jelas, memungkinkan dilakukan evaluasi terhadap
hasilnya. Teknik-teknik behavioristik tidak mengancam untuk menghapuskan atau
mengurangi kebebasan memilih. Tujuan-tujuan dari konseling behavioristik adalah :
 Upaya menolong diri sendiri (self-help).

4
 Meningkatkan ketrampilan-ketrampilan sosial klien.
 Memperbaiki tingkah laku yang menyimpang dari klien.
 Membantu setiap klien dalam mengembangkan suatu sistem pengaturan diri (self-
management).
 Klien dapat mengontrol nasibnya sendiri (self-control) baik didalam konseling
maupun diluar situasi konseling.
Tujuan menurut krumboltz hendaknya memperhatikan kriteria berikut :
 Tujuan harus diinginkan klien.
 Konselor harus beringinan untuk membantu klien mencapai tujuan.
 Tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dinilai pencapainya oleh klien.
Karakteristik
Karakteristik konseling behavioral adalah :
1. Berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
Pendekatan ini tidak didasari oleh teori tertentuyang khusus, hal utama yang harus
diperhatikan dan dilakukan dalam konseling ini adalah menyaring dan
memisahkan tingkah laku yang bermasalah itu dan membatasi secara khusus
perubahan apa  yang dikehendaki.
2. Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling.
Dalam hal ini, tugas konselor adalah membantu merinci dan memilih tujuan
umum menjadi tujuan khusus, konkrit, dan dapat diukur.
3. Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien.
Teknik-teknik tingkah laku berorientasi pada tindakan, oleh karena itu klien
diharapkan melakukan sesuatu bukan hanya memperhatikan secara pasif dan
terlena dalam instropeksi saja. Klien harus diajar untuk melakukan tindakan
khusus apabila perubahan tingkah laku klien diharapkan.
4. Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
Sasaran tingkah laku yang akan diubah sudah diidentifikasi secara jelas, tujuan
perlakuan telah dirumuskan secara khusus, dan prosedur terapeutikpun telah
dirinci secara sistematik. Keputusan untuk menggunakan suatu teknik didasarkan
atas keberhasilan teknik itu dalam mendatangkan hasil, yaitu tercapainya tujuan
yang telah dirumuskan.

5
D. Teknik-Teknik Konseling Behavioral
Adapun beberapa teknik-teknik dalam konseling behavioral antara lain :
1. Desensitisasi Sistematik
Merupakan salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam konseling 
tingkah laku.Desensitisasi sistematik di gunakan untuk mengapus tingkah laku yang
di perkuat secara negatif, dan ia menyatakan pemunculan tingkah laku yang hendak
dihapuskan itu. Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik- teknik relaksasi.
Konseli di latih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan
pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang  divisualisasi. Situasi-situasi
dihadirkan dalam suatu rangkaindari yang sangat tidak mengancam . Tingkatan
stimulus-stimulus  penghasil  kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan
stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangakan  secara berhulang-ulang dengan
stimulus –stmulus penghasil  keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus
kecemasan respons kecemasan itu terhapus . Dalam teknik ini Wolpe telah
mengembangkan suatu respons-yakni  relaksasi, yang secarafisiologis bertentangan
dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek –aspek dari
situasi yang mengancam .Desensititasi sistematik adalah teknik yang  cocok untuk
menangani fobia-fobia. Desensitisasi sistematik bisa di terapkan secara efektif pada
berbagai situasi peng hasil kecemasan, mencakup situasi interpersonal, ketakutan
menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang generalisasi, kecemasan-kecemasan
neurotic, serta impotensa dan frigiditas seksual.
Wolpe (1969) mecatat 3 penyebab kegagalan dalam pelaksanaan desensitisasi
sistematik
1. Kesulitan-kesulitan dalam relaksasi , yang bisa jadi menunjuk kepa kesulitan-
kesulitan dalam komunikasi antara konselor dan konseli atau kepada keterhambatan
yang ekstrem yang di alami oleh konseli
2. Tingkatan-tingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan ,
3. Ketidak memadai dalam membayangkan .
2. Terapi Implosif dan Pembanjiran
Teknik-teknik pembanjiran berlandaskan paradigma mengenai penghapusan
eksperimental. Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara
berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan.     Dalam teknik pembanjiran terapis
memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi,
dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien.

6
Stampfl (1975) mengembangkan teknik yang berhubungan dengan teknik
pembanjiran yang disebut  ‘ terapi implosif’ seperti halnya dengan desensitisasi
sistematik, terapi  implosif berasumsi bahwa tingkah laku neurotik
( Penderita)melibatkan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil
kecemasan. Alasan yang digunakan oleh teknik ini adalah bahwa, jika seseorang
secara berulang-ulang dimunculkan dalam setting terapi dimana konsekwensi-
konsekwensi yang di harapkan dan menakutkan tidak muncul, stimulus-stimulus yang
mengancam kehilangan daya menghasilkan kecemasannya, dan penghindaran
neurotik pun terhapus.
3. Latihan Asertif
Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas adalah latihan
asertif, yang bisa di terapkan terutama pada situasi interpersonal di mana individu
mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan
diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi
orang- orang yang:
1. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung.
2. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinnya.
3. Memiliki kesulitan untuk mengatakan ‘’ tidak’’
4. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif
lainnya
5. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
sendiri.
Bagaimana pendekatan ini berlangsung? Latihan asertif menggunakan
prosedur-prosedur permainan peran. Suatu masalah yang khas yang bisa di
kemukakan sebagai contoh adalah kesulitan klien dalam menghadapi atasannya di
kantor. Misalnya , klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa di tekan oleh
atasannya untuk melakukan hal-hal yang menurut penilaiannya buruk dan
merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya
itu. Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, member contoh bagi
terapis , sementara terapis mencotohkan cara berpikir daqn cara klien menghadapi
atasan. Kemudian mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah
laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan
pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai

7
atasannya secara realities , sebaiknyaterapis melatih klien bagaimana bersifat
tegas terhadap atasan. Proses pembentukan terjadi ketika tingkah laku baru di
capai dengan penghampiran-penghampiran . juga terjadi penghapusan kecemasan
dalam menghadapi atasan dan sikap klien yang lebih tegas terhadap atasan
menjadi lebih sempurna.
Tingkah laku menegaskan diri pertama-tama di praktekan dalam situasi
permainan peran. dan dari sana  di usahakan agar tingkah laku menegaskan diri itu
di praktekan dalam situasi situasi kehidupan nyata. Terapis memberikan
bimbingan dengan memperlihatkan bagaimana dan bila mana klien bisa kembali
ke tingkah laku semula. Tidak tegas serta memberikan pedoman untuk
memperkuat tingkah laku menegaskan diri yang baru diperolehnya.
Shaffer dan Galinsky (1974) Menerangkan bagaimana kelompok-kelompok
latihan asertif atau latihan ekspresif di bentuk dan berfungsi. Kelompok terdiri
dari delapan sampai sepuluh anggota yang memiliki latar belakang yang sama.
Dan season terapi berlangsung selama dua jam. Terapis bertindak sebagai
penyelenggara dan pengarah permainan peran. Pelatih memberi penguatan dan
sebagai model peran. Dalam diskusi-diskusi kelompok terapis bertindak sebagai
seorang ahli memberikan bimbingan dalam situasi-situasi permainan peran. Dan
memberikan umpan balik kepada para anggota.
Seperti kelompok- kelompok   tingkah laku lainnya, kelompok latihan asertif
di tandai dengan stuktur yang mempunyai pemimpin. Secara khas sessions
berstruktur sebagai berikut:
1. session yang di mulai dengan pengenalan didaktik tentang kecemasan social
yang tidak realistis, pemusatan pada belajar menghapuskan respon-respon
interbnal yang tidak efektif yang telah mengakibatkan kekurang tegasan dan
pada belajar peran tingkah laku yang baru asertif.
2. Session yang bisa memperkenalkan sejumlah latihan relaksasi, dan masing-
masing anggota menenrangkan tingkah laku spesifik dalam situasi-situasi
interpersonal yang di rasakannya menjadi masalah. Para anggota kemudian
membuat perjanjian untuk menjalankan tingakah laku menegaskan diri yang
semula mereka hindari sebelum memasuki session yang selanjutnya.
3. Session para anggoata menerangkan tentang tingkah laku menegaskan diri
yang telah diu coba di jalankan oleh mereka dalam situasi-situasi kehidupan

8
nyata. Mereka berusaha mengepaluasi, jika mereka belum sepenuhnya
berhasil, kelompok langsung menjalankan permainan peran.
4. Session terdiri atas penambahan latihan relaksasi , pengulangan perjanjian
untuk menbjalankan tingkah laku menegaskan diri yang di ikuti oleh evaluasi.
5. Session yang terakhir bisa di sesuaikan dengan kebutuhan – kebutuhan
individual para anggota. Sejumlah kelompok cenderung berfokus pada
permainan peran tambahan . evaluasi dan latihan sedangkan kelompok yang
lainnya berfokus pada usaha usaha mensiskusikan sikap-sikap dan perasaan
perasaan yang telah membuat tingkah laku menegaskan diri sulit di jalankan.
Terapi kelompok latihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan
latihan tingkah laku pada kelompok dengan sasaran membantu individu dalam
mengembangkan cara cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-
situasi intrapersonal. Fokusnya adalah mempraktekan memulai permaianan
peran kecakapan-kecakapan bergaul yang baru di peroleh sehingga individu
belajar bagaimana mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran mereka
secara lebih terbuka di sertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk
menunjukan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
4. Terapi Aversi
Teknik-teknik  pengondisian aversi  yang telah digunakan secara luas untuk
meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian
tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah
laku yang tidak diinginkan terhambat kemunculanya. Stimulus-stimulus aversi
biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik dan ramuan yang mengakibatkan
mual.  Kendali aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan
berbagai bentuk hukuman. Contoh pelaksanaan penarikan pemerkuat positif adalah
mengabaikan ledakan kemarahan anak guna menghapus kebiasaan  mengungkapkan
ledakan kemarahan pada si anak. Jika perkuatan social di tarik, tingkah laku yang
tidak diharapkan cenderung berkurang frekwensinya. Contoh penggunaan hukuman
sebagai cara pengendalian adalah pemberian kejutan listrik terhadap anak autistic
ketika tingkah laku spesifik yang tidak diinginkan muncul.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling controversial yang
dimiliki oleh para behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode-metode
untuk membawa orang-orang kepada tingkah laku yang diinginkan. Kondisi-kondisi
diciptakan  sehingga orang-orang melakukan apa yang diharapkan dari mereka alam

9
rangka menghindari konsekuensi-konsekuensi aversif.  Sebagian besar lembaga social
menggunakan prosedur-prosedur aversi untuk mengendalikan para anggotanya dan
untuk membentuk tingkah laku individu agar sesuai dengan yang telah di gariskan:
gereja menggunakan pengucilan, perusahaan-perusahaan menggunakan pemecatan
dan penangguhan pembayaran upah, sedangkan pemerintah menggunakan denda dan
hukuman penjara.
Kendali aversi acap kali menandai hubungan orang tua-anak. Kendali-kendali
bisa bekerja secara langsung dan disadari. Baik anak maupun orang tua bisa di
kendalikan oleh apa yang terjadi dalam situasi-situasi tertentu., dan boleh jadi situasi-
situasi itu tidak bisa di jelaskan. Seorang anak diberi hak istimewa jika dia
menyelaraskan  diri dengan  bertingkah laku sebagaimana yang di harapkan, dan
sebaliknya. Anakpun belajar menggunakan kendali aversif terhadap orang tuanya. Dia
belajar bahwa  orang tuanya memiliki suatu taraf toleransi terhadap tangisan, teriakan,
permintaan, dan renekan anak, serta belajar bahwa pada akhirnya orang tuanya itu
akan memenuhi permintaanya.
setting yang lebih formal dan terapeutik, teknik-teknik aversif sering di
gunakan dalam penanganan berbagai tingkah laku yang maladaptif, mencakup
minumalkohol secara berlebihan, ketergantungan pada obat bius, merokok, obsesi-
obsesi, kompulsi-kompulsi, fetisisme, berjudi, homoseksualitas, dan penyimpangan
seksual seperti pedofolia. Teknik ini merupkan metode yang utama dalam penanganan
alkoholisme. Seorang alkoholik tidak dipaksa untuk menjauhkan diri dari alcohol,
tetapi justru disuruh meminum alkohol. Akan tetapi, setiap tegukan alkohol diseratai
pemberian ramuan yang membuat alkoholik merasa mual, dan kemudian muntah. Si
alkoholik lambat laun akan merasa sakit bahkan meskipun hanya melihat botol
alkohol.  Pengetahuan tentang  pengaruh-pengaruh buruk dari alkohol cenderung
menghambat alkoholisme, tetapi terdapat kemungkinan bahwa alkoholik kembali
kepada kebiasaan semula setelah periode penahanan diri yang singkat. Selain pada
penanganan alkoholisme, prosedur-prosedur aversi telah digunakan secara berhasil
pada penanganan-penanganan penyimpangan-penyimpangan seksual dengan
mengasosiasikan stimulus yang menyakitkan dengan objek atau tindakan seksual
yang tidak layak.
Butir yang penting adalah bahwa maksud prosedur-prosedur aversif iyalah
menyajikan cara-cara menahan respons-respons maladaftifdalam suatu periode
sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternative yang

10
adaptif dan yang akan terbukti memperkuat dirinya sendiri. Satu kesalahpahaman
yang popular adalah bahwa teknik-teknik yang berlandasan hukuman merupakan
perangkat yang paling penting bagi para terapis tingkah laku.  tingkah laku.
Hukumanjangan sering digunakan meskipun mungkin para klien sendiri
menginginkan penghapusan tingkahlaku yang tak diinginkanya melalui penggunaan
hukuman. Apabila cara-cara yang merupakan alternatifbagi hukuman tersedia, maka
hukuman jangan digunakan. Cara-cara yang positif yang mengarahkan  kerusak dari
pada tingkah lakuyang baru dan lebih layak harus dicari dan di gunakan sebelum
terpaksa menggunakan pemerkuat-pemerkuat negative. Acap kali tingkah laku bisa di
ubah hanya dengan menggunakan perkuatan positif yang mengurangi kemungkinan
terbentuknya efek-efek samping yang merusak dari hukuman. Di samping itu, jika
hukuman di gunakan, bentuk-bentuk tingkah laku adaptif yang merupakan alternative
perlu secara jelas dan secara spesifik di gambarkan secara hukuman harus di gunakan
dengan cara-cara yang tidak mengakibatkan klien merasa di tolak sebagai pribadi.
Yang juga penting adalah klien dibantu agar ia mengetahui bahwa konsekuensi-
konsekuensi aversif diasosiasikan hanya dengan tingkah laku maladaptive yang
spesifik.
Skinner (1948-1971) Adalah salah seorang tokoh yang secara terang-terangan
menentang penggunaan hukuman sebagai cara untuk mengendalikan hubungan-
hubungan manusia ataupun untuk mencapai maksud-maksud lembaga-lembaga
masyarakat. Menurut Skinner perkuatan positif jauh lebih baik efektif dalam
mengendalikan tingkah laku karena hasil-hasilnya lebih bisa diramalkan serta
kemungkinan timbulnya tingkah laku yang tidak diingankan akan lebih kecil. Skinner
berpendapat bahwa hukuman adalah sesuatu yang buruk, meskipun bisa menekan
tingkah laku yang diinginkan, tidak melemahkankecenderungan untuk merespon
bahkan kalaupun ia untuk sementara menekan tingkah laku tertentu. Akibat-akibat
yang tidak tidak diinginkan, menurut Skinner, berkaitan dengan penggunaan
pengendalian aversif maupun penggunaan hukuman.
Apabila hukuman digunakan, mak terdapat kemungkinan  terbentuknya efek-
efak samping emosional tambahan seperti:
1. Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum
boleh jadi akan ditekan hanya apa bila penghukum hadir.
2. Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang
dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan,

11
3. Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang
berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Misalnya; Seorang anak yang
dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua
pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada
umumnya.
Jadi, seorang anak yang dihukum karena kegagalanya di sekolah boleh jadi akan
membenci semuapelajaran sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci
belajar pada umumnya.
5. Pengondisian Operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri
organisme yang aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk
menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang
paling berarti dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup membaca, berarti dalam
kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dan
lain-lain.
Menurut Skinner (1971), jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas
kemunculan kembali tingkah laku tersebut dimasa mendatang akan tinggi.Perubahan
tingkah laku yang dikondisikan, diberikan dalam kurun waktu tertentu dan target
tertentu.
Contonya pemberian  hadiah jika seorang anak yang mendapatkan ranking.
6. Perkuatan positif
Perkuatan positif adalah suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran
atau penghargaan positif setalah tingkah laku yang diharapkan itu muncul. Cara ini
sangat ampuh  untuh mengubah tingkah laku yang tidak baik menjadi baik. Ada
pemerkuat – pemerkuat untuk perkuatan positif adalah sebagai berikut :
 Pemerkuat primer adalah memuaskan kebutuhan fisiologis. Contoh : makanan,
minuman, tidur/istirahat, rumah, dan pakaian.
 Pemerkuat skunder adalah memuaskan kebutuhan psikologis dan sosial.
Pemerkuat skunder bias menjadi alat yang sangat ampuh untuk merubah tingkah
laku diharapkan dari tidak baik menjadi baik. Contoh : memberikan senyuman,
persetujuan, pujian, bintang-bintang emas/ medali/ tanda penghargaan, uang, dan
hadiah.

12
7. Pembentukan respons
Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada
mulanya tidak terdapat dalam pembendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan
sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. Jadi, misalnya, jika seorang
guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai tingkah laku kompetitif, dia
bisa memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya
itu. Pada anak autisik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya
kurang adaptif, konselor bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan
memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.Keempat komponen
tersebut seperti :
 Motorik
Gerakan, Konselor melatih gerak gerik anak supaya anak tersebut mempunya
keterampilan.Latihan yang dilakukan misalnya dengan latihan melukis,atau
membuat suatu keterampilan-keterampilan yang lain.
 Verbal
Kata-kata,Konselor membimbing anak tersebut dengan melatih perkataan yang
satun,supaya verbal yang terbentuk dalam diri anak tersebut menjadi lebih baik
 Emosional
Emosi/Perasaan Konselor harus mampu mengerti emosi anak atau perasaan yang
dimilikinya dengan mengerti dengan emosi anak,Konselor bisa lebih mudah untuk
membimbing anak tersebut
 Sosial
Pergaulan. Konselor bisa memberikan pengarahan-pengarahan atau menghimbau
anak tersebut dalam hal bergaul dengan teman atau siapapun di masyarakat.
Keempat komponen diatas dilakukan untuk membentuk sikap yg Adaptif(mampu
menyesuaikan diri).
8. Perkuatan intermiten
Di samping membentuk, perkuatan-perkuatan bisa juga digunakan untuk
memelihara tingkah laku yang telah terbentuk. Untuk memaksimalkan nilai
pemerkuat-pemerkuat, konselor harus memahami kondisi-kondisi umum dimana
perkuatan-perkuatan muncul. Oleh karenanya jadwal-jadwal perkuatan merupakan hal
yang penting. Perkuatan terus menerus mengganjar tingkah laku setiap kali ia muncul.
Sedangkan perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan
dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang

13
terus menerus.  Misalkan dalam proses belajar mengajar pada pelajaran matematika,
tentu guru tersebut berharap untuk semua siswanya mengerti dengan apa yang
dijelaskan oleh guru. Hal ini diupayakan dengan cara memberikan perkuatan-
perkuatan positif kepada siswa seperti reward/pujian kepada siswa yang sudah
mengerti sehingga ia bisa mengubah tingkah lakunya dalam belajar sehingga sesuai
dengan harapan guru mata pelajaran tersebut, dan siswa yang tidak mengerti akan
berusaha untuk mengerti dengan menanyakan kepada teman yang sudah mengerti.
Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada
tahap-tahap permulaan konselor harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah
laku yang diinginkan. Jika mungkin, perkuatan-perkuatan diberikan segera setelah
tingkah laku yang diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan
belajar, tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku
yang diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian
perkuatan bisa dikurangi. Seorang anak yang diberi pujian setiap berhasil
menyelesaikan soal-soal matematika, misalnya, memiliki kecenderungan yang lebih
kuat untuk berputus asa ketika menghadapi kegagalan dibanding dengan apabila si
anak hanya diberi pujian sekali-kali. Contoh: misalkan siswa mengalami kesulitan
belajar pada materi yang diajarkan, hal pertama yang bisa guru lakukan yaitu dengan
cara menanyakan dimana letak kesulitan yang mereka alami, kemudian guru juga bisa
memberikan contoh-contoh yang  mudah agar siswa dapat mengerjakannya, apabila
siswa tersebut sudah bisa mengerjakan soal yang mudah tersebut guru langsung
meemberikan perkuatan positif seperti memberikan tepuk tangan dan selamat kepada
anak tersebut agar siswa itu dapat mempertahankan bahkan meningkatkan
kemampuannya.
9. Penghapusan
Apabila suatu respons terus menerus dibuat tanpa perkuatan , maka respons
tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku
yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk
menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku
yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung
lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan
intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa pengehentian
pemberian perkuatan harus serentak akan penuh. Misalnya, jika seseorang anak
menunjukkan kebandelan di rumah atau di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa

14
menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak
tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa berikan kepada si anak agar
belajar tingkah laku yang diinginkan.
Terapis, guru dan orang tua yang menggunakan penghapusan sebagai tehnik
utama dalam menghapus tingkah laku yang tidak diinginkan harus mencatat bahwa
tingkah laku yang tiak diinginkan itu pada mulanya bisa menjadi lebih buruk sebelum
akhirnya terhapus atau dikurangi. Contohnya, seorang anak yang telah belajar bahwa
dia dengan mengomel biasanya memperoleh apa yang diinginkan, mungkin akan
memperhebat omelannya ketika permintaannya tidak segera dipenuhi. Jadi kesabaran
menghadapi periode peralihan amat diperlukan.
10. Percontohan
Dalam percontohan, individu mengamati seorang model dan kemudian
diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura ( 1969) menyatakan
bahwa segenap belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula
diperoleh secara tidak langsung dengan menga,ati tingkah laku orang lain berikut
konsekuensi- konsekuensinya. Jadi kecakapan- kecakapan sosial tertentu bisa
diperoleh engan mengamati dan mencontoh tingkah laku model- model yang ada.
Juga reaksi- reaksi emosional yang terganggu yng dimiliki seseorang bisa dihapus
dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek- objek atau situasi-
situasi yang di takuti tanpa mengalami akibat- akibat yang menakutkan dengan
tindakan yang dilakukannya . pengendalian diripun bisa dipelajarari melalui
pengamatan  atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat
berarti, dan orang- orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model- model
yang menepati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat.
11. Token Economy
Token ekonomy adalah sistem perlakuan kepada tiap individu untuk
mendapatkan bukti target perilaku setelah mengumpulkan sejumlah prilaku tertentu
sehingga mencapai kondisi yang diharapkan. Contoh seperti pada lembar bukti
prestasi. Siswa mendapatkan bukti dalam bentuk rewads atau hadiah dari pekerjaan
yang dapat ditunjukannya. (Jason, 2009 ; 35).
Token Economy merupakakan sistem perlakuan pemberian penghargaan
kepada siswa yang diwujudkan secara visual. Token Economy adalah usaha
mengembangkan prilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan melalui penggunaan
penghargaan. Setiap individu mendapat penghargaan setelah menunjukan prilaku

15
yang diharapkan. Hadiah dikumpul selanjutnya setelah hadiah terkumpul ditukar
dengan penghargaan yang bermakna. (Joson, 2009 ; 66).
Menurut Wallin (1991), Token Economy yang diberikan kepada siswa
merupakan dukungan sekunder untuk memperkuat suasana belajar supaya lebih
kondusif. Oleh karena itu, penghargaan harus menjadi rangsangan yang netral atau
tidak berpihak. Siswa berkompetisi untuk memperolehnya dengan cara
mengumpulkan token sebanyak-banyaknya dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa Token economy adalah sistem
perlakuan kepada tiap individu untuk mendapatkan bukti target perilaku setelah
mengumpulkan sejumlah prilaku tertentu sehingga mencapai kondisi yang
diharapkan, dengan cara subyek mendapat penghargaan setelah menunjukan prilaku
yang diharapkan. Hadiah dikumpul selanjutnya setelah hadiah terkumpul ditukar
dengan penghargaan yang bermakna.
Tujuan Token Economy Bukti Token Economy dapat digunakan untuk
memenuhi berbagai tujuan pendidikan dalam membangun perilaku siswa.
Penggunaan sistem time token ekonomi memiliki tujuan :
1. Meningkatnya kepuasan dalam mendorong peningkatan kompetensi siswa melalui
penghargaan yang kongkrit atau visual sehingga tingkat kesenangan siswa
melakukan sesuatu prestasi benar-benar tampak.
2. Meningkatnya efektivitas waktu dalam pelaksanaan pembelajaran. Belajar yang
efektif adalah yang menggunakan waktu yang pendek dengan hasil yang terbaik
dan terbanyak. Siswa harus menyadari berapa lama mereka telah belajar dan
berapa banyak waktu yang telah mereka gunakan secara efektif untuk
melaksanakan aktivitas belajar.
3. Berkurangnya kebosanan – Suasana belajar yang kolaboratif, rivalitas, kompetitif
yang diberi penguatan oleh pendidik dapat meningkatkan menurunkan tingkat di
kebosanan siswa sehingga siswa dapat berpartisipasi dalam jangka waktu yang
yang lama.
4. Meningkatnya daya respon – Suasana belajar yang kompetitif akan meningkatkan
kecepatan siswa meberikan respon. Setiap respon yang sesuai dengan tujuan akan
segera mendapat penguatan sehingga suasana belajar menjadi cair, komunikatif
dan lebih menyengkan.

16
5. Berkembangnya penguatan yang lebih alami, – melalui pemberian penguatan yang
tepat waktu akan dan disesuaikan dengan tingkat prestasi setiap siswa atau setiap
kelompok siswa memungkinkan
6. Meningkatnya penguatan untuk sehingga motivasi belajar berkembang – setiap
siswa atau setiap kelompok siswa dalam kelas selalu dalam keadaan terpacu untuk
mewujudkan dan daya pacu ini akan semakin berkembang jika siswa juga
mendapat layanan untuk mengabadikan daya kompetisinya seperti dengan
dukungan rekaman video.

E. Tahap-Tahap Konseling
Berbicara tentang langkah-langkah dasar/tahap-tahap dalam proses konseling
ditemukan sejumlah bagian yang berbeda-beda. Mengapa identifikasi ini dilakukan
adalah untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan konseling. Walaupun pembagiannya
berbeda-beda dapat ditemukan lima tahap pokok yakni :
1. Assesment,langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika
perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan
dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area
masalahnya) Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-
benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi
motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin
diubah.
2. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan
merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (a) Konselor dan klien mendifinisikan
masalah yang dihadapi klien; (b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang
dikehendaki sebagai hasil konseling; (c) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan
yang telah ditetapkan klien : (a) apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki
dan diinginkan klien; (b) apakah tujuan itu realistik; (c) kemungkinan manfaatnya;
dan (d)k emungkinan kerugiannya; (e) Konselor dan klien membuat keputusan
apakahmelanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan,
mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.

17
3. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling
yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan
konseling.
4. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan
konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan
konseling.
5. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan
meingkatkan proses konseling.

F. Kelebihan dan Kekurangan Konseling Behavioristik


Setiap teori yang ada pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihan dan
kekurangan teori behavioristik dintaranya :
Kelebihan :
 Telah mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan
menerapkan IPTEK kepada proses konseling
 Pengembangan prilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur
 Memberikan ilustrasi bagaimana keterbatasan lingkungan
 Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan
bukan prilaku yang ada dimasa lalu.
Kelemahan :
 Bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi sifat manipulatif dan mengabaikan
hubungan pribadi
 Lebih konsentrasi pada teknik
 Pemilihan tujuan sering ditentukan oleh konselor
 Meskipun konselor behaviour menegaskan klien unik dan menuntut perlakuan yang
spesifik tapi masalah klien sering sama dengan klien yang lain dan karena itu tidak
menuntut strategi konseling.
 Konstruk belajar dikembangkan dan digunakan konselor behavioral tidak cukup
komprehensif untuk menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai hipotesis
harus dites.
 Perubahan klien hanya berupa gejala yan dapat berpindah kepada bentuk perilaku
lain.

18
Contoh kasus
RM adalah siswa di salah satu SMK kota Padang. Dia sekarang duduk di kelas X.
Sewaktu SMP dia termasuk siswa yang berprestasi di kelasnya, terbukti juara 1 sebanyak
3 kali diperolehnya selama 3 tahun d SMP. Perhatian orang tuanya pun tidak tanggung-
tanggung, apabila anaknya juara dia akan memberikan hadiah berupa: Barang mewah,
liburan, dsb. Namun selama RM duduk di bangku SMK dia tidak lagi merasakan
penguatan/dukungan dari orang tuanya. Bahkan di semester 1 yang lalu prestasinya
menurun karena RM tidak begitu semangat karena menurut RM dia sudah terbiasa
dengan tantangan-tantangan berupa hadiah yang diberikan oleh orang tuanya.
Seseorang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri (adjustment), hal itu
disebabkan karena orang itu telah belajar bertingkah laku yang salah. Di masa yang
lampau orang belajar dalam interaksi dengan lingkungannya, lebih¬lebih orang lain
(Lingkungan sosial). Dia telah berhadapan dengan sejumlah rangsangan (Stimulus,
disingkat S) dan telah bereaksi pula dengan cara tertentu (Response, disingkat R). Cara
bereaksi itu lama-kelamaan akan dapat membentuk suatu pola bertingkah laku. yang
sesuai dengan situasi kehidupannya pada saat tertentu. Suatu pola bertingkah laku yang
dahulu mungkin sesuai, di waktu kemudian dapat tidak sesuai lagi karena situasi
kehidupannya telah berubah. Kalau pola berperilaku yang dipelajari dahulu tetap
dipertahankan, meskipun situasi kehidupan telah berubah, akan ada kesulitan, alias orang
mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri.
Tujuan konseling menduduki tempat yang sangat penting dan ditentukan oleh
konselor dan klien sejak permulaan proses konseling. Menurut Taufik (2009 : 156),
tujuan umum adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi belajar (semua perilaku
dipelajari), membantu menolong diri sendiri (self-help), peningkatan keterampilan sosial,
dan tujuan membantu klien dalam mengembangkan suatu sistem pengaturan diri (self-
management), sehingga klien dapat mengontrol nasibnya (self-control) baik di dalam
maupun diluar situasi konseling.
 
 
 
 
 
 
 

19
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Konseling behavioral dikenal juga dengan modifikasi perilaku yang dapat diartikan
sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilakuDalam konsep behavioral,
perilaku merupakan hasil belajar, sehinga dapat diubah dengan manupulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu
penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu memngubah
perilakunya agar dapat memecahkan masalah.
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau
tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan
lingkungan. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau
lingkungan yang salah.
Adapun tujuan khusus dari konseling behavioral adalah membantu klien menolong
diri sendiri, mengembalikan klien ke dalam masyarakat, meningkatkan keterampilan
sosial, memperbaiki tingkah laku yang menyimpang, membantu klien mengembangkan
sistem self management dan self control. Sehingga tujuan dari konseling behavioral
adalah membentuk perilaku baru yang adaptif melalui proses belajar dan lingkungan.
 

20
DAFTAR PUSTAKA
 Fauzan, Lutfi. 2004. Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang:Elang
 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PTEresco.
 http://t-goeh.blogspot.com/2008/03/teori-belajar-menurut-bf-skinner.html.
diunduh(27/03/2016)
 Teguh. 2008. Teori Belajar Menurut B.F. Skinner.
 Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi. Yogyakarta: Penerbit Andi20
 Surya,Mohamad.2003.Teori-Teori Konseling.Bandung:CV.Pustaka Bani Quraisy
 S, Winkel, 1991, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : PT
Grasindo

21
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T karena atas berkat dan


rahmat-NYA, serta atas izin-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Makalah tentang ini dapat diselesaikan karena bantuan pihak-pihak yang berperan
dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada
pembimbing dan tulisan-tulisan makalah lain yang dijadikan sebagai referansinya, serta
kepada pengarang-pengarang buku sebagai panduan proses pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis juga mengucapkan
mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan, karena penulis menyadari masih banyak yang
harus di perbaiki dan dibenarkan.

Cirebon, Agustus 2018

Penulis

i
22
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Permasalahan................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar................................................................................................. 2
B. Pandangan Tentang Hakikat Manusia............................................................ 2
C. Tujuan Konseling........................................................................................... 4
D. Teknik-Teknik Konseling Behavioral............................................................ 6
E. Tahap-Tahap Konseling................................................................................. 17
F. Kelebihan dan Kekurangan Konseling Behavioristik.................................... 18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

ii

23

Anda mungkin juga menyukai