Anda di halaman 1dari 3

Nama : Riska Maftuhah

Nim : D35180009
KONSELING BEHAVIORAL

A. Konsep Dasar Behavioral


Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari
luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya
dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.
Konseling behavioristik membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan
dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian dari para
konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan konseling.
Menurut pandangan ini manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar seperti yang
dikemukakan oleh Freud. Sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi
kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. Karakteristik konseling behavioral adalah :
1. Berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
2. Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling.
3. Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien.
4. Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
B. Hakikat Manusia Menurut Pendekatan Behavior
Pendekatan behavioral tidak mengesampingkan pentingnya hubungan klien/terapis
atau potensi klien untuk membuat pilihan-pilihan. Dari dasar pendekatan tersebut, dapat
dikemukakan beberapa konsep kunci tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1. Tingkah laku manusia diperoleh dari belajar, dan proses terbentuknya kepribadian
adalah melalui proses kematangan dan belajar.
2. Kepribadian manusia berkembang bersama-sama dengan interaksinya dengan
lingkungannya.
3. Setiap orang lahir dengan membawa kebutuhan bawaan, tetapi sebagian besar
kebutuhan dipelajari dari interaksi dengan lingkungan.
4. Manusia bukanlah hasil dari conditioning sosial/kultural mereka, namun sebaliknya
manusia adalah produser (penghasil) dan hasil dari lingkungannya.
5. Manusia tidak lahir baik atau jahat tetapi netral, bagaimana kepribadian seseorang
dikembangkan tergantung pada interaksinya dengan lingkungan. Dengan kata lain,
dapat saja manusia menjadi baik atau sebaliknya tergantung dari bagaimana ia belajar
dalam interaksi dengan lingkungan.
C. Tujuan Konseling Behavioral
Tujuan konseling behavior adalah untuk memperoleh perilaku baru, mengeliminasi
perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang
diinginkan dalam jangka waktu lama.
D. Peran dan Fungsi Konselor
Peran konselor dalam konseling behavioral berperan aktif, direktif, dan
menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan solusi dari persoalan individu.
Konselor behavioral biasanya berfungsi sebagai guru, pengarah dan ahli yang mendiagnosa
tingkah laku maladaptif dan menentukan prosedur yang tepat sebagai solusi. Dalam proses
konseling, konseli yang menentukan tingkah laku apa (what) yang akan diubah, sedangkan
konselor menentukan cara yang digunakan untuk mengubahnya (how) (Corey, 1986, p.180).
E. Teknik-teknik Konseling Behavior
Dengan kata lain konseli memahami dengan sendirinya perbedaan-perbedaan dan
keputusan yang ia ambil dengan sendirinya. Dan diharapkan konseli mempunyai
keterampilan ketegasan diri dalam menghadapi sebuah pilihan atau masalah hidup. Teknik
yang digunakan :
1. Desensitisasi Sistematis
2. Latihan Perilaku Asertif
3. Pengkondisian Aversi
4. Pembentukan Perilaku Model.
5. Kontrak Perilaku.
F. Kelebihan dan Keterbatasan Konseling Behavioral
a. Kelebihan :
1) Telah mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan
menerapkan IPTEK kepada proses konseling.
2) Pengembangan prilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur.
3) Memberikan ilustrasi bagaimana keterbatasan lingkungan.
4) Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan
bukan prilaku yang ada dimasa lalu.
b. Kelemahan :
1) Bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi sifat manipulatif dan mengabaikan
hubungan pribadi
2) Lebih konsentrasi pada teknik
3) Pemilihan tujuan sering ditentukan oleh konselor

G. Asumsi Perilaku Bermasalah Behavioristik


Dilihat dari sudut pandang behavioris, perilaku bermasalah dapat dimaknai sebagai
perilaku atau kebiasaan yang negatif atau dapat dikatakan sebagai perilaku yang tidak tepat
dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Munculnya perilaku bermasalah disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain: adanya salah penyesuaian melalui proses interaksi dengan
lingkungan, adanya pembelajaran yang salah dalam rumah tangga, lingkungan sekolah,
tempat bermain dan lain-lain. Seperti halnya kehidupan di kota-kota besar pada saat ini
begitu kompleks dan bervariasi.Sikap hidup menjadi individualistis, egois, apatis dan
hubungan sosial menjadi renggang.
Dalam suasana hidup seperti di atas, banyak orang menggunakan mekanisme pelarian
dan mekanisme pertahanan diri yang negatif. Untuk dapat bertahan dan menghindari
kesulitan hidup tidak sedikit terjadi tindakan kriminal. Bentuk mekanisme yang negatif
menyebabkan timbulnya tingkah laku yang tidak normal (patologis).
Terbentuknya suatu perilaku dikarenakan adanya pembelajaran, perilaku itu akan
dipertahankan atau dihilangkan tergantung pada konsekuensi yang menyertainya. Misalnya
perilaku merusak (destructif) di kelas dapat bertahan karena adanya ganjaran (reinforcement)
berupa pujian dan dukungan dari sebagian teman-temannya dan merasa puas dengan
ganjaran itu, sedangkan hukuman (punishment) yang diberikan oleh guru tidak cukup kuat
untuk melawan kekuatan ganjaran yang diperolehnya.
Perubahan perilaku yang diharapkan dapat terjadi jika pemberian ganjaran atau hukuman
dapat diberikan secara tepat. Terbentuknya perilaku yang dicontohkan di atas disebabkan
karena adanya peran lingkungan dalam bentuk konsekuensi - konsekuensi yang mengikuti
dari suatu perilaku dan hal itu termasuk dalam teori belajar perilaku operan dari Skinner.
Selain teori belajar Skinner, Bandura juga mencontohkan perilaku agresif di kalangan
anak-anak. Timbulnya perilaku bermasalah yang ditandai dengan tindakan melukai atau
menyerang baik secara fisik maupun verbal, dikarenakan adanya proses mencontoh atau
modeling baik secara langsung yang disebut imitasi atau melalui pengamatan tidak langsung.
Misalnya anak bersikap agresif karena sering dipukuli atau anak sering melihat orang
tuanya bertengkar bahkan lewat media televisi anak dapat mencontoh adegan-adegan yang
bersifat kekerasan. Perilaku yang salah dalam penyesuaian berbeda dengan perilaku normal.
Perbedaan ini tidak terletak pada cara mempelajarinya, tetapi pada tingkatannya, yaitu tidak
wajar dipandang, dengan kata lain perilaku dikatakan mengalami salah penyesuaian jika
tidak selamanya membawa kepuasan bagi individu atau akhirnya membawa individu pada
konflik dengan lingkunganya.

Anda mungkin juga menyukai