KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
gambaran umum dan kedudukan tentang konsep yang digunakan dalam konseling
person centered, model konseling person centered dalam keragaman budaya, dan
17
1. Teori Konseling Person Centered
Carl Ransom Rogers - sering disebut Carl Rogers - dan para pengikutnya
(disebut Rogerian) (Cormier, 2008) dan oleh karena itu model ini juga
dicita-citakan (self ideal) dengan diri yang dialami (real self), dan
& Osborn, 2009; Sharf, 2012). Model konseling generasi pertama yang
18
Mengarahkan” (nondirective counseling) yang dikembangkan pada
2009).
konselor dan pribadi konseli (Cormier, Nurius, & Osborn, 2009). Model
19
mengalami dirinya sendiri dan mengalami orang lain dalam hubungan.
pribadi konselor sendiri secara utuh dan otentik (Corey, 2009). Konselor
perilaku. Rogers merasa tidak puas dengan model konseling yang sudah
20
yakni menempatkan konselor sebagai ahli, dalam arti bahwa konselor
menjadi orang yang paling tahu tentang masalah konseli dan dapat
Selain itu Rogers juga tidak setuju dengan paradigma psikoanalisa yang
inti atau kondisi fasilitatif hubungan dalam derajad yang tinggi, yakni:
21
situasi kehidupan sehari-hari, maka konseli dapat gagal mencapai
konseli tetapi juga harus dipersepsi oleh konseli dengan cara yang sama.
secara baik tanpa diajar keterampilan khusus oleh konselor, jika mereka
mampu menerima dan menghargai diri mereka sendiri (Rogers & Rogers,
2012). Seperti dikemukakan oleh Rogers (1986; dalam Rogers & Rogers,
lingkungannya.
22
Menurut Cormier, Nurius, & Osborn (2009) banyak ahli yang
model lain yang telah memperoleh dukungan empirik. Dalam model ini
secara alami (natural) di dalam KPC dan pengetahuan tentang teori dan
b. Konsep Teoretik
23
dikembangkan dan kemudian digunakan sebagai kerangka kerja
1) Aktualisasi Diri
Nurius, & Osborn, 2009; Sharf, 2012). Namun potensi ini seringkali
potensi tersebut.
24
menyimpang dan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan
pada sifat inheren dalam diri individu, melainkan suatu bentuk dari
lingkungan). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sejak lahir individu
25
sebagai upaya yang inheren di dalam diri setiap manusia untuk mencapai
ini diyakini sebagai motif tunggal yang bersifat bawaan dan inheren
26
prinsip humanisme. Humanisme adalah suatu sikap atau cara berpikir
27
penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard), yang
konseli (Corey, 2009; Cormier, Nurius, & Osborn, 2009; Rogers &
2) Persepsi Subyektif
obyektif tentang sesuatu atau peristiwa tetapi apa yang dipersepsi oleh
individu secara subyektif. Dengan kata lain realitas itu ada di dalam
sedang dihadapi. Persepsi ini bersifat subyektif dalam arti bahwa apa
28
lain. Jadi, dua individu yang menghadapi peristiwa yang sama dapat
berbeda pula. Apakah suatu peristiwa itu dialami sebagai suatu yang
individu mempersepsi.
29
Pandangan fenomenologis Rogers berakar pada keyakinannya
perilaku. Oleh karena itu, cara paling baik memahami perilaku individu
30
perilaku individu, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan aplikasinya
penghargaan positif.
31
individu mengalami hambatan untuk mengaktualisasikan dirinya. Agar
4) Kondisi Pertumbuhan
32
individu dan memfasilitasi perjuangan untuk mencapai aktualisasi diri,
hal itu tidak dapat diperoleh oleh setiap individu dengan mudah.
tersebut, individu harus memenuhi apa yang diinginkan oleh orang lain
lain agar individu mendapatkan perhatian atau cinta kasih dari orang
33
individu dapat kehilangan sentuhan terhadap dirinya sendiri, bahkan bisa
merasa asing dengan diri sendiri. Dengan kata lain individu mengalami
ketidakselarasan.
34
Rogers (Sharf, 2012) juga mengemukakan beberapa bentuk lain dari
masalah.” Dalam kasus ini terdapat konflik antara pandangan diri dan
pengalaman.
sehat atau individu yang memiliki pribadi sehat adalah mereka yang
diantaranya adalah:
35
Terbuka terhadap pengalaman. Individu yang mengaktualisasikan
melakuan hal-hal yang bermakna baik bagi dirinya sendiri maupun orang
lain.
situasi pada masa lampau dan situasi pada saat ini (situasi baru) secara
36
kebebasan untuk membuat keputusan dan menjadi orang yang
pengalaman pribadi sebagai diri nyata (actual self) dan pandangan diri
sebagai diri ideal (self-ideal) (Corey, 2009; Sharf, 2012). Semakin besar
37
pengalaman dan pandangan terhadap diri dapat menyebabkan individu
distorsi.
1) Asesmen
38
mendalam dan humanis. Namun, psikodiagnosis dipandang perlu jika
2) Tujuan Konseling
optimal dan menjadi pribadi yang berfungsi penuh. Tujuan umum ini
yang lebih terbuka terhadap semua realitas yang dialaminya tanpa ada
yang otonom dan lebih percaya pada dirinya sendiri, (3) memiliki
39
membuat perubahan diri secara terus-menerus untuk mencapai
Tujuan ini ditetapkan sendiri oleh konseli dan bukan oleh konselor. Jika
dengan permasalahan khusus apa yang sedang dihadapi oleh konseli dan
3) Proses Konseling
40
Setelah kegiatan identikasi adalah asesmen, yakni kegiatan
harus ada dalam suatu proses konseling KPC, yakni: (1) konselor
konseli.
antara konseli dan konselor harus ada dalam suatu hubungan psikologis.
41
konselor tidak hanya ada dalam satu ruangan bersama konseli tetapi
rasa bersalah, tidak percaya diri, atau ketakutan. Keadaan tidak kongruen
42
tiga kondisi fasilitatif – juga disebut dengan kondisi inti (core condition)
dan penghargaan positif tanpa syarat. Ketiga sikap tersebut diakui oleh
orang lain tanpa dipengaruhi oleh nilai dan pandangan pribadi (Rogers,
perubahan yang ekspresi non verbal yang menyertai pesan verbal selama
43
kemampuan konselor untuk menampilkan sikap empatik dan
konseli jika itu dipandang tepat dan membantu. Sikap otentik juga
menerima tidak berarti setuju dengan konseli tetapi lebih menunjuk pada
44
penghargaan diri positif pada diri konseli. Penghargaan positif tanpa
untuk menjadi baik, rasional, dan bebas. Karena orang memiliki harga
konselor tidak mencukupi kecuali hal itu diperspesi oleh konseli dengan
45
dikatakan, dalam suatu proses konseling yang efektif, konseli harus
diterima. Jika ketiga kondisi inti dapat dipenuhi oleh konselor, maka
konseli akan mampu untuk menerima diri dan orang lain, serta
konseli akan mengalami diri mereka secara berbeda (baru) dengan cara
misalnya tampak ketika ekspresi wajah dan suaranya tak sesuai dengan
saja ketika Anda memperoleh nilai ujian tak seperti yang Anda
46
konselor mempersepsi dan mengkomunikasikan pengalaman orang lain
belajar bahwa mereka memiliki tanggung jawab bagi diri mereka sendiri
awalnya merasa bingung dan frustrasi oleh upaya konselor tersebut, para
tereduksikan.
47
tahapan tersebut agak sulit untuk dipisahan dan menggabungkan
mereka tidak bisa berhungan dengan orang lain secara intim, termasuk
48
mengalami kesulitan. Perubahan ini bisa terjadi jika individu mengalami
semua pengalamannya.
4) Teknik Konseling
49
lebih khusus, konselor KPC tidak melakukan diagnosa, mengembangkan
oleh gaya pengasuhan orang tua yang tidak tepat atau oleh faktor
lingkungan yang merusak. Gejala umum yang tampak antara lain seperti
50
Oleh karena itu sikap-sikap tersebut perlu diekspresikan atau
membantunya.
51
Di samping teknik, KPC juga menekankan konselor untuk
tidak perlu mengetahui sifat dan sejarah kesulitan konseli. Apa yang
sedang berhadapan dengan konselor dalam situasi konseling (di sini dan
52
Nurius, & Osborn, 2009; Sharf, 2012) . Secara intelektual konseli
memusatkan perhatian pada perasaan tentang dirinya dan orang lain, dan
secara obyektif.
Corey (2009), salah satu kelebihan yang menonjol dari KPC terletak
53
pemikiran Rogers tampak merefleksikan idealisme Barat, banyak aspek
eksternal dan masyarakat dan tidak menilai hubungan atas dasar kondisi
masih terbatas.
54
d. Penerapan Layanan Konseling Person Centered dalam
1) Pengertian
55
pendapat Dzeng, yang menyatakan bahwa budaya adalah
Workers, 2007).
individu dan kelompok, seperti ras, gender, etnis, usia, dan orientasi
56
Reece dan Brand (1993; dalam Cilliers, 2004) mengemukakan
individu yang tak dapat diubah dengan mudah seperti usia, gender,
citra diri individu. Interaksi antara dimensi primer dan sekunder akan
(2015). Budaya adalah suatu set dari sikap, perilaku, dan simbol-
57
beberapa kategori yaitu ada tiga level budaya yaitu: (a) Level
Konkret. Level ini adalah level paling visibel dan paling berwujud
aspek yang tercakup dalam daftar pada kategori ini adalah bahasa,
kita yang bisa saja abstrak. Tetapi, level inilah yang paling sering
58
(custom), spirtualitas, agama, pandangan dunia, keyanikan, adat
59
budaya dari satu generasi ke generasi ini diistilahkan oleh Cavalli
itu terjadi dalam budaya sendiri atau budaya lain. Jika proses dalam
60
tidak selalu diberikan secara didaktik atau terencana, bahkan sering
dewasa lain, dan teman sebaya dalam suatu jalinan pengaruh tehadap
individu dan kelompok, seperti ras, gender, etnis, usia, dan orientasi
61
2004). Ini berarti bahwa keragaman memiliki dampak pada produk
individu yang tak dapat diubah dengan mudah seperti usia, gender,
citra diri individu. Interaksi antara dimensi primer dan sekunder akan
62
keragaman yang luas berkenaan dengan ras, etnis, budaya seperti
dapat dibuat.
63
perbedaan budaya tersebut secara efektif dengan cara menerima dan
dapat diubah seperti usia, gender, ras, penampilan fisik, dan orientasi
64
budaya konseli. Pengubahan perilaku perlu memusatkan perhatian
65
atau masyarakat sebagai mahluk sosial, mengakui dan menghargai
66
Individu hidup berkelompok-kelompok, bersuku-suku, dan
keharmonisan hidup.
67
memiliki latar belakang budaya antara konselor dan konseli.
dapat diubah seperti usia, gender, ras, penampilan fisik, dan orientasi
68
memahami atribut-atribut dimensi keragaman budayanya sendiri
budaya konseli
69
latar belakang budaya berbeda. Perbedaan latar belakang budaya ini
budaya yang berbada. Dengan kata lain, individu dari budaya yang
Seperti dikemukakan oleh Sue dan Sue (2008; dalam Corey, 2009),
70
memiliki keterbatasan dan banyak dikritisi menyangkut
konseli.
71
Pentingnya konseling multibudaya telah ditegaskan dengan
sangat ekstrem oleh Ivey & Harris (2005, dalam Corey, 2009).
72
perhatian terhadap apa yang tampak penting bagi konseli dan
didengarnya.
73
yang tidak mengakui pengaruh budaya akan memberikan pelayanan
Kesadaran ini akan menjadi faktor yang sangat penting (kritis) agar
74
pandang dari konseli yang dibantunya yang memiliki latar belakang
yang berbeda dalam cara yang tidak menilai. Ketiga, konselor harus
75
multikultural harus mengembangkan: (a) suatu pemahaman atau
Dengan kata lain KPC sangat cocok untuk diterapkan sebagai model
menjadi lebih sadar tentang sifat relatif dari asumsi budaya yang
76
pandangan yang lebih dinamis. Konselor juga menjadi lebih sadar
atau budaya.
kesehatan mental.
konseling berpusat pada pribadi (KPC) pada sekitar tahun 1980 an,
77
Perkembangan juga berkenaan dengan teknik. Seperti dikemukakan
78
merasa hidupnya hampa. Pendekatan ini juga efektif untuk
percaya diri, dan memiliki pandangan dunia yang negatif dan bias.
79
Amerika, dan Asia. Di beberapa negara Eropa konsep KPC telah
80
Ahli lain, Quinn (2013) juga mengemukakan bahwa KPC
sungguh.
81
Quinn (2013) melakukan pemeriksaan terhadap kecenderungan
praktik KPC.
KPC menjadi suatu model perlakuan yang dapat diterima dan efektif
82
yang diadaptasikan berdasarkan budaya tergantung pada
Multibudaya
(dalam Corey, 2009; Quin, 2012; Rogers & Rogers, 2012; Sharf, 2012)
(2009), Galuser dan Bozart (Corey, 2009), dan Quinn (2012), dapat
prinsip-prinsip yang dapat ditarik dari ajaran Rogers tentang KPCM yang
83
individu yang tak dapat diubah dengan mudah seperti usia, gender,
84
memiliki pandangan yang positif terhadap semua konseli yang akan
merasa tak berdaya, bimbang, rasa bersalah, tidak percaya diri, dan
kongruen ini juga dapat diamati pada sikap individu yang tidak
85
secara optimal. Konselor KPCM berusaha membantu
percaya diri, harga diri rendah, konsep diri negatif. Tujuan ini
86
mengimplikasikan bahwa konselor dapat menerima dan menghargai
87
8) Konselor KPCM perlu membantu konseli untuk mengambil
88
11) Konselor KPC tidak bertindak sebagai ahli. Konselor tidak
sungguh.
eksplisit, ada beberapa elemen atau fase yang harus ada, yakni:
individu.
89
b) Pembinaan hubungan. Pada tahap ini konselor membangun
membantu konseli.
90
konseli beserta dengan kompleksitasnya. Selanjutnya konselor
budayanya.
91
KPCM adalah membantu konseli menangani berbagai
melatarbelakangi kehidupannya.
berlangsungnya konseling.
lebih.
92
untuk membuat keputusan berkenaan dengan apakah konseling
dipahami sebagai suatu istilah atau konsep untuk menunjuk pada keragaman
budaya antara individu dan kelompok, seperti ras, gender, etnis, usia, dan
atribut inti individu yang tak dapat diubah dengan mudah seperti usia, gender,
93
persepsi, prioritas, dan nilai individu. Hubungan antara anggota dari suatu
organisasi akan efektif apabila semua perbedaan dapat diterima dan dihargai.
keragaman budaya yang cukup majemuk dengan berbagai etnis yang ada
seperti etnis Cina, etnis Jawa dan Etnis Arab dan juga agama yang beragam,
seperti agama Islam, Kristen, Katholik, Budha dan Hindu. Penelitian ini akan
Surakarta, meliputi keragaman etnis dan agama yang dianut oleh peserta
didik.
karakter konseli, seperti: 1. Budaya Adi Wiyata atau arah sekolah yang
SMAN Negeri 3 Surakarta dari kita, oleh kita, untuk kita selamanya (ada
hidup) ada juga pokja hutan sekolah; 2. Budaya ramah, senyum, tegur salam
sapa, sopan santun; 3. Budaya Literasi, ditiap pojokan kelas ada buku bacaan
dan tiap jumat ada kegiatan baca bersama untuk motivasi belajar; 4. Ibadah
pagi, setiap hari jam 06.50 WIB konseli yang muslim ibadah pagi di kelas
94
muslim ibadah di ruang agama masing-masing; 5. Jumat manfaat dengan
ibadah seperti Imtag dimasjid yang non muslim di ruang agama atau diisi
dengan bersih-bersih lingkungan dan jumat sehat untuk olah raga bersama
ada juga jumat seni untuk menyanyi berekspresif yang dilakukan rutin setiap
hari jumat.
sosial dari kedua perspektif ini dijabarkan dengan sangat rinci dalam
memiliki gagasan berbeda antar klien (ayah dan anak) tentang kontrak
sosial.
95
berbeda-beda dengan berbagai indikator antara lain tentang perbedaan
yang berpusat pada orang. Dapat disimpulkan bahwa bahan dasar yang
dijelaskan dalam artikel ini adalah fokus ganda pada kreativitas dan
kesehatan mental.
96
menangani masalah (1) pencegahan, pengembangan pribadi dan
yaitu siklus pertama untuk menyembuhkan luka batin dan siklus yang
97
memengaruhi persepsi konselor dalam konseling multikultur. Dalam
penelitian.
98
(SSD) N = 1. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder.
Uji validitas menggunakan test statistik dengan formula dari Parson’s dan
ini menggunakan teknik client centered. Hasil penelitian ini antara lain:
fisik dan pemikiran kapasistas yang lebih besar untuk merespons rasa
besar antara self picture dengan self ideal, 5) secara emosional lebih
99
& Malaysia. Penelitian ini membahas tentang penanaman nilai-nilai
pemerintah, hal ini adalah dalam jangka panjang. Artinya, individu yang
100
berbangsa. Multikulturalisme merupakan given dari Tuhan, namun
Bhineka Tunggal Ika merupakan titipan dari nenek moyang kita yang
merupakan sesuatu yang alami yang harus dipandang sebagai suatu fitrah.
Hal tersebut dapat dianalogikan seperti halnya jari tangan manusia yang
terdiri atas lima jari yang berbeda, akan tetapi kesemuanya memiliki
keyakinan bahwa dengan bersatu kita memiliki kekuatan yang lebih besar.
purba di Nusantara. Selain itu, juga akan ditinjau tentang peranan satu-
101
Indonesia hanya munkin karena sudah terjalin kesepakatan penduduk
bahasa tersebut adalah faktor dua migrasi manusia purba, yakni migrasi
pengalaman batin dan pertumbuhan pribadi dari satu laki-laki dan tiga
102
perempuan Melayu konseli mahakonseli menjalani dua belas sesi
103
ketika bekerja dalam konteks lintas budaya. Fokus pada konselor,
selanjutnya dibuat untuk fokus pada kebutuhan dari basis konseli yang
semua.
104
Person-Centered Approach memiliki banyak karakteristik yang dapat
Penelitian ini untuk menguji kelayakan uji coba terkontrol secara acak
keberhasilan.
sembilan ukuran hasil dari 0,25. Peserta dengan tinggi tingkat gejala
105
depresi menunjukkan perubahan signifikan lebih besar.Kesimpulannya
dari konseli.
menjadikan konselor untuk melakukan hal yang sama pada budaya lain,
harus disertakan untuk segmen laki-laki dari populasi yang akan dilayani
106
Dalam merawat pria, baru-baru ini penulis telah menekankan perlunya
1992) (Brooks& Good, 2001) serta pentingnya belajar dari konseli laki-
laki-laki dan dampaknya pada perilaku dan sikap mencari bantuan laki-
kepekaan gender.
107
menunjukkan ada humanisme tidak hanya di Barat tetapi juga di
sebagai berikut: (a) prinsip wei wu-wei, atau spontanitas dan cara alami
(c) kepribadian air, (d) menjunjung tinggi wanita danibu, (e) moderasi
kesejahteraan orang lain dan dunia, dan (g) oposisi terhadap perang dan
Pelajaran apa yang bisa kita pelajari dari pembahasan di atas? dengan
kata lain, apa implikasi dari penelitian ini ke dalam bahasa Cina
Humanisme Daoistic?
lebih memahami dan memperkuat yang modern atau teori humanistik dan
108
danTimur, kita perlu untuk mengeksplorasi humanistik baru ide-ide dan
teori-teori tidak hanya dari Barat, tetapi juga dari Timur (Coward,
lebih dari 2.500 tahun yang lalu masih berharga bagi kami hari ini.
Mungkin bisa berubah, tapi sifat manusia dapat tetap tidak berubah.
contoh, Laozi Dao dan De dapat membuat dunia yang lebih harmonis,
menjadi lebih dan lebih dipahami dan cukup dalam desa global. Jika di
hari ini dan usia dunia adalah seperti sebuah desa kecil, di planet ini
109
kita untuk mengikuti Dao dan De untuk tujuan yang harmonis dengan Ibu
mengikuti Laozi Dao dan De. Sekitar setengah abad yang lalu, Blakney
(1955) membuat beberapa komentar tajam pada Laozi dan Dao De Jing.
Mari saya menutup artikel dengan Blakney ini dengan quote, sebagai
berikut :Yueh - Ting Lee 81. Bagaimanapun, Tao Te Ching adalah bukti
bahwa mistisisme adalah penting di Cina sekali, dan minat terus dalam
Kitab Suci yang menunjukkan bahwa hal itu bisa begitu lagi. Pesan dari
buku ini masih minat umum, dan yang penting dalam satu hari ketika tua
1955).
wanita dan ibu, (e) moderasi dan menghindari ekstremitas, (f) kontingen
110
diripada minat dalam kesejahteraan orang lain dan dunia, dan(g) oposisi
1. Alur Pikir
111
menggunakan pendekatan person centered dalam mengakomodasi keragaman
efektif yang dilakukan menjadi salah satu upaya dalam menemukan pola
budaya konseli.
Secara sederhana kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Konseling
Kondisi fasilitatif
1. Empaty
Person Centered 2. Congruence Keragaman
3. Uncontional Budaya
Positive
Regard
Konselor/Konseli
2. Pertanyaan Penelitian
112
Berdasarkan kajian teori, kajian penelitian yang relevan, dan alur pikir,
Surakarta?
113