Anda di halaman 1dari 28

TEORI DAN TEKNIK KONSELING PERSON CENTERED

Disusun Oleh:

Kelompok 2A :
1. Alivia Eka Arianti (1815001229)
2. Millennia Eka Oktaviani (1800001201)
3. Zulfanurrahman (1800001253)
4. Faraiswari hafidhah (1800001254)
5. Fera Hayani Harahap (1800001215)
Kelompok 2B :
1. Putri Sekar P (1800001197)
2. Dicky Hashemi Mahendra (1800001212)
3. Hesti Nur Muslichah (1800001221)
4. Elza rozalinda (1800001247)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2019
1. Hakikat Manusia
Hakikat manusia pada umumnya yang berasal dari tulisan awal Rogers dan
terus menyebar ke semua karyanya adalah rasa dasar kepercayaan pada
kemampuan konseli untuk bergerak maju secara konstruktif jika ada kondisi yang
mendorong pertumbuhan. Pengalaman profesionalnya mengajarinya bahwa jika
seseorang dapat mencapai inti individu, seseorang akan menemukan pusat positif
yang dapat dipercaya (Rogers, 1987). Sesuai dengan filosofi psikologi
humanistik, Rogers dengan tegas menyatakan bahwa orang-orang dapat
dipercaya, banyak akal, mampu memahami diri sendiri dan pengarahan diri
sendiri, mampu membuat perubahan yang konstruktif, dan mampu menjalani
kehidupan yang efektif dan produktif. Ketika konselor dapat mengalami dan
mengomunikasikan realita, dukungan, kepedulian, dan pemahaman yang tidak
menghakimi, perubahan yang signifikan pada konseli kemungkinan besar akan
terjadi. Rogers berpendapat bahwa tiga atribut konselor menciptakan iklim yang
mendorong pertumbuhan di mana individu dapat bergerak maju dan menjadi apa
yang mereka mampu menjadi:
(1) Kongruensi (keaslian/kejujuran)
Menunjukan bahwa konselor adalah nyata dan apa adanya yaitu mereka
jujur dan terintegrasi dan auntentik pada saat konseling berlangsung. Tanpa
adanya kebohongan didepannya pengalaman dalam mereka dan ekspresi
luarnya sesuai dan mereka dengan terbuka mengekspreasikan perasaan,
pikiran, reaksi dan sikap yang ditampilkan dalam hubungan bersama konseli.
Secara otentik konselor sebuah model contoh akan manusia yang berjuang
menjadi nyata atupun menjadi dirinya sendiri menjadi seseorang yang
congruent bisa jadi memerluksn ekspresi-ekspresi kemarah, frutasi, menyukai,
tertarik/terpikat, sangat peduli, membosankan, mengganggu dan serangkaian
perasaan perasaan lainnya.
(2) Sikap menerima tanpa syarat (penerimaan dan pengertian).
Sikap kedua ini konselor yang perlu dikomunikasikan ialah kepedulian
yang mendalam dan kejujuran terhadap konseli sebagai individu. Kepeduliaan
tersebut tanpa syarat kepedulian itu tidak terkontaminasi oleh penilaian
ataupun penghakiman atas perasaan , pemikiran dan prilaku konseli yang
dinilai baik atau buruk. Yang artinya bahwa kepedulian konselor tidak bersifat
posesif keperdulian konselor berasal dari kebutuhan konselor sendiri untuk
disukai dan dihargai perubahan konstruktif didalam diri konseli akan
terhalang yang diharapan dalam pendekatan ini adalah konselor yang
menghargai.
Dalam sikap ini yang diharapkan tersebut bukanlah “saya akan menerima
anda” sebaliknya sikap tersebut merupakan sikap “saya akan menrima anda
apa adanya/sebagaimana adanya diri anda”. Konselor mengkomunikasikan
melalui prilakunya bahwa ia menerima dan menghargai konseli apa adanya
yang artinya konseli bebas dan merdeka untuk merasakan dan memperoleh
pengalaman tanpa menempatkan dirinya dalam resiko akan kehilangan
penerimaan dari konselor, hal ini bukan berarti penyetujuan atas prilakun
konseli setia prilaku yang tampak tidak perlu mendapatkan persetujuan
ataupun penerimaan. Dan berdasarkan hasil penelitian Ronger semakin besr
keperdukian, penghargaan ,penerimaan pada konseli dengan cara tidak
posesif.
(3) Pemahaman empati yang tepat (memahami dunia obyektif orang lain).
Ialah salah satu tugas utama konselor yaitu untuk memehami pengalaman-
pengalaman dan perasaan-perasaan konseli secara peka dan tepat yang artinya
sebagaimana pengalaman dan perasaan tersebut terungkap dalam interaksi
waktu demi waktu selasa sesi/pertemuan konseling. Konselor berusaha keras
untuk merasakan/memahami pengalaman subyektif konseli, khususnya dalam
konteks her-and-now tujuannya adalah untuk mendorong konseli agar lebih
menjadi dekat dengan dirinya sendiri agar konseli merasakan perasaan dengan
lebih mendalam dan kuat dan agar konseli dapat serta menyelesaikan yang ada
didalam dirinya. Dalam atribut ini memahami secara empatik yang
menunjukan bahwa konselor akan merasakan perasaan konseli seolah olah
perasaan tersebut adalah perasaan konselor sendiri tanpa tersesat/terjebak.
Empati yang akurat ialah merupakan dasar dari pendekatan person-
centered. Hal ini merupakan cara bagi konselor untuk mendengar makna
makna yang diekspesikan oleh konseli yang sering kali berada di kesadaraan
konseli empati yang mendalam mencakup lebih dari sekedar pemahaman
intelektual mengenai apa yang disampaikan oleh konseli. Empati merupakan
faktor yang paling menentukan kemajuan/perkembangan konseli didalam
konseling dan konselor perlu untuk mampu meberikan respon pada
konselinya dan memahami konselinya secara emosi dan kognitif. Ketika
empati beroperasi/bekerja pada tiga level-interpersonal,kognitif dan efektif
maka empati menjadi alat/perangkat yang paling kuat yang dimiliki konselor
pada penyeselesaian mereka.
Empati bukanlah teknik dasar yang secara rutin digunakan oleh konselor,
empati ini merupakan pemahaman yang mendalam dan subyektif memgenai
konseli akan dirinya sendiri. Roger menuyatakan bahwa ketika konselor dapat
memahami dunia pribadi konseli sebagaimana konseli melihat dan merasakan
dunia pribadinya tersebut tanpa kehilangan indentitas dirinya sendiri maka
perubahan yang konstruktif akan cendrung terjadi. Ada beberapa faktor
empati yang membantu konseli
1. Memperhatikan dan menghargai pengalaman-pengalaman mereka
2. Melihat pengalaman pengalaman yang sebelumnya telah dialami dengan
cara cara yang baru
3. Memodifikasikan persepsi mengenai diri mereka sendiri,orang lain dan
dunia serta
4. Meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam mengambil/membuat
keputusan dan melakukan sesuatu tindakan.
Menurut Rogers, jika konselor mengkomunikasikan sikap-sikap ini, mereka
yang ditolong akan menjadi kurang defensif dan lebih terbuka untuk diri mereka
sendiri dan dunia mereka, dan mereka akan berperilaku dengan cara prososial dan
konstruktif.
Brodley (1999) menulis tentang kecenderungan aktualisasi, proses arah
pengarahan menuju realisasi, pemenuhan, otonomi, dan penentuan nasib sendiri.
Kecenderungan alami manusia ini didasarkan pada penelitian Maslow (1970)
tentang orang yang mengaktualisasikan diri. Kekuatan pertumbuhan dalam diri
kita ini menyediakan sumber penyembuhan internal, tetapi itu tidak menyiratkan
perpindahan dari hubungan, interdependensi, koneksi, atau sosialisasi. Pandangan
humanistik tentang sifat manusia ini memiliki implikasi yang signifikan untuk
praktik konseling. Karena keyakinan bahwa individu memiliki kapasitas yang
melekat untuk menjauh dari maladjustment dan menuju kesehatan dan
pertumbuhan psikologis, konselor menempatkan tanggung jawab utama pada
konseli. Pendekatan yang berpusat pada orang menolak peran konselor sebagai
otoritas yang paling tahu dan konseli pasif yang hanya mengikuti keyakinan
konselor. Konseling berakar pada kapasitas konseli untuk kesadaran dan
perubahan mandiri dalam sikap dan perilaku.
Konselor person center memfokuskan pada sisi konstruktif asal manusia apa
yang benar bagi manusia, dan pada aset individu yang dibawa untuk konseling
penekanannya sekarang adalah bagaimana mereka mampu mengatasi segala
kesulitan (keduanya berasa dari diri sendiri dan dari luar diri mereka) yang
menghalangi pertumbuhan mereka. Para praktisi orientasi humanistik mendorong
konseli mereka membuat perubahan yang akan membawa mereka pada hakikat
kehidupan dengan menyadari bahwa bahwa hal seperti ini menuntut usaha mereka
yang berkelanjutan. Manusia tidak pernah pernyataan akhir atau pernyataan statis
dengan pengaktualisasian diri lebih lagi mereka terus berevolusi dalam proses
pengaktualisasian diri mereka.
2. Konsep Kunci
Rogers memiliki minat pribadi yang kuat dalam membantu orang berubah dan
tumbuh. Teori kepribadiannya dapat dilihat sebagai cara memperluas teorinya
tentang konseling untuk memasukkan perilaku normal dan abnormal serta
menguraikan pertumbuhan individu menjadi berfungsi penuh. Dengan
memperhatikan faktor-faktor yang menentukan peningkatan hubungan antara
orang-orang, Rogers mampu menggambarkan model hubungan yang melampaui
konseling individu. Karena sebagian besar upayanya ditujukan untuk membantu
individu tumbuh dan berubah dalam konseling individu, kelompok, dan dalam
masyarakat.
a. Psychological Development (Perkembangan Psikologis)
Sejak lahir dan seterusnya, individu mengalami realitas dalam hal pengalaman
internal dan eksternal. Setiap orang secara biologis dan psikologis unik,
mengalami aspek sosial, budaya, dan fisik lingkungan yang berbeda. Ketika bayi
berkembang, mereka memantau lingkungan mereka dalam hal tingkat kesenangan
dan ketidaknyamanan. Diferensiasi dibuat antara berbagai indera tubuh, seperti
kehangatan dan kelaparan. Jika orang tua mengganggu proses ini, seperti
mendesak anak-anak untuk makan ketika mereka tidak lapar, anak-anak dapat
mengalami kesulitan dalam mengembangkan "penginderaan organisme" atau
percaya pada reaksi mereka terhadap lingkungan (Holdstock & Rogers, 1977).
Persepsi individu tentang hal positif yang mereka terima dari orang lain
berdampak langsung pada harga diri mereka sendiri. Jika anak-anak percaya
bahwa orang lain (orang tua, guru, teman) menghargai mereka, mereka cenderung
mengembangkan rasa harga diri atau harga diri. Selain itu, anak-anak, dalam
interaksi dengan orang lain, mengalami kepuasan dari memenuhi kebutuhan
orang lain serta kebutuhan mereka sendiri. Meskipun kebutuhan untuk
penghargaan positif dan penghargaan diri adalah penting, individu memiliki
banyak pengalaman yang tidak mendorong kondisi ini
b. Development and Conditionality (Pengembangan dan Persyaratan)
Sepanjang hidup mereka, individu mengalami kondisi berharga, proses
mengevaluasi pengalaman seseorang berdasarkan kepercayaan atau nilai-nilai
orang lain yang dapat membatasi perkembangan individu. Bagi Rogers, kondisi
nilai menyebabkan ketidaksesuaian antara pengalaman seseorang tentang diri dan
interaksi dengan orang lain. Orang-orang yang tidak mendengarkan kepercayaan
dan nilai-nilai mereka sendiri tetapi bertindak untuk menyenangkan orang lain
sehingga mereka merasa dicintai beroperasi dalam kondisi berharga dan sebagai
hasilnya cenderung mengalami kecemasan.
Ketika ada persyaratan kondisional, individu mungkin kehilangan kontak
dengan diri mereka sendiri dan merasa terasing dari diri mereka sendiri. Untuk
menghadapi persyaratan kondisional, mereka dapat mengembangkan pertahanan
yang menghasilkan persepsi dunia yang tidak akurat dan kaku, misalnya, “Saya
harus baik kepada semua orang lain, terlepas dari apa yang mereka lakukan
kepada saya, sehingga mereka akan peduli kepada saya. . ”Orang seperti itu
cenderung mengalami kecemasan karena konflik antara kebutuhan untuk
memiliki konsep diri yang positif dan kebutuhan untuk menyenangkan orang lain.
Selain itu, individu dapat mengalami kecemasan karena nilai-nilai dari satu
kelompok dan nilai-nilai yang lain keduanya tidak sesuai dengan perasaan diri
individu tersebut.
Semakin besar ketidaksesuaian antara pengalaman individu dan konsep
dirinya, semakin besar kemungkinan perilakunya akan berubah. Dengan
demikian, ketika pandangan tentang diri dan pengalaman berada dalam konflik
yang ekstrim, psikosis dapat terjadi.
c. Self-Regard and Relationships (Harga Diri dan Hubungan)
Bagian penting dari teori kepribadian Rogers (1959) adalah sifat dari
hubungan pribadi. Dalam menggambarkan proses hubungan yang membaik,
Rogers menekankan kongruensi, proses konselor atau pendengar dalam
mengalami secara akurat dan menyadari komunikasi orang lain. Hubungan
membaik ketika orang yang didengarkan merasa dimengerti, didengarkan secara
empatik, dan tidak dihakimi. Individu merasakan perasaan penghargaan positif
tanpa syarat dan perasaan didengar oleh orang lain. Hubungan ini dapat disebut
kongruen karena konselor atau pendengar dapat memahami dan
mengkomunikasikan pengalaman psikologis orang lain, “selaras” dengan orang
lain.
Terkadang individu tidak selaras dalam diri mereka sendiri, seperti ketika
ekspresi wajah atau nada suara seseorang tidak cocok dengan kata-kata seseorang.
Pendengar yang merasakan ketidaksesuaian dalam perilaku pembicara dapat
memilih untuk mengomunikasikan persepsi ini dengan mengatakan, "Anda
mengatakan bahwa Anda senang orang tua Anda bercerai, tetapi Anda terdengar
sedih." Dengan demikian, hubungan meningkat sejauh pendengar merasakan dan
mengkomunikasikan pengalaman orang lain saat ini.
d. The Fully Functioning Person (Seseorang yang Berfungsi Sepenuhnya)
Karena Rogers memandang perkembangan manusia sebagai gerakan atau
pertumbuhan positif, pandangan tentang orang yang berfungsi penuh konsisten
dengan teorinya (Rogers, 1969). Agar berfungsi sepenuhnya, individu harus
memenuhi kebutuhan mereka akan penghargaan positif dari orang lain dan
menghargai diri sendiri. Dengan terpenuhinya kebutuhan ini, seorang individu
kemudian dapat mengalami tingkat fungsi psikologis yang optimal (Bohart,
2007a, b; Gillon, 2007).
Pandangan Rogers tentang apa yang merupakan kesesuaian dan kematangan
psikologis mencakup keterbukaan, kreativitas, dan tanggung jawab. Menurut
Rogers (1969), orang yang berfungsi penuh tidak defensif tetapi terbuka untuk
pengalaman baru tanpa mengendalikan mereka. Keterbukaan terhadap hubungan
yang sebangun dengan orang lain dan diri ini memungkinkan seorang individu
untuk menangani situasi baru dan lama secara kreatif. Dengan kemampuan
beradaptasi ini, individu mengalami kebebasan batin untuk membuat keputusan
dan bertanggung jawab atas kehidupan mereka sendiri. Sebagai bagian dari
berfungsi sepenuhnya, mereka menjadi sadar akan tanggung jawab sosial dan
kebutuhan untuk hubungan yang sepenuhnya kongruen dengan orang lain. Alih-
alih mementingkan diri sendiri, individu seperti itu perlu berkomunikasi secara
empatik. Perasaan mereka tentang apa yang benar termasuk pemahaman tentang
kebutuhan orang lain serta diri mereka sendiri.
Rogers melihat tujuan menjadi orang yang berfungsi penuh sebagai cita-cita
untuk berjuang menuju yang tidak dapat dicapai oleh satu individu. Dia percaya
bahwa, dalam hubungan yang efektif, individu bergerak menuju tujuan ini.
Adalah tujuannya sebagai anggota keluarga, sebagai pemimpin kelompok, dan
sebagai konselor individu untuk tumbuh menjadi orang yang kongruen,
menerima, dan memahami, dan dengan cara itu ia akan dapat membantu orang
lain di sekitarnya melakukan hal yang sama.
3. Pribadi Sehat atau Bermasalah
Rogers 1987 benar-benar mengemukakan bahwa manusia itu bisa dipercaya,
menghasilkan, mampu untuk memahami diri sendiri dan mengahrahkan sendiri,
mampu untuk membuat perubahan konstruktif, dan mampu menjalani hidup
dengan efektif dan produktif (Caim, 1987b). Ketika konselor mampu untuk
mengalami dan menkomunikasikan kejujuran/keaslian, perhatian, dan
pemahaman tanpa menghakimi mereka, maka perubahan signifikan pada konseli
kebanyakan akan didapatkan.
Rogers mengekspresikan sedikit simpati untuk pendekatan-pendekatan yang
berdasarkan pada asumsi mahasiswa bahawa individu tidak bisa dipercaya dan
bahkan butuh untuk diarahkan, dimotivasi, dihajar, dihukum, dihargai, dikontrol,
dan dikelola oleh orang lain yang berada dalam posisi superior atau ahli. Dia
mendapatkan bahwa ketiga atribusi konselor menciptakan suasana pengajakan
pengembangan yang mana manusia dapat bergerak maju dan menjadi apa yang
mereka mampu : (1) Kongruensi (keaslian/kejujuran), (2) sikap menerima tanpa
syarat (penerimaan dan pengertian). (3) pemahaman empati yang tepat
(memahami dunia obyektif orang lain).
Menurut Rogers, apabila konselor mengkomunikasikan sikap-sikap tersebut
dan dunia mereka, maka konseli akan berperilaku dengan cara yang konstruktif
dan prososial. Dorongan dasar untuk menimplikasikan bahwa manusia akan
semakin sehat apabila terdapat kesempatan bagi mereka untuk melakukannya.
Dengan demikan, tujuan konseling adalah untuk menjadikan konseli
bebas/merdeka dan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan
mereka untuk mendapatkan eksplorasi diri yang bermakna. Ketika seseorang
bebas, maka mereka akan dapat menemukan jalan mereka sendiri.(Combs, 1989).
Jadi apabila konseli mendapatkan penerimaan dan pandangan yang positif
dari lingkungan sekitarnya, maka konseli tersebut mulai mendefenisikan diri
mereka sesuai dengan pengalaman hidupnya dibandingkan dengan tekanan
tentang bagaimana orang lain memandang atau penghormatan mereka terhadap
dirinya. Bersihnya pandangan seseorang terhadap dirinya membuat self-concept
anak menilai sebuah proses yang selanjutnya berfungsi sebagai pemandu yang
dapat dipercaya. Sehingga, dari kondisi tersebut akan membentuk kesesuaian
antara apa yang seseorang inginkan dengan apa yang terjadi, apa yang diharapkan
dalam diri dan apa yang terjadi, kondisi seperti ini membentuk individu dengan
pribadi yang sehat.
Menurut Rogers selain nilai yang dipelajari dalam keluarga, sekolah, gereja
biasanya terjadi ketidaksesuaian antara pengalaman individu seperti: seksualitas
adalah suatu kesalahan, kepatuhan dalam suatu otoritas itu baik, mendapatkan
banyak uang merupakan hal yang penting, perempuan seharusnya tidak menjadi
pribadi yang mandiri dan asertif. Kesemua pengalaman, perasaan, gagasan,
perilaku tersebut diakui oleh beberapa orang yang secara radikal sehingga
individu mulai mengalami perkembangan yang tidak sehat dan berakibat pada
terjadinya kecemasan, dimana hal ini merupakan faktor penyebab terjadinya
perilaku yang tidak sehat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak sehat
digambarkan dengan ketidaksesuaian antara ideal self dan real self yang disebut
dengan incongruence.
4. Hakikat Konseling
Hakikat konseling pada hal ini adalah Carl Rogers memandang manusia
bahwa dalam pencapaian masalah pribadinya, konseli tersebut dapat mengambil
keputusan. Lalu mengarahkan konseli pada pengaktualisasian diri agar dapat
mencapai kebahagiaan yang sesuai dengan dirinya secara utuh. Konsep pokok
yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self),
aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep
inti konseling berpusat pada konseli adalah konsep tentang diri dan konsep
menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
5. Tujuan Konseling
Tujuan keonseling person centere berbeda dengan pendekatan tradisional.
Pendekatan person center ditujukan pada tingkatan yang lebih besar akan
kebebasan dan integrasi individu. Pendekatan tersebut berfokus pada individu
yang menyampaikan permasalahan-permasalahannya. Rogers (1977) meyakini
tujuan dari keonseling bukan hanya untuk memecahkan permasalahan, tetapi
bertujuan untuk membantu konseli dalam proses pertumbuhan mereka, sehingga
konseli mampu mengatasi permasalahan-permasalahan mereka hadapi sekarang
dan dimasa yang akan datang dengan baik.
Tujuan utama dari keonseling adalah untuk memberikan suasana yang
kondusif untuk membantu konseli agar bisa menjadi individu yang sangat
berguna. Sebelum konseli mampu untuk bekerja menpcapai tujuan tersebut.
Mereka harus melepaskan topeng (kepura-puraan) yang mereka kenakan, yang
selama ini mereka kembangkan melalui proses sosialisasi. Konseli datang untuk
mengenali bahwa mereka telah kehilangan kontak dengan diri mereka sendiri
dengan menggunakan "pagar". Dalam sesi Konseling yang memberikan rasa
aman bagi dirinya, ia juga akan menyadari bahwa ada banyak
kemungkinan/kesempatan lain yang tersedia bagi dirinya.
Ketika "pagar" dipergunakan dalam proses keonseling, manusia jenis apakah
yang muncul dari balik kepalsuan? Rogers (1961), menggambarkan manusia yang
berkembang aktualisasinya dengan: 1) terbuka dalam berbagai pengalaman , 2)
percaya diri sendiri, 3) memiliki kekuatan internal untuk mengevaluasi, 4)
memiliki keyakinan untuk terus berkembang. Karakteristik-karaktrridtik tersebut
merupakan tujuan dasar dari keonseling person center.
Keempat karakteristik diatas merupakan kerangka kerja umum untuk
memahami arah proses Konseling. Konseling tidak memilih tujuan spesifik bagi
konselinya. Landasan untuk teori person center yaitu konseli yang berhubungan
dengan konselor yang memfasilitasi dirinya memiliki kemampuan untuk
menentukan dan menjelaskan tujuan-tujuanya sendiri
6. Peran dan Tugas Konselor (Konselor)
Peran keonselor person-centered didasari pada cara-cara mereka akan
keberadaan mereka dan sikap mereka, tidak pada teknik yang didesain agar
konseli “melalukan sesuatu”. Sikap seorang keonselor, mempertimbangkan
pengetahuan, teori-teori, ataupun teknik-teknik mereka, lebih dapat memfasilitasi
perubahan kepribadian konseli. Pada dasarnya, keonselor menggunakan dirinya
sendiri sebagai instrumental/alat perubahan. Ketika keonselor mengcounter
konseli pada tingkah laku individu, ”peran” seorang keonselor ialah tanpa peran.
Sikap dan keyakinan keonselor pada kekuatan di dalam diri konselilah yang
menciptakan suasana/kondisi Konseling untuk pertumbuhan.
Dalam penggambaran implikasi perilaku dan keonseling person center.
Broadley (1997) mengemukakan bahwa keonselor tidak bermaksud untuk
mengatur, mengelola, deregulasi, atau mengendalikan konseli, “ pada istilah yang
lebih spesifik” keonselor tidak mermaksud mendiagnosa, membuat perencanaan
treatment, strategi, atau menggunakan teknik-teknik, atau mengambil tanggung
jawab untuk konseli degan segala cara. Keonselor juga menghindari hal-hal
berikut: secara umum konselor person-centered tidak melihat sejarah konseli,
menghindari memberikan pertanyaan memeriksa/menyelidiki, tidak menafsirkan
perilaku konseli, tidak mengevaluasi ide-ide atau rencana-rencana konseli, dan
tidak menentukan frekuensi dan lamanya waktu Konseling bagi konseli.
Teori person Center yaitu menyakini bahwa konselor berfungsi untuk
menyampaikan dan menerima konseli dan untuk memfokuskan pada pengalaman
mereka secara langsung. Kemudian konseli mempunyai kebebasan untuk
mengeksplorasi kehidupan mereka yang mereka tolak untuk disadari ataupun
disorded. Pertama yang paling utama, keonselor harus bersedia untuk Juju/tampil
apa adanya ketika berhubungan dengan konseli. Dengan bersikap congruent,
menerima dan berempati, keonselor telah katalisator/fasilitator perubahan.
Walaupun konseli dalam kategori diagnostik yang dipertimbangkan, keonseling
menemui para konseli dengan perilaku keonselor yang sebenarnya, menghormati,
menerima, dan memahami. Konseli mampu untuk mengendurkan pertahanan dan
persepsi mereka yang kaku serta bergerak pada level yang lebih tinggi dari sebuah
fungsi personal. Konseli menjadi kurang bertahan dan lebih terbuka pada diri dan
dunia mereka.
7. Peran dan Tugas Konseli
Konseli datang kepada konselor dalam keadaan tidak congruen : yaitu
ketidakcocokan yang ada diantara persepsi diri mereka dengan realita yang
dialami. Salah satu alasan konseli melakukan konseling adalah merasakan
ketidakberdayaan yang mendasar, tidak ada penolong, dan ketidakmampuan
untuk membuat keputusan atau mengarahkan kehidupan mereka sendiri secara
efektif.
Sejalan dengan kemajuan konseli, konseli mampu mengungkap sejumlah
keyakinan dan prinsip mereka. Mereka bisa mengekspresikan ketakutan,
kecemasan, perasaan bersalah, malu, kemarahan dan emosi lain yang telah
mereka anggap terlalu negatif untuk diterima dan tidak selaras dengan struktur
diri mereka sendiri. Dengan proses konseling, penyimpangan individu berkurang
dan berpindah pada penerimaan yang lebih besar dan integrasi perasaan yang
penuh konflik dan membingungkan. Ketika konseli merasa dimengerti dan
diterima, perbedaan mereka kurang penting, dan menjadi terbuka pada
pengalaman mereka. Karena mereka tidak menderita, merasa dikhianati, dan
dikritik tetapi mereka menjadi lebih realistik, memandang orang lain dengan lebih
seksama, dan mampu menerima dan memahami orang lain. Individu-individu
yang berada dalam konseling, datang untuk menghargai diri mereka dengan lebih,
dan perilaku mereka menujukan fleksibilitas dan kreatifitas yang lebih besar.
Mereka kurang berorientasi dalam menemukan pengharapan orang lain dan
karena nya mereka mulai untuk berprilaku dengan cara yang menurut mereka
yang paling benar. Individu-individu ini memperkuat diri mereka untuk
mengarahkan hidup mereka sendiri walaupun mereka tetap melihat apa yang ada
diluar diri mereka untuk menemukan jawaban. Mereka bergerak dalam arah untuk
mendapatkan kontak yang lebih banyakn dengan apa yang mereka alami pada saat
ini, kurang dibatasi oleh masa lampau, kurang di tentukan, bebas untuk
menentukan keputusan, dan terus meyakinkan diri mereka untuk mengatur hidup
mereka sendiri. pendek nya, pengalaman mereka pada konseling tampaknya
melemparakan bayangan yang memaksa mereka dalam penjara psikologis.
Dengan kebebasan yang terus meningkat mereka berniat untuk menjadi yang
lebih matang secara psikologis serta lebih mengaktualisasikan diri
Konseli adalah agent of change, dan taliman dan bohar (1999) meyakinkan
hubungan konseling memberikan struktur pendukung yang ada pada kapasitas
oenyembuhan diri konseli yang diaktifkan. Konseli merupakan “magician’ atau
tukan sulap dengan kekuatan yang istimewa.konselings menata panggung dan
memberikan bantuan yang memungkinkan sulap ini dapat dijalankan.

8. Hubungan Antara Konselor dan Konseli


Roger menjelaskan kualitas hubungan antara keonselor dan konseli dalam
keonseling person-centered atas dasar hipotesa bahwa “kondisi-kondisi yang
penting/diperlukan dan memadai bagi perubahan kepribadian yang Konseling”
sebagai berikut: “jika saya dapat menyediakan//membuat jenis hubungan tertentu
(dalam keonseling),maka seseorang yang lainnya (konseli) akan menemukan
kemampuan dalam dirinya sendiri untukmemanfaatkan hubungan tersebut untuk
tumbuh/berkembang dan berubah.dan kemudian perkembangan kepribadian pun
akan terjadi “.lebih lanjut roger juga menghipotesakan bahwa “perubahan
kepribadian positif akan signifkan tidak terjadi,kecuali (bilamana perubahan
tersebut terjadi) dalam suatu hubungan”. Hipotesis roger menyatakan:
1) Dua orang berada dalam hubungan psikologis
2) Orang pertama akan kita sebut konseli,ada dalam status tidak menentu.rapuh
dan cemas.
3) Orang ke dua,yang akan kita sebut keonselor,harmonis atau terintegrasi dalam
hubungan
4) Keonselor merasakan sikap positif tidak bersyarat terhadap konseli
5) Keonselor merasakan pemahaman yang empatik terhadap kerangka rujukan
internal konseli dan berusaha mengomunikasikan perasannya ini kepada
konseli
6) Terjadinya pengkomunikasikan pemahaman empatik keonselor dan sikap
positif tidak bersyarat keonselor kepada konseli,walaupun pada tingkatan
yang paling minim..
Rogers menghipotesiskan bahwa tidak ada kondisi yang penting apabila inti
kondisi yang ada selama beberapa waktu.perubahan kepribadian yang konstruktif
akan dibutuhkan. Kondisi inti tidak bervariasi menurut tipe konseli. Lebih lanjut
lagi,keduanya penting dan memadai untuk semua pendekatan keonseling dan
mengaplikasikan pada semua hubungan personal,tidak hanya pada
psikokeonseling. Keonselor tidak membutuhkan pengetahuan khusus.diagnosis
psikologi yang akurat tidak membutuhkan pengetahuan khusus.diagnosis
psikologi yang akurat tidaklah penting dan seringkali bercampur dengan
keonseling yang efektif.
Dari perspektif Rogers hubungan keonselor dan konseli dikarateristikkan
dengan equlity. Keonselor tidak menjaga pengetahuan mereka sebagai sebuah
rahasia yang bbertujuan untuk menyembunyikan proses Konseling.proses
perubahan konseli tergantung pada besarnya kadar kualitas dari hubungan
setara/sejajar ini.ketika konseli, keonselor sedang mendengarkan dengan
caranya ,mereka biasanya belajar bagaimana untuk mendengarkan dengan
menerima diri mereka sendiri.ketika mereka menemukann apa yang dibawa oleh
keonselor dan menilai mereka (walaupun aspek yang telah disembunyikan dan
dianggap negatif) konseli mulai melihat harga diri dan nilai direi mereka
sendiri.ketika mereka mengalami kebenaran keonseling,konseli menghilangkan
kepura-puraan mereka dan bersungguh-sungguh dengan diri mereka serta
keonselor.
Keonselor bisa menjadi pembimbing pada perjalanan ini karena biasanya
lebih berpengalaman dan lebih matang secara psikologis dari pada konselinya.
Bagaimanapun juga, penting untuk disadari bahwa hubungan keonseling
melibatkan dua orang, keduanya bisa membuat kesalahan.keduanya bisa menjadi
lebih baik dengan apa yang mereka lakukan, belum lagi mereka adalah individu
yang terbatas. Tidaklah realitas untuk mengharapkan bahwa semua keonselor bisa
nyata, perhatian,memahami,dan menerima semua waktu dengan konseli
(sanford,1990).
Kondisi mendasar keonselor akan congruence, penghargaan positif tanpa
syarat dan pemahaman empati yang akurat didukung dengan banyak sekolah
keonseling yang membantu dalam fasilitas perubuhan keonseling. Sekarang kita
beralih pada diskusi mendetail tentang bagaimana kondisi-kondisi ini menjadi
bagian integral dari hubungan keonseling.
1) Congruence atau Genuineness Kejujuran atau ketulusan
Congruence menunjukan bahwa konselor adalah nyata/apa adanya:yaitu
mereka jujur/apa adanya terintegrasi dan autentik pada saat keonseling
berlangsung. Tanpa ada kebohongan di depannya, pengalaman dalam mereka dan
ekpresi luarnya sesuai,dan meraka dengan terbuka mengekspresikan perasaan,
pikiran,reaksi,dan sikap yang di tampilkan dalam hubungannya bersama konseli.
Secara outentik keonselor menjadi sebuah contoh akan manusia yang berjuang
menjadi apa adanya. Menjadi seseorang yang Congruence bisa jadi memerlukan
ekpresi-ekpresi kemarahan, frustasi, menyukai, tertarik, sangat peduli,
membosankan, mengganggu, dan serangkaiaan perasaan-perasaan lainnya yang
ada dalam suatu hubungan. Ini bukan bearti keonseling seharusnya secara
impulsif berbagai mengenai reaksinya, seperti halnya keterbukaan diri,haruslah
dilakukan secara tepat dan pada waktu yang tepat pula. Perangkapnya ialah bila
keonselor mencoba terlalu keras untuk dapat menjadi jujur berbagi mengenai
sesutau hal dikarenakan keonselor berpikir bahwa hal tersebut akan baik pada
konseli, tanpa secara asli diikuti dengan mengekprsikan sesuatu yang sifatnyta
personal,dapat menjadi hal yang tidak sesuai. Keonseling person centered
menekankan bahwa keonselor akan terhalang atau terhambat bila keonselor
merasakan sesuatu hal mengenai konseli,namun berperilaku dengan cara yang
berbeda dengan hal di rasakannya. Maka dari itu, jika keonselor tidak menyukai
atau tidak menyetujui konseli namun berpura pura untuk bersikap menerima, itu
akan menjadi proses keonseling yang tidak akan berhasil.
Konsep Rogers tentang kesesuian tidak mengimiplikasikan bahwa hanya
keonselor yang beraktualisasi efektif dalam suatu konseling. Karena keonselor
juga manusia, mereka tidak selalu mengharapkan autentik. Bagaimanapun juga,
apabila keonselor keonselor sesuai dalam hubungannya dengan konseli maka
kepercayaan akan di hasilkan dan proses keonseling akan berjalan lancar.
Kesesuaian ada secara berkelanjutan tertuju pada dasar atau tidak sama
sekali,seperti hal tersebut yang memenuhi ketiga karakteristik.
2) Penghargaan dan penerimaan positif tanpa syarat
Sikap kedua keonselor yang diperlu dikomunikasikan ialah kepudilian yang
mendalam dan keujujuran terhadap konseli sebai individu.Kepedulian itu tanpa
syarat:kepedulian itu tidak terkomintasi oleh penilaian ataupun penghakiman atas
perasaan pemikiran,perilaku,konseli yang dinilai baik atau buruk.sangat penting
bahwa proses keonselor tidak adanya sifat posesif.yang diharapkan dalam dalam
oendekatan ini ialah terais menghargai dan "dengan hangat" menerima konseli
tanpa syarat dalam menerima konseli apa adanya,sikap yang diharaokan adalah
bukan sikap "saya akan menerima anda ketika..." tetapi harus memiliki sikap yang
"saya akan menerima anda apa adanya/sebagaimana adanya diri anda".keonselor
mengkomunikasikan melalui perilakunya bahwa dia menerima dan menghargai
konseli apa adanya dan bahwa konseli konseli bebas/merdeka untuk merasakan
dan memperoleh pengalaman tanpa menempatkan dirinya dalam resiko
kehilangan penerimaan dari trapis.menerima konseli apa adanya berarti
menghargai hak-hak konseli untuk memiliki keyakinan dan perasaan sendiri: ini
bukan berarti penyetujuan atas perilaku konseli,setiap perilaku yang tampak tidak
perlu mendapatkan persetujuan ataupun penerimaan.
Berdasarkan penelitian Rogers, semakin besar kepedulian, penghargaan,
penerimaan, dan oenghargaan pada konseli dengan cara denfan tidak
posesif,maka akan semakin besar pula kemungkinan keonseling tersebut akan
berhasil.rogers juga mengatakan tidak mungkin keonselor berkata jujur/apa
adanya merasa dapat menerima dan bersikap peduli tanpa syarat dalam setiap
waktu.tetapi jika sekali lagi keonselor memiliki rasa kehormatan pada
konselinya,ataupun memiliki perasaan tidaj menyukai atau membenci yang sangat
aktif dalam dirinya,hal tersebut akan cenderung tidak akan mempercepat kerja
keonseling.
3) Pemahaman Empati Secara Akurat/Tepat
Salah satu tugas utama keonselor ialah untuk memahami pengalam-
pengalaman dan perasaan-perasaan konseli secara peka dan tepat sebagaimana
pengalm dan oerasaan itu terungkap dalam proses keonseling.keonselor berusaha
keras untuk merasakan/memahami pengalaman subjektif konseli,khususnya
dalam kontens here-and-now.Tujuannya ialah untuk mendorong konseli agar
menjadi lebih dekat denfan dirinya sendiri,agar konseli dapet merasakan
perasannya dengan lebih mendalan dan kuat,dan agar konseli dapat mengenali
serta menyelesaikan yang ada dalam dirinya.
Memahami secara empatik menunjukan bahwa keonselor akan merasakan
perasaan konseli seolah-olah perasaan tersebut ialah perasaan keonselor sendiri
tanoa tesesat/terjebak dalam perasaan-perasaan tersebut.memahami secara
empatik ialah kemampuan keonselor untuk merefleksikan yang dilakukan
keonselor ialah memberikan dorongan dan memungkinkan konseli untuk lebih
dapat merefleksikan dirinya sendiri.hasil dari empati keonselor ialah konseli dapat
memahami dirinta sendiri dan mampu mengklarifikasi keyakinan-keyakinan dan
wordviem mereka.
Empati yang akurat meruoakn dasar dari Person-Centered.hal ini merupakan
cara bagi tepais untuk mendengar makna-makna yang diekspresikan oleh konseli
yang seringkali berada pada kesadaran konseli.Emoati yang mendalam mencakup
lebih dari sekedar pemegaman intekektual mengenai apa yang disampaikan oleh
konseli.Empati yang penuh dan menyeluruh merupakan memahani makna dan
perasaan yang dialami konseli.Empati merupakan paduan aktif untuk perubahan
yang memfalitasi proses kognitif dan pengaturan emosi diri konseli.Empati
merupakan faktor yang paling menentukan kemjuan/perkembangan konseli dalam
keonseling. "keonselor perlu untuk mampu memberikan respon pada konselinya
dan memahami konselinya secara emosi dan kognitif,ketika empati bererja pada
tiga level:Interpersonal,Kognitif,dan efektif maka emoati menjadi alat/perangkat
yang paling kuatyang dimili keonselor pada penyelesaian mereka.
Empati meruapakan suati dasar yang selalu digunakan oleh keonselor,empati
merupakan pemahaman yang mendalam dan subjektif mengenai konseli akan
dirinya sendiri.Keonselor mampu berbagi mengenai dunia subjektif konseli
dengan cara nembawa perasaan-perasan konseli.Namun terpis tidak boleh
kehilangan "dirinya".Rogers mengatakan bahwa ketika keonselor dapat
memahami dunia pribadi konseli sebagaimana konseli melihat dan merasakan
dunia pribadi tersebut, tanoa kehilangan identitas dirinya sendiri maka perubahan
yang konstruktif akan cenderung terjadi.
Empati membantu konseli dalam:
1. memperhatikan dan mengahrgai pengalaman-pengalaman mereka
2. melihat pengalaman-pengalaman yang sebelumnya telah dialami dengan cara-
cara yang baru
3. memodifikasi persepsi-persepsi mengenai diri mereka sendiri,orang lain,dan
dunia
4. meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam mengambil/membuat
keputusan dan melakukan suatu tindakan.
9. Aplikasi: Teknik Dan Prosedur Konseling
a. Penekanan Awal Teori Person-Centerd Mengenai Refleksi Perasaan-Perasaan
Roger menekankan bahwa konselor dapat memahami dunia konseli dan
merefleksikan pemhaman akan dunia tersebut. Dengan perkembangan pandangan
Roger mengenai psikokeonseling,fokusnya kemudian berubah Eri pendirian
nondirective dan menekankan hubungan keonselor dengan konseli.para pengikt
rogers hanya meniru pola/gaya refleksi Roger, dan keonseling Clien Centered
sering kali diidentifikasikan hanya pada teknik refleksinya,meskipun pernyataan
Roger bahwa sikap relasi keonselor dan cara-cara fundamental akan keberadaan
keonselor bersama konseli menyatu dalam “hati” dariproses perubahan konseli.
Roger dan para teoritis lainnya yang memberikan kontribusi terhadap pendekatan
person Center telah menyatakan terhadap cara pandang yang stereotypic tersebut,
dimana pendekatan ini hanya dipandang sebagai sebuah pendekatan yang hanya
berdasarkan pada penjelasan yang telah disampaikan oleh konseli.
b. Evolusi Metode Person-centered
Konseling person-centered kontenporer adalah sebagai hasil pertimbangan
terbaik sebaiknya dari proses evolusi yang terjadi selama lebih dari 60 tahun dan
terus menerus/tetap terbuka pada perubahan dan perbaikan. Salah satu kontribusi
utama roger pada bidang konseling ialah kualitas hubungan Konseling, sebagai
penentang terhadap pelaksanaan yang mengatur berbagai teknik konseling,
merupakan agen utama bagi pertumbuhan /perkembangan konseli.
Roger meyakini bahwa konseli memiliki kemampuan untuk berubah secara
positif tanpa mengharap keonselor berperan aktif dan mengarahkan. Hal yang
penting bagi kemajuan/perkembangan konseli ialah kehadiran konselor, yang
mana ini mengacu pada konselor sepenuhnya diajak dan diserap dalam
hubungannya bersama konseli. Konselor secara empatik tertarik pada konseli dan
congruent dalam hubungannya dengan konseli. Lebih lanjut lagi, konselor
bersedia untuk fokus secara mendalam pada konseli untuk memahami dunia
dalam konseli tersebut (Broadlet, 2000). Kehadirannya ini jauh lebih kuat dari
pada semua teknik di mana konselor menggunakannya untuk membawa suatu
perubahan. Intervensi seperti mendengarkan, menerima, menghargai,memahami,
dan merespon harus di ekspresikan secara lurus oleh keonselor. Konselor harus
berkembang sebagai seorang manusia, tidak hanya mempelajari berbagai macam
strategi keonseling.
Salah satu cara utama di mana keonseling person centered berkembang adalah
perbedaan, inovasi, dan indi vidualisasi dalam praktiknya (Bozarth et al, 2002).
Perubahan ini mendorong penggunaan berbagai macam metode yang lebih luas
dan memungkinkan untuk pembedaan kecenderungan pada gaya seseorang. Cain
(2002) meyakini bahwa penting bagi konselor untuk memodivikasi pendekatan
keonseling mereka untuk mengakomodasi kebutuhan tertentu mereka pada setiap
konseli. Keonselor mempunyai kebebasan untuk menggunakan berbagai macam
respon dan metode yang mampu mereka gunakan dengan tepat, terutama apakah
gaya keonseling mereka sesuai dengan cara pengungkapan dan permasalahan
konseli mereka. Hal ini sesuai dan menguntungkan karena tidak seorangpun dari
kita mampu mengmulasi gaya Carl Oger untk diri kita sendiri. Apabila kita
berusaha untuk kita, maka akan menjadi orang yang kurang sesuai. Kesesuaian
konselor adalah dasar untuk mendapatkan kepercayaan dan keamanan dengan
konseli, dan proses keonseling tampaknya dipengaruhi secara berlawanan apabila
konselor tidak benar – benar teliti.
c. Peran Assesment
Assesment biasanya disampaikan sebagai sebuah prasyarat untuk proses
treatment. Beberapa agensi kesehatan mental menggunakan berbagai macam
prosedur assesment, termasuk diagnostik screening, identifikasi kekuatan dan
kelemahan konseli, dan berbagai macam tes. Hal tersebut mungkin tampaknya
bahwa teknik assesment merupakan hal yang asing bagi pendekatan person
center. Bagaimanapun juga, saat ini bukan bagaimana konselor menaksir diri
konseli, tetapi konseli melakukan assesment diri sendiri. Dari perspektif person
center, sumber pengetahuan terbaik tentang konseli adalah konseli itu
sendiri.Contohnya,beberapa konseli mungkin meminta berbagai macam tes
sebagai bagian dari proses konseling.penting bagi konselor untuk mengikuti apa
yang diminta konseli dalam gerak ketika proses keonseling (ward 1994).
d. Area-Area Aplikasi
Pendekatan Person-Center telah diaplikasian untuk
indivindu,kelompok,keluarga. Bozrath,Zimring Tausch (2002),menyebutkan
studi-studi yang telah dilakukan pada tahun 1990an menemukan keaktivan
keonseling Person Center dengan tatanaan luas dari permasalahan konseli
termaksud gangguan kecemasan,pecandu alkohol,permasalahan
psikomosomatis,agoraphobia,kesulitan melakukan hubungan
interpersonal,depresi,kangker dan gangguan kepribadian.Keonseling Person
Center telah ditunjukan sebagai hal yang terus hidup sejalan dengan semakin
banyaknya orientasi tujuan pada keonseling,lebih lanjut lagi penelitian untuk
menjadi hasil yang dilakukan pada tahun 1990an menyatakan banwa keonseling
efektif didasarkan pada hubungan keonselor dan konseli dalam kombinasinya
dengan sumber internal dan eksternal konseli.
Saya melihat pendekatan Person Center ini sebagai pendekatan yang paling
dapat di aplikasikan pada intervensi krisis seperti kehamilan yang tidak
diinginkan,keadaan sakit,atau kehilangan orang yang dicintai.ketika orang-orang
pada keadaan krisis,salah satu langkah pertama adalah memberikan mereka
peluang untuk mengekspresikan diri mereka,pada pola ini dibutuhkan
pendengaran dan pemahaman merupakan hal yang penting.menjadi orang yang di
dengar dan dipahami membantu orang yang sedang berada dalam
krisis,membantu untuk menenangkan mereka,dan memungkinkan mereka untuk
berpikir lebih jelas dan membuat keputusan yang lebih baik.walaupun seseorang
krisis tidak harus diseledaikan oleh satu atau dua kontak dengan orang yang
membantunya,seperti halnya kontak bisa membuka jalan sehingga mereka bisa
menerima bantuan nantinya.apabila seseorang dalam keadaan krisis tidak merasa
dipahami dan diterima,dia akan kehilangan harapan untuk kembali pada
kehangatan non responsif yang berhubungan dengan pemotivasian orang dalam
melakukan sesuatu dan untuk bekerja serta menyelesaikan krisisnnya.
Orang-orang yang berada dalam kesuliran tidak butuh penenangan yang salah
berarti "semuanya akan baik-baik saja" belum lagi dengan adanya kontak
psikologis dengan orang yang peduli bisa membawa banyak hal untuk membantu
penyembuhan.pendekatan Person Center belah diaplikasikan secara luas dalam
melatih para profesional yang bekerja dengan orang lain pada berbagai macam
bidang.pendekatam ini menekankan konseli yang kemudian ditantang untuk
mendekatkan kemajuan dengan menggunakan interpretasi.karena itu,hal tersebut
lebih aman dari pada model keonseling yang menempatkan keonselor pada posisi
direktris dalam pembuatan interpretasi,membentuk diagnosis,memeriksa
ketidaksabaran,menganalisa mimpi, dan bekerja pada perubahan kepribadian yang
lebih radikal.
Orang-orang yang tidak mendalami pendidikan psikologis mampu untuk
mengambil keuntungan dengan menterjemahkan kondisi keonseling akan
keaslian,pemahamaan empati,dan penghargaan positif tanpa syarat ke dalam
kehidupan personal dan profesional.konsep dasar terus maju dan mudah untuk
dipahami,dan mereka mendorong pengalokasian kekuatan pada seseorang lebih
dari pada Hana sekedar membantu struktur auttoritari dimana kontrol dan
kekuatan ditolak pada seseorang
Pendekatan person Center menuntut keterlibatan yang besar dari
keonselor.keonselor yang efektif harus
dipergunakan,dipusatkan,disampaikan,difokuskan,dan diterima dengan cara yang
melibatkan kematangan (Davi Caim,komunikasi personal,31 Juli 2002).taanpa
sikap atau cara person Center,semata-mata aplikasi keterampilan yang nampaknya
akan ada kekurangan.
10. Kelebihan dan Kekurangan Client Centered
a. Ringkasan
Konseling person center didasarkan pada filosofis asal manusia
mendalihkan pembawaan akan pengaktualisasian diri. Lebih jauh lagi,
pandangan rogers aka asal muasal manusia merupakan hal fenomenologi;
yaitu kita menstruktur diri kita sendiri menurut persepsi kita sendiri tentang
realitas. Kita dimotivasi pada pengaktualisasian diri kita pada realitas yang
kita rasakan.
Teori Rogers berbekas pada asumsi bahwa konseli dapat memahami faktor
– faktor dalam hidup yang menyebabkan mereka tidak bahagia. Mereka juga
mempunyai kapasitas untuk pengarahan diri sendiri dan perubahan konstruktif
kepribadian. Perubahan akan terjadi apa bila konselor kongruen melakukan
kontrak psikologis dengan konseli dalam istilah kegelisahan atau ketidak
sesuaian. Penting bagi konselor untuk memastikan hubungan dan konseli
merasakannya sebagai sebuah ketulusan, penerimaan, dan pemahaman.
Konseling konseling didasarkan pada saya atau kamu, person to person,
hubungan dalam keamanan dan penerimaan di mana konseli menghilangkan
pertahankan dan menerima serta mengintegrasi aspek – aspek yang mereka
tolak. Pendekatan person center menekankan hubungan personal ini antara
konseli dan konselor; perilaku konselings lebih kritis daripada pengetahuan,
teori atau teknik konselings. Konseli didorong untuk mempergunakan
hubungan ini untuk melepaskan potensi pertumbuhan mereka dan menjadi
lebih menjadi orang yang ingin jadi sepertinya.
Pendekatan ini utamanya mendapatkan tanggung jawab untuk pengarahan
konseling pada konseli. Konseli berhadapan dengan peluang untuk
menentukan bagi diri mereka sendiri dan mengistilahkan dengan daya mereka
sendiri. Tujuan umum dari konseling yaitu menjadi terbuka pada pengalaman,
mencapai kepercayaan diri, mengembangkan evaluasi sumber internal, dan
menjadi mau untuk terus berkembang. Tujuan khusus adalah tidak
membebani konseli; tetapi konseli memilih nilai dan tujuan mereka sendiri.

Konstibusi Pendekatan Person Center


Ketika Rogers mendirikan konseling nondirektif lebih dari 60 tahun lalu,
ada sedikit model konseling lainnya. Cain (1990) menentukan satu poin
bahwa sekarang ada lebih dari 200 pendekatan dan tidak berarti sama sekali
bahwa konsep person center berlanjut dan memiliki tempat signifikan dan
peran diantara system konseling yang utama. Kepanjangan pendekatan ini
tentu saja merupakan factor untuk mempertimbangkan dalam menaksir
pengaruhnya. Di tempat lain Cain berpendapat bahwa bukti penelitian
substansial mendukung keefektivan pendekatan person center: “enampuluh
tahun masa pengembangan teori, praktik, dan penelitian telah menunjukkan
bahwa pendekatan humanistic pada psikokonseling efektif dan bahkan lebih
efektif dari pada konseling yang lainnya.”
Rogers mempunyai pengaruh besar pada konseling dan psikokonseling.
Ketika kita memperkenalkan ide revolusionernya pada tahun 1940an, dia
memberikan alternative kuat dan radikal pada psikoanalisis dan pada
pendekatan direktif kemudian mempraktekkannya. Rogers adalah pioner
dalam pembagian fokus konseling dari penekanan pada teknik dan
kepercayaan pada autoritas konselor bagi hubungan tersebut. Menurut Farber
(1996), catatan Rogers tentang empati, egalltarianisme, keunggulan hubungan
konseling dan nilai penelitian biasanya diterima oleh banyak praktisi dan telah
dihubungkan pada orientasi teoritis lainnya dengan sedikit pemberitahuan aka
asal mereka. Walaupun pengaruh besar Rogers pada praktik psikokonseling,
dan konstribusinya telah diperlihatkan pada program psikologis klinis.
Dengan pengecualian pendidikan konselor dan program psikologi konseling,
pekerjaan Rogers belum memberikan penghargaan yang sepantasnya
(farber,1996) dan ada beberapa orang yang lulus dari program ini di Amerika
Serikat saat ini.
Rogers tetap menentang penginstitusian dari sekolah person center.
Demikian juga dia bereaksi negatif pada ide pendirian intuisi, sertifikat
pengakuan, dan standar penataan untuk keanggotaan. Dia takut
institusionalisasi ini akan membawa pada penyempitan, kekakuan dan
dogmatisasi perspektif. Rogers (1987an) memperingatkan bahwa loyalitas
pada sebuah metode, pemikiran atau teknik biasa menciptakan efek
perbandingan penghasilan pada proses konseling.
Penekanan Pada Penelitian
Satu konstribusi Rogers pada bidang psikokonseling adalah keinginannya
untuk menyatakan konsepnya sebagai sebuah hipotesis yang teruji dan untuk
menyerahkannya pada penelitian. Dia benar-benar membuka bidang
penelitian. Dia benar-benar pionir pada desakannya untuk mensubyekkan
transkip sesi konseling untuk pengujian yang teliti dan mengaplikasikan
teknologi penelitian untuk dialog konselor dank lien (Combs 1988). Hipotesis
dasar Rogers memunculkan uraian penelitian dan debat pada bidang
psikokonseling, mungkin lebih dari pendidikan konseling lainnya (Cain
2002).
Pentingnya Empati
Diantara konstribusi utama konseling person center adalah implikasi
empati bagi praktik konseling. Lebih dari segala pendekatan lainnya, tetapi
person center telah menunjukkan bahwa empati konselings memainkan peran
vital dalam memfasilitasi perubahan konstruktif pada konseli. Pandangan
komprehensif Watson (2002) pada literature penelitian akan empati konseling
mencakup peenemuen-penemuan berikut ini:
 Penelitian yang konsisten menunjukkan bahwa empati konselings
merupakan prediktor paling potensial akan kemajuan konseli dalam
konseling.
 Empati merupakan komponen penting dari kesuksesan konseling di
setiap konseling
 Empati merupakan komponen dasar kecerdasan emosional
 Persepsi konseli dari empati konselings, seperti yang ditentang bahwa hal
tersebut adalah penelitian eksternal atau konselings, merupakan hasil
konseli yang paling prediktif atau positif
 Tidak ada studi yang menunjukkan hubungan negative antara empati dan
hasil
 Hasil yang sukses diantara perasaan yang berbeda dikarakteristikkan
dengan proporsi tinggi dari pernyataan konselings yang menyatakan
pemahaman, mendengar penuh perhatian, dan keterbukaan penerimaan
pada perspektif konseli.
Penelitian yang telah dilakukan terutama pada kondisi yang penting dan
tepat dari perubahan kepribadian personal. Pebanyakan pendekatan konseling
lainnya yang ada di buku ini telah di hubungkan dengan pentingnya perilaku
konselings dan perilaku konselings dalam menciptakan hubungan konseling
yang kondusif dalam penggunaan teknik mereka. Contohnya, pendekatan
perilaku kognitif telah mengembangkan tatanan luas strategis yang didesain
untuk membantu konseli berhubungan dengan permasalahan tertentu, dan
mereka mengenali bahwa kepercayaan dan penerimaan hubungan konselor
dan konseli penting untuk kesuksesan aplikasi prosedur-prosedur ini.
Inovasi Pada Konseling Person Center
Salah satu kekuatan pendekatan person center adalah pengembangan
metode yang baik dan inovatif untuk bekerja menghadapi perkembangan
kesulitan, perbedaan, dan tatanan kompleks dari individu, pasangan, keluarga
dan kelompok. Sejumlah otang telah membuat kemajuan signifikan yang
sesuai dengan nilai esensial dan konsep konseling person center.
b. Keterbatasan dan kritisi dari pendekatan person center
Walaupun saya telah menerima konselings person center untuk keinginan
mereka mensubyekkan hipotesis dan prosedur mereka pada penelitian empiris,
beberapa peneliti telah mengkritisi kesalahan metodologi yang terkandung
pada beberapa studi ini. Tuduhan pengambilan jalan pintas ilmiah melibatkan
penggunaan subyek control yang merupakan kandidat konseling, kegagalan
penggunaan kendali nonkondisional kelompok, kegagalan untuk melaporkan
efek placebo, penyandaran rapor diri sebagai cara utama menaksir hasil
konseling, dan penggunaan prosedur statistic yang tidak tepat.
Tantangan yang berhubungan untuk konselor yang mempergunakan
pendekatan ini adalah untuk benar-benar mendukung konseli dalam
menemukan jalan mereka sendiri. Konselor terkadang mengalami kesulitan
dalam membiarkan konseli untuk memutuskan tujuan tertentu mereka dalam
konseling. Mudah untuk mengatakan konsep penemuan jalan mereka sendiri
bagi konseli, tetapi hal tersebut membutuhkan perhatian pada konseli dan
kebaikan pada bagian konselor untuk mendorong konseli untuk
mendengarkan diri mereka sendiri dan mengikuti arah mereka sendiri,
terutama ketika mereka menentukan apa yang di harapkan oleh konselor.
Referensi :

Corey, G. 2012. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. USA :


Thomson Brooks/Cole.
Sharf, Richard S. 2011. Theories of Psychotherapy & Counseling Concepts and
Cases. USA : Thomson Brooks/Cole.

Anda mungkin juga menyukai