Di susun oleh :
METRO LAMPUNG
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mahluk hidup antara lain seperti manusia adalah makhluk yang penuh dengan masalah.
Tiada seorang pun hidup di dunia ini tanpa suatu masalah, baik dengan diri sendiri maupun
orang lain. Manusia yang baik adalah manusia yang mampu keluar dari setiap permasalahan
hidupnya. Manusia yang mampu menyesuaikan diri dengan realitas yang ada dan memiliki
identitas adalah manusia yang dapat berkembang dengan baik dan sehat. Untuk membantu
manusia keluar dari masalahnya dan memperoleh identitas diperlukan suatu terapi.
Dari kutipan di atas sangat banyak manusia yang masih belum mencapai identitas
keberhasilannya. Mereka masih belum dapat mencapai kebutuhan dasar psikologisnya, yaitu
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa ia berguna
bagi diri sendiri maupun orang lain.
Pada dewasa ini, banyak sekali pendekatan-pendekatan terapi yang dipelajari oleh konselor.
Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain: Pendekatan Client-Centered, Terapi Gestalt,
Terapi Tingkah Laku, Terapi Rasional-Emotif, Terapi Realitas, dan lain-lain. Diantara
berbagai pendekatan-pendekatan dan terapi tersebut, pendekatan dengan Terapi Realitas
menunjukkan perbedaan yang besar dengan sebagian besar pendekatan konseling dan
psikoterapi yang ada. Terapi Realitas juga telah meraih popularitas di kalangan konselor
sekolah, para guru dan pimpinan sekolah dasar dan sekolah menengah, dan para pekerja
rehabilitasi. Selain itu, Terapi Realitas menyajikan banyak masalah dasar dalam konseling
yang menjadi dasar pernyataan-pernyataan. Sistem teori realitas difokuskan pada tingkah
laku sekarang. Oleh karena itu, seorang konselor maupun calon konselor wajib mempelajari
teori realitas.
Rumusan Masalah
Tujuan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
1 Konsep Dasar
Teori pilihan berpendapat bahwa kita tidak dilahirkan sebagai papan tulis kosong yang
menunggu untuk dimotivasi dari luar kekuatan dunia sekitar kita. Sebaliknya, kita dilahirkan
dengan lima genetika yang dikodekan kebutuhan kelangsungan hidup, cinta dan rasa
memiliki, kekuatan atau prestasi, kebebasan atau kemerdekaan, dan kesenangan hal itu yang
mengendalikan semua kehidupan kita. Setiap dari kita memiliki kebutuhan, tapi mereka
bervariasi dalam kekuatan. Sebagai contoh, kita semua memiliki kebutuhan untuk cinta dan
rasa memiliki, tapi sebagian dari kita membutuhkan lebih banyak cinta daripada yang lain.
Teori pilihan didasarkan pada premis bahwa karena kita merupakan makhluk sosial
memerlukan keduanya menerima dan memberikan cinta.Glasser percaya bahwa kebutuhan
love and belong merupakan kebutuhan primer karena kita membutuhkan orang untuk
memenuhi kebutuhan lainnya.
Manusia digerakkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar yang asalnya bersifat genetik. Semua
prilaku manusia mempresentasikan upaya untuk mengontrol dunia agar memenuhi
kebutuhan-kebutuhan itu dengan sebaik-baiknya. Orang tidak pernah terbebas dari
kebutuhan-kebutuhannya dan, begitu terpenuhi, muncul kebutuhan lain. Kehidupan manusia
adalah perjuangan konstan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan ini dan mengatasi
konflik yang selalu muncul di antara mereka. Secara rinci Glasser menjelaskan kebutuhan-
kebutuhan dasar manusia, yaitu:
Kehidupan fisik ini bertempat di otak tua yang berlokasi di sebuah kelompok kecil struktur
yang terklaster di puncak tulang belakang. Gen orang mengistruksikan otak tuanya untuk
melaksanakan semua kegiatan yang menjaga kelangsungan hidup yang mendukung kesehatan
dan reproduksi.(kebutuhan memperoleh kesehatan, makanan, udara, perlindungan, rasa aman,
dan kenyamanan fisik).
Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya untuk merasa memiliki dan
terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain. Beberapa aktivitas yang menunjukkan
kebutuhan ini antara lain: persahabatan, acara perkumpulan tertentu, dan keterlibatan dalam
organisasi kemahasiswaan.
Kebutuhan akan kekuasaan meliputi kebutuhan untuk berprestasi, merasa berharga, dan
mendapatkan pengakuan. Kebutuhan ini biasanya diekspresikan melalui kompetisi dengan
orang-orang di sekitar kita, memimpin, mengorganisir, meyelesaikan pekerjaan sebaik
mungkin, menjadi tempat bertanya atau meminta pendapat bagi orang lain, melontarkan ide
atau gagasan dan sebagainya.
Kebebasan merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan dan tidak
tergantung pada orang lain, misalnya membuat pilihan (aktif pada organisasi
kemahasiswaan), memutuskan akan melanjutkan studi pada jurusan apa, bergerak, dan
berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
e.Kesenangan (Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, dan bahagia. Pada anak-anak, terlihat dalam
aktivitas bermain. Kebutuhan ini muncul sejak dini, kemudian terus berkembang hingga
dewasa. Misalnya, berlibur untuk menghilangkan kepenatan, bersantai, melucu, humor, dan
sebagainya.
Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai
perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih dihubungkan
dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat. Menurut Glasser, bentuk
dari perilaku yang tidak tepat tersebut disebabkan karena ketidak mampuannya dalam
memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan realitas objektif, dia
tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai
dengan realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tangguang jawab dan
realitas.
3. Tujuan Konseling
Tujuan utama pendekatan konseling ini untuk membantu menghubungkan (connect) atau
menghubungkan ulang (reconnected) klien dengan orang lain yang mereka pilih untuk
mendasari kualitas hidupnya. Di samping itu, konseling realitas juga bertujuan untuk
membantu klien belajar memenuhi kebutuhannya dengan cara yang lebih baik, yang meliputi
kebutuhan mencintai dan dicintai, kekuasaan atau berprestasi, kebebasan atau independensi,
serta kebutuhan untuk senang. Sehingga mereka mampu mengembangkan identitas berhasil.
Tujuan konseling realitas adalah sebagai berikut :
a. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan
melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
b. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada,
sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
c. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
d. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses,
yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya
sendiri.
e. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
4. Peran Konselor
Tugas dasar konselor adalah melibatkan diri dengan konseli dan kemudian membuatnya
untuk menghadapi kenyataan. Yang antara lain sebagai berikut :
a. Konselor terlibat dengan klien dan membawa klien menghadapi realita. Tugas utama
konselor adalah menjadi terlibat dengan konselinya dan kemudian menghadapi konseli
dengan mengusahakan agar konseli mengambil keputusan.
c. Memberi hadiah. Konselor diharapkan memberi hadiah bila konseli berbuat dalam cara
yang bertanggungjawab dan tidak menerima setiap penghindaran atas kenyataan atau tidak
mengarahkan konseli menyalahkan setiap hal atau setiap orang.
d. Mengajar konseli Beberapa kualitas pribadi yang harus dimiliki konselor adalah
kemampuan untuk mengajar konseli, untuk mencapai kebutuhan mereka secara terbuka, tidak
untuk menerima ampunan, menunjukkan dukungan yang terus menerus dalam membantu
konseli, untuk memahami dan mengempati konseli, dan untuk terlibat dengan tulus hati.
e. Motivator, yang mendorong konseli untuk: 1) menerima dan memperoleh keadaan nyata,
baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin dicapainya. 2) merangsang klien untuk
mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga klien tidak menjadi individu yang hidup
selalu dalam ketergantungan yang dapat menyulitkan dirinya sendiri.
g. Moralis Konselor memegang peranan untuk menentukan kedudukan nilai dari tingkah laku
yang dinyatakan kliennya. Konselor akan memberi pujian apabila konseli bertanggung jawab
atas perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila tidak dapat bertanggung jawab
terhadap perilakunya.
h. Pengikat janji (contractor) Artinya peranan konselor punya batas-batas kewenangan, baik
berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli yang dapat dijajagi maupun akibat yang
ditimbulkannya.
Konseling realita menekankan pentingnya hubungan antara konselor dan konseli dan
macam hubungan ini dipandang esensial dalam proses perlakuan. Dengan demikian
kemampuan konselor untuk terlibat dengan konseli merupakan ketrampilan esensial dalam
konseling realita. Glasser Wubbolding mengemukakan beberapa cara untuk mencapai
keterlibatan sebagai berikut:
a. Bertindak sebagai guru dan mendegarkan konseli dengan penuh perhatian, hangat,
bersahabat, merawat, respek, optimis, jujur, dan tulus.
b. Bersedia untuk membuka diri pada konseli.
c. Menggunakan kata ganti saya dan kita untuk menekankan sifat kolaboratrif.
d. Tidak menggunakan tekanan, penilaian dan pemaksaan pada konseli, tetapi memotivasi
konseli melalui dorongan dan penguatan.
h. Jika perlu mengunakan konsultasi, pendidikan, dan tindak lanjut guna memfasilitasi
perlakuan.
6. Teknik Konseling
b.Modeling
– Behavior rehearsal, dilakukan dalam suasana yang mirip dengan lingkungan nyata konseli.
c.Metapor
Konselor menggunakan taknik ini seperti senyuman, imej, analogi, dan anekdot untuk
memberi konseli suatu pesan penting dalam ccara yang efekitif. Konselor juga mendengarkan
dan menggunakan metapor yang ditampilkan diri konseli
d. Hubungan
Menggunakan hubungan sebagai bagian yang asensial dalam proses terapoutik. Hubungan
ini harus memperlihatkan upaya menuju perubahan, menyenagkan, positif, tidak menilai, dan
mendorong kesadaran konseli.
e. Pertanyaan
Konselor menekankan evaluasi dalam perilaku total, asesmen harus berasal dari konseli
sendiri. Konselor tidak mengatakan apa yang harus dilakukan koseli, tetapi menggunakan
pertanyaan yang terstruktur dengan baik untuk membantu konseli menilai hidupnya dan
kemudian merumuskan perilaku-perilaku yang perlu dan tidak perlu di ubah.
f. Intervebsi paradoks
Terinspirasi oleh Frankl (pendiri konselng Gestalt), Glasser menggunakan paradoks untuk
mendorong konseli menerima tanggung jawab bagi perilakunya sendiri. Intetrvensi
paradoksikal ini memiliki dua bentuk rerabel atau reframe dan paradoxical pressciption.
g. Pengembangan ketrampilan
konseli tentang berbagai ketrampilan seperti perilaku asertif, berfikir rasional, dan membuat
rencana.
h. Adiksi positif
Menurut Glasser, merupakan teknik yang digunakan untuk menurunkan barbagai bentuk
perilaku negatif dengancara memberikan kesiapan atau kekuatan mental, kreatifitas, energi
dan keyakinan. Contoh : mendorong olahraga yang teratur, menulis jurnal, bermain musik,
yoga, dan meditasi.
i. Penggunakan kata kerja
Dimaksudkan untuk membantu jonseli agar mampu mengendalikan hidup mereka sendiri
dan membuat pilihan perilaku total yang positif. Daripada mendeskripsikan koseli dengan
kata-kata: marah, depresi, fobia, atau cemas konselor perlu menggunakan kata memarahi,
mendepresikan, memfobiakan, atau mencemaskan. Ini mengimplikasikan bahwa emosi-emosi
tersebut bukan merupakan keadaan yang mati tetapi bentuk tindakan yang dapat diubah.
j. Konsekuensi natural
Konselor harus memiliki keyakinan bvahwa konseli dapat bertanggung jawab dan karena
itu dapat menerima konsekuensi dari perilakunya. Koselor tidak perlu menerima permintaan
maaf ketika konseli membuat kesalahan, tetapi juga tidak memberikan sangsi. Alih-alih
koselor lebih memusatkan pada perilaku salah atau perilaku lain yang bisa membuat
perbedaan sehingga konseli tidak perlu mengalami kosekuensi negatif dari perilakunya yang
tidak bertanggung jawab.
a. Kelebihan
1. Terapi realitas ini fleksibel dapat diterapkan dalam konseling individu dan kelompok.
A. Kelemahan
Di anggap terlalu sederhana dan dangkal. Di akui bahwa kritik pendekatan konseling
realitas pada daerah ini. Glasser juga menyetujui bahwa delapan tahap dari pendekatan
konseling realitas adalah sederhana dan jelas lebih menekankan pada praktek dan tidak pada
materi yang sederhana. Kelemahan yang lain tentang teori ini diantaranya:
1. Terapi realitas terlalu menekankan pada tingkah laku masa kini sehingga terkadang
mengabaikan konsep lain: seperti alam bawah sadar dan riwayat pribadi.
2. Terapi realitas bergantung pada terciptanya suatu hubungan yang baik antara konselor
dan konseli.
3. Terapi realitas bergantung pada interaksi verbal dan komunikasi dua arah. Pendekatan
ini mempunyai keterbatasan dalam membantu konseli yang dengan alasan apapun,
tidak dapat mgekspresikan kebutuhan, pilihan, dan rencana mereka dengan cukup
baik.
8. Contoh Penerapan
Amir siswa kelas 7 SMP, dia sangat tidak disiplin sehingga dia mengalami hambatan
dalam menjalankan kewajibannya sebagai siswa disekolah. Hal ini tentu akan berakibat pada
proses belajar mengajar dan prestasi belajar Amir disekolah. Bimbingan bagi Amir ini sangat
diperlukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan dan agar membuat Amir dapat
mengikuti proses belajar mengajar secara baik.
Dalam hal ini, Amir diberikan bantuan dengan konseling realita dengan menggunakan
prosedur WDEP. Amir diingatkan kembali pada keinginan-keinginannya, tujuannya,
kemudian memberikan arahan-arahan merumuskan rencana baru dan konselor memberikan
pengawasan terhadap perillakunya.
BAB III
PENUTUP
9. Kesimpulan
Terapi realitas tampaknya sangat cocok bagi intervensi-intervensi singkat dalam situasi-
situasi konseling krisis dan bagi penanganan para remaja dan orang-orang dewasa penghuni
lembaga-lembaga untuk tingkah laku kriminal. Secara realistis, penggunaan psikoterapi
jangka panjang yang mengeksprolasi dinamika-dinamika tak sadar dan masa lampau
seseorang pada situasi-situasi dan tipe orang-orang tersebut diatas sangan terbatas. Glasser
mengembangkan pendekatannya karena keyakinannya bahwa prosedur-prosedur psikonalitik
tidak berhasil bagi populasi itu. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari terapi realitas
tampaknya adalah jangka waktunya yang relatif pendek dan berurusan dengan masalah-
masalah tingkah laku sadar.
Akhirnya, pandangan Glasser tentang penyakit mental “ketidak bertanggung jawaban” adalah
pandangan yang kontrovesial. Ia tidak mau mengakui bahwa banyak pasien mental adalah
orang-orang yang sangat bertanggung jawab sebelum mulai menunjukkan gejala-gejala
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Gunarsa, Singgih D. Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992)