DI SUSUN OLEH:
Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh
sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu.
Pengelolaan kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar
secara sistematis yang mengarah pada penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang
belajar, mewujudkan situasi atau kondisi proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan
tujuan kurikuler dapat tercapai.
Berbagai macam pendekatan dalam manajemen kelas dapat dipelajari melalui berbagai
sumber. Setidaknya ada Sembilan pendekatan yang terdapat dalam manajemen kelas.
1. Pendekatan Kekuasaan
Dalam penerapan pendekatan kekuasaan ini guru sebagai seorang manajer kelas memiliki dua
peran. Pertama, berperan sebagai pengontrol (controller). Kedua, berperan sebagai
pembimbing (konselor). Sebagai pengontrol, guru memiliki kekuasaan untuk melakukan
pengawasan terhadap perilaku peserta didik di dalam kelas. Jika peserta didik berperilaku
sesuai dengan aturan-aturan di kelas, guru berkuasa untuk memberikan penghargaan
kepadanya. Tetapi sebaliknya, jika guru mendapati ada perilaku peserta didik yang melanggar
aturan-aturan kelas, dengan kekuasaan guru dapat membimbingnya agar si peserta didik tidak
mengulanginnya.
2. Pendekatan Ancaman
Ancaman berarti perbuatan mengancam. Dalam konteks manajemen kelas, pendekatan ancaman
dapat didefinisikan sebagai cara pandang guru bahwa perbuatan mengancam dapat dijadikan
sebagai metode atau cara untuk menciptakan kelas yang kondusif. Pendekatan ancaman ini
dapat digunakan oleh guru jika kondisi kelas benar-benar sudah tidak dikendalikan lagi.
Memang benar, diakui ataupun tidak ancaman dapat digunakan oleh guru untuk mengendalikan
kelas, tetapi sebagai sebuah perbuatan yang berstigma negatif, sebaiknya penggunaan
ancaman dihindari. Jika memang seorang guru dengan terpaksa melakukan pendekatan
ancaman kepada peserta didiknya yang berperilaku kurang sesuai dengan yang diharapkan,
ancaman tersebut harus dilakukan secara wajar dan jangan sampai melukai hati peserta didik.
3. Pendekatan Kebebasan
Bebas berarti lepas sama sekali, tidak terhalang, terganggu dan sebagainya sehingga dapat
bergerak dan berbicara dengan leluasa. Sementara kebebasan dapat diartikan sebagai keadaan
bebas. Jadi, dalam konteks manajemen kelas, pendekatan kebebasan dapat didefinisikan
sebagai cara pandang guru yang menyatakan bahwa kondisi kelas yang kondusif dapat dicapai
jika guru sebagai seorang manajer di kelas memberikan keleluasaan kepada semua peserta
didiknya untuk bergerak bebas di dalam kelas.
Dalam pendekatan pembebasan ini, guru membantu peserta didiknya agar mereka dapat bebas
bergerak mengerjakan sesuatu di dalam kelas, tetapi seorang guru harus mampu
mengendalikan perilaku peserta didik dengan memegang batasan-batasan kebebasan. Jika
guru merasa hal itu tidak dapat dilakukan, sebaiknya pendekatan kebebasan ini tidak
diterapkan.[4]
a. Peserta didik dapat bergerak bebas melakukan berbagai kegiatan didalam kelas yang
terkait dengan kegiatan belajar atau pengalaman belajar yang diekspektasikan guru.
b. Peserta didik diperbolehkan melakukan apa saja didalam kelas selama apa yang
dilakukannya didalam kelas tidak menyimpang atau pun melanggar peraturan kelas yang
sudah disepakati bersama.
c. Peserta didik boleh berekspresi dengan cara apapun dalam menerima materi pelajaran dari
guru. Selama ekspresi tersebut tidak mengganggu teman dalam kelasnya dan juga
keberlangsungan kegiatan belajar mengajar dalam kelas.[5]
Dalam hal ini guru harus mampu mengendalikan perilaku peserta didik dengan memegang teguh
batasan-batasan kebebasan tersebut.
4. Pendekatan Resep
Resep dapat diartikan sebagai keterangan dokter tentang obat serta takarannya. Kemudian, jika
dikaitkan dengan makanan, resep dapat diartikan sebagai keterangan tentang bahan dan cara
memasak makanan. Jadi dalam konteks manajemen kelas, resep dapat diartikan sebagai
keterangan tentang cara bagaimana mengelola suatu kelas. Resep tersebut terwujud dalam
berbagai aturan-aturan kelas yang dibuat dan disepakati secra bersama-sama. Dengan
demikian, pendekatan resep dapat diartikan sebagai cara pandang guru yang berasumsi bahwa
kelas dapat dikelola dengan baik melalui pembuatan dan penerapan aturan kelas.[6]
5. Pendekaan Pengajaran
Pengajaran dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan. Jadi,
dalam konteks manajemen kelas, pendekatan pengajaran dapat diartikan sebagai cara pandang
yang beranggapan bahwa kelas yang kondusif dapat dicapai dengan kegiatan mengajar itu
sendiri. Dalam konteks manajemen kelas, perencanaan pengajaran ini memiliki empat fungsi:
a. Perencanaan pengajaran dapat dijadikan media untuk menemukan dan memecahkan masalah
belajar di dalam kelas.
c. Perencanaan pengajaran dapat dijadikan dasar dalam memanfaatkan berbagai sarana belajar
di kelas.
d. Perencanaan pengajaran dapat dijadikan sebagai barometer untuk mengukur dan meramalkan
hasil kegiatan belajar mengajar yang hendak dicapai.[7]
Pendekatan perubahan perilaku ini dapat disinonimkan dengan behavior modification. Perilaku
sendiri dapat diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan. Dalam konteks manajemen kelas, pendekatan perubahan perilaku dapat diartikan
sebagi cara pandang guru yang menyatakan bahwa perilaku peserta didik yang negatif harus
diubah agar tercipta kondisi kelas yang kondusif.
Dalam pendekatan perubahan perilaku ini, untuk membina perilaku peserta didik yang
dikehendaki, seorang guru sebagai manajer kelas dituntut untuk memberikan penguatan
positif atau memberi dorongan positif sebagai hukuman dan guru juga dituntut untuk
memberikan negatif, yakni menghilangkan hukuman atau stimulus negatif.[8]
b. Penguatan sekunder (secondary or conditioned reinforcers) yang menjadi penguat dari hasil
proses belajar. Penguatan sekunder ada yang dinamakan penguatan sosial (perhatian, pujian),
penguatan simbolik (nilai, pujian, atau tanda-tanda penghargaan lainnya), penguatan dalam
bentuk kegiatan (permainan, kuis).
1. Penguatan yang diberikan secara terus-menerus (diberikan setiap kali terjadi penguatan
terjadi perbuatan “baik”)
2. Penguatan dalam jangka waktu tertentu (setiap sekian kali perbuatan “baik” terjadi).
Misalnya setiap tiga kali peserta didik datang ke sekolah dengan kuku bersih.
Makna penguatan sangat tergantung pada si pemberi dan si penerima secara unik.
Hukuman merupakan sarana pengelolaan kelas yang kontroversial. Hukuman merupakan alat
yang efektif untuk segera menghentikan tingkah laku yang tidak dikehendaki di samping
sekaligus bisa merupakan suri tauladan bagi peserta didik lain karena secara tegas
mendefinisikan tingkah laku yang tidak dikehendaki, namun efek sampingnya serius.
Misalnya hubungan pribadi antara guru (penghukum) dan peserta didik (terhukum) dapat
terganggu, peserta didik (terhukum dan juga yang lain) mungkin menggeneralisasikan tingkah
laku yang dihukum, misalnya peserta didik kapok mengemukakan pendapat atau peserta
didik yang dihukum justru menjadi “pahlawan” dimata kawan-kawan.[9]
a. Panggunaan hukuman itu hendak lah sama sekali dihindarkan karena penanggulangan
terhadap tingkah laku siswa yang menyimpang dapat dilakukan dengan cara lain yang tidak
perlu menimbulkan akibat sampingan sebagaimana dapat ditimbulkan dari hukuman.
b. Penggunaan hukuman secara tepat adalah amat efektif untuk mengurangi atau
menghilangkan tingkah laku siswa yang menyimpang.
c. Penggunaan hukuman secara bijak sana terhadap hal-hal tertentu secara terbatas dapat
menimbulkan akibat yang baik secara cepat, tetapi guru harus berhati-hati mencatat akibat-
akibat sampingan dari hukuman itu. Adapun keuntungannya:
1. Hukuman dapat menghentikan dengan segera tingkah laku siswa yang menyimpang dan
dapat mencegah berulangnya kembali tingkah laku itu dalam waktu yang cukup lama.
2. Hukuman berfungsi sebagai pemberi petunjuk kepada siswa dengan pernyataan bahwa
siswa dibantu untuk segera mengetahui tingkah laku mana yang dapat diterima.
3. Hukuman berfungsi sebagai pengajaran bagi siswa siswi lain dengan kenyataan bahwa
hukuman itu mungkin mengurangi kemungkinan siswa-siswi lain meniru tingkah laku yang
mendapat hukuman itu.
Adapun kerugiannya:
2. Hukuman dapat menyebabkan siswa yang bersangkutan menarik diri sama sekali.
4. Hukuman dapat menimbulkan reaksi negatif dari kawan-kawan siswa yang bersangkutan.
5. Hukuman dapat menimbulkan sikap negatif pada diri sendiri atau terhadap suasana diluar
dirinya (Direktorat Pendidikan Tinggi, 1993).[10]
Dari pemaparan diatas hukuman mempunyai dampak negatif dan positif, sehingga seorang guru
harus mempertimbangkan hukuman apa yang dapat meminimalisir dampak negatif seperti
yang dipaparkan diatas, sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien
guna mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.
7. Pendekatan Sosio-Emosional
Dalam pendekatan sosio-emosional ini manajemen kelas merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk menciptakan iklim sosio-emosional yang positif dalam kelas. Jadi dalam
konteks manajemen kelas, pendekatan ini dapat diartikan sebagai cara pandang yang
menganggap bahwa kelas yang kondusif dapat dicapai dengan menciptakan hubungan yang
harmonis antara guru dengan peserta didik serta antar peserta didik.
a. Kegiatan pengajaran yang efektif mensyaratkan adanya kondisi sosio-emosional yang baik
atau adanya jalinan hubungan interpersonal yang baik diantara pihak yang terlibat dengan
pengajaran itu.
b. Guru menjadi kunci utama dalam pembentukan kondisi sosio-emosional yang sehat.
8. Pendekatan Kerja Kelompok
Menurut pendekatan ini, pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses menciptakan kelas
sebagai suatu sistem sosial dan proses kelompok merupakan yang paling utama. Jadi
pendekatan kerja kelompok merupakan cara pandang seorang yang menyatakan bahwa
pengelompokan peserta didik kedalam beberapa kelompok dapat dijadikan sebagai alternatif
dalam menciptakan kelas yang kondusit. Kegiatan yang sering dilakukan untuk menerapkan
pendekatan kerja kelompok ini adalah resitasi, yaitu memberikan tugas kepada peserta didik
secara berkelompok
Menurut Conny Semiawan dkk (1985: 67), pengelompokan anak didik dirumuskan sebagai
berikut:
Pada kelompokan ini anak didik dibagi dalam beberapa kelompok atas dasar perkawanan atau
kesenangan bergaul diantara mereka.
Kenyataan menunjukkan dalam mempelajari sesuatu ada anak didik yang pandai, sedang,
lambat. Untuk memudahkan pelayanan guru, anak didik dikelompokkan kelompok cerdas,
sedang, dan lambat.
Ada anak didik yang senangan menulis, sedang yang lainnya senang matematika, ilmu sosial,
ilmu pendidikan alam. Anak didik yang berniat melakukan kegiatan belajar yang sama
dikelompokkan, pada situasi seperti ini guru perlu terus-menerus mengamati anak didik
disamping itu guru perlu memberi dorongan kepada anak didik untuk berpindah dari satu
kegiatan kegiatan yang lain. Adapun pola dalam membentuk kelompok-kelompok dapat
dilakukan dengan cara berikut:
Pada pendekatan elektrik atau pluralistik, pengelolaan kelas dilakukan dengan menggunakan
berbagai macam pendekatan yang dilakukan. Jadi, dalam konteks manajemen kelas,
pandangan elekstrik atau pluralisme dapat didefinisikan sebagai cara pandang seseorang guru
beranggapan bahwa guru dapat memilih dan memadukan berbagai pendekatan. Setidaknya
ada dua syarat yang harus dipenuhi oleh guru sebagai manajer kelas dalam menerapkan
pendekatan ini.
b. Guru dapat memilih pendekatan yang tepat dan menerapkannya sesuia dengan masalah
manajemen kelas yang sedang dihadapinya.[13]
Didalam redaksi lain menambahkan pendekatan teknologi dan informasi, sehingga tidak hanya
Sembilan pendekatan saja melainkan sepuluh pendekatan. Penjelasannya sebagai berikut:
Pendekatan teknologi dan informasi. Pendekatan teknologi dan informasi dalam manajemen
kelas berasumsi bahwa pembelajaran tidak cukup hanya dengan kegiatan ceramah dan
transfer pengetahuan, bahwa pembelajaran yang modern perlu memanfaatkan teknologi dan
informasi dalam kelas. Pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi sangat dibutuhkan oleh
peserta didik sesuai dengan perkembangan jaman. Pemanfaatan teknologi dan informasi
adalah basis dalam pengembangan pembelajaran di dalam kelas, baik dalam pengaturan kelas
dengan alat teknologi tersebut (praktik), maupun kelas yang diatur dengan alat teknologi yang
memungkinkan peserta didik dapat mempelajari apa yang diinginkannya dengan bantuan alat
teknologi tersebut.
Teknologi tidak terpaku pada pembelajaran komputer dan informasi tidak hanya terfokus pada
ternologi komputer saja. Terdapat berbagai alat lainnya yang juga bisa dimanfaatkan dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran, misalnnya teknologi telepon, faksimile, video
berteknologi tinggi dann berbagai alat lainnya. Seorang guru perlu memahami bahwa
teknologi dapat menyediakan informasi, membangun pengetahuan dan keterampilan peserta
didik, serta menyediakan akses sumber belajar lainnya. Guru berkepentingan untuk memilih
dan menentukan teknologi dan informasi apa yang dibutuhkan terutama kaitannya dengan
kepentingan spesifikasi kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh peserta didik serta hasil
yang ingin dicapai. Pembelajaran berbasis teknologi dan informasi akan mempermudah
proses pembelajaran menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
Kegiatan guru didalam kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan mengelola kelas.
Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan siswa mencapai tujuan-tujuan
seperti menelaah kebutuhan-kebutuhan siswa, menyusun rencana pelajaran, menyajikan bahan
pelajaran kepada siswa, mengajukan pertanyaan kepada siswa, menilai kemajuan siswa adalah
contoh-contoh kegiatan mengajar. Kegiatan mengelola kelas bermaksud menciptakan dan
mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar kegiatan mengajar itu dapat berlangsung secara
efektif dan efisien. Memberi ganjaran dengan segera, mengembangkan hubungan yang baik
antara guru dan siswa, mengembangkan aturan permainan dalam kegiatan kelompok adalah
contoh-contoh kegiatan mengelola kelas.
Dalam kenyataan sehari-hari kedua jenis kegiatan itu menyatu dalam kegiatan atau tingkah laku
guru sehingga sukar dibedakan. Namun demikian, pembedaan seperti itu amat perlu, terutama
apabila kita ingin menanggulangi secara tepat permasalahan yang berkaitan dengan kelas.
Untuk dapat menangani masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus mampu:
Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat
perorangan maupun kelompok;
Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.
Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang
dimaksud.
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan dan yang bersifat
kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan dan masalah kelompok seringkali menyatu
dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara
kedua jenis masalah itu akanbermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan
menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
1. Masalah Perorangan
Penggolongan masalah perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku
manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan
dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal
mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku
menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik
perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan
ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya,
seorang anak yang gagal
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan
sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari
perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada
anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolok), membikin onar, memperlihatkan
kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari
perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus
meminta bantuan orang lain.
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam.
Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan
pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak
patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat
menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini
amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia
sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan
secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau
pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini
akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya
dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak
secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-
anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan
tidak patuh (suka menetang.
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha
mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap
tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada
dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak
tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri.
Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan seperti
diuraikan diatas pada diri para siswa.
1. Pertama, jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu
merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari
perhatian.
2. Kedua, jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
3. Ketiga, jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang
bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas.
4. Dan keempat, jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru
hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku
siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian,
mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu
mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
2. Masalah Kelompok
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
1. Kekurang-kompakan
5. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan,
berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja
6. Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang
telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti
peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu
padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu
kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-
masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang
dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota
kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat
kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh
kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu
mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang
dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan
memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu”
tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah
berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran
kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang
sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu
kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk
melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana
diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak
mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung.
Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa
mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas
karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau
keengganan bekerja.
Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan
penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
pendekatan kebebasan dapat didefinisikan sebagai cara pandang guru yang menyatakan bahwa
kondisi kelas yang kondusif dapat dicapai jika guru sebagai seorang manajer di kelas
memberikan keleluasaan kepada semua peserta didiknya untuk bergerak bebas di dalam kelas.
pendekatan perubahan perilaku dapat diartikan sebagi cara pandang guru yang menyatakan
bahwa perilaku peserta didik yang negatif harus diubah agar tercipta kondisi kelas yang
kondusif.
pendekatan ini dapat diartikan sebagai cara pandang yang menganggap bahwa kelas yang
kondusif dapat dicapai dengan menciptakan hubungan yang harmonis antara guru dengan
peserta didik serta antar peserta didik.
Pemanfaatan teknologi dan informasi adalah basis dalam pengembangan pembelajaran di dalam
kelas, baik dalam pengaturan kelas dengan alat teknologi tersebut (praktik), maupun kelas
yang diatur dengan alat teknologi yang memungkinkan peserta didik dapat mempelajari apa
yang diinginkannya dengan bantuan alat teknologi tersebut.
Disadari bahwa masalah perorangan dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar
dipisahkan yang satu dari yang lain.
Misalnya, seorang anak yang gagal Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya
secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif
ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain.
Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam,
sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang.
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha
mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap
tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada
dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus.
Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah
tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari
perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar
guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang
dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota
kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat
kegiatan kelompok.
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu
mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang
dari norma-norma sosial pada umumnya.
Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak
berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan
kelompok itu.
Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak
mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung.
Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap
suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman
terhadap keutuhan kelompok.
Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru
pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.uma.ac.id › bitstream