Anda di halaman 1dari 25

Kelompok 7

Pendekatan Realitas

(Diajukan guna memenuhi matakuliah Teknik-Teknik Konseling)

Dosen Pengampu :

Tika Febriyani, M.Pd.

Disusun oleh :

Nur Eka Oktaviana Putri 2111080062

Pinka Ollyvia Ananda 2111080156

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pendekatan
Realitas tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Teknik-Teknik Konselong. Kami sangat berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ms. Tika Febriyani, M.Pd., selaku


dosen pengampu mata kuliah Teknik-Teknik Konseling. Yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia hidup sudah satu paket dengan masalahnya. Tidak ada
manusia yang tidak memiliki masalah. Masalah tersebut bisa terjadi dengan
dirinya maupun dengan orang lain.
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang memiliki kebutuhan
dasar dalam kehidupannya dan manusia akan berusaha memenuhi
kebutuhannya tersebut. Kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan
bertahan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, kebutuhan akan
kekuasaan, kebutuhan akan kebebasan, dan kebutuhan akan kesenangan.
Permasalahnnya adalah tidak semua individu dapat mencapai semua
kebutuhan dasar tersebut dengan baik. Keberhasilan individu dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya akan memberikan identitas berhasil pada
dirinya, sedangkan kegagalan akan pemenuhan kebutuhan dasar tersebut
menyebabkan individu mengembangkn identitas gagal. Manusia yang mampu
menyesuaikan diri dengan keadaan yang sesungguhnya adalah manusia yang
berkembang dengan baik dan sehat. Manusia yang telah mampu berkembang
dengan baik dan sehat sudah pasti memiliki identitas keberhasilan. Untuk
membantu individu mencapai identitas berhasil pada dirinya maka
diperlukanlah suatu proses konseling.
Dewasa ini banyak sekali pendekatan-pendekatan konseling yang
dipelajari oleh seorang konselor. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain :
Pendekatan Psikoanalisis, Pendekatan Aldrein, Pendekatan Personal-
Centered, Pendekatan Gestalt, Pendekatan Behavior, Pendekatan Rational
Emotif Behavior, Pendekatan Realitas, dan masih banyak pendekatan lainnya.
Diantara
berbagai macam pendekatan-pendekatan tersebut, pendekatan realitas
mendapatkan perhatian yang lebih dikalangan sekolah dan pekerja
rehabilitasi.
Ciri yang sangat khas pada pendekatan realitas adalah tidak terpaku
pada kejadian-kejadian masa lalu, tetapi lebih mendorong konseli untuk
mengahadapi realitas atau kenyataan yang ada. Pendekatan ini juga tidak
memberikan peran pada alam bawah sadar, seperti yang dilakukan oleh
pendekatan psikoanalisis. Dalam pendekatan realitas konselor berperan
sebagai guru dan sebagai model bagi konseli. Disamping itu, konselor juga
membuat kontrak dengan konseli untuk mengubah perilakunya. Oleh karena
itu, menjadi penting bagi seorang konselor untuk mengetahui dan mempelajari
pendekatan realitas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
a. Bagaimana pandangan pendekatan realitas tentang manusia?
b. Bagaimana konsep dasar pendekatan realitas?
c. Apa tujuan dari konseling pendekatan realitas?
d. Apa saja peran dan fungsi konselor?
e. Bagaimana proses konseling?
f. Apa saja tahap-tahap konseling?
g. Apa saja teknik-teknik konseling?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pandangan Tentang Manusia


Glasser percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis
yang secara konstan (terus-menerus) hadir sepanjang rentang kehidupannya
dan harus dipenuhi. Ketika seseorang mengalami masalah, hal tersebur
disebabkan oleh satu faktor, yaitu terhambatnya seseorang dalam memenuhi
kebutuhan psikologisnya. Keterhambatan tersebut pada dasarnya karena
penyangkaian terhadap realita, yaitu kecenderungan seseorang untuk
menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan (Thompson, et.al., 2004, p.
111). Mengacu pada teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow,
Glasser mendasari pandangannya tentang kebutuhan manusia untuk dicintai
dan mencintai, dan keburuhan untuk merasa berharga bagi orang lain.
Secara lebih rinci, Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar
psikologis manusia, meliputi:
1) Cinta (Belonging/Lovely)
Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya
untuk merasa memiliki dan terlibat atau melibatkan diri dengan orang
lain. Kebutuhan Glasser disebut sebagai identity society, yang
menekankan pentingnya hubunga personal. Beberapa aktivitas yang
menunjukkan keburuhan ini antata persahabatan, acara petkumpulan
tertentu, dan keterlibatan dalam organisas kemahasiswaan. Keburuhan
ini oleh Glasser dibagi dalam tiga bentuk: social belongimg, unwork
belonging, dan family belonging.
2) Kekuasaan (Power)
Kebutuhan akan kekuasaan (power) melipuri keburuhan untuk
berptestasi, merasa berharga, dan mendapatkan pengakuan. Kebutuhan
ini biasanya d ekspresikan melalui kompetisi dengan orang-orang di
sekitar kita, memimpin, mengorganisir, menyelesaikan pekerjaan
sebaik mungkin, menjadi tempat ber tanya atau meminta pendapat
bagi orang lain, melontarkan ide atau gagasan dan sebagainya.
3) Kesenangan (Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, bahagia. Pada
anak-anak, ter ibat dalam aktivitas bermain, Keburuhan ini muncul
sejak dini, kemudian terus berkembang hingga dewasa. Misalnya,
berlibur untuk menghilangkan kepenatan, bersantai, melucu, humor,
dan sebagainya.
4) Kebutuhan (Freedom)
Kebebasan (freedom) merupakan kebutuhan untuk merasakan
kebebasan atau kemerdekaan dan tidak bergantung pada orang lain,
misalnya membuat pi- lihan (aktif pada organisasi kemahasiswaan),
memutuskan akan melanjutkan studi pada jürusan apa, bergerak, dan
berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Keburuhan-keburuhan
tersebut bersifat universal, tetapi dipenuhi dengan cara yang unik oleh
masing-masing manusia (picture album) berisi gambaran tentang
bagaimana kita akan memenuhi kebutuhan tersebut, atau disebut juga
keinginan). Glasser memiliki pandangan yang optimis tentang
kemampuan dasar manusia, yaitu kemampuan unuk belajar memenuhi
keburuhannya dan menjadi orang yang bertanggung jawab. Tingkah
laku yang bertanggung jawab lam mencintai, memberi kasih sayang
atau belajar bagaimana ia berarti bagi dirinya juga bagı orang lain. Jika
kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang
tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi
kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain. Belajar bagaimana
bertingkah laku yang bertanggung jawab merupakan hal yang sangat
penting bagi perkembangan anak untuk mencapai "identitas sukses".
Anak memperoleh identitas sukses"nya dengan terlibat pada berbagai
aktivitas yang memenuhi bebutuhannya melalui interaksi dengan
orangtua yang bertanggung jawab, yaitu vang menunjukkan
keterlibatan dalam pengasuhan anaknya dengan menjadi model,
melatih kedisiplinan, dan mencintai, dan sebagainya.

Dapat dirumuskan, pandangan Glasser tentang manusia adalah sebagai


berikut :

a) Setiap individu bertanggungjawab terhadap kehidupannya


b) Tingkah laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan
untuk memenuhi kebutuhannya
c) Individu ditantang untuk menghadapi realita tanpa mempedulikan
kejadian-kejadian di masa lalu, serta tidak memberi perhatian pada
sikap dan motivasi dibawah sadar
d) Setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada
masa kini
B. Konsep Dasar
Pada dasarnya setiap individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginannya, di mana kebutuhan bersifat universal pada semua individu,
sementara keinginan bersifat unik pada masing-masing individu. Ketika
seseorang dapat memenuhi apa yang diinginkan, kebutuhan tersebut
terpuaskan. Tetapi, jika apa yang diperoleh tidak sesuai dengan keinginan,
maka orang akan frustrasi, dan pada akhirnya akan terus memunculkan
perilaku baru sampai keinginannya terpuaskan. Artinya, ketika timbul
perbedaan atas apa yang dinginkan merupakan upaya manusia mengontrol
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dan menghadapi realita yang dialami
dalam kehidupannya. Ketika seseorang berhasil mernenuhi kebutuhannya,
menurur
Glasser orang tersebut mencapai identitas sukses. Ini terkait dengan konsep
perkembangan kepribadian yang sehat, yang ditandai dengan berfungsinys
individu dalam 7 memenuhi keburuhan psikologisnya secara tepar (Hansen,
Warner, dan Smith. 1980, p. 224). Dalam proses pembentukan identitas,
individu mengernbangaan keterlibatan secara emosional dengan orang lain.
Individu perlu merasakan bahwa orang lain memberi perhatian kepadanya dan
berpikir bahwa dirinya memiliki arti. Proses ini berlangsung sejak bayi. Bagi
anak-anak, interaksi dengan orangtua (ibu) atau orang dewasa lain, membuat
anak belajar merasakan kererlibatan orang lain, kedekatan, kehangatan
psikologis, dan ikatan emosional., Dari pengalaman tersebut, anak belajar
bagaimana menerima dan memberi kasih sayang, dan belajar bahwa dirinya
memiliki arti bagi orang lain dan orang lain juga berarti bagi dirinya.
Bila sejak kecil anak tidak merasakan bagaimana mencrima dan
memberi kasih sayang, pada tahapan kehidupan berikutnya, ia mengalami
kesulitan dalam mencintai, memberi kasih sayang atau belajar bagaimana ia
berarti bagi dirinya juga bagi orang lain. Jika keburuhan psikologisnya sejak
awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar
bagaumana memenuhi keburuhan psikologis dirinya atau orang lain. Belajar
bagaimana bertingkah laku yang bertanggung jawab merupakan hal yang
sangat penting bagi perkembangan anak untuk mencapai "identiras sukses".
Anak memperoleh "identitas sukses"'nya dengan terlibat pada berbagai
akrivitas yang memenuhi kebutuhannya melalui interaksi dengan orangtua
yang bertanggung jawab, yaitu yang menunjukkan keterlibatan dalam
pengasuhan anaknya dengan menjadi model, melatih kedisiplinan, dan
mencintai, dan sebagainya.
Bila sejak kecil anak tidak merasakan bagaimana menerima dan
memberi kasih sayang, pada tahapan kehidupan berikutnya, ia mengalami
kesulitan dalam apa yang diperoleh, membuat individu terus memunculkan
perilaku-perilaku yang spesifik. Jadi, perilaku yang dimunculkan adalah
bertujuan, yaitu dibentuk untuk mengatasi hambatan antara apa yang
dunginkan dengan apa yang diperoleh, atau muncul karena dipilih oleh
individu.
Perilaku manusia, merupakan perilaku total (total behavior), terdiri
đari doing, thinking, feeling dan psysiology. Oleh karena perilaku yang
dimunculkan adalah bertujuan dan dipilih sendiri, maka Glasser menycbutnya
dengan teori kontrol.
Teori Kontrol
Penerimaan terhadap realita, menurut Glasscr harus tercermin
dalam perilaku total (total behavior) yang mengandung empat
komponen, yaitu: berbuat (doing), berpikir (thinking), merasakan
(feelıng), dan menunjukkan respon-respon fisiologis (physiology).
Konsep perilaku total membandingkan bagaimana individu berfungsi
sebagaimana mobil berfungsi.seperti hainya keempat roda mobil
membawa arah mobıl berjalan, demikian halnya keempat komponen
dari total behavior tersebut menetapkan arah hidup individu (Colledge,
2002-120). Glasser dalam Corey (1991:524) menjelaskan bahwa
secara langsung mengubah cara kita merasakan terpisah dari apa yang
kita lakukan dan pikirkan, merupakan hal yang sangat sulit dilakukan.
Meskipun demikian, kita memilikı kemampuan untuk mengubah apa
yang kita lakukan dan pikirkan apapun yang nanti mungkin bisa kita
rasakan. Oleh karena iru, kunci untuk mengubah suatu perilaku total
terletak pada pemilihan untuk mengubah apa yang kita lakukan dan
pikitkan. Sementara itu, reaksi emosi dan respon fisiologis termasuk
dalam proses tersebut. Bagaimana individu berindak dan berpikir
dianalogikan sebagai fungsi roda depan, sedangkan perasaan dan
fisiologis mewakili fungsi roda belakang. Mesin kendaran dibaratkan
scbagai keburuhan-keburuhan individu, dan setir yang dikendalikan
merupakan gambaran keinginan untuk nemenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut. Sebayaimana kendaraan roda empat, jelas kontrol utama
berada di bagian roda depan, sehingga tindakan dan pikiranlah yang
berperan Alam mermenuhi kebutuhan-kebutuhan individu.
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut
Glasser orang tersebut mencapai identitas konsep 3R, yaitu keadaan di
mana individu dapat menerima kondisi yang dibadapinya, dicapai
dengan menunjukkan total behavior (perilaku toral) yakni melakukan
sesuatu (doing), berpikir (thingking), merasakan (feeling),
menunjukkan respons fisiologis (physiology) secara bertanggungjawab
sukses. Pencapaian identitas sukses ini terikat (responsibility), sesuai
realita (reality), dan benar (right).
Konsep 3R digambarkan Glasser dalam Bassin (1976 : 83-85),
sebagai berikut :
a) Responsibility (Tanggungjawab)
Adalah kemampuan individu untuk memenuhi
kebutuhannya tanpa harus merugikan orang lain.
b) Reality (Kenyataan)
Adalah kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi
individu untuk memenuhi Kebutuhannya. Setiap individu harus
memahami bahwa ada dunia nyata, dimana mereka harus
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi
masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang
tersusun dari kenyataan yang ada dan apa adanya
c) Right (Kebenaran)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima
secara umum, sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan.
Individu yang melakukan hal ini mampu mengevaluasi diri
sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut
dan ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata
cara yang diterima secara umum.
C. Tujuan Koseling
Pada dasarnya tujuan dari konseling realitas adalah sama dengan
tujuan dari kehidupan manusia yaitu membantu individu untuk mencapai
success identity. Untuk mencapai success identity diperlukan suatu rasa
tanggung jawab dari individu, untuk mencapinya individu harus mencapai
kepuasan terhadap kebutuhan personal. Untuk memenuhi kepuasan terhadap
kebutuhan tersebut perlu diperhatikan 3R yaitu reality (kenyataan), right (hal
yang baik), responsible (tangung jawab). Secara garis besar, tujuan konseling
realita adalah:
1) Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat
menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2) Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul
segala resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya
dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
3) Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
4) Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian
kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai
adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.
5) Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran
sendiri.

Selain itu, layanan konseling ini bertujuan membantu konseli


mencapai identitas berhasil. Konseli yang mengetahui identitasnya, akan
mengetahui langkah-langkah apa yang akan ia lakukan di masa yang akan
datang dengan segala konsekuensinya Bersama-sama konselor, konseli
dihadapkan kembali
pada kenyataan hidup sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi
realitas.

D. Peran dan Fungsi Konselor


Fungsi konselor dalam pendekatan realitas adalah melibatkan diri
dengan konseli, bersikap direkrif dan didaktik, yaitu berperan seperti guru
yang mengarahkan dan dapat saja mengkonfrontasi, sehingga konseli mampu
menghadapi kenyataan. Di sini, terapis sebagai fasilitator yang membantu
konseli agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
E. Proses Konseling
Pendekatan ini melihat konseling sebagai proses rasional yang
menekankan pada perilaku sekarang dan saat ini. Artinya, konseli ditekankan
untuk melihat perilakunya yang dapat diamati daripada motif-motif bawah
sadarnya. Dengan demikian, konseli dapat mengevaluasi apakah perilakunya
tersebur cukup efektif dalam memenuhi kebutuhannya atau tidak. Jika dirasa
perilaku-perilaku yang ditampilkan tidak membuat konseli merasa puas, maka
konselor mengarahkan konseli untuk melihat peluang-peluang yang dapat
dilakukan dengan merencanakan tindakan yang lebih bertanggung jawab.
Perilaku yang bertanggung jawab merupakan perilaku-perilaku yang sesuai
dengan kenyataan yang dihadapi, oleh Glasser disebut sebagai penerimaan
terhadap realita. Dengan demikian, dapat membantu konseli mengatasi
tekanan-tekanan dan permasalahan yang dialaminya.
Menurut Glasser, hal-hal yang membawa perubahan sikap dari
penolakan ke penerimaan realitas yang terjadi selama proses konseling adalah
(Corey, 1991 : 533-536) :
1) Konseli dapat mengeksplorasi keinginan, kebutuhan, dan apa yang
persepsikan tentang kondisi yang dihadapinya. Di sini konseli
terdorong untuk mengenali dan mendefinisikan apa yang mereka
inginkan untuk memenuhi kebutuhannya. Setelah mengetahui apa
yang diinginkan,
konseli lalu mengevaluasi apakah yang ia lakukan selama ini
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
2) Konseli fokus pada perilaku sekarang tanpa terpaku pada
permasalahan masa lalu. Tahap ini merupakan kesadaran konseli untuk
memahami bahwa kondisi yang dialaminya bukanlah hal yang bisa
dipungkiri. Kemudian mereka mulai menentukan alternatif apa saja
yang harus dilakukan. Disini konseli mengubah perilaku totalnya,
tidak hanya sikap dan perasaan, namun yang diutamakan adalah
tindakan dan pikiran.
3) Konseli mau mengevaluasi perilakunya, merupakan kondisi di mana
konseli membuat penilaian tentang apa yang telah ia lakukan terhadap
dirinya berdasarkan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Apakah
yang dilakukan dapat menolong dirinya atau sebaliknya, apakah hal itu
bermanfaat, sudahkah sesuai dengan aturan, dan apakah realistis atau
dapat dicapai. Mereka menilai kualitas perilakunya, sebab tanpa
penilaian pada diri sendiri, perubahan akan sulit terjadi. Evaluasi ini
mencakup seluruh komponen perilaku total.
4) Konseli mulai menetapkan perubahan yang dikehendakinya dan
komitmen terhadap apa yang telah direncanakan. Rencana-rencana
yang ditetapkan harus sesuai dengan kemampuan konseli, bersifat
konkrit atau jelas pada bagian mana dari perilakunya yang akan
diubah, realistis dan melibatkan perbuatan positif. Rencana itu juga
harus dilakukan dengan segera dan berulang-ulang.
F. Tahap-Tahap Konseling
Proses konseling dalam Pendekatan realitas berpedoman pada dua
unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa
prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada
konseli. Secara praktis, Thompson, et. al. (2004:115-120) mengemukakan
delapan tahap dalam Konseling Realita.
Tahap 1: Konselor Menujukkan Keterlibatan dengan Konseli (Be Friend)
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan bersikap
otentik, hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun.
Konselor harus dapat melibatkan diri kepada konseli dengan memperlihatkan
sikap hangat dan ramah. Hubungan yang terbangun antara konselor dan
konseli sangat penting, sebab konseli akan terbuka dan bersedia menjalani
proses konseling jika dia merasa bahwa konselornya terlibat, bersahabat, dan
dapat dipercaya. Oleh karena itu, penerimaan yang positif adalah sangat
esensial agar proses koseling berjalan efektif. Menunjukkan keterlibatan
dengan konseli dapat ditunjukkan dengan perilaku attending. Perilaku ini
tampak dalam kontak mata (menatap konseli), ekspresi wajah (menunjukkan
minatnya tanpa dibuat- buat), duduk dengan sikap terbuka (agak maju ke
depan dan tidak bersandar), poros tubuh agak condong dan diarahkan ke
konseli), melakukan respon refleksi, memperhatikan perilaku nonverbal
konseli, dan melakukan respons parafrase. Selain itu, konselor perlu
menunjukkan sikap bersahabat.
Pada tahap awal, umumnya konseli menunjukkan tidak membutuhkan
bantuan konselor, terlebih bila konseli tidak datang dengan sukarela.
Meskipun konseli menunjukkan ketidaksenangan, marah, atau bersikap yang
tidak berkenan, dan sebagainya, konselor harus tetap menunjukkan sikap
ramah dan sopan, tetap tenang, dan tidak mengintimidasi konseli. Kalimat
yang diungkapkan konselor harus menunjukkan bahwa konselor bersahabat
dengan konseli.
Respon yang diungkapkan juga tidak mengekspresikan apa yang
sedang dilakukan oleh konseli pada saat itu, tetapi menunjukkan kekuatan dan
fleksibilitas konseli, bukan kelemahan dan kekakuan konseli. Mengapa?
Karena pada dasarnya konseli bukan sedang marah kepada konselor. Oleh
karena itu, respon konselor harus mengandung muatan bahwa ia sedang
menyampaikan terkadang marah bukanlah sebuah kesalahan, sebab dalam
keadaan tertentu, marah kadang menjadi pilihan. Berikut adalah contoh
respons konselor yang menunjukkan sikap di atas.
Konseli : "Sebenarnya saya tidak perlu bantuan ibu, saya sudah
tahu apa yang akan ibu sarankan kepada saya.
Percuma lah bu, buang-buang waktu saja. Lagipula
selama ini juga tidak ada yang peduli dengan saya..."
Konselor : "Saya bisa membantu Anda kalau Anda bersedia
mendiskusikan hal tersebut dengan saya."
Konselor juga perlu menunjukkan bahwa ia bertekad membantu
konseli. Konseling realita selalu berpedoman bahwa perilaku total (total
behavior) hamper selalu dipilih. Karenanya, tingkah laku yang lebih efisien
dan lebih membantu diperlukan bagi konseli yang sedang menghadapi
masalah.
Konseli : "Ibu pasti mengira bah va depresi yang saya alami
hanya bersifat sementara..."
Konselor : "Tidak pernah terpikir dalam benak saya Anda akan
mengalami hal itu selamanya."
Keterlibatan dengan konseli juga dapat ditunjukkan dengan sikap
antusias. Konseli akan merasa bahwa ia benar-benar akan dibantu oleh
konselor apabila konselor selalu menunjukkan sikap antusias. Sikap antusias
juga menggambarkan pandangan konselor yang optimis terhadap koseli.
Selain itu, sikap antusias menunjukkan bahwa konselor benar-benar terlibat
dan mau melibatkan dalam proses konseling.
Hal yang penting sekali dalam proses konseling, konselor juga harus
bersik genuine. Melalui proses konscling, konseli belajar bahwa mental yang
schat dan kehidupan akan menjadi lebih baik jika relasi antar manusia didasari
saline keterbukaan dan apa adanya daripada bersikap pura-pura dan
manipulasi. Oleh karena itu, bersikap jujur dan berterus terang dengan konseli
juga sangat penting.
Konselor juga tidak menghakimi konseli atau tidak memberi penilaian
atas apa yang relah dilakukan konseli. Dengan dermikian, konselor dapat
memahami apapun yang telah dilakukan konseli, merupakan pilihan terbaik
yang dilakukannya pada saat itu. Dalam konteks ini, biasanya konseli
berharan konselor akan mendiskusikan kegagalan perilaku yang dialaminya,
misal mengenai kebiasaan konseli mengkonsumsi narkoba, masalah yang
dialamí konseli di masa lampau, dan sebagainya. Sebaliknya, konselor lebih
cenderung mendiskusikan keberhasilan konseli. Hal ini berarti konselor
mengajak konseli untuk melihat kebutuhan lain yang ada dalam dirinya
daripada berkutat pada permasalahan yang dialami yang pada d.asarnya
bersifat sementara. Meskıpun pada tahap-tahap konseling selanjutnya, konseli
akan dihadapkan pada pokok permasalahan yang sedang dialaminya.
Konseli : "Sudah satu tahun ini saya mengenal putaw dan merasa
tenang setelah mengkonsumsinya."
Konselor : "Kapan terakhir kali Anda pernah tidak menggunakan putaw
dan tetap merasa tenang?”.
Tahap 2: Fokus pada Perilaku Sekarang
Setelah konseli dapat melibatkan diri kepada konselor, maka konselor
menanyakan kepada konseli apa yang akan dilakukannya sekarang, Tahap
kedua ini merupakan eksplorasi diri bagi konseli. Konseli mengungkapkan
ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu
konselor meminta konseli mendeskripsikan hal-hal apa saja yang telah
dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut. Secara rinci, tahap ini meliputi
:
a) Eksplorasí "picture album" (keinginan), kebutuhan, dan persepsi
b) Menanyakan keinginan-keinginan konseli
Konselor : "Saya akan membantu Anda jika Anda
bersedia mendiskusikan apa yang sedang Anda
alami."
Konseli : "Saya baik-baik saja kok."
Konselor : "Saya juga berharap seperti itu, tapi mungkin ada yang
ingin Anda sampaikan dengan kedatangan Anda ke sini."
Konseli : "Sudah sutu tahun belakangan saya mengenal putaw
dan merasa tenang setelah mengkonsumsinya."
Konselor : "Apa yang Anda inginkan dengan mengkonsumsi
putaw?"
Konseli : "Kondisi keluarga membuat saya tertekan dan saya
memperoleh ketenangan dengan mengkonsumsi
putaw.
Tahap 3: Mengeksplorasi Total Behavior Konseli
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu: konselor
menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli; cara pandang
dalam Konseling Realita, akar permasalahan konseli bersumber pada
perilakunya (doing), bukan pada perasaannya. Misal, konseli mengungkapkan
setiap kali menghadapi ujian la mengalami kecemasan yang luar biasa. Dalam
pandangan Konseling Realita, yang harus diatasi bukan kecemasan konseli,
tetapi hal-hal apa saja yang telah dilakukannya untuk menghadapi ujian.
Tahap 4: Konseli Menilai Diri Sendiri atau Melakukan Evaluasi
Memasuki tahap keempat, konselor menanyakan kepada konseli
apakah pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal itu baik
baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli,
tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan
kepada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan
pilihannya tersebut.
Pada tahap ini, respon-respon konselor di antaranya menanyakan
apakah yang dilakukan konseli dapat membantunya keluar dari permasalahan
atau sebaliknya. Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan
perilakunya yaitu didasari oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya.
Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi
membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan
kepada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan
pilihannya
tersebut. Kemudian bertanya kepada konseli apakah pilihan perilakunya dapat
memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konseli saat ini, menanyakan apakah
konseli akan tetap pada pilihannya, apakah hal tersebut merupakan perilaku
yang dapat diterima. apakah realistis, apakah benar-benar dapat mengatasi
masalahnya, apakah keinginan konseli realiais atau dapat terjadi
dicapai,bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, sehingga konseli
dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan
komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling.
Tahap 5: Merencanakan Tindakan yang Bertanggungjawab
Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak
menyeiesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya,
dilanjutkan dengan membuat perencanaan tindakan yang lcbih bertanggung
jawab. Rencana yang disusun sifatnya spesifik dan konkret. Hal-hal apa yang
akan dilakukan konseli untuk keluar dari permasalahan yang sedang
dihadapinya.
Tahap 6: Membuat Komitmen
Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah
disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Tahap 7: Tidak Menerima Permintaan Maaf atau Alasan Konseli
Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada batas waktu yang
telah disepakati bersama. Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan
perubahan perilaku konseli. Apabila konseli tidak atau belum berhasil
melakukan apa yang telah direncanakannya, permintaan maaf konseli atas
kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselor mengajak
konseli melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa
konseli tidak berhasil. Konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan
kembali hal-hal belum berhasil ia lakukan. Pada tahap ini sebaiknya konselor
menghindari pertanyaan dengan kata "Mengapa" sebab kecenderungannya
konseli akan bersikap defensif dan mecari-cari alasan.
Kondisi : Pada waktu yang telah disepakati (dua minggu setelah sesi
sebelumnya), konseli datang menemui konselor. Dalam proses konseling ia
bercerita bahwa dalam waktu dua minggu ini ia tetap cemas ketika jam
pelajaran matematika karena tidak dapat menjawab soal-soal latihan yang
diberikan guru. Contoh respons yang salah
Konseli : "Saya tetap merasa cemas saat pelajaran matematika,
pelajarannya sulit..."
Konselor : "Mengapa kamu merasa sulit?"
Konseli : "Saya tidak pernah sempat untuk belajar karena PR saya
banyak Bu..."
Contoh respons yang benar
Konseli : "Saya tetap merasa cemas saat pelajaran matematika,
pelajarannya sulit..."
Konselor : "Kamu bisa menceritakan kepada saya hal hal
yang menghambat kamu tetap merasa sulit?"
Pada tahap ini, konselor juga tidak memberikan hukuman, mengkritik,
berdebat, tetapi hadapkan konseli pada konsckuensi. Menurut Glasser
memberikan hukuman akan mengurangi keterlibatan konseli dan menyebabkan
merasa lebih gagal. Saat konseli belum berhasil melakukan perubahan, hal ini
merupakan pilihannya dan ia akan merasakan konsekuensi dari tindakan.
Konselor memberi pemahaman pada konseli, bahwa kondisinya akan membaik
jika ia bersedia melakukan perbaikan itu. Selain inu, konselor jangan mudah
menyerah. Proses konseling yang efekrif antara lain ditunjukkan dengan
seberapa besar kegigihan konsclor untuk membantu konseli. Ada kalanya
konseli mengharapkan konselor menyerah dengan bersikap pasif, tidak
kooperatif, marah, atau apatis, namun pada tahap inilah konselor dapat
menunjukkan bahwa ia benar-benar terlibat dan ingin membantu konseli
mengatast permasalahannya Kegigihan konselor dapat memotivasi konseli
untuk bersama-sama memecahkan masalah.
Tahap 8: Tindak Lanjut
Merupakan tahap terakhir dalam konseling. Konselor dan konseli
mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseling dapar berakhir atau
dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai.
G. Teknik-Teknik Konseling
Teknik Konseling Realita menggunakan banyak teknik untuk
mencapai tujuan-tujuan konseling, khususnya teknik-teknik dari perspektif
konseling perilaku seperti yang telah dikemukakan. Teori konseling realita
memiliki beberapa teknik tersendiri yaitu :
1. Metapor
Konselor menggunakan taknik ini seperti senyuman, imej,
analogi, dan anekdot untuk memberi konseli suatu pesan penting
dalam cara yang efektif. Konselor juga mendengarkan dan
menggunakan metapor yang ditampilkan diri konseli.
2. Hubungan
Menggunakan hubungan sebagai bagian yang asensial dalam
proses terapoutik. Hubungan ini harus memperlihatkan upaya menuju
perubahan, menyenagkan, positif, tidak menilai, dan mendorong
kesadaran konseli.
3. Pertanyaan
Konselor menekankan evaluasi dalam perilaku total, asesmen
harus berasal dari konseli sendiri. Konselor tidak mengatakan apa
yang harus dilakukan koseli, tetapi menggunakan pertanyaan yang
terstruktur dengan baik untuk membantu konseli menilai hidupnya dan
kemudian merumuskan perilaku-perilaku yang perlu dan tidak perlu di
ubah.
4. WDEP & SAMI2C3
Merupakan akronim dari wants (keinginan), direction (arahan),
evaluasi (penilaian), dan planing (rencana). Teknik ini digunakan
untuk membantu konseli menilai keinginan-keinginannya. Perilaku-
perilakunya, dan kemudian merumuskan rencana-rencana. SAMI2C3
mempersentasikan elemen-elemen yang memaksimalkan
keberhasilanya keberhasilan rencana : mudah/ sederhana (simple),
dapat dicapai (attainable), dapat diukur (measurable), segera
(immedate), melibatkan tindakan (involving), dapat dikontrol
(controled), konsisten (consistent), dan menekankan pada komitmen
(committed).
5. Renegosiasi
Konseli tidak selalu dapat menjalankan rencana perilaku
pilihanya. Jika ini terjadi, maka konselor mengajak konseli untuk
membuat rencana ulang dan menemukan pilihan perilaku lain yang
lebih mudah.
6. Intervebsi Paradoks
Terinspirasi oleh Frankl (pendiri konselng Gestalt), Glasser
menggunakan paradoks untuk mendorong konseli menerima tanggung
jawab bagi perilakunya sendiri. Intetrvensi paradoksikal ini memiliki
dua bentuk rerabel atau reframe dan paradoxical pressciption.
7. Pengembangan Keterampilan
Konselor perlu membantu konseli mengembangkan
ketrampilan untuk memnuhi kebutuhan dan keinginan-keinginannya
dalam cara yang bertanggung jawab. Koselor dapat mengajar konseli
tentang berbagai ketrampilan seperti perilaku asertif, berfikir rasional,
dan membuat rencana.
8. Adiksi Posistif
Menurut Glasser, merupakan teknik yang digunakan untuk
menurunkan barbagai bentuk perilaku negative dengan cara
memberikan kesiapan atau kekuatan mental, kreatifitas, energi dan
keyakinan. Contoh mendorong olahraga yang teratur, menulis jumal,
bermain musik, yoga, dan meditasi.
9. Penggunaan Kata Kerja
Dimaksudkan untuk membantu konseli agar mampu
mengendalikan hidup mereka sendiri dan membuat pilihan perilaku
total yang positif. Daripada mendeskripsikan koseli dengan kata-kata:
marah, depresi, fobia, atau cemas konselor perlu menggunakan kata
memarahi, mendepresikan, memfobiakan, atau mencemaskan. Ini
mengimplikasikan bahwa emosi-emosi tersebut bukan merupakan
keadaan yang mati tetapi bentuk tindakan yang dapat diubah.
10. Konsekuensi Natural
Konselor harus memiliki keyakinan bvahwa konseli dapat
bertanggung jawab dan karena itu dapat menerima konsekuensi dari
perilakunya. Koselor tidak perlu menerima permintaan maaf ketika
konseli membuat kesalahan, tetapi juga tidak memberikan sangsi.
Alih- alih koselor lebih memusatkan pada perilaku salah atau perilaku
lain yang bisa membuat perbedaan sehingga konseli tidak perlu
mengalami kosekuensi negatif dari perilakunya yang tidak
bertanggung jawab.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Glasser, setiap individu memiliki kebutuhan psikologis yang
secara konstan hadir sepanjang rentang kehidupan dan harus dipenuhi dan
individu mengalami permasalahan pikologis karena ia terhambat dalam
memenuhi kebutuhan psikologisnya. Keterhambatan pemenuhan kebutuhann
psikologis pada dasárnya Karen penyangkalan terhadap realitas, yaitu
kecenderungan seseorang untuk menghindari hal-hal yang tidak
menyenangkan.
Dalam pendekatan realitas, penerimaan terhadap realita dapat dicapai
dengan melakukan sesuatu yang realistis (reality), bertanggung jawab
(responsibility), dan benar (right), dikenal dengan istilah 3R. Konsep 3R harus
tercermin dalam keseluruhan perilaku konseli (total behavior), meliputi
tindakan (doing), pikiran (thinking), perasaan (feeling), dan respons-respons
fisiologisnya (physiology). Perilaku total (total behavior) individu
dianalogikan seperti berfungsinya kendaraan roda empat. Seperti halnya
keempat roda mobil membawa arah mobil berjalan, demikian halnya keempat
komponen dari total behavior tersebut menetapkan arah hidup individu.
Pandangan Glasser tentang manusia adalah setiap individu
bertanggung jawab terhadap kehidupannya, tingkah laku seseorang
merupakan upaya mengontrol lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya,
individu ditantang untuk menghadapi realita tanpa mempedulikan kejadian-
kejadian di masa lalu, serta tidak memberi perbatian pada sikap dan motivasi
di bawah sadar, dan seriap orang memiliki kemampuan untuk melakukan
sesuatu pada masa kini.
Kebutuhan dasar manusia menurur Glasser meliputi kebutuhannya
untuk merasa memiliki dan terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain,
kebutuhan akan'power, kebutuhan untuk merasa senang, bahagia, dan
kebutuhan untuk merasakan kebebasan/kemerdekaan dan tidak bergantung
pada orang lain.
Perkembangan kepribadian yang sehat ditandai dengan berfungsinya
individu dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya secara tepat. Glasser
menyebutnya dengan istilah identitas berhasil" dan "identitas gagal”.
Konseling ini bertujuan nembantu individu mencapai identitas berhasil yaitu
individu yang mengetahui langkah-langkah apa yang akan ia lakukan di masa
yang akan datang dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama konselor,
konseli dihadapkan kembali pada kenyataan hidup, sehingga dapat
mermahami dan mampu menghadapi realita.
DAFTAR PUSTAKA
Komalasari, G., & Karsih, E. W. D. (2011). Teori dan Teknik Konseling.
Jakarta : PT. Indeks

Anda mungkin juga menyukai