Anda di halaman 1dari 11

Psikologi Konseling

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai calon konselor sekolah, kita harus mampu melakukan konseling, hal ini dipelajari dalam psikologi,
yaitu psikologi konseling, yang merupakan cabang dari psikologi. Kita harus mampu memahami psikologi
konseling agar kita bisa mengerti dan menjadi acuan dalam melakukan konseling.
Psikologi berasal dari bahasa yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara
harfiah psikologi adalah ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa.
Konseling (counseling) biasanya kita kenal dengan istilah penyuluhan, yang secara awam dimaknakan sebagai
pemberian penerangan, informasi, atau nasihat kepada pihak lain. Konseling sebagai cabang dari psikologi
merupakan praktik pemberian bantuan kepada individu.
Dengan mengerti pengertian psikologi dan pengertian konseling saja tidak cukup untuk kita sebagai calon
konselor.Oleh karena itu, kita harus mengetahui apa sebenarnya pengertian psikologi konseling secara utuh,
selain itu juga kita dituntut mampu memahami isi dari psikologi konseling, diantaranya langkah langkah
psikologi konseling dan tahap konseling dan dapat mengaplikasikannya sebagai bagian dari tugas seorang
konselor !
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari psikologi dan konseling ?
2. Apa pengertian dari psikologi konseling ?
3. Apa saja aliran yang terdapat dalam psikologi ?
4. Apa saja langkah langkah dalam melakukan konseling ?
5. Bagaimana tahap-tahap proses dalam konseling
BAB II
ISI
PEMAHAMAN PSIKOLOGI KONSELING
2.1 PENGERTIAN PSIKOLOGI KONSELING
2.1.1 Pengertian Psikologi
Psychology berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari dua kata yaitu:
Psyche = soul, mind (jiwa)
Logos = ilmu
Jadi, arti berdasarkan komponen katanya adalah: The study of soul / mind.
Menurut Crow and Crow, Psichology is the study of human behavior and human relationship. Dari batasan
tersebut diatas jelas bahwa yang dipelajari oleh psikologi adalah tingkahlaku manusia, yakni interaksi manusia
dengan dunia disekitarnya, baik yang berupa manusia lain ( human relationship ) maupun yang bukan manusia,
seperti hewan, iklim, kebudayaan dan sebagainya. Jadi jelaslah sebenarnya psikologi tidak hanya berhubungan
dengan tingkah laku manusia. Bagi seorang konselor, psikologi yang mereka tekankan mungkin lebih banyak
terfokus pada human relationship guna memudahkan dalam aplikasi konseling.
2.1.2 Pengertian Konseling
Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu counselium, artinya
bersama atau bicara bersama. Pengertian berbicara bersama-sama dalam hal ini adalah pembicaraan
antara konselor (counselor) dengan seseorang atau beberapa klien (Counselee). Dengan demikian counselium
berarti, people coming together to again an understanding of problem that beset them were evident, yang
ditulis oleh Baruth dan Robinson (1987:2) dalam bukunya An Introduction to The Counseling Profession.

2.1.3 Pengertian Psikologi Konseling


Psikologi Konseling merupakan suatu kegiatan yang dibangun melalui adanya interaksi antara klien dengan
psikolog / konselor untuk mengidentifikasi persepsi, kebutuhan, nilai, perasaan, pengalaman, harapan, serta
masalah yang dihadapi klien. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memecahkan masalah-masalah psikologis
klien dengan menyadarkan klien akan akar masalah yang sebenarnya dihadapi hingga akhirnya klien dapat
menemukan sendiri solusi dari masalah yang dihadapinya.
Seorang yang menghadapi permasalahan dalam hidupnya, kadang kala diraskan begitu berat atau mengganggu
kehidupannya dalam keseharian. Namun, seringkali mereka menghadapi masalah tersebut tanpa tahu benar dan
menyadari apa sebenarnya akar dari masalah mereka tersebut. Melalui proses konseling inilah bersama-sama
antara konselor dengan klien menemukan akar masalah yang ada dan menyadarkan klien akan apa yang harus
dilakukannya untuk memecahkan masalahnya tersebut.
Diantara berbagai disiplin ilmu, yang memiliki kedekatan hubungan dengan konseling adalah psikologi, bahkan
secara khusus dapat dikatakan bahwa konseling merupakan aplikasi dari psikologi, terutama jika dilihat dari
tujuan, teori yang digunakan, dan proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu telaah mengenai konseling dapat
disebut dengan psikologi konseling (counseling psychology).
2.2 SPESIFIKASI KONSELING
Carl Rogers, seorang psikolog humanistik terkemuka, berpandangan bahwa konseling merupakan hubungan
terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan self (diri) pada pihak klien. Pada intinya Rogers
dengan tegas menekankan pada perubahan system self klien sebagai tujuan koseling akibat dari struktur
hubungan konselor dengan kliennya.
Ahli lain, Cormier (1979) lebih memberikan penekanan pada fungsi pihak-pihak yang terlibat. Mereka
menegaskan konselor adalah tenaga terlatih yang berkemauan untuk membantu klien. Pietrofesa (1978) dalam
bukunya The Authentic Counselor, sekalipun tidak berbeda dengan rumusan sebelumnya, mengemukakan
dengan singkat bahwa konseling adalah proses yang melibatkan seorang profesional berusaha membantu orang
lain dalam mencapai pemahaman dirinya, membuat keputusan dan pemecahan masalah.
Meskipun bukan bermaksud merangkum berbagai pengertian yang dikemukakan oleh banyak ahli, Stefflre dan
Grant menyusun pengertian yang cukup lengkap mengenai konseling ini. Menurut Stefflre dan Grant, terdapat
empat hal yang mereka tekankan, yaitu:
2.2.1 Konseling Sebagai Proses
Konseling sebagai proses berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat. Butuh proses yang merupakan waktu
untuk membantu klien dalam memecahkan masalah mereka, dan bukan terjadi hanya dalam satu pertemuan.
Permasalahan klien yang kompleks dan cukup berat, konseling dapat dilakukan beberapa kali dalam pertemuan
secara berkelanjutan.
2.2.2 Koseling Sebagai Hubungan Spesifik
Hubungan antara konselor dan klien merupakan unsur penting dalam konseling. Hubungan koseling harus
dibangun secara spesifik dan berbeda dengan hubungan sosial lainnya. Karena konseling membutuhkan
hubungan yang diantaranya perlu adanya keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat, dan
empati.
2.2.3 Konseling adalah Membantu Klien
Hubungan konseling bersifat membantu (helping). Membantu tetap memberikan kepercayaan pada klien dalam
menghadapi dan mengatasi permasalahan mereka. Hubungan konseling tidak bermaksud mengalihkan pekerjaan
klien pada konselor, tetapi memotivasi klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan
mengatasi masalahnya.
2.2.4 Konseling untuk Mencapai Tujuan Hidup
Konseling diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar dari perilaku
adaptif, dan belajar melakukan pemahaman yang lebih luas tentang dirinya yang tidak hanya membuat know
about tetapi juga how to sejalan dengan kualitas dan kapasitasnya. Tujuan akhir konseling pada dasarnya
adalah sejalan dengan tujuan hidupnya yang oleh Maslow (1968) disebut aktualisasi diri.
2.3 KAJIAN PSIKOLOGI KONSELING
2.3.1 Memandu ( Guiding )
Memandu bukanlah paksaan, yang berarti mengabaikan perasaan atau terlalu mengendalikan pandanganpadangan individu. Tetapi lebih kepada merefleksikan secara pasif pandangan-pandangan individu. Dalam
perspektif pendidikan, memandu berarti menyelesaikan suatu masalah yang ada dalam diri seseorang atau secara
potensial ada dalam diri seseorang, melalui sumber-sumber eksternal.
Tetapi bukan merupakan paksaan eksternal atau paksaan yang muncul karena ada penolakan konselor. Namun,
lebih sebagai hasil yang dibuat melalui kontak dengan dunia dalam klien itu sendiri. Dengan demikian
memandu bukan menghalangi kebutuhan pengajaran atau informasi, tetapi sumber-sumber eksternal tersebut

merupakan bagian dari suatu pertukaran pandangan antara konselor dengan klien menuju kepada pemahaman
bersama, resolusi masalah, dan mengejar keunggulan.
2.3.2 Menyembuhkan ( Healing )
Dalam psikologi konseling, perspektif modern tentang penyembuhan berakar dalam beberapa tradisi sejarah
yang mendasari psikoterapi dinamik, khususnya tradisi spiritual dan ilmiah.
Dalam tradisi spiritual, penderitaan manusia disebabkan oleh kerasukan psiritual, sehingga bentuk-bentuk
tritmennya dilakukan dengan meminjam dari masyarakat primitif, diantaranya adalah melalui : (1) exorcism
atau pengusiran roh jahat, dan (2) pengobatan jiwa yang dilakukan melalui pengakuan dosa sebagaimana tradisi
dalam komunitas protestan, suatu pertanda penting lain dari psikoterapi dinamik.
Dalam tradisi ilmiah ditandai dengan digunakannya metode hipnotisme sebagai metode penyembuhan,
sedangkan dalam psikoterapi dinamik yang diawali dengan praktek-praktek penyembuhan terhadap pasien
neruroses, yaitu penderita histeria dan neurathenia yang dipelopori oleh Freud, yang dalam konteks konseling
kemudian diadaptasi dalam bentuk psikoterapi singkat (brief psychoterapy) dan konseling psikoanalitik.
2.3.3 Memfasilitasi ( Facilitating )
Memfasilitasi merupakan reaksi terhadap model-model dan praktek autoritarian dalam psikoterapi. Inti dari
perspektif memfasilitasi (disebut juga sebagai pendekatan kekuatan ketika) dipercayai bahwa individu memiliki
kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri. Dalam konteks yang positif ini, helper mengandalkan kepada
sumber-sumber klien tanpa mengangu atau mencampuri terhadap pengalaman-pengalaman klien.
Memfasilitasi lebih bermakna sebagai membolehkan, menyemangati atau mendorong, dan memberdayakan
klien dalam aktivitas-aktivitas yang diprakarsai oleh dirinya sendiri. Penggunaan istilah nondirektif dan berpusat
kepada klien untuk menjelaskan refleksi perspektif memfasilitasi merupakan upaya untuk menolak konotasi
pengarahan langsung oleh terapis dan pasien sebagai orang yang sakit. Sebagai suatu perspektif, memfasilitasi
selalu dicirikan dengan adanya pendekatan yang berpusat kepada klien dari Carl Rogers.
2.3.4 Memodifikasi ( Modifying )
Perspektif memodifikasi sering dikenal dengan modifikasi prilaku, suatu pendekatan yang berkenaan dengan
mengubah organisme yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Pendekatan ini menggambarkan suatu tujuan
umum terhadap beberapa perspektif bantual lain, termasuk beberapa metode perubahan prilaku yang
berdasarkan pada prinsip dan prosedur yang berbeda, seperti :
=> pengkondisian klasik (Wolpe, 1958),
=> pengkondisian operan (Skinner, 1953),
=> belajar sosial (Bandura, 1971),
=> prinsip-prinsip belajar yang luas (broad principles of learning) (Ullman dan Krasner, 1975)
=> pendekatan klinis dari terapi tingkah laku (Lazarus, 1958 )
=> dan beberapa prosedur terapi kognitif (seperti Beck, 1974/1976, Mahoney, 1974, Stone, 1980)
Walaupun dalam perspektif memodifikasi kurang ada definisi yang tegas, namun terdapat kesatuan karakteristik
yaitu menggantungkan kepada suatu metodologi empirik berdasar data yang obyektif dan terukur.
2.3.5 Merestrukturisasi ( Restructuring )
Pemunculan kembali kognisi dalam tepai psikologi selama tahun 1970 dan tahun 1980-an telah mengarahkan
kepada perspektif merestrukturisasi, yang merupakan paduan antara metode behavioral dengan teori kognitif.
Kebangunan kembali kognitif yang mengarahkan kepada reinterpretasi terhadap psikologi eksperimental, telah
memberikan makna baru terhadap makna persepsi, belajar dan motivasi.
Dalam studi psikologi, psikolog perkembangan tertarik lagi dengan Piaget (Piaget, 1970), dan meluaskan minat
mereka dalam perkembangan kodnitif terhadap moral (Kohlberg, 1969), serta kognisi sosial (Shantz, 1975).
Psikolog sosial mulai menggunakan pelaporan subyektif, serta pengaruh atribusi terhadap masalah
kemanusiaan. Psikolog kepribadian, mulai merekonseptualisasikan kepribadian dalam istilah belajar sosial
(Bandura, 1969, Mishel, 1973), menekankan peran central-mediational process terhadap pengalaman manusia.
Dan banyak lagi peneliti yang menekankan pada kognitif, seperti di bidang psikolinguistik (chomsky), tidur dan
mimpi (Dement), pembayangan (Singer, Paivio, Shepart), dan hiposis (Orne, Barber, Hilgard).

2.3.6 Pengembangan ( Develoving )


Salah satu karakteristik yang membedakan psikologi konseling dengan profesi klinis yang lain adalah
kepeduliannya terhadap perkembangan manusia, khususnya berkenaan dengan karir. Sementara itu beberapa
perspektif model bantuan modern lebih menekankan kepada tindakan saat ini dan di sini, tetapi bagaimana
menguji prilaku tersebut berbeda dari satu waktu ke waktu lainnya, maka hal tersebut berkenaan dengan
pandangan tentang perkembangan yang berlangsung sepanjang waktu sebagai hasil interaksi antara faktor
internal (pribadi) dengan faktor eksternal (lingkungan), serta perubahan struktural yang terjadi. Dimana dalam
perspektif perkembangan diasumsikan bahwa individu akan tumbuh efektif melalui interaksi yang sehat antara
pertumbuhan diri dengan lingkungan. Interaksi ini berbeda dalam tipe, kecepatan, dan arah perkembangannya,
tergantung kepada fungsi.
2.3.7 Mempengaruhi ( Influencing )
Proses interaksional seseorang (helper) dalam upaya merubah tindakan, sikap, dan perasaan orang lain (helppe)
dapat diidentifikasi sebagai pengaruh sosial. Pengaruh sosial dalam konseling bukan berarti bahwa konselor
membatasi klien pada prilaku yang tidak muncul sebelumnya, tetapi lebih kepada menawarkan kontrol baru
yang dipandang lebih efektif dalam rangka mengatur prilaku klien yang jelek di masa lalu. Karena itu
pertanyaannya lebih kepada oleh siapa, dengan metode apa, dan apa tujuannya. Pengaruh sosial juga bukan
tidak membatasi pada orientasi khusus, tetapi lebih sebagai kerangka konseptual yang mungkin dapat
diperhitungkan untuk menjamin kefektivan keragaman metode konseling dalam berbagai perspektif teoritik,
dengan fokus kepada penonjolan interkasi manusia yang berkontribusi terhadap pengaruh sosial (bagaimana
merubah) dari pada apa yang dikatakan terapis (apa yang berubah).
2.3.8 Mengkomunikasikan ( Comunicating )
Komunikasi ditunjukkan dengan adanya keterlibatan dalam seluruh perspektif. Dalam konseling dan psikoterapi
tradisional, mengkomunikasikan dipahami sebagai mengklarifikasi, membuat nyata, membantu klien memahami
masalahnya.
Dalam terapi keluarga, komunikasi dipandang dalam konteks yang lebih luas, sebagai hasil analog dan model
baru. Komunikasi bukanlah sesuatu yang linier, dari konselor kepada klien, tetapi sebagai suatu sirkuler, yaitu
diantara beberapa orang yang ada (keluarga dan konselor). Pandangan ini muncul sebagai perubahan dari
kepribadian individu kepada konteks individu, dan dari konteks komunikasi kepada komunikasi tentang
komunikasi (metakomunikasi).
Dengan demikian, perspektif komunikasi muncul dari gerakan terapi keluarga, dan lebih berbeda dengan
pendekatan-pendekatan lain dalam konseling, terutama dalam melihat prilaku, sebagaimana dijelaskan dalam
riset-riset dalam relasi interpersonal dalam kelompok yang berlangsung secara terus menerus, dan sekaligus
merepresentasikan adanya perubahan atau transisi dari psikologi dan psikiatri kepada ilmu pengetahuan sosial.
2.3.9 Mengorganisasikan ( Organizing )
Mengorganisasikan secara metaporik dapat dipersamakan pada biologi, yaitu membuat suatu organ berproses
melalui pemeliharaan dan tindakan dari bagian-bagian dari tubuh itu sendiri. Mengorganisasikan juga
mempunyai konotasi lain, yaitu menyusun, merestrukturisasi, efeisiensi atau befungsinya bagian-bagian yang
berhubungan.
Dalam perspektif tradisional, individualisme dan otonomi adalah kerangka kerja dalam proses konseling, karena
itu dalam membantu klien adalah menguji tindakan, mengambil tangggungjawab, dan merubahnya sehingga
dapat berubah. Namun, dalam masyarakat modern, bantuan memiliki perbedaan ideologi. Dalam pandangan
organik, walaupun peduli dengan fungsi otonomi, tetapi hal tersebut hanya bagian dalam relasi dengan
keseluruhan tubuh, atau dalam hubungan dengan lingkungan. Maksudnya bahwa dalam penyesuaian pribadi,
dunia luar bukan merupakan realitas yang tidak dapat dirubah, tetapi dapat dapat dirubah. Dengan demikian,
konselor dapat membantu seseorang dengan merubah keluarga, kelompok, adan komunitas.
2.4 LANGKAH LANGKAH DALAM PSIKOLOGI KONSELING
1. Menyatakan Kepedulian & Membentuk Kebutuhan akan Bantuan
Menyatakan kepedulian atau keprihatinan dan membentuk hubungan dengan klien sebagai upaya menjalin
kedekatan. Melalui kegiatan ini diharapkan klien berkeinginan untuk dan semangat untuk menyelesaikan
masalahnya. Proses ini juga akan memberikan gambaran tentang tujuan nya mengikuti konseling. Keseriusan
dan kejujuran klien akan nampak, dan memberikan penjelasan serta pengertian agar klein menyadari perlunya
bantuan untuk menyelesaikan masalahnya dank lien mau mengikuti proses konseling.
2. Membentuk Hubungan

Membangun hubungan yang bercirikan kepercayaan, keyakinan, dengan didasari keterbukaandan kejujuran atas
semua pernyataan klien dan Konselor dalam proses konseling.
Pada proses ini diharapkan akan terjadi hubungan ketergantungan pada Konselor, yaitu bagaimana Konselor
dapat dijadikan sebagai pribadi yang dijadikan contoh. Hal ini menyebabkan kepercayaan klien cukup besar
terhadap koselor maka bantuan akan mudah diberikan. Tehnik yang biasa digunakan adalah keterampilan
mendengarkan, dan memantulkan perasaan.
3. Menentukan Tujuan dan Mengeksplorasi Pilihan
Mendiskusikan tujuan kepada klien adalah hal penting yang harus dilakukan. Untuk mencari kejelasan, maksud
dan tujuan konseling, diantaranya:
a. Adanya perubahan pada diri klien secara fisik maupun psikis, tindakan atau perasaan.
b. Terbentuknya perasaan diterima dan dipercaya adanya masalah dalam dirinya.
c. Terciptanya pemahaman dan pengertian klien terhadap masalahnya.
d. Mampu menyelesaikan dan mengatasi masalahnya dan masaah yang akan datang.
4. Menangani Masalah
Pada langkah ini Konselor berusaha untuk dapat menentukan masalah mana yang akan diselesaikan terlebih
dahulu dan mana masalah-masalah yang harus ditinggalkan. Konselor mengarahkan klien pada masalah yang
menjadi prioritas utama.
5. Menumbuhkan Kesadaran
Manumbuhkan kesadaran klien agar klien benar-benar memahami apa yang sedang dialami dan apa yang harus
dikerjakan dalam menyelesaikan masalahnya. Dalam menumbuhkan kesadaran klien Konselor berusaha
mengarahkan klien mencapai apa yang disebut insight atau understanding.
6. Merencanakan Cara Bertindak
Kesulitan selanjutnya adalah mengambil satu tindakan atau keputusan penyelesaian masalah. Biasanya klien
merasa kebingungan dan rasa keraguan, maka Konselor memberikan pilihan dan mengajak klien untuk
merencanakan dan melakukan tindakan dari hasil insight.
7. Menilai Hasil dan Mengakhiri Konseling
Dari setiap langkah perlu diperhatikan sejauh mana tujuan konseling yang telah didapat. Keputusan untuk
mengakhiri konseling adalah usaha bersama antara klien dan Konselor. Walaupun Konselor sebagai penentu
proses konseling tapi bukan berarti mengakhiri konseling sesuka hati menghantikan konseling tanpa persetujuan
klien.
2.5 TAHAPAN KONSELING
2.5.1 Tahapan Awal
Tahap awal merupakan upaya untuk menjalin hubungan baik antara Konselor dengan klien agar klien dapat
terlibat langsung dalam proses konseling. Diharapkan dapat memberikan arahan konseling secara tepat. Dalam
tahap awal ada dua langkah yang harus diperhatikan. Dalam membina hubungan baik antara Konselor dengan
klien, adanya rasa percaya antara keduanya, saling menerima dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.
Klien percaya dan menerima Konselor untuk membantu masalah yang dihadapi, klien mengungkakan
masalahnya dengan terbuka, Konselor menerima bahwa masalah klien bear-benar terjadi dan memberi bantuan
dengan cara menciptakan rapport atau menggunakan teknik konseling lain.
Batasan yang diberikan maksudnya Konselor berusaha mengarahkan masalah yang terjadi pada klien seperti
dari beberapa masalah yang dialami Konselor coba memberikan proiritas pada masalah yang paling penting
untuk diselesaikan.
2.5.2 Tahapan Inti
a. Eksplorasi kondisi klien
Usaha Konselor mengkondisikan keadaan klien dalam konseling, atau berusaha mengadakan perubahan pada
tingkah laku dan perasaan klien.
b. Identifikasi masalah dan penyebabnya
Mengadakan pendataan masalah dan mencari tahu latar belakang terjadinya masalah . Identifikasi alternative
pemecahan adalah Memberikan beberapa pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah diharapkan klien sendiri
yang memilih.
c. Pengujian dan penetapan alternative pemecahan
Meminta klien untuk merealisasikan dari pilihan / keputusan yang diambil.
Evaluasi alternative pemecahan adalah Meninjau kembali pengujian alternative pamecahan masalah serta hasil
pemecahan masalah.

d. Implementasi alternative pemecahan


Menganjurkan untuk mengerjakan dari salah satu pemecahan masalah yang telah berhasil.
2.5.3 Tahap Akhir
Tahap ini memberikan penilaian terhadap keefektifan proses bantuan konseling yang telah dilakukan.
a. Analisis
Analisis adalah tahap pengumpulan data atau informasi tentang diri klien dan lingkunganya, untuk lebih
mengerti terhadap keadaan klien. Mulai dari fisik dan psikis, keluarga, teman sebaya, nilai-nilai yang dianut
serta aktivitas klien dengan data pendukung yang didapat dari berbagai sumber.
b. Sintesis
Sintesis merupakan tahapan untuk merangkum dan mengorganisasikan data hasil tahap analisis, sehingga dapat
memberikan gambaran diri klien yang terdiri dari kelemahan dan kelebihan yang dimiliki, serta kemampuan dan
ketidakmampuannya menyesuaikan diri. Dirumuskan secara spesifik, singkat dan padat juga sebagai diagnosis
awal.
c. Diagnosis
Diagnosis merupakan tahapan untuk menetapkan hakikat masalah yang dihadapi klien beserta sebab-sebabnya
dengan membuat perkiraan atau dugaan, kemungkinan yang akan dihadapi klien berkaitan dengan masalahnya.
Ada beberapa tahapan dalam diagnosis yaitu :
1. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah merupakan upaya menentukan hakikat masalah yang dihadapi oleh klien. Penentuan ini
dapat menggunakan klasifikasi masalah sebagai berikut:
Klasifikasi masalah menurut Bordin
a. Ketergantungan pada orang lain (dependence)
b. Kurang menguasai keterampilan (lack of skill)
c. Konflik diri (self conflict)
d. Kecemasan menentukan pilihan (choice anxiety)
e. Masalah yang tidak dapat diklasifikasikan (no problem)
Klasifikasi masalah menurut Pepinsky
a. Kurang percaya diri (lack of assurance)
b. Kurang informasi (lack of information)
c. Kurang menguasai keterampilan yang diperlukan(lack of skill)
d. Bergantungan pada orang lain (dependence)
e. Konflik diri (self conflict)
Dalam identifikasi masalah kita berusaha memahami apa yang dialami klien dan mencari kesulitan masalah
yang dihadapi klien. Diagnosa mengambil kesimpulan untuk menentukan derita klien atau yang dirasakan klien.
Dengan klasifikasi masalah dalam disgnosis sebagai berikut :
=> Faktor ketidakpercayaan diri
Ketergantungan pada oranglain, ketidaktahuan potensi yang ada, sulit mengambil keputusan, kurang informasi.
=> Faktor depresi atau konflik diri
Kecemasan(anxiety), gangguan pikiran, gangguan perasaan,dan gangguan tingkah laku.
=>Faktor miskomunikasi atau misunderstanding
Kurang informasi, kurang tanggap, kurang peka terhadap lingkungan, atau kurang perhtian, mementingkan diri
sendiri.
2. Penemuan sebab-sebab masalah (etiologi)

Langkah ini merupakan upaya penentuan dari sumber penyebab timbulnya masalah. Yakni diantaranya mencari
hubungan antara masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Dengan melihat hasil identifikasi masalah
dapat timbul dari dalam diri dan luar diri klien. Penyebab yang berasal dari diri klien antara lain; gangguan
kesehatan, kebiasaan-kebiasaan buruk, sikap negatif, kurangnya informasi, kemampuan intelektual yang rendah
dan lain-lain. Penyebab yang berasal dari luar diri klien antara lain; sikap orang tua/guru yang tidak menunjang
perkembangan klien, lingkungan rumah/sekolah yang tidak sesuai dengan karakteristik klen, dan dukungan
sosial ekonomi yang kurang menunjang, serta masyarakat yang tidak kondusif.
3. Prognosis
Langkah ini merupakan usaha memprediksi apa yang akan terjadi pada diri klien pada kemudian hari dengan
memperhatikan masalah yang dialami klien. Dengan memberikan informasi berkaitan dengan prediksi yang
dilakukan pada proses diagnosis klien dapat melakukan tindakan sebagai usaha penyelesaian masalahnya.
4. Konseling / treatment (perlakuan)
Konseling merupakan proses tatap muka antara klien dengan konselor sebagai usaha pemberian bantuan yang
dilakukan secara komunikasi verbal. Dengan tujuan agar klien memiliki kepercayaan dan dapat melakukan
penyesuaian dirin dengan optimal terhadap lingkungan kehidupannya.
Bentuk bantuannya dalam bentuk sebagai berikut :
1. Identifikasi alternatif masalah
Usaha membuta beberapa pilihan pemecahan masalah berdasarkan hasil diagnosis dan sintesis baik untuk
masalah yang berasal dari dalam diriklien atau masalah yang ber asal dari luar diri klien.
2. Pengujian dan pemilihan alternatif pemecahan masalah
Merupakan tindakan yang kan memperjelas altenatif mana yang akan dilakukan sebagai pemecahan
masalah.Melaksanakan pemecahan masalah terpilih. Setelah pemecahan masalah dipilih maka konselor
membantu klien dan menetapkan kapan akan direlisasikan. Pemecahan masalah tentu akan melibatkan klien,
konselor dan pihak terkait lain. Tujuan konselor memberikan tugas ini adalah:
=> Mengadakan perubahan pada lingkungan klien yang tidak menunjang perkembangannya.
=> Mengubah sikap negatif klien baik terhadap dirinya dan lingkungannya sehingga klien tidak mengalami
masalah.
=> Membantu klien menemukan lingkungan yang sesuai dengan dirinya.
=> Membantu klien memperoleh keterampilan dan persyaratan yang diperlukan sehinggan masalah dapat
diatasi.
=> Membantu klien menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapi.
3. Tindak lanjut (follow up)
Tindak lanjut berguna untuk melihat sejauh mana keberhasilan pemberian bantuan melalui proses konseling
yang telah berlangsung. Juga sebagai upaya pemeliharaan yang dikembangkan oleh klien untuk mampu
mengatasi masalahnya.
2.6 ALIRAN ALIRAN PSIKOLOGI KONSELING
2.6.1 Psikologi Behaviorisme
Aliran ini dimulai dari Pavlov pada akhir abad ke-19 dan mencapai puncaknya pada ribuan eksperimen dengan
tikus yang dilakukan diAmerika pada tahun 1940-an dan 1950-an, psikolog hanya mempelejari perilaku yang
tampak dan dapat diukur.karena psikologi menurut aliran ini adalah sains; dan sains hanya berhubungan dengan
apa saja yang dapat diamati. Jiwa, jika dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak bias diamati,berada
diluar wilayah psikologi.
Psikosis bukan gangguan kejiwaan, melainkan perilaku yang menyimpang (maladaptive behavior) akibat dari
pelaziman (conditioning) yang terus menerus. Seperti kita ketahui, pelaziman itu lahir dari eksperimen anjing
Pavlov. di depan anjing eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tidak mengeluarkan air
liurnya. kini daging disimpan di hadapannya. Anjing itu mengeluarkan air liur. Selanjutnya, setiap kali lampu
dinyalakan dan daging segar dihidangkan. Dan setelah beberapa kali percobaan, setiap kali lampu dinyalakan,
anjing itu mengeluarkan air liur walaupun tidak ada daging dihadapannya. Air liur anjing suidah menjadi
condisioned response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.pada suatu hari, perilaku anjing pun
dapat berubah. Anjing yang semula sangat penurut dan patuh menjadi pemberang dan galak. Ia mencabik-cabik

alat-alat eksperimen dengan gigi-giginya. Ketika dibawa ke ruang eksperimen, anjing itu menyalak keras dan
siap menyerang. Nenurut Pavlov,anjing itu menderita neurosis eksperimen.
Manusia akan menderita penyakit yang sama bila dia berhadapan dengan situasi stress yang tidak dapat diatasi.
Perilaku maladaptif didefinisikan sebagai akibat proses belajar yang keliru atau stress yang berlebihan. Kaum
behavioris sangat mengagungkan proses belejar asosiatif atau proses belejar stimulus-respon sebagai penjelasan
terpenting tentang tingkah laku manusia.
Kata Watson; kepribadian merupakan himpunan aneka tindakan yang dapat diungkap lewat pengamatan yang
sungguh-sungguh terhadap tingkah laku dalam waktu yang cukup lama agar diperoleh informasi yang dapat
diandalkan.
Tahun-tahun awal kehidupan seseorang merupakan tahun-tahun yang penting. Dan ini disepakati oleh semua
aliran psikologi. Dari situ muncul imbauan agar para orang tua bersikap serba membolehkan tidak menuntut
terhadap anak-anak Selam awal kehidupan mereka.karena bentuk frustasi dimasa anak-anak dapat melahirkan
kecenderungan kearah neurosis di masa dewasa.etika, moral dan nilai-ilai hanyalah hasil proses belajar asosiatif,
satu-satuny ukuran kebenaran adalah kelangsungan hidup peradapan.
2.6.2 Psikoanalisis
Psikoanalisis disebut juga dept psychology, mencari sebab-sebab perilaku manusia pada dinamika jauh dalam
dirinya pada alam tak sadarnya. Sigmund freud adalah bapak madzhab ini. Dia adalah seorang neorolog. Salah
satu penyakit yang banyak terjadi adalah hysteria. Freuud menghipnotis peasiennya untuk menghilangkan
gejala-gejala histerianya. Menurut Frued, semua perilaku manusia, baik yang tampak maupun yang tersembunyi
disebabkan oleh peristiwa sebelumnya.
Ada peristiwa mental yang kita sadari dan ada yang tidak kita sadari, tetapi gampang kita akses (preconscious),
dan ada yang sulit kita bawa ke alam sadar (unconscious). Dialam tak sadar inilah tinggal dua struktur mental,
yang merupakan bagian dari gunung es kepribadian kita.
Id, reservoir psikis, yang hanya memikirkan kesenangan dan super ego, reservoir kaidah moral dan nilai-nilai
social yang diserap individu dari lingkungannya. Di puncak gunung es ada ego yang berfungsi sebagai
pengawas reallitas. Apa yang kita lakukan sekarang adalah hasil dari interaksi. Sebetulnya di antara ketiga
struktur mental itu. Pada masa kanak-kanak kita dikendalikan sepenuhnya oleh id. Pada tahap ini berlaku proses
yang disebut Freud sebagai primary process thinking, berfikir proses pertama. Anak tidak mapu membedakan
antara yang real dan tidak real, serta tiak mapu menekan impuls. Dia ingin memenuhi keinginannya waktu itu
juga, tidak bias menangguhkannya sampai nanti,tetapi dia berusaha mencari penggantinya.
Pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, ego sudah berkembang. Mereka mengikuti berfikir proses
kedua, secondary process thinking. Dia sudah belajar menangguhkan pemuasan keinginannya untuk sesuatu
yang lebih bagus. Jika pola pikir anak-anak meguasai seorang dewasa, terjadilah perilaku abnormal.
2.6.3 Psikologi Humanistis
Psikologi humanistis muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan
psikoanalisis. Keduanya dianggap telah mereduksi manusia sebagai mesin atau mahkluk yang rendah.
Psikoanalisis berkutat pada insting-insting hewani dan memahami manusia dari perilaku pasien. Abraham
Maslow adalah salah satu perintis angkatan ini, berkata, Dengan sedikit menyederhanakan, kita dapat
menyatakan bahwa Freud seakan-akan memasok kita dengan separuh psikologi yang sakit, dan sekarang kita
harus mengisinya dengan separuh lainnya yang sehat.Victor Frank menentang Freud ketika dia menganggap
dimensi sipiritual manusia sebagai sublimasi dari ina\sting hewani.
Penyebab berbedanya aliran-aliran dalam psikologi
Berbeda sudut pandang (perspektif) yaitu tentang :
# Filsafat manusia
# Latar belakang keilmuan
# Budaya (culture)
# Metode
# Fokus

6.

TEORI PSIKOLOGI DALAM KONSELING

Berikut teori-teori psikologi dalam konseling yaitu teori Psikoanalisis, teori Behavioristik, dan
teori Humanistik.
1.

Teori Psikoanalisi
Psikologi Freudian atau lebih dikenal dengan Psikoanalisis diperkenalkan oleh Sigismund (Sigmund)

Schlomo Freud (1856-1939). Freud merupakan tokoh paling berpengaruh terhadap perkembangan psikologi
ilmiah.
Istilah psikoanalisis mempunyai tiga arti penting yaitu (a) teori tentang kepribadian dan
psikopatologi, (b) metode terapi untuk gangguan kepribadian, dan (c) teknik untuk menginvestigasi pemikiran
dan perasaan individu yang tidak disadari (Ziegler & Hjelle, 1994:86).
1.

Pandangan tentang manusia

Freud memandang manusia secara deterministik. Hal ini mengartikan bahwa manusia sangat ditentukan
(disetir) oleh tekanan-tekanan irasional, motivasi yang tidak disadari, dorongan biologis, dorongan naluri serta
kejadian psikoseksual pada usia enam tahun pertama dalam kehidupan (Corey, 1986:12).
Dalam teori Freud, jiwa manusia diibaratkan seperti gunung es (iceberg) yang mengambang di lautan luas.
Hal ini tampak (yang mengambang) merupakan kesadaran manusia, sedangkan yang terbenam di bawah laut
adalah ketidaksadaran manusia. Perumpamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap manusia hanya mengerti
sedikit tentang kesadarannya, sedangkan hal yang tidak disadarinya jauh lebih besar.
Teori freud menunjukkan suatu system kepribadian manusia yang terdiri dari id, ego, dan super ego.
Kinerja system ini tidak dapat dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Mereka selaras dalam
diri manusia yang disebut proses.
2.

Manusia Sehat / Tidak Sehat

1.

Manusia sehat

Freud menyatakan bahwa pribadi orang sehat adalah mereka yang dapat mengadakan integrasi antara id dan
ego. Dalam hal ini fungsi ego dapat berjalan sebagaimana mestinya dan tidak dikuasai oleh id.
2.

Manusia tidak sehat

Orang yang tidak sehat adalah mereka yang mempunyai mekanisme pertahanan diri (defence mechanism). Perlu
diketahui bahwa mekanisme pertahanan diri yang dimiliki oleh manusia merupakan sesuatu yang tidak disadari
dan merupakan rasa bersalah atau penghukuman diri (Arlow & Brenner dalam Hansen, 2000). Adapun jenis
pertahanan diri antara lain adalah sebagai berikut:

Formasi reaksi

Merupakan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar. Jika perasaan yang ada dapat
menimbulkan suatu ancaman, maka individu akan menampakkan perilaku yang berlawanan untuk menyangkal
perasaan yang bisa menimbulkan ancaman tersebut.

Identifikasi

Individu bertindak atau menanggapi suatu sirkumtansi yang diprakirakan atau dianggap seakan-akan sama
dengan yang pernah dialaminya, atau seseorang menyamakan dirinya dengan orang lain, kelompok lain atau
nilai-nilai tertentu. Identifikasi ini sering muncul pada orang-orang yang memiliki kelemahan dalam konsep diri

atau mereka yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan kelompok tertentu atau disebabkan oleh kesulitan
mereka dalam menerima diri sendiri (George & Cristiani, 1990:43).
Sebagai contoh, seseorang tidak bisa menerima dirinya bahwa dia tidak dapat bermain bola dengan baik, maka
dia akan mengatakan bahwa dia adalah anggota dari suatu klub sepak bola terkenal. Pernyataan tersebut
sebenarnya adalah untuk menyatakan statusnya.

Introjeksi

Seorang individu menempatkan keinginan-keinginannya terhadap obyek atau individu, seakan-akan benda atau
individu tersebut adalah miliknya tanpa memperhatikan apakah benda atau individu tersebut ada atau tidak.

Kompensasi

Seorang individu melakukan suatu tindakan tertentu (biasanya negative) karena apa yang dia inginkan tidak bisa
didapatkannya. Sebagai contoh, seorang anak yang tidak pernah mendapatkan perhatian positif dari gurunya,
maka dia akan mengembangkan suatu perilaku yang negative.

Penyangkalan

Perlawanan terhadap kecemasan dengan cara menutup mata terhadap kejadian yang ada. Misalnya, seorang
individu takut terhadap kematian orang tuanya, maka dia menyangkal bahwa orang tuanya telah mati.
Penyangkalan ini muncul karena individu tidak bisa menerima kenyataan yang ada.
Hjelle dan Ziegler (1994:107) menyatakan bahwa salah satu ungkapan yang dinyatakan oleh orang-orang ini
adalah ini tidak dapat terjadi pada diri saya. Mekanisme pertahanan diri ini dapat ditemui pada anak-anak dan
orang dewasa yang tidak matang.

Proyeksi

Mengalihkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain atau lingkungan (Hjelle &
Ziegler, 1994:104), dengan demikian, seorang individu dapat menjelekkan atau mengutuk orang lain karena dia
yang melakukan tindak kejahatan tertentu.
Sebagai contoh, siswa SMA gagal dalam ujian akhir. Maka dia akan mengatakan bahwa soal-soal ujian yang
diberikan sudah bocor atau panitia ujian tidak fair.

Rasionalisasi

Individu membuat alasan-alasan yang menurutnya dapat diterima oleh akal sehat. Dia membuat suatu
pemalsuan diri, sehingga kenyataan sebenarnya yang pahit tidak terlalu menyakitkan egonya.
Sebagai contoh, siswa yang gagal masuk ujian menjadi akuntan, maka selanjutnya dia akan menyatakan dirinya
bahwa dia tidak akan menjadi akuntan.

Represi

Suatu tindakan pencegahan terhadap pemikiran atau perasaan yang tidak menyenangkan. Perasaan atau
pemikiran yang tidak menyenangkan ini ditekan (repressed) ke dalam alam bawah sadar. Freud (dalam Hjelle
dan Ziegler, 1994:104) sering menyebutnya dengan motivated forgetting.

Regresi

Merupakan salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri dimana seseorang yang mengalami kecemasan atau
ketakutan (id terancam) akan memunculkan perilaku-perilaku yang lazim dilakukan anak kecil seperti menangis,
merusak barang, berbicara seperti anak kecil, memberontak, melawan kekuasaan, ngebut dan mengendarai
kendaraan secara serampangan (Hjelle & Ziegler Hjelle & Ziegler, 1994:106).

10

3.

Tujuan Konseling

Tujuan konseling terapi psikoanalisis adalah mengembalikan fungsi ego agar dapat lebih kuat (Cottone,
1992:104) atau membuat hal-hal yang tidak disadari oleh klien menjadi hal yang disadari sepenuhnya. Proses
terapeutik difokuskan pada pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lalu direkonstruksi
kembali, dianalisis dan ditafsirkan.
Dengan demikian klien diajak untuk bisa menyadari apa yang telah dilakukan dulu dan merasakannya,
dengan kata lain, perasaan dan ingatan yang berkaitan dengan pemahaman diri menajdi hal yang lebih penting.
4.

Teknik Konseling

Beberapa teknik yang digunakan dalam terapi psikoanalisis adalah sebagai berikut:
1.

Penafsiran

Penafsiran merupakan suatu prosedur dasar yang dipergunakan untuk mengadakan analisis terhadap teknik
asosiasi bebas, mimpi-mimpi, hambatan-hambatan dan tranferensi. Dalam penafsiran ini, terapis mencoba untuk
menerangkan tentang suatu kejadian atau tingkah laku yang diwujudkan ke dalam mimpi, hambatan-hambatan
dan yang ditujukan kepada terapis itu sendiri (transferensi).
2.

Analisis mimpi

Teknik ini dilaksanakan dengan cara membuat klien tidur dan bermimpi. Teknik ini merupakan suatu prosedur
yang penting untuk menyingkap hal-hal yang berada di alam bawah sadar klien. Selama proses tidur, pertahanan
diri klien biasanya mulai lemah dan perasaan-perasaan yang telah lama ditekan akan dapat muncul dengan
sendirinya. Hal ini dikarenakan Freud meyakini bahwa mimpi merupakan refleksi konflik dari tekanan-tekanan
dalam kepribadian manusia (Corey, dalam Koswara, 1988; Cottone, 1992).
3.

Asosiasi bebas

Teknik asosiasi bebas dilakukan karena ada alasan bahwa seringkali terjadi kegagalan pada saat terapis berusaha
untuk menghipnotis klien. Teknik ini merupakan teknik utama dalam pendekatan psikoanalisis. Dalam proses
ini, pertama kali yang dilakukan oleh terapis adalah meminta klien untuk rileks atau duduk di kursi. Klien
diminta untuk mengkosongkan pikirannya dari kegiatan sehari-hari. Kemudian klien diminta untuk
mengungkapkan apa saja yang lewat di benaknya pada saat itu juga. Apapun yang direspons dalam pikirannya
itu harus dikatakan, walaupun apa yang dikatakannya itu menyakitkan tidak logis, remeh dan lain sebagainya
(Hjelle & Ziegler, 1994).
Melalui asosiasi bebas, klien dapat memanggil pengalaman-pengalaman masa lalu dan bisa melepaskan emosi
yang berkaitan dengan situasi traumatik. Dengan demikian, asosiasi bebas dapat menjadi katarsis bagi klien,
walau katarsis ini bersifat sementara, tetapi jika klien merasa nyaman maka secara tidak langsung akan
mempermudah jalannya terapi.

11

Anda mungkin juga menyukai