Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kesehatan Reproduksi

yang berjudul “Penyakit Radang Panggul” (Pelvic Inflammatory Disease) dengan

baik tanpa hambatan.Dengan selesainya makalah ini disusun, kami mengucapkan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang Terhormat Dosen Pembimbing

kami serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah

ini.Walaupun makalah ini telah selesai,namun karena keterbatasan kemampuan

dan literatur yang kami miliki,sehingga makalah ini jauh dari sempurna,sehingga

besar harapan kami untuk menerima saran dan kritik yang bersifat konstruktif.

Kami mengucapkan selamat membaca semoga makalah ini ada manfaatnya bagi

pembaca pada umumnya dan ilmu pengetahuan khususnya.

Makassar,  Maret 2020

Kelompok 13
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR            

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang

1.2.   Rumusan

Masalah                                                                                                     1

1.3.   Tujuan Pembelajaran                                                                                     1

BAB II

PEMBAHASAN                                                                                                      2

2.1.   Pengertian                                                                                                           

      2

2.2.   Klasifikasi                                                                                                          

       2

2.3.   Tanda dan

Gejala                                                                                                      6

2.4.   Pemeriksaan Yang Di

Lakukan                                                                                7
2.5.   Pengobatan                                                                                                         

      7

BAB III

PENUTUP                                                                                                               1

3.1.   Kesimpulan                                                                                                        

       10

3.2.   Saran                                                                                                                   

      10

DAFTAR

PUSTAKA                                                                                                                  

      11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah istilah klinis umum untuk infeksi

traktus genital atas. Terdapat sekitar 1 juta kasus PID di Amerika Serikat setiap

tahunnya. Prevalensi ini meningkat pada negara berkembang dengan masyarakat


sosioekonomik rendah.

Lebih dari seperempat pasien PID membutuhkan rawatan di rumah sakit.

Resiko meningkat pada daerah dengan prevalensi penyakit menular seksual tinggi

akibat dari aktivitas seksual bebas dan berganti pasangan. Negara berkembang

seperti Indonesia memiliki segala resiko yang menyebabkan rentannya terjadi PID

pada wanita Indonesia.Untuk itu, diperlukan pencegahan dan penatalaksanaan

yang tepat untuk mengurangi prevalensi PID. Karenanya, dibutuhkan pengetahuan

tentang PID agar dapat dicegah, didiagnosa dini, dan ditatalaksana dengan cepat

dan segera.

1.2. Rumusan Masalah

 Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:

1.      Apa pengertian pelvic inflammatory disease (PID)?

2.      Apa saja klasifikasi pelvic inflammatory disease (PID)?

3.      Apa saja tanda dan gejala pelvic inflammatory disease (PID)?

4.      Apa pemeriksaan yang di lakukan pada pelvic inflammatory disease (PID)?

5.      Apa pengobatan untuk pelvic inflammatory disease (PID)?

1.3. Tujuan Pembelajaran
 Adapun tujuan penulisan yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:

1.      Mengetahui pengertian pelvic inflammatory disease (PID)?

2.      Mengetahui apa saja klasifikasi pelvic inflammatory disease (PID)?

3.      Mengetahui apa saja tanda dan gejala pelvic inflammatory disease (PID)?

4.      Mengetahui apa pemeriksaan yang di lakukan pada pelvic inflammatory

disease (PID)?

5.      Mengetahui apa pengobatan untuk pelvic inflammatory disease (PID


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pelvic Inflamatory Disease 

Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah

infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium,

tubafalopii, ovarium, miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID

adalah infeksi yang paling peting dan merupakan komplikasi infeksi menular

seksual yang paling biasa (Sarwono,2011; h.227)

Pelvic Inflamatory Disease adalah suatu kumpulan radang pada saluran

genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang

endometrium, tuba fallopi, ovarium maupun miometrium secara

perkontinuitatum maupun secara hematogen ataupun sebagai akibat hubungan

seksual. (Yani,2009;h.45)

Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi

dari uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan

dengan pembedahan dan kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan

inflamasi alat kandungan tinggi termasuk kombinasi endometritis,

salphingitis, abses tuba ovarian dan peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai

morbiditas yang tinggi. Batas antara infeksi rendah dan tinggi ialah ostium

uteri internum (Marmi, 2013; h.198)


B. Klasifikasi

Menurut Yani (2009;h.45-50) bentuk-bentuk PID:

1. Endometritis

Endometritis adalah suatu peradangan pada endometrium yang biasanya

disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis paling sering

ditemukan terutama:

a. Setelah seksio sesarea

b. Partus lama atau pecah ketuban yang lama

Diagnosa banding endometritis meliputi infeksi traktus urinarius, infeksi

pernafasan, septicemia, tromboflebitis pelvis, dan abses pelvis.

Penatalaksanaan pada endometritis:

a. pemberian antibotika dan drainase yang memadai

b. Pemberian cairan intra vena dan elektrolit

c. Penggantian darah

d. Tirah baring dan analgesia

e. Tindakan bedah

Menurut Yani (2010;h.46-47) endometritis dibagi 2:

a. Endometritis akut

Pada endometritis akut endometrium mengalami endema dan hiperemi

terutama terjadi pada post partum dan post abortus.

1) Penyebab:

 Infeksi gonorhoe dan infeksi pada abortus dan partus


 Tindakan yang dilakukan di dalam uterus seperti pemasangan

IUD, kuretase

2) Gejala-gejala :

 Demam

 Lochia berbau

 Lochia lama berdarah bahkan metrorhagia

 Tidak menimbulkan nyeri jika radang tidak menjalar ke

parametrium atau perimetrium

3) Penatalaksanaan :

Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah

berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar. Adapun

pengobatannya adalah:

 Uterotonik

 Istirahat, letak fowler

 Antibiotik

b. Endometritis kronika

Endometritis tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan microscopic

ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit

1) Gejala-gejala klinis endometritis kronika :

 Leukorea

 Kelainan haid seperti menorhagie dan metrorhagie.


2) Pengobatannya tergantung pada penyebabnya, endometritis

kronika ditemukan

 Pada tuberculosis

 Pada sisa-sisa abortus atau partus yang tertinggal

 Terdapat corpus alineum di cavum uteri

 Pada polip uterus dengan infeksi

 Pada tumor ganas uterus

 Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvic

2. Myometritis

Biasanya tidak berdiri sendiri tetapi lanjutan dari endrometritis, maka

gejala-gejala dan terapinya sama dengan endrometritis. Diagnosa hanya

dapat dibuat secara patologi anatomis.

3. Parametritis (celulit pelvica)

Parametritis yaitu radang dari jaringan longgar didalam ligament latum.

Radang ini biasanya unilateral. Diagnose banding adnexitis lebih tinggi

dan tidak sampai kedinding panggul biasanya bilateral.

Etiologi parametritis dapat terjadi:

a. Dari endometritis dengan 3 cara

1) Percontinuitatum: endometritis, metritis, paraetritis

2) Lymphogen

3) Haematogen: phlebitis, periphelbitis, parametritis.

b. Dari robekan servik

Perforasi uterus oleh alat-alat (sonde, kuret, IUD).


Gejala:

1) Suhu tinggi dengan demam menggigil

2) Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti

muntah, derense dll. Terapi antibiotic.

4. Salpingitis akut

Diagnose banding kehamilan ektopik, tidak ada demam, KED tidak

tinggi, dan leokosite tidak seberapa. Jika tes kehamilan positif, maka

adneksitis dapat dikesampingkan, tetapi jika negative keduanya mungkin.

Appendicitis tempat nyeri tekan lebih tinggi (Mc burney). Salpingitis

menjalar ke ovarium hingga terjadi oophoritis. Salpingitis dan oophoritis

diberi nama adnexitis.

Etiologi paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh

staphylococcus, streptococcus dan bactery tbc.

a. Infeksi dapat terjadi sebagai berikut:

1) Naik dari kavum uteri

2) Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari appendiks yang

meradang

3) Haematogen terutama salpingitis tuberculosa. Salpingitis biasanya

bilateral.

b. Gejala:

1) Demam tinggi dengan menggigil

2) Nyeri perut kanan kiri bawah, terutama jika ditekan

3) Defense kanan dan kiri atas ligament pourpart


4) Mual dan muntah ada gejala abdomen akut karena terjadi

rangsangan peritoneum

5) Terkadang ada tendensi pada anus karena proses dekat pada rectum

dan sigmoid

6) Pada periksa dalam, nyeri jika portio digoyangkan, nyeri kiri dan

kanan dari uterus terkadang ada penebalan dari tuba.

5. Pelvioperitonitis (Perimetritis)

Biasanya terjadi sebagai lanjutan dari salpingoophoritis. Kadang – kadang

terjadi dari endometritis.

a. Etiologi :

1) GO

2) Sepsis ( Post partum dan post abortus )

3) Dari appendicitis.

Pelvioperitonitis dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan dari alat-alat

dalam rongga panggul dengan akibat perasaan nyeri atau ileus.

Dapat dibedakan menjadi 2 bentuk:

a. Bentuk yang menimbulkan perlekatan-perlekatan tanpa pembuatan

nanah.

b. Bentuk dengan pembentukan nanah yang menimbulkan douglas abses.

1)      Pelvioperitonitis akut

Gejala : Nyeri diperut bagian bawah.

Diagnosa :
Pada periksa dalam teraba infiltrat dalam cavum douglasi, tapi kadang-kadang

hanya ada penebalan lipatan cavum douglasi yang teraba sebagai piggir yang

keras. Sebagai akibat pelveoperitonitis dapat terjadi douglas abces. Douglas abcas

ini dapat pecah ke dalam rectum atau ke dalam fornix posterior vaginae.

Douglas abses dapat terjadi karena :

a)      Nanah yang keluar dari salpingitis purulenta.

b)      Pyosalping yang pecah.

c)      Haematocele retrouterina yang terinfeksi.

d)     Abses ovarium yang pecah.

e)      Dari abses appendiculer.

f)       Pelveoperitonitis purulenta.

g)      Perforasi usus pada typus abdominalis ( terutama dinegara yang sedang

berkembang).

Gejala :

a)      Demam intermitens, pasien menggigil.

b)      Tanesmi ad anum.

   Diagnosa :

a)      Pada periksa dalam teraba masa yang kenyal yang berfluktuasi dalam cavum

douglasi dan nyeri tekan.


b)      KED tinggi dan gambaran darah toksis.

   Diagnosa banding :

a)      Haematocele retroutenia : terjadi lambat laun dan setelah beberapa lama

menjadi keras.

b)      Tumor tumor retrouterin: biasanya batas batasanya jelas, kadang kadang

dapat digerakkan.

c)      Abses dalam parametrium: terletak dalam ligamen sakro uterinum

   Terapi :

a)      Antibiotik bordspecrtum

b)      Istirahat dalam letak flower

c)      Opiat untuk mengurangi rasa nyeri

d)     Infus untuk mempertahankan galance elektrolit

e)      Dekompresi dengan Abott  Miller Tube

f)       Pada douglas abses dilakukan kolpotomia posterior , kalau setelah

kolpotomi  tidak segera ada perbaikan harus dicari sebab-sebab ekstra genital,

misal perforasi usus karena typus abdominalis.

2.3. Tanda dan Gejala

Tanda :
·         Nyeri abdominal bawah, biasanya bilateral

·         Pengeluaran secret mukopurulen dan terdapat servisitis menggunakan

spekulum

·         Nyeri pergerakan pada Serviks dan nyeri adneksa pada pemeriksaan vagina

bimanual

·         Demam lebih dari 38oC tapi terkadang juga apreksia

Gejala :

1.      Tegang nyeri abdomen bagian bawah

2.      Tegang nyeri adneksa unilateral dan bilateral

3.      Tegang nyeri pada pergerakan servik

4.      Temperatur di atas 38 o C

5.      Pengeluaran cairan servik atau vagina abnormal

6.      Peningkatan C reaktif protein    

7.      Pada pemeriksaan lendir servik dijumpai clamidia trachomatis

atau neisseria    gonorhoe

8.      Laju endap darah meningkat

2.4. Pemeriksaan Yang Di lakukan


Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan:

1.      Tes kehamilan: Pemeriksaan serum kehamilan untuk menyingkirkan KET

2.      Swabs serviks untuk mengetahui penyebab: (+) untuk Klamidia dan

Gonorea, hasil (-) masih bisa menunjukkan PID akibat penyebab alin

3.      Meningkat nya laju endap darah dan C-protein: menunjukkan adanya infeksi

4.      Biopsy endometrium

Pemeriksaan USG per vaginam dan per pelvis: untuk menyingkirkan KET usia >

6 minggu

Kuldosintesis: untuk mengetahui bahwa perdarahan yang terjadi diakibatkan oleh

hemoperitoneum (berasal dari KET yang rupture atau kista hemoragik) yang dapat

menyebabkan sepsis pelvis (salpingitis, abses pelvis rupture, atau apendiks yang

ruptur)

5.      Laparoskopi : Untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi. Pemeriksaan

ini invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan rutin. Untuk mendiagnosis

penyakit infeksi pelvis, bila antibiotik yang diberikan selama 48 jam tak member

respon, maka dapat digunakan sebagai tindakan operatif

Urinalisis dan kultur urin untuk meng-ekslusi infeksi saluran

Catatan:
·       Tak ada satu pun pemeriksaan yang sensitive atau pun spesifik untuk

menegakkan diagnosis penyakit infeksi pelvis ini

·       Bila pasien dicurigai menderita PID maka temui dokter secepatnya untuk

mencegah terjadinya infertilitas

2.5.  Pengobatan

Terapi PID harus ditunjukan untuk mencegah kerusakan tuba yang menyebabkan

infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik. Banyak pasien

yang berhasil diterapi dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan dini harus menjadi

pendekatan terapeutik permulan. Pemilihan antibiotika harus ditunjukan pada

organisme etiologic utama ( N. gonorrhea atau C. trahomatis) tetapi juga harus

mengarah pada sifat polimikrobial PID.

Untuk pasien denagn PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral

mempunyai daya guna yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi

parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24

jam setelah ada perbaikan klinis.

1.      Terapi Parenteral

a.       Rekomendasi terapi parenteral A

1)      Sefotetan 2  g intravena setiap 12 jam atau

2)      Sefoksitin 2 g intravena setiap 6 jam ditambah

3)      Doksisiklin 100 mg oral atau parental setiap 12 jam


b.      Rekomendasi terapi parenteral B

1)      Klindamisin 900 mg  setiap 8 jam ditambah

2)      Gentamisin dosis muatan intravena atau intramuskuler  (2 mg/kg berat

badan) diikuti dengan dosis pemeliharaan (1,5 mg/kg berat badan) setiap 8 jam.

Dapat digantikan dengan dosis tunggal harian.

c.       Terapi parenteral alternatif

Tiga terapi alternatif telah dicoba dan mereka mempunyai cakupan spektrum yang

luas.

1)      Levofloksasin 500 mg intravena 1x sehari dengan atau tanpa metronidazol

500 mg intravena setiap 8 jam atau.

2)      Ofloksasin 400 mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazol

500 mg intravena setiap 8 jam.

3)      Ampisilin/sulbaktam 3 g intravena setiap 6 jam ditambah doksisiklin 100

mg oral atau intravena setiap 12 jam.

2.      Terapi Oral

  Terapi oral dapat dipertimbangkan umtuk penderita PID ringan atau sedang

karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang mendapat

terapi oral dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus dire-evaluasi

untuk memastikan diagnosanya dan diberikan terapi parenteral baik dengan rawat

jalan maupun inap.


a.       Rekomendasi terapi A

1)      Levofloksasin 500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau doksisiklin

400 mg 2x sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa

2)      Metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari.

b.      Rekomendasi terapi B

1)      Seftriaxon 250 mg intramuskuler dosis tunggal ditambah doksisiklin oral 2x

sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari

selama 14 hari, atau

2)      Sefoksitin 2 g intramuskuler dosis tunggal dan probenesid

ditambah  doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa

metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari, atau

3)      Sefalosporin generasi ketiga (misal seftizoksin atau sefotaksim) ditambah

doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg

oral 2x sehari selama 14 hari.

(Sarwono.2011;h.230)

PID tanpa komplikasi bisa di obati dengan antibiotik dan penderita tidak perlu di

rawat. Jika terjadi komplikasi atau penyebaran infeksi, maka penderita harus

dirawat di rumah sakit.Antibiotik diberikan secara intravena lalu diberika peroral.

Jika tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik,mungkin perlu dilakukan

pembedahan. Pasangan seksual penderita sebaiknya juga menjalani pengobatan


secara bersamaan dan selama menjalani pengobatan jika melakukan hubungan

seksual,pasangan penderita sebaiknya menggunakan kondom

BAB III

PENUTUP

3.1.         Kesimpulan

Pelvic inflammatory disease (PID) adalah penyakit infeksi dan inflamasi pada

traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur

penunjang pelvis. PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab

penyakit menular seksual seperti N. Gonorrhea dan  C. Trachomatis. PID

disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke traktus genital

atas dari vagina dan seviks. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas

penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis dan

pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh. Secara tradisional,

diagnose PID didasarkan pada trias tanda dan gejala yaitu, nyeri pelvic, nyeri pada

gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa, dan adanya demam. Laparoskopi adalah

standar baku untuk diagnosis defenitif PID. Terapi dimulai dengan terapi

antibiotik empiris spectrum luas. Penanganan juga termasuk penanganan

simptomatik seperti antiemetic, analgesia, antipiretik, dan terapi cairan. Pasien

yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi harus dievaluasi

ulang bila mungkin dengan laparoskopi dan intervensi pembedahan. Prognosis

pada umunya baik jika didiagnosa dan diterapi segera. Prognosis pada umunya

baik jika didiagnosa dan diterapi segera.


3.2.  Saran

Untuk menghindari Penyakit Radng Panggul yang sering dialami oleh

kebanyakan wanita sebaiknya dimulai terlebih dahulu dari hal yang paling mudah

yaitu menjaga diri termasuk merawat pada daerah yang rawan mikroba termasuk

di daerah genetalia bagian dalam vagina,agar terhindar dari bakteri yang dapat

menyebabkan rasa nyeri,serta harus setia pada satu pasangan saja.Dan mulailah

menjaga anggota tubuh kita agar terhindar dari penyakit

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2009. Memahani Kesehatan Reproduksi

Wanita. EGC: Jakarta

Marmi. 2013. Kesehatan Reproduksi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta

Widyastuti,Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya: Yogyakarta    

http://modulkesehatan.blogspot.co.id/2013/05/makalah-pelvic-inflammatory-

disease-pid.html di akses tanggal 28 september 2015

Anda mungkin juga menyukai