Anda di halaman 1dari 29

Gambaran Kepribadian Menurut Erik H Erikson

Perkembangan kepribadian Menurut Erikson

Menurut Erikson, perkembangan manusia melewati suatu proses dialektik yang harus dilalui dan
hasil dari proses dialektik ini adalah salah satu dari kekuatan dasar manusia yaitu harapan,
kemauan, hasrat, kompetensi, cinta, perhatian, kesetiaan dan kebijaksanaan. Perjuangan di antara
dua kutub ini meliputi proses di dalam diri individu (psikologis) dan proses di luar diri individu
(sosial). Dengan demikian, perkembangan yang terjadi adalah suatu proses adaptasi aktif.

Remaja menurut Erikson, memiliki dua kutub dialektik yaitu Identitas dan Kebingungan . Salah
satu dari pencarian individu dalam tahapan ini yaitu pencarian identitas dirinya dengan
menjawab satu pertanyaan penting yaitu “Siapa Aku?”. Bila individu berhasil menjawabnya akan
menjadi basis bagi perkembangan ke tahap selanjutnya. Namun, apabila gagal, maka akan
menimbulkan kebingungan identitas di mana individu tidak berhasil menjawab siapa dirinya
yang sebenarnya. Apabila seorang individu tidak berhasil menemukan identitas dirinya, maka ia
akan sulit sekali mengembangkan keintiman dengan orang lain terutama dalam hubungan
heteroseksual dan pembentukan komitmen seperti yang terdapat dalam pernikahan.

Perkembangan kepribadian dalam teori psikoanalisis Erickson

1. Trust VS Mistrust (0-1/1,5 tahun)


Perkembangan basic trust, essensial. Dalam derajat tertentu diperlukan juga
perkembangan ketidakpercayaan (mistrust) untuk mendeteksi suatu bahaya atau suatu
yang tidak menyenangkan & membedakan orang-orang yang dapat dipercaya / tidak.
2. Otonomi VS Rasa Malu dan Ragu ( early chilhood : 1/1,5-3 tahun)
Mulai mengembangkan kemandirian. Bisa timbul kegelisahan, ketakutan dan kehilangan
rasa percaya diri apabila suatu kegagalan terjadi.
3. Inisiatif VS Rasa Bersalah (late chilhood : 3-6th)
Komponen positif adalah berkembangnya inisiatif. Modalitas dasar psikososialnya :
“membuat”, “ campur tangan”, “mengambil inisiatif” , membentuk”, melaksanakan
pencapaian tujuan dan berkompetisi”.
4. Industri VS Inferiority ( usia sekolah:6-12 tahun)
Dimulai industrial age. Pengalaman berhasil memberikan rasa produktif, menguasai dan
kompetitif. Kegagalan menimbulkan perasaan tidak adekuat & inferioritas merasa diri
tidak tidak berguna.
5. Identitas dan Penolakan VS difusi Identitas ( masa remaja: 12-20 tahun)
Tahap perkembangan sebelumnya memberi kontribusi yang berarti pada pembentukkan
Identitas dapat terjadi krisis identitas. Fungsi dasar remaja : mengintegrasikan berbagai
identifikasi yang mereka dapat pada masa kanak-kanak untuk melengkapi proses
pencarian identitas.
6. Intimasi dan Solidaritas VS Isolasi (Early adulthood : 20-35 th)
Perkembangan identitas mendasari perkembangan keakraban indvidu dengan orang lain.
Kemampuan mengembangkan hubungan dengan sejenis/lawan jenis. Salah satu aspek
keintiman adalah solidaritas. Jika keintiman gagal dicapai, individu cenderung menutup
diri.
7. Generativitas VS Stagnasi/ mandeg ( middle adulthood : 35-65 th )
Generativitas bertitik tolak pada ‘pentingnya dan pengarahan generasi berikutnya’.
Penting menumbuhkan upaya-upaya kreatif dan produktif . Bila generativitas gagal,
terjadi stagnasi.
8. Integritas VS Keputusasaan (later years: diatas 65 th)
Secara ideal telah mencapai integritas Integritas : menerima keterbatasan hidup, merasa
menjadi bagian dari generasi sebelumnya, memiliki rasa kearifan sesuai bertambahnya
usia, merupakan integrasi akhir dari tahap-tahap sebelumnya. Bila integritas gagal :
timbul keputusasaan, penyesalan terhadap apa yang telah dan belum dilakukannya,
ketakutan dalam menghadapi kematian.

Sumber :

_Yosep Iyus, Konsep Kepribadian, Kesadaran, Konsep Emosi, Konsep Stres, dan
Adaptasi
Depresi Pengukuran dan Uji Perilaku. Yayasan Persatuan Perawat Nasional
Indonesia Akademi Keperawatan PPNI Jawa Barat, Bandung.
http://coryditapratiwi.blogspot.com/2011/02/gambaran-kepribadian-menurut-erik-h.html
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ERIK H. ERIKSON
June 20th, 2010 | Author: fitrif08

Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori
yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson
mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh
Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia,
teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.

Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga
alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan
atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian
manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap
perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan
secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan
latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian
didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam
mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna
memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti
ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil
penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.

Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan
pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa
pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud.
Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi,
teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah
seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia
sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak
ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-
psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Bagi
Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar
biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa
yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan
perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir
sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang
menjadi matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan
dalam teori psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital, diperluasnya
menjadi delapan tahap sedemikian rupa sehingga dimasukkannya cara-cara dalam mana
hubungan sosial individu terbentuk dan sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting
pada setiap tahapnya.

Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi mengenai
perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara
universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah
disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang.
Dengan kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan
berjalan berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui
sebuah rangkaian kata yaitu :

(1) Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami keserasian dari
tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca
untuk mendorong, mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih
luas. (2) Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk memelihara saat
setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut guna berinteraksi dan berusaha menjaga
serta untuk mendorong secara tepat berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-tahap yang ada.

Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963, Erikson membuat sebuah
bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam
psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”. Erikson
berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku kata yaitu
epi yang artinya “upon” atau sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic yang berarti
“emergence” atau kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin mengenai ide dalam setiap
tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang mana hal ini sangat dominan
dan karena itu muncul , dan akan selalu terjadi pada setiap tahap perkembangan hingga berakhir
pada tahap dewasa, secara keseluruhan akan adanya fungsi/kegunaan kepribadian dari setiap
tahap itu sendiri.   Selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai
oleh krisis. Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis
adalah sebuah masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang sangat
vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan perkembangan antar
personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan dalam sebuah sikap yang mudah
sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari ego pada setiap tahap.

Erikson percaya “epigenetic principle” akan mengalami kemajuan atau kematangan apabila
dengan jelas dapat melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran kehidupan setiap
manusia yang sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar  Di mana gambar tersebut
memaparkan tentang delapan tahap perkembangan yang pada umumnya dilalui dan dijalani oleh
setiap manusia secara hirarkri seperti anak tangga. Di dalam kotak yang bergaris diagonal
menampilkan suatu gambaran mengenai adanya hal-hal yang bermuatan positif dan negatif untuk
setiap tahap secara berturut-turut. Periode untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan mengenai
kondisi yang relatif berkaitan dengan kesehatan psikososial dan cocok dengan sakit yang terjadi
dalam kesehatan manusia itu sendiri.

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan berangkat dari teori tahap-tahap perkembangan
psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongan-dorongan seksual, Erikson
mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial.
Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa dikenal dengan sebutan Theory of Psychosocial
Development (Teori Perkembangan Psikososial), Erikson tidak berniat agar teori psikososialnya
menggantikan baik teori psikoseksual Freud maupun teori perkembangan kognitif Piaget. Ia
mengakui bahwa teori-teori ini berbicara mengenai aspek-aspek lain dalam perkembangan.
Selain itu di sisi lain perlu diketahui pula bahwa teori Erikson menjangkau usia tua sedangkan
teori Freud dan teori Piaget berhenti hanya sampai pada masa dewasa.

Meminjam kata-kata Erikson melalui seorang penulis buku bahwa “apa saja yang tumbuh
memiliki sejenis rencana dasar, dan dari rencana dasar ini muncullah bagian-bagian, setiap
bagian memiliki waktu masing-masing untuk mekar, sampai semua bagian bersama-sama ikut
membentuk suatu keseluruhan yang berfungsi. Oleh karena itu, melalui delapan tahap
perkembangan yang ada Erikson ingin mengemukakan bahwa dalam setiap tahap terdapat
maladaption/maladaptif (adaptasi keliru) dan malignansi (selalu curiga) hal ini berlangsung
kalau satu tahap tidak berhasil dilewati atau gagal melewati satu tahap dengan baik maka akan
tumbuh maladaption/maladaptif dan juga malignansi, selain itu juga terdapat ritualisasi yaitu
berinteraksi dengan pola-pola tertentu dalam setiap tahap perkembangan yang terjadi serta
ritualisme yang berarti pola hubungan yang tidak menyenangkan. Menurut Erikson delapan
tahap perkembangan yang ada berlangsung dalam jangka waktu yang teratur maupun secara
hirarkri, akan tetapi jika dalam tahap sebelumnya seseorang mengalami ketidakseimbangan
seperti yang diinginkan maka pada tahap sesudahnya dapat berlangsung kembali guna
memperbaikinya.

Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap
tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan
melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang
dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :

Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :

Developmental Stage Basic Components

Infancy (0-1 thn) Trust vs Mistrust

Early childhood (1-3 thn) Autonomy vs Shame, Doubt

Preschool age (4-5 thn) Initiative vs Guilt

School age (6-11 thn) Industry vs Inferiority

Adolescence (12-10 thn) Identity vs Identity Confusion

Young adulthood ( 21-40 thn) Intimacy vs Isolation

Adulthood (41-65 thn) Generativity vs Stagnation

Senescence (+65 thn) Ego Integrity vs Despair

http://fitrif08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/perkembangan-kepribadian-erik-h-erikson/
Sejarah Erik Erikson

Erik Erikson lahir di Frankfurt, Jerman pada 15 Juni 1902. Erik Erikson memiliki seorang ayah
keturunan Denmark yang tidak diketahui namanya dan ibu bernama Karla Abrhamsen seorang Yahudi.
Namun ayah biologisnya juga tidak diketahui secara pasti. Saat Erik Erikson masih dalam kandungan
ibunya, ayahnya pergi meninggalkan ia dan ibunya. Setelah Erikson lahir, ibunya dilatih untuk menjadi
seorang perawat dan kemudian mereka pindah ke Karlsruhe sebuah kota di Jerman bagian selatan. Pada
tahun 1904, ibunya menikah dengan seorang dokter spesialis anak yang bernama Theodor Homburger.
Nama Erik Erikson pun berubah menjadi Salomonsen Erik Homburger Erikson.
Salah satu keprihatinan terbesar dalam kehidupan Erikson adalah perkembangan identitasnya
sendiri. Konsep-konsep identitas yang dikembangkan oleh Erikson didasarkan pada pengalamannya
sendiri saat ia bersekolah. Ia juga mengalami saat-saat krisis di tahun awal kehidupannya. Selama masa
kanak-kanak hingga masa awal dewasa ia dikenal dengan nama Homburger Erik. Kedua orang tuanya
juga selalu merahasiakan tentang kelahirannya. Di sekolah, ia tidak diterima oleh anak-anak lainnya
karena ia seorang Nordic. Nordic adalah anak-anak yang bertubuh tinggi, berambut pirang, dan bermata
biru. Selain itu, ia tidak diterima oleh anak-anak lain karena ia seorang Yahudi. Setelah ia lulus dari
sekolah menengah, Erikson memutuskan untuk menjadi seorang seniman. Dia sempat belajar di
sekolah seni dan melakukan pameran atas karya-karyanya. Namun, pada akhirnya ia meninggalkan
sekolah seni dan memutuskan hidup mengembara untuk mencari identitasnya. Ia berkeliling Eropa,
mengunjungi museum-museum dan hidup sebagai orang jalanan. Pertama kalinya Erikson belajar
sebagai child analyst melalui tawaran Anna Freud yang merupakan anak dari Sigmund Freud untuk
belajar di Vienna Psychoanalytic Institute selama kurang lebih 6 tahun. Beberapa saat kemudian ia
bertemu dengan seorang guru tari dari Kanada bernama Joan Serson dan mereka pun menikah. Mereka
memiliki 3 orang anak. Sejak Nazi berkuasa, ia dan istri serta anak-anaknya hidup berpindah-pindah.
Mulai dari ke Copenhagen, Denmark, lalu pada akhirnya mereka hidup di Boston. Di sana ia diterima
untuk mengajar di Harvard Medical School. Ia juga membuka praktik psokoanalisis yang mengkhususkan
perawatan anak-anak.

Pada masa ini Erikson bertemu dengan Henry Murray dan Kurt Lewin yang keduanya adalah
seorang psikolog. Ia juga bertemu dengan beberapa antropolog, yaitu Ruth Benedict, Margaret Mead,
dan Gregory Beteson. Para psikolog dan antropolog ini mempengaruhi perkembangan teori Erikson.
Kemudian, Erikson mengajar di Yale University. Ia melakukan studi tentang kehidupan modern
suku Lakota dan Yurok. Studi inilah yang kemudian mengangkat nama Erikson.

Pada tahun 1950, ia menulis Childhood and Society yang berisi kesimpulan penelitiannya
tentang penduduk asli Amerika, analisis tentang Maxim Gorky dan Adolph Hitler, dan beberapa
ringkasan teori Freudian. Erikson menghabiskan waktu bekerja dan mengajar di sebuah klinik di
Massacchussets selama 10 tahun dan 10 tahun kemudian ia kembali ke Harvard. Meskipun ia telah
pensiun pada tahun 1970 ia tetap menulis serta melakukan penelitian bersama istrinya. Kemudian
Erikson meninggal di Harwich, Amerika Serikat pada 12 Mei 1994 saat ia berusia 91 tahun.

B.DEFINISI KEPRIBADIAN MENURUT ERIKSON

Erikson membagi perkembangan kepribadian menjadi delapan tahap psikososial. . Perbedaan


utama antara teori-teori mereka adalah bahwa Erikson menekankan korelasi psikososial, sedangkan
Freud berfokus pada faktor biologis .Karena teori Erikson memilki kemiripan dengan teori Freud, Erikson
dikatakan sebagai Neofreudian.

Erikson membentuk teori kepribadiannya berdasar pada pengalaman pribadinya mengenai


pertumbuhan egonya. Seperti yang dikatakan sebelumnya, teori Erikson memilki kesesuaian dengan
pandangan Sigmund Freud dalam teorinya. Namun, Erikson menambahkan beberapa point tentang
teorinya :

      Teorinya mengembangkan delapan tahap psikososial yang mencakup seluruh rentang kehidupan.
      Erikson meneliti perkembangan identitas
      Erikson mengembangkan metode yang berbeda dari setting psikoanalitik.

Teori kepribadian yang dikemukakan oleh Erikson menyatakan adanya tahap-tahap perkembangan
psikososial yang pada umumnya dihadapkan dengan konflik sosial yang konflik ini akan mempengaruhi
perkembangan kepribadian individu. Pengertian kepribadian menurut Erikson menyatakan bahwa
tahap-tahap kehidupan seorang manusia sejak lahir hingga meninggal dibentuk oleh pengaruh-pengaruh
interaksi sosial yang menjadikan seseorang matang secara fisik dan psikologis.
Selain itu, jika Freud menyatakan bahwa keseimbangan antara id, ego, dan superego yang
membentuk kepribadian, Erikson lebih menekankan pada interaksi individu dengan lingkungan sosialnya
dalam pembentukan kepribadian, serta peran ego lah yang berperan dalam lingkungan sosial tersebut.
Menurut Erikson, ego tidak hanya berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan tetapi juga mampu
menemukan solusi-solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapinya. Ia juga menyatakan bahwa
perkembangan ego merupakan asumsi mengenai perkembangan manusia.

C.STRUKTUR KEPRIBADIAN MENURUT ERICKSON

Ego Kreatif

Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni kepercayaan dan
penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan
cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego ini dapat menemukan pemecahan kreatif
atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Ego bukan menjadi budak lagi, namun dapat mengatur
id, superego dan dibentuk oleh konteks cultural dan historik. Berikut adalah ego yang sempurna
menurut Erikson:

  Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan metode kerja yang
sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.
  Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of reality) yang menggabungkan hal yang
praktis dan konkret dengan pandangan semesta, mirip dengan prinsip realita dari Freud.
  Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat hubungan untuk
mencapai tujuan bersama.

Pada dasarnya Erikson tidak menentang apa yang dinyatakan oleh Sigmund Freud bahwa struktur
kepribadian terdiri dari ID, EGO, SUPEREGO. Akan tetapi Erikson mengulas lebih dalam mengenai EGO,
Menurut Erikson, ego sebagian bersifat tak sadar, mengorganisir dan mensitesa pengalaman sekarang
dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa yang akan datang. Ia menyatakan bahwa ketiga
aspek EGO ialah saling berhubungan. Ketiga aspek tersebut, yakni:
      body ego (pengalaman orang dengan tubuhnya)
      ego ideal (mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal)
      ego identity (gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial)

Teori Ego dari Erikson memandang bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik.
Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan
harus memberi stimulasi yang khusus. Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu dan anak
menjadi bagian penting dari perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan
id dan ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego.

CIRI KHAS PSIKOLOGI EGO ERIKSON

1. Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh sosial. Pusat
perhatian psikologi ego adalah kemasakan ego yang sehat.
2. Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan konsep
epigenetik kepribadian.
3. Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari impuls id yang tak
sadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti individu meninggalkan peran sosial
di masa lalunya. Fungsi ego dalam pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan dasar
kepercayaan bebas dari id, membangun sistem kerja sendiri yang terlepas dari sistem kerja id.
4. Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama menyesuaikan diri
dengan realita, ego mengembangkan perasaan yang berkelanjutan pada diri dengan masa lalu
dan masa yang akan datang.

D.PROSES KEPRIBADIAN TEORI ERICKSON

Erik . H. Erickson menanamkan gagasan baru dalam teori Psikoanalisa . Erickson telah
memperluas sruktur Psikoanalisa dan telah memperbaharui prinsip dasarnya dengan sebuah temuan
baru dan merubah konsepnya .

Erikson menyatankan bahwa perkembangan manusia melibatkan serangkaian konflik


dengan yang setiap orang harus diatasi .Ketika konflik pada setiap tahap tidak diselesaikan,
kita cenderung tidak dapat beradaptasi dengan tahap berikutnya. Namun, meskipun akan lebih sulit
dicapai, hasil yang bagus masih bisa tercapai.

Erickson dan beberapa Tokoh mempercayai bahwa , keputusan yang baik lebih dipengaruhi
oleh Ego daripada Id dan Superego. Erikson percaya bahwa ego harus menggabungkan kedua cara
maladaptif dan adaptif menghadapi masalah.  Misalnya, dalam tahap pertama
perekembangan psikososial, kita dapat menanggapi krisis dengan 
mengembangkan rasa kepercayaan atau rasa ketidakpercayaan. Trust, cara yang lebih adaptif dan
diinginkan untuk mengatasi, jelas sikap psikologis sehat. Namun masing-masing kita harus
mengembangkan sedikit ketidakpercayaan sebagai bentuk perlindungan. Jika kita benar-benar percaya
dan mudah tertipu, kita akan rentan terhadap orang lain yang berupaya untuk menipu, menyesatkan,
atau memanipulasi kita.

Erickson melihat juga adanya kerentanan, kegoyahan , dan efek yang fatal di dalam Ego dan ia
sangat peka terhadap semua efek – efek tersebut , namun Erickson memandang Ego sebagai sesuatu
yang dipelajari dan kreatif dan seperti telah memiliki anatomi atau struktur. Ego tidak selamanya
menjadi penghambat , tetapi juga bisa menjadi dorongan dan dukungan bagi seorang individu.

Terdapat juga perbedaan teori antara Erikson dengan Sigmund Freud :

 Freud menekankan bahwa kepribadian pada dasarnya dibentuk pada anak-anak usia 5 tahun,
sedangkan Erikson menekankan bahwa kepribadian berlanjut terus dan berkembang pada
tahap-tahap sepanjang rentang kehidupan.
 Freud menekankan kepribadian pada id, sedangkan Erikson menekankan kepribadian pada ego.
 Freud kurang menekankan kepribadian pada pengaruh sosial sedangkan Erikson mengakui
adanya pengaruh budaya sosial dan sejarah dalam perkembangan kepribadian. Erikson
mengatakan bahwa kita tidak diatur seutuhnya oleh kekuatan biologis yang bekerja pada masa
kanak-kanak. Walaupun faktor biologis penting tetapi itu tidak memberikan penjelasan yang
lengkap pada perkembangan kepribadian.

Jika dilihat dari motifnya Erickson lebih menekankan teori kepribadian pada motif
pengembangan diri atau self –actualization . Dimana teori yang dikembangkan Erickson lebih kepada
proses menuju kematangan seseorang dalam kepribadian yang dipengaruhi oleh Ego yang
berkembangan sepanjang perjalanan hidup kita.

E. TAHAPAN PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

Erickson membagi perkembangan kepribadian dalam delapan tahapan psikososial. Bagi Erickson,
proses perkembangan diatur oleh prinsip epigenetik dari maturasi ( epigenetic principle of maturation),
dimana maksudnya adalah tahapan-tahapan perkembangan ditentukan faktor keturunan.

Setiap delapan tahapan perkembangan mempunyai krisis tersendiri atau titik balik yang
mengharuskan beberapa perubahan dalam perilaku dan kepribadian kita. Kita dihadapkan dengan
pilihan antara 2 cara dalam merespon krisis : sebuah maladaptif atau cara negatif dan adaptif atau cara
positif.

Berikut ini tabel delapan tahapan perkembangan psikososial Erikson.

Perkiraan Umur Tahapan Psikoseksual Krisis Psikososial Kekuatan Dasar


(Approximate
Ages)

0-1 thn (Infancy) Oral-sensoris Trust Vs Mistrust Harapan

1-3 thn (Masa Muscular Anal Autonomy Vs Shame Kemauan


kanak-kanak awal and Doubt

3-6 thn (Usia Infantile Genital Initative Vs Guilty Tujuan


Bermain) Locomotor

6-12 thn (Usia Latency Industry Vs Inferiority Kompeten


sekolah)

12-20 thn Puberty Identity Vs Identity Kesetiaan


(Adolescence) Confussion

20-30 thn (Dewasa Genitality Intimacy Vs Isolation Cinta


Dini)

30-65 thn (Dewasa) Generativity Vs Kepedulian


Stagnation

65+ thn (Usia Integrity Vs Despair Kebijaksanaan


lanjut)

1.      Masa Bayi

Masa bayi adalah masa pembentukan, dimana bayi “menerima” bukan hanya melalui mulut, namun
juga melalui organ indra yang lain. Sebagaimana mereka menerima makanan dan informasi sensori,
bayi belajar untuk memercayai ataupu tidak memercayai dunia luar, keadaan yang memberikan harapan
tidak nyata.

Aspek psikoseksual : Gaya Sensori Oral

Tahapan ini ditandai oleh dua gaya pembentukan – memperoleh dan menerima apa yang diberikan.Bayi
dapat memperoleh walaupun tanpa keberadaan orang lain. Mereka dapat memperoleh udara melalui
paru-paru. Akan tetapi, gaya pembentukan yang kedua menyiratkan konteks sosisal. Untuk membuat
orang lain memberi, mereka harus belajar untuk memercayai atau tidak memercayai orang lain.Hal ini
membangun krisis psikososial dasar yaitu Trust vs Mistrust.

Krisis psikososial : Percaya vs Tidak Percaya


Setahun pertama kehidupan, bayi menghabiskan banyak waktunya dengan makan, mengeluarkan
kotoran, dan tidur. Hubungan antara bayi dan dunianya semata-mata bukan biologis. Hubungan sosial
yang mendominasi. Interaksi antara bayi dan ibunya menentukan apakah bayi memandang dunianya
dengan sikap percaya atau tidak percaya (trust vs mistrust).
Jika ibunya merespon bayi dan memberikan kasih sayang, cinta, keamanan , maka kemudian bayi
akan mengembangkan rasa percaya. Di lain hal, jika ibunya menolak, tidak perhatian, atau tidak
konsisten dalam menjaga bayinya, maka bayi akan mengembangkan sebuah sikap ketidakpercayaan dan
akan menjadi kecuriga, ketakutan, dan kecemasan.
Meskipun pola percaya vs tidak percaya sebagai dimensi kepribadian dalam masa bayi, masalah
akan kembali muncul dalam tahapan selanjutnya. Sebagai contoh, seorang ibu dari bayi akan
menghasilkan hubungan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, namun rasa percaya ini akan rusak jika
ibunya meninggal dunia. Pada kejadian ini, maka rasa ketidakpercayaan akan mengambil alih.
Ketidakpercayaan di masa kecil dapat diubah melalui cinta dalam persahabatan , dan kesabaran guru
atau teman.

Virtue : Harapan

Harapan muncul dari konflik antara rasa percaya dan rasa tidak percaya. Jika bayi mengalami
pengalaman yang tidak enak, bayi belajar untuk berharap bahwa gangguan mereka di masa depan akan
diakhiri oleh hasil yang memuaskan.
Apabila bayi tidak mengembangkan harapan yang cukup pada masa ini, maka mereka akan
menampilkan lawan dari harapan –penarikan diri. Dengan hanya sedikit harapan, mereka akan menarik
diri dari dunia luar dan memulai perjalanan menuju gangguan psikologis yang serius.

2.      Masa Kanak – kanak Awal

Freud berpendapat bahwa anus sebagai zona yang paling memberikan kepuasan seksual bila tersentuh
(erogeneous) selama periode ini dan selama fase anak-sadsitis awal, anak-anak mendapat kesenangan
dengan menghancurkan atau menghilangkan obyek dan nantinya mereka mendapat kesenangan dengan
buang air besar.
Erickson berpandangan lebih luas. Baginya, anak-anak mendapat kesenangan bukan hanya karena
menguasai otot sirkular yang dapat berkotraksi, tetapi juga menguasai fungsi tubuh lainnya, seperti
buang air kecil, jalan, memegang, dan seterusnya.

Aspek psikoseksual : Otot Uretral-anal

Pada masa ini, anak belajar untuk mengendalikan tubuh mereka, khusunya berkaitan dengan kebersihan
dan pergerakan. Masa kanak-kanak awal tidak hanya belajar toilet training tetapi juga belajar berjalan,
berpegangan dengan mainan, dan lain-lain.Mereka senang menahan feses mereka , mereka jugan
senang mengumpulkan barang dan tiba-tiba menghancurkannya.
Kanak-kanak awal adalah masanya kontradiksi , masa pemberontakan yang bersikeras dan kepatuhan
yang lembut, masa pengungkapan diri yang impulsif dan penyimpangan yang kompulsif.

Krisis Psikososial : Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu

Selama 2 tahun atau3 tahun kehidupan , anak-anak akan berkembang dengan cepat dari segi
kemampuan fisik dan kemampuan mental dan dapat melakukan banyak hal untuk dirinya sendiri.
Permulaannya adalah berkomunikasi lebih efektif, berjalan, memanjat, menarik, mendorong,
memengang objek atau melepaskannya. Anak-anak merasa bangga dengan perkembangan kemampuan
ini dan akan melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya.
Poin penting dalam tahapan ini adalah anak-anak dapat menggerakkan badan dan melakukan
otonomi. Perselisihan besar terjadi antara orang tua dan anak pada tahap yang melibatkan toilet
training. Seorang anak akan diajarkan untuk menahan dan pergi ke tempat yang tepat . Orang tua akan
mengizinkan anak memulai toilet training dengan caranya sendiri, atau orang tua merasa terganggu dan
merebut kebebasan anak dengan memaksa training tersebut dan menunjukkan ketidaksabaran dan
kemarahan ketika anak tidak melakukannya dengan benar.
Ketika orang tua merintangi dan menggagalkan usaha anak untuk melakukan otonomi , anak akan
mengembangkan perasaan ragu dan malu.
Virtue : Keinginan

Kekuatan dasar akan keinginan dan kemauan berkemabang dari resolusi krisis otonomi vs rasa malu dan
ragu. Kekuatan keinginan yang matang dan ukuran signifikan kehendak bebas tertahan hingga tahapan
perkembangan selanjutnya, namun mereka berasal dari keinginan awal yang timbul pada masa kanak-
kanak awal.
Anak-anak hanya akan berkembang jika lingkungan mereka membiarkan mereka memilki pengungkapan
diri dalam kendali otot sphincter dan otot lain-lain. Ketika pengalaman mereka mengakibatkan rasa
malu dan ragu yang terlalu besar, anak-anak tidak mampu mengembangkan kekuatan dasar ini.

3.      Usia Bermain

Aspek psikoseksual : Lokomotir-Genital

Erikson melihat situasi Oedipal sebagai prototipe “kekuatan seumur hidup akan keriangan manusia”.
Dengan kata lain, Oedipus conplex adalah drama yang dimainkan dalam imajinasi anak-anak mencakup
pengertian yang dimulai meningkat akan konsep dasar, seperti reprodusi, pertumbuhan, masa depan,
dan kematian.
Ketertarikan anak-anak usia bermain akan aktivitas genital diiringi dengan meningkatnya sarana daya
gerak mereka. Mereka sekarang dengan mudahnya bergerak, berlari, melompat dan permainan mereka
menunjukkan inisiatif serta imajinatif.

Krisis psikososial : Inisiatif Vs Rasa Bersalah

Tahapan ketiga dari perkembangan psikososial, tahapan locomotor-genotal, muncul pada umur
antara 3-5 thn dan analogi dengan pada tahapan phallic dari sistemnya Freud. Anak-anak berkeinginan
untuk mengambil inisiatif di segala aktifitas. Insiatif dalam bentuk fantasi juga tumbuh dan ini
dimanifestasikan dalam keinginan anak untuk mempunyai orang tua yang berlawanan jenis kelamin dan
merasa rival terhadap orang tua dengan jenis kelamin yang sama. Jika orang tua menghukum anak maka
anak akan mengembangkan perasaan bersalah . Apabila rasa bersalah adalah elemen dominan, anak
bisa menjadi bermoral dengan terpaksa atau terlalu terkekang.

Virtue : Tujuan
Anak-anak sekarang bermain dengan tujuan, bersaing dalam permainan dengan tujuan menang atau
mencapai puncak. Mereka menentukan sasaran dan mengejar sasaran itu dengan tujuan. Usia bermain
juga merupakan tahpan dimana anak-anak mengembangkan hati nurani dan mulai meletakkan benar
dan salah pada tingkah laku mereka. Hati nurani di masa muda ini menjadi landasan akan moralitas.

4.      Usia Sekolah

Aspek psikoseksual : Latensi

Latensi seksual penting karena memungkinkan anak-anak mengalihkan energi mereka untuk
mempelajari teknologi kultur mereka dan startegi akan interksi sosial mereka.

Krisis Psikososial : Industri vs Rasa Rendah Diri

Pada tahapan ini, anak mulai memasuki sekolah dan membuka pengaruh sosial baru. Krisis
psikososial pada tahapan ini adalah industri vs rasa rendah diri. Industri, kualitas yang berarti
kesungguhan, kemauan untuk tetap sibuk akan sesuatu, dan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Anak-anak usia sekolah belajar untuk bekerja dan bermain pada aktivitas yang diarahkan agar
memperoleh kemampuan bekerja dan mempelajari aturan dalam bekerja sama.
Sebagaimana anak belajar untuk melakukan sesuatu dengan baik, mereka mengembangkan rasa
industri. Akan tetapi, jika pekerjaan mereka tidak cukup baik untuk mencapai sasaran, maka mereka
merasa rendah diri.
Rasio antara industri dan rasa rendah diri harus condong pada industri, namun rasa rendah diri
tidak perlu dihindari. Seperti yang dikatakan oleh Alfred Adler, rasa rendah diri dapat bekerja sebagai
pendorong seseorang untuk melakukan yang terbaik. Sebaliknya, rasa rendah diri yang berlebihan dapat
menghalangi aktivitas produktif dan menghambat rasa kompetensi seseorang.

Virtue : Kompetensi
Kekuatan dasar kompetensi adalah rasa percaya diri untuk menggunakan kemampuan fisik dan kognitif
dalam menyelesaikan masalah yang mengiringi usia sekolah. Kompetensi diberikan landasan untuk
partisipasi kooperatif dalam kehidupan dewasa yang produktif.

5. Adolensen

Pada tahap adolensen ini, krisis antara identitas dengan kekacauan identitas mencapai puncaknya. Disini
juga muncul kesetiaan (fidelity) sebagai virtue dari adolensen. Mereka mencoba-coba peran baru sambil
terus berusaha menemukan identitas ego yang mantap.

Aspek Psikoseksual : Pubertas

Pubertas (puberty) adalah tahap kemasakan seksual. Menurut Erikson penting karena pubertas memacu
harapan peran dewasa pada masa yang akan datang.

Krisis Psikososial : Identitas vs Kekacauan Identitas

Pencarian identitas ego mencapai puncaknya. Menurut Erikson identitas muncul 2 sumber; 1.)
penegasan/penghapusan identitas masa kanak-kanak , dan 2.) sejarah yang berkaitan dengan kesediaan
menerima standar tertentu.

Identitas bisa positif dan negatif. Yang positif adalah keputusan mengenai akan menjadi apa dan apa
yang mereka yakini. Kebalikannya, identitas negatif adalah apa yang mereka tidak ingin menjadi seperti
itu dan apa yang mereka tolak.

Kekacauan identitas adalah sindrom masalah-masalah yang bisa dikatakan terjadi karena identitas
negatif yang meliputi; terbaginya gambaran diri, ketidakmampuan membina persahabatan yang
akbrab,dll. Psychososial moratorium = waktu tertundanya peran dewasa, karena remaja itu pindah dari
satu keyakinan ke keyakinan yang lain.

Virtue : Kesetiaan

Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada tahap adolensen adalah kesetiaan (fidelity). Sisi
patologis dari kesetiaan adalah penolakan (repudiation), menjadi bentuk yang malu-malu (diffedence)
atau penyimpangan (deviance). Difiden adalah keadaan ekstrim tidak percaya diri, sementara devian
adalah memberontak kepada otoritas secara terbuka.

6. Dewasa Awal

Tugas pada tahap dewasa awal hanya sesudah orang mengembangkan perasaan yang mantap siapa dan
apa yang diinginkannya maka mereka dapat mengembangkan tingkat kebaikan cinta (love). Tahap ini
ditandai dengan perolehan keintiman (intimacy) pada awal periode dan perkembangan berketurunan
(generativity) pada akhir periode.
Aspek Psikoseksual : Perkelaminan

Disebut perkelaminan (genitality). Aktivitas seksual selama tahap adolensen adalah ekspresi pencarian
identitas yang biasanya dipuaskan sendiri. Ditandai dengan saling percaya dan berbagi kepuasan seksual
secara permanen dengan orang yang dicintai.

Krisis Psikososial : Keakraban vs Isolasi

Keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas tanpa ketakutan kehilangan
identitas diri itu. Karena intimasi hanya dapat dilakukan sesudah orang membentuk ego yang stabil.
Intimasi yang masak adalah kemampuan dan kemauan untuk saling percaya. Sementara isolasi adalah
ketidakmampuan untuk bekerja sama dengan orang lain melalui berbagai intimasi sebenarnya. Intimasi
yang berlebihan bisa mengjilangkan identitas ego. Orang tetap membutuhkan isolasi dalam kadar yang
cukup sebelum dapat mencapai kemasakan cinta.

Virtue : Cinta

Cinta adalah kesetiaan yang masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita.
Kebalikan dari cinta adalah kesendirian (exclusivity). Sedikit ekslusif dibutuhkan dalam intumasi, yakni
bahwa orang harus bisa menolak orang tertentu, untuk mengembangkan perasaan identitas diri yang
kuat. Kesendirian menjadi patologis kalau kekuatannya sampai menghalangi kemampuan kerja sama.

7. Dewasa

Tahaap ini menjadi tahap yang paling panjang, sekitar 30 tahun.


Aspek Psikoseksual : Prokreativita
Menurut Erikson, manusia memiliki insting untuk mempertahankan jenisnya yang disebut prokreativita
(procreativity).

Krisis Psikososial : Generativita vs Stagnasi

Kualita sintonik tahap dewasa adalah generativita, yaitu penurunan kehidupan baru, serta produk dan
ide baru. Antitesis dari generativa adalah stagnasi. Siklus generativa dari produktivitas bakal lumpuh
kalau orang terlalu mementingkan diri sendiri, dan perkembangan menjadi mandeg, stagnasi. Sesekali
dia perlu berhenti, diam, menyerap hasil kreativitas orang lain.

Virtue : Keperdulian

Keperdulian (care) adalah perluasan suatu komitmen untuk merawat orang lain. Care bukan suatu tugas
atau kewajiban, tetapi keinginan yang muncul serta alami dari konflik antara generativita dengan
stagnasi. Lawan dari keperdulian adalah penolakan (rejectivity), yang diwujudkan dalam bentuk
mementingkan diri sendiri, atau pseudospeciation, yakni keyakinan bahwa orang atau kelompok lain
adalah jenis manusia yang lebih inferior dibanding diri/kelompoknya.

8. Usia Tua

Aspek Psikoseksual : Generalisasi Sensualitas


Tahap terakhir dati psikoseksual adalah generalisasi sensualitas (Generalized Sensuality): memperoleh
kenikmatan dari berbagai sensasi fisik,penglihatan, pendengaran, kecapan, bau, pelukan dan bisa juga
stimulasi genital.

Krisis Psikososial: Integritas versus Putus Asa

Banyak terjadi pada krisis psikososial terakhir ini, kualita distonik “putus asa” yang menang. Integritas
adalah perasaan menyatu dan utuh, kemampuan untuk menyatukan perasaan keakuan, dan
mengurangi kekuatan fisik dan intelektual. Putus asa yang diekspresikan dalam bentuk kebencian,
depresi, menghina orang lain, atau tidak mau menerima kepastian batas kehidupan. Putus asa ini
menjadi lawan dari kualitas distonik tahap bayi, yakni harapan. Dapat dikatakan konflik antara hape
versus despair.

Virtue: Kebijaksanaan (wisdom)


Orang dengan kebijaksanaan yang matang, tetap mempertahankan integritasnya ketika kemampuan
fisik dan mentalnya menurun. Antitesis dari kebijaksanaan adalah penghinaan (disdain). Penghinaan
merupakan kelanjutan dari penolakan, sumber patologi dari fase dewasa

F. PSIKOPATOLOGI

Tahap Psikoseksual Perkiraan Psikososial krisis Dasar kekuatan Inti patologi Hubungan
modus Abad yang signifik

Masa bayi Oral Lahir-1 Dasar kepercayaan Berharap Penarikan Yang ibu
pernapasan: tahun vs ketidakpercayaan
Sensory- Dasar
kinestetik

Awal masa Anal-uretra- 1-3 tahun Otonomi vs Shame, Akan Paksaan orangtua
kanak- otot keraguan
kanak

Usia Infantil 3-5 tahun Inisiatif vs Rasa Tujuan Inhibisi keluarga


Bermain kelamin- Bersalah
lokomotor

Usia latency 6-11 tahun, Industri vs Rendah Kompetensi Kelembaman Lingkungan


sekolah untuk sekolah
pubertas

Masa Masa pubertas 12-18 Identifikasi Kesetiaan Peran Rekan


remaja tahun Identifikasi vs repudation kelompok
kebingungan

Dewasa Kemaluan 18-35 Keintiman vs Isolasi Mencintai Keeksklusifan Seksual mitr


Muda tahun teman

Masa Procreativity 35-55 Generatifity vs Peduli Rejectivity Terbagi tena


dewasa tahun Stagnasi kerja dan
rumah tangg
bersama

Tua Generalisasi 55 + tahun Integritas vs Kebijaksanaan Penghinaan Semua uma


model sensual Keputusasaan manusia
1.      Trust vs Mistrus
Anak yang selalu percaya, tidak akan pernah mampunyai pemikiran/anggapan bahwa orang lain akan
berbuat jahat dengan kata lain mereka mudah tertipu atau dibohongi. Dan apabila anak pada masa
kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan yang mengarah ketidak percayaan, mereka akan berkembang
pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus-menerus, hal ini ditandai dengan frustasi, marah, sinis
maupun depresi.

2. Autonomy vs Shame,doubt (Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu )

Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang
baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian(otonomi). Tanpa ada perasaan malu dan ragu-ragu,
anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu
menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga
tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson compulsiveness.
anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan,
karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna.

3. Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Kesalahan)

Ketika anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan maka sikap anak akan mengarah pada
ketidakpedulian (ruthlessness). Bila anak mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak
selalu merasa bersalah akan mengalami malignasi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition). Inhibition
adalah suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk melakukan apa-apa sehingga dengan
berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan.

4. Industry vs Inferiority (Kerajinan vs Inferioritas )

Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang
menurut Erikson disebut sebagai keahlian sempit. Jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin maka
akan tercermin malignasi yang disebut dengan kelembaman. Maksud dari pengertian tersebut yaitu jika
seseorang tidak berhasil pada usaha pertama, maka jangan mencoba lagi. Jika anak mampu
mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai dengan aturan yang
ditentukan untuk memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan memiliki sikap kaku dan hidupnya
sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah yang dapat menyebabkan relasi dengan orang lain
menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism.

5. Identify vs Identify confusion (Identitas vs Kekacauan)

Bila identitas ego lebih kuat dibandingkan dengan kekacauan identitas maka mereka tidak menyisakan
sedikit ruang toleransi terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya, sifat ini disebut
fanatisme, yang menganggap pemikiran maupun jalannya lah yang paling benar. Sebaliknya jika
kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan identitas ego, sifat ini disebut pengingkaran dimana
mereka akan mencari identitas di tempat yang menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam
kelompoknya.
6.      Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Isolasi)

Seseorang yang tidak mampu untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik akan menumbuhkan
sikap terisolasi, Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif dari periode ini adalah rasa cuek di
mana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa
memperdulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan
dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun dan keterkucilkan
yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan
masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan
kesepian yang dirasakan. Ritualisasi yang terjadi pada tahaP ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme.
Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta
yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang
kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.

7.      Generatifity vs Stagnation

Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga mereka tidak punya waktu untuk
mengurus diri sendiri. Malignasi yang lain adalah penolakan, dimana seseorang tidak dapat berperan
secara baik dalam lingkungan kehidupannya di tengah-tengah kehidupan kurang mendapat sambutan
yang baik.

8.      Integrity vs Despair (Integritas vs Keputusasaan)


Bila integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang disebut
Erikson berandai-andai, mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya
jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas disebut dengan sikap
menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sumpah serapah dan menyesali kehidupan sendiri

G.ASSESMENT

Erickson mengikuti jejak Freud yang menuju pada perumusan teoritikal, namun Erickson kurang
menyetujui metode penilaian kepribadian dari Freud.

Erickson meragukan metode yang berguna dan yang paling aman menurut Freud, yaitu metode
psikoanalisa. Menurut Erickson, menyuru pasien dan menghipnotisnya dapat menuju pada kekejaman
dan pengeksploitasian pasien.

Erikson berpendapat bahwa, antara pasien dan terapis harus menjalin hubungan yang baik, sehingga
tidak terjadinya perbedaan antara pasien dengan terapis. Dalam mengembangkan teori personalitynya,
Erickson mengandalkan data-data penting yang terdiri dari tiga metode, yaitu terapi, studi
antropologikal, dan analisis psikohistorikal.

1.      Terapi

Terapi ini digunakan untuk mengamati anak yang mengalami gangguan emosional dan untuk meneliti
anak-anak normal dan remaja.

2.      Studi Antropologikal

Erickson meneliti penduduk asli di amerika dengan hidup dengan mereka dan mengobservasi mereka.
Erickson mencatat hasil interviewnya dan kebiasaan penduduk asli amerika, terutama pada anak yang
mengalami keterbelakangan.

3.      Analisis Psikohistorikal

Analisis Psikohistorikal merupakan assessment yang paling unik, karena merupakan studi biografi
Erickson tentang teori personalitinya yang berfokuskan kepada krisis dalam perkembangan, peristiwa
yang menggambarkan motif utama dari kehidupan, dan menggabungkan masa lalu dengan masi kini dan
masa depan.
Walaupun Erickson tidak menggunakan test psikologi untuk menaksirkan kepribadian, namun bebrapa
alat ukur yang berdasarkan teorinya telah dikembangkan, seperti Ego-Identity yang di desain untuk
mengukur perkembangan ego identity pada remaja.

H.PENELITIAN DALAM TEORI ERICKSON

Metode utama pada penelitian Erickson adalah studi kasus. Kelemahan-kelemahan dari studi
kasus ini adalah susah untuk di dupikasikan dan membuktikan kasus penting, Namun selain kelemahan-
kelemahan tersebut studi kasus mempunyai berbagai informasi penting yang di dapatkan melalui teknik
ini. Erickson juga membuktikan bahwa dari sejarah studi kasus menghasilkan bebarapa pemahaman
tentang perkembangan personality yang dapat memecahkan permasalahan pasien.

Erickson melakukan penelitian berdasarkan beberapa aspek dari teorinya melalui terapi yang dia
sebut sebagai play construction. Play construction merupakan teknik untuk mengukur personality anak,
yang dianalsia melalui bagaimana anak tersebut berinteraksi dengan mainan yang diberikan kepadanya.

Erickson yang menganut beberapa teori Freud, menggambarkan play construction ini dengan
metode psikoanalisa. Ercikson kurang setuju dengan beberapa pandangan tersebut, yakni wanita
merupakan korban dari anatomi mereka yang menyebabkan personality mereka dipengaruhi oleh
ketidakaadanya penis. Erikson mengakui bahwa perbedaan dalam play construction juga disebabkan
karena perbedaan gender dalam mentraining, dimana pada anak laki-laki lebih diorientasikan kepada
sikap yang lebih keras, agresifitas dan pencapaian sesuatu dari pada anak perempuan. Ternyata dari
beberapa kasus yang dilakukan pada anak umur 2 dan 5 tahun, hasilnya tidak seperti yang dikemukakan
oleh Erickson.

Peneliti lain telah menaruh perhatian kepada test tahap perkembangan pada psikososial.
Penelitian ini diuji pada anak-anak usia 4,8, dan 11. Anak-anak tersebut disuruh untuk membuat cerita
berdasarkan gambar yang dilihat mereka.dari cerita ini. Peneliti menganalisa cerita yang disimpulkan
anak tersebut dan mengambiul kesimpulan pada tahap psikososial manakah anak tersebut sekarang.
Analisis psikohistorikal melalui diari, surat dan novel dari seorang penulis wanita mulai dari
umur 21 tahun menunjukkan bahwa adanya kepedulian terhadap identitas, perubahan, dan kepedulian
terhadap keakraban dengan sesama dan produktifitas. Perubahan-perubahan tersebut termasuk dalam
teori perkembangan Erickson.

Dengan menggunakan skala Ego-Identity, peneliti mencoba teori Erikson apakah baik atau
kurang baik dalam mengidentifikasi orangtua yang bergender sama dapat mengganggu ego identity
remaja. Hasil yang diperoleh melalui skala ego-identity dengan tes identifikasi maternal menunjukkan
adanya hubungan antara kelompok mahasiswi tingkat pertama dan mahasiswi tingkat kedua. Hal
tersebut mendukung perkiraan Erickson, dari tes tersebut juga ditemukan bahwa mahasiswi yang
kesulitan dalam mengatasi permasalahan / ego-identitinya cenderung akan memiliki permasalahan
seperti kecanduan alcohol.

Penelitian lain menunjukkan bahwa hubungan keluarga yang aman pada masa remaja terpesona
pengembangan identitas diri. ditemukan bahwa kehangatan orangtua dan otonomi adalah prediktor
dari lingkungan keluarga yang stabil, yang, pada gilirannya, mempromosikan pengembangan identitas.
(Kamptner, 1998)

Psikolog menguji keyakinan erikson, yaitu hasil positif dalam menyelesaikan krisis identitas
terkait dengan hasil positif pada tahap perkembangan sebelumnya. (Waterman, Buebel, & Waterman,
1970)

Program penelitian yang luas pada tahap perkembangan remaja mengidentifikasi lima jenis
psikologis, atau status, untuk periodenya (Marcia, 1966, 1980): mengidentifikasi prestasi, penundaan,
penyitaan prestasi, difusi identitas, dan terasing. Mengidentifikasi prestasi menggambarkan remaja yang
berkomitmen untuk pilihan kerja dan ideologis dan yang telah mengembangkan identitas ego yang kuat.

Penundaan, kedudukan kedua dalam perkembangan remaja menjelaskan remaja yang masih
menjalani krisis identitas mereka. Pekerjaan dan ideologi mereka masih samar-samar. Perilaku mereka
berkisar dari ragu-ragu dan akhirnya bertindak dan berkreasi. (Bluestin,Devenis, & Kidney, 1989; Podd,
Marcia & Rubin, 1968)

Penyitaan, menjelaskan remaja yang belum mengalami krisis identitas, tapi remaja yang dengan
tegas berkomitmen dengan sebuah pekerjaan dan ideologi. Remaja ini cenderung kaku dan otoriter dan
mengalami kesulitan dalam perubahan situasi (Marcia, 1967).
Tahap kelima, pengasingan prestasi, menjelaskan remaja yang telah mengalami krisis identitas,
tidak punya komitmen kerja, dan memeluk ideologi yang mengecam sistem ekonomi dan politik (Marcia
& Friedman, 1970; Orlofsky, Marcia & Lesser, 1973).

Empat dari kedudukan ini, dalam kedudukan sebagai berikut. Penyamaran identitas, penyitaan,
penundaan, dan pencapaian identitas, menggambarkan resolusi kesuksesan dari masalah identitas.
Dalam masa kognitif dan emosi,pencapaian prestasi dan tipe penundaan berfungsi lebih baik daripada
penyitaan dan penyamaran identitas.

Menerapkan teknik Alfred Alder dari ingatan awal, seorang psikolog menemukan bahwa wanita
di perguruan tinggi diidentifikasi dalam status penundaan menunjukkan ego dan struktur karakter yang
lebih kuat dibandingkan dalam status penyitaan.

Beberapa peneliti kepribadian berfokus pada pertanyaan, kapan krisis identitas muncul. Erikson
menunjukkan bahwa itu dimulai saat masa remaja selesai, dengan satu cara atau lainnya, kira-kira pada
umur 18 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa krisis identitas tidak akan mucul sampai tingkat remaja
akhir. Dalam suatu kasus, sampai dengan 30% subyek mencari identitas dirinya sampai umur 24 tahun
(Archer, 1982).

Kehadiran perguruan tinggu dapat memperlambat resolusi dari krisis identitas dan
memperpanjang masa dimana para dewasa muda mencoba dengan peran dan ideologi barunya. Saat
mahasiswa dibandingkan dengan orang seumurannya yang sudah bekerja, ditemukan bahwa yang sudah
bekerja telah mendapat identitas egonya di usia yang lebih awal daripada yang masih belajar.

Erikson menekankan pentingnya kita mengembangkan rasa kepercayaan awal jika kita ingin
mencapai perasaan keamanan dan kesejahteraan di kemudian hari.

Pembelajaran dari bayi yang berumur antara 12-18 bulan menunjukkan bahwa seorang yang
mempunyai ikatan emosi yang kuat dengan ibunya (dan diduga kepercayaannya tinggi) berfungsi, saat
diobservasi 3 tahun kemudian, di level sosial dan emosi yang lebih tinggi dari anak seumurannya dimana
ikatan dengan ibunya lebih tidak aman. Anak yang rasa kepercayaannya dikembangkan dengan baik juga
akan lebih penasaran, ramah, dan populer; lebih suka dijadikan pemimpin dalam permainan, dan lebih
sensitif pada perasaan dan keperluan orang lain, dibanding dengan yang rasa percayanya rendah,
mereka juga tidak begitu semangat dalam mencapai tujuannya.
Penelitian dalam tahap kedewasaan dari pengembangan psikososial menunjukkan generativitas
di usia pertengahan berhubungan positif dengan kekuatan dan keintiman motivasi. Demikian, sesuai
dengan prediksi teori Erikson, generativitas membangkitkan keinginan untuk lebih dekat dengan orang
lain dan untuk merasakan relasi yang kuat kepada mereka.

Generativitas di usia pertengahan mucul dan terkait secara signifikan untuk mempunyai
kehangatan dan kasih sayang orang tua di masa kecil. Peneliti menunjukkan bahwa mereka menemukan
pentingnya kedua orang tua dalam pembentukan emosi anaknya.

Erikson menulis bahwa manusia dalam kedewasaan dan tahap usia-akhir dari perkembangan
psikososial menghabiskan waktu mengingat dan memeriksa seluruh masa hidupnya, menerima atau
menyesali pilihan di masa lalunya. Sebuah penelitian menggunakkan 49 psikolog sebagai subyek
menemukan bahwa ingatan merek kebanyak dari masa kuliah dan masa dewasa awal, periode yang
melibatkan begitu banyak keputusan kritis yang mempengaruhi perjalanan hidup mereka.

Sebuah Penjelasan Akhir

Pengaruh Erikson telah sangat diakui baik dari para profesional dan lingkaran terkenal. Majalah
Time menyebutnya sebagai ‘psikoanalisis paling berpengaruh’ (March 17, 1975). Psychology Today
menjulukinya sebagai ‘dekan’ dari psikoanalisis. “pahlawan intelektual asli”

Bidang dari psikologi perkembangan rentang hidup, seperti yang telah terlihat atas peningkatan yang
begitu besar dalam penelitian dan teori di beberapa tahun ini, berhutang banyak pada dorongan dari
tekanan Erikson dari perkembangan kepribadian di seluruh hidupnya. Perhatian di masalah
perkembangan usia-pertengahan dan usia-lanjut juga termasuk perkembangan dari penelitian Erikson.

Metode Erison dari terapi permainan adalah diagnosa standart dan alat pengobatan dalam
bekerja dengan gangguan emosional dan penyalahgunaan anak. Contohnya anak yang tidak dapat
menjelaskan kekerasan seksual dapat menunjukkan perasaannya lewat bermain boneka yang
mencerminkan dirinya dan sang pelaku kekerasan.
Selain dengan kontibusinya di psikologi, sistem Erikson juga tidak luput dari kritik. Erikson
menerima keabsahan tuduhan ini dan menyalahkan mereka pada temperamen artistik dan kurangnya
pelatihan formal dalam ilmu.

Beberapa kritik menuduh bahwa teori kepribadian Erikson tidak berlaku pada masyarakat yang
ekonominya rendah yang tidak bisa melalui masa penyitaan yang bertujuan untuk menjalani peran
berbeda dan identitas egonya.Mereka menunjukkan bahwa masa ini adalah masa mewah yang hanya
tersedia bagi orang yang bisa masuk perguruan tinggi atau berpertualang dan mencari identitasnya
melalui pengalaman baru.

Erikson tidak begitu tertarik dalam menanggapi kritik atau membela pemahamannya. Dia
menyadari bahwa ada begitu banyak cara untuk menjelasakan perkembangan kepribadian, tergantung
perspektif seseorang, dan tidak satu paham pun memadai. Pengaruhnya berlanjut untuk berkembang
lewat bukunya dan lewat kerja generasi sukses dari psikolog, psikiater, gutu dan konselor yang melihat
idenya sebagai cara yang berguna untuk menjelaskan perkembangan kepribadian dari bayi sampai tua.

I. KOMENTAR KELOMPOK

Kelompok Ganjil

Menurut kelompok kami, teori perkembangan kepribadian Erik Erikson lebih menjelaskan
proses perkembangan kepribadian manusia secara keseluruhan.

Kami juga setuju dengan teori Erikson yang mengatakan bahwa perkembangan kepribadian kita tidak
diatur seutuhnya oleh kekuatan biologis yang bekerja pada masa kanak-kanak. Walaupun faktor biologis
penting tetapi itu tidak memberikan penjelasan yang lengkap pada perkembangan kepribadian.

Pendapat kelompok kami untuk tugas kepribadian ini adalah tugas ini membantu kami dalam
memahami teori yang dikemukakan oleh Erikson. Dalam mengerjakan tugas ini kami juga mengalami
kesulitan, yaitu menyatukan topik-topik pembahasan karena kami mendapatkannya dari berbagai
sumber. Selain itu, kami juga sulit untuk berdiskusi karena jadwal kuliah yang berbeda dengan kelompok
genap.

Daftar Pustaka

Schultz &Schultz.1994.Theories of Personality.5 ed.Belmont :Wadswort.


Feist , Jess & Gregory .J.Fiest.2010.Teori Kepribadian.Jakarta : Salemba Humanika

Hall , Lindzay , Loehlin dan Manosevitz.1985.Introduction to Theories to Personality

Alwisol.2009.Psikologi Kepribadian.Malang : UMM Press.

http://11014ems.blogspot.com/2012/07/sejarah-erik-erikson.html

Anda mungkin juga menyukai