FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2016 ADJUSTMENT (Penyesuaian Diri)
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Hurlock memberikan perumusan tentang penyesuaian diri secara lebih umum, yaitu bilamana seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara umum ataupun terhadap kelompoknya, dan ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan berarti ia diterima oleh kelompok atau lingkungannya. Dengan perkataan lain, orang itu mampu menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap lingkungannya. Ali dan Asrori penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Scheneiders menjelaskan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Jadi, pengertian penyesuaian diri adalah suatu proses mental dan perbuatan individu dalam upaya menghasilkan keselarasan dan hubungan yang harmonis antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang berhasil menyesuaikan diri disebut adjusted-person. Dan seseorang yang tidak berhasil dinamakan mal-adjusted person. Penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan individu merasa puas dan bahagia, sebaliknya penyesuaian diri yang tidak berhasil akan menimbulkan rasa kecewa dan tidak puas. Seseorang yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat berarti “tidak sehat”. 2. Penyesuaian Diri yang Berhasil Karakteristik penyesuaian diri yang berhasil adalah: a. Kebutuhan satu terpenuhi tanpa mengabaikan kebutuhan yang lain. b. Tidak mengganggu individu lain untuk memenuhi kebutuhannya. c. Faktor sosial bisa diterima atau tidak. 3. Bentuk Mekanisme Penyesuaian Diri 3.1. Penyesuaian Diri Normal (well-adjustment) Penyesuaian diri ini ditandai dengan: - Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional. - Tidak melakukan mekanisme psikologis (defence mechanism). - Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi. - Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri. - Mampu belajar (proses dan pengalaman). - Menghargai pengalaman. - Bersikap realistis dan obyektif. Bentuk penyesuaian diri ini, antara lain : - Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. - Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi. - Penyesuian dengan trial and error atau coba-coba. - Penyesuian dengan substitusi. - Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan pribadi. - Penyesuaian dengan belajar. - Penyesuaian dengan inhibisi dan kontrol diri. - Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat. 3.2. Penyesuaian Diri yang Salah (mal-adjustment) Kegagalan dalam penyesuaian diri mengakibatkan individu menunjukan mekanisme penyesuaian yang salah ditandai dengan perilaku yang salah, tidak terarah, tidak bertujuan, sikap tidak realistis, dan agresif. Ada tiga bentuk reaksi mal-adjustment: a. Reaksi bertahan (defence mechanism) Seseorang berusaha mempertahankan dirinya seolah-olah tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini adalah: o Kompensasi, yaitu mencari kepuasan dalam bidang lain. o Sublimasi, yaitu mencari tujuan pengganti. o Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya. o Represi, yaitu berusaha untuk menekan pengalaman yang kurang menyenangkan ke alam tidak sadar. o Egosentris, yaitu menjadikan dirinya sebagai pusat dari lingkungannya. o Sour grapes, yaitu memutarbalikkan kenyataan. o Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalannya kepada pihak lain. o Introyeksi, yaitu bersikap fanatic dan pengikatan yang berlebihan kepada orang lain atau situasi tertentu. o Identifikasi, yaitu menempelkan dirinya kepada pihak lain yang dianggap sukses sesuai dengan keinginannya. b. Reaksi menyerang (aggressive reaction) Pada reaksi ini, seseorang menyerang orang lain untuk menutupi kegagalannya. Reaksi-reaksinya antara lain: selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, bersikap senang mengganggu orang lain, menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan, bersikap balas dendam, memperkosa hak orang lain, tindakan yang serampangan, dan sebagainya. c. Reaksi melarikan diri (escape reaction) Reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut : berfantasi yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai), banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika dan regresi, yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel dengan tingkat perkembangan yang lebih awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil). 3.3. Penyesuaian Diri Pathologis (pathological adjustment) Individu melakukan penyesuaian diri yang salah dalam menghadapi masalah/kegagalan sehingga melakukan reaksi pathologis. Dikatakan pathologis karena individu memerlukan perawatan atau penanganan dengan bantuan ahli jiwa. Bentuk penyesuaian ini ada dua, yaitu: neurosis (gangguan kecemasan) dna psikosis (tidak bisa membedakan kenyataan dan apa yang dipikirkan). 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri a. Kondisi-kondisi fisik. Kondisi jasmaniah merupakan kondisi primer yang penting bagi proses penyesuaian diri (sistem saraf, kelenjar otot). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam sistem syaraf, kelenjar dan otot menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku dan kepribadian.Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya. Gangguan penyakit yang kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan pada diri sendiri, perasaan rendah diri, ketergantungan, perasaan ingin dikasihani dan sebagainya. b. Perkembangan dan kematangan khususnya kematangan intelektual, sosial, moral dan emosional. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Kondisi-kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti emosional, sosial, moral, keagamaan dan intelektual. c. Penentu psikologis. - Pengalaman Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Pengalaman yang menyenangkan akan menimbulkan penyesuaian diri yang baik dan sebaliknya. - Belajar Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola – pola respon yang akan membentuk kepribadian. Sebagaian besar respon dan ciri kepribadian lebih banyak yang diperoleh dari proses belajar daripada yang diperoleh secara diwariskan. Proses belajar ini akan berlangsung sepanjang hayat. - Determinasi diri Dalam proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor terebut diatas, orang itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi. Faktor- faktor itulah yang disebut determinasi diri. Determinasi diri mempunyai peranan penting dalam proses penyesuaian diri karena mempuyai peranan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Ada beberapa orang dewasa yang mengalami pengalaman penolakan ketika masa kanak-kanak, tetapi mereka dapat menghindarka diri dari pengaruh negatif karena dapat menentukan sikap atau arah dirinya sendiri. - Konflik dan Penyesuaian Tanpa memperhatikan tipe-tipe konflik, mekanisme konflik secara essensial sama yaitu pertentangan antara motif-motif. Konflik dapat bermanfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan. d. Kondisi lingkungan khususnya kelurga dan sekolah. e. Penentu cultural/ budaya, termasuk agama. Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola penyesuaian diri. Contohnya tata cara kehidupan di sekolah, di masjid dan semacamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya. Agama memberi tuntunan, konsep dan falsafah hidup yang meyakinkan dan benar. Oleh pemilikan semua ini orang akan memperoleh arti hidup, kemana tujuan hidup, apa yang dicari dalam hidup ini dan bagaimana ia harus berperan dalam hidup sehingga hidupnya di dunia tidak sia- sia.
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu