Anda di halaman 1dari 2

PENERAPAN TEORI PSIKOANALISIS

Teknik Terapeutik Awal Freud

Dalam kajian tentang Histeria(Studies on Hysteria) (Breuer & Freud, 1895/1955), Freud
menggambarkan teknik yang ia gunakan untuk membuka kenangan masa kanak-kanak yang mengalami
represi. Sembari menggunakan tafsir mimpi dan hypnosis, Freud menyampaikan pada pasiennya bahwa
gambaran pengalaman seksual masa kanak-kanak akan muncul (Freud, 1896/1962). (Freud,1925/1959)
gejala-neurotis tidak terkait langsung dengan peristiwa-peristiwa aktual, tetapi pada fantasi. Seiring
berjalannya waktu, Freud kemudian menyadari bahwa taktiknya yang sangat sugestif dan bahkan penuh
paksaan seperti ini memunculkan ingatan tentang godaan para pasiennya dan ia tak punya banyak bukti
untuk memastikan apakah ingatan tersebut benar-benar terjadi. Freud semakin meyakini bahwa gejala
neurotis terkait dengan fantasi masa kanak-kanak ketimbang kenyataan material dan ia secara bertahap
mengadopsi teknik psikoterapeutik yang lebih pasif.

Teknik Terapeutik Freud yang Berkembang kemudian

Tujuan utama dari terapi psikoanalisis Freud yang berkembang kemudian adalah mengungkapkan
ingatan yang direpresi melalui asosiasi bebas dan analisis mimpi. Terapi kita bekerja dengan cara
mengubah apa yang tak disadari menjadi disadari, dan terapi ini berhasil apabila mampu menyebabkan
perubahan tersebut (Freud,1917/1963). Lebih spesifik lagi, tujuan dari psikoanalisis adalah untuk
memperkuat ego, untuk membuatnya mandiri dari superego, memperluas persepsi, dan mengembangkan
organisasinya sehingga ego tersebut dapat mengambil alih id. Dimana ada id, disitu ada ego (Freud,
1933/1964).

Melalui asosiasi bebas(free association), pasien diminta untuk mengutarakan setiap pikiran yang
muncul dalam benaknya, tanpa memandang apakah pikiran tersebut ada atau tidak ada hubungannya
ataupun menimbulkan rasa jijik. Tujuan asosiasi bebas adalah untuk sampai kealam tidak sadar dengan
cara mulai dari ide yang disadari saat ini, menelusurinya melalui serangkaian asosiasi, dan mengikuti
kemana ide ini pergi. Proses ini tidak mudah dan sejumlah pasien tak bisa menjalani proses tersebut.

Agar penanganan analitis ini berhasil, libido yang semula muncul dalam bentuk gejala-gejala
neurotis harus dibebaskan agar dapat melayani ego. Hal ini membutuhkan prosedur dua tahap, pertama
semua libido dipaksa pindah dari gejala ke transferens dan fokus disitu, kedua pergulatan diarahkan pada
objek yang baru ini dan melalui proses ini, libido pun terbebaskan (Freud,1917/1963).

Freud (1933/1964) mencatat adanya sejumlah keterbatasan dari penanganan psikoanalisis.


Pertama, tidak semua kenangan masa lalu bisa atau sebaiknya dibawa kea lam sadar. Kedua, penanganan
ini tidak efektif untuk psikosis (psychoses) atau penyakit menetap dibandingkan dengan masalah-masalah
yang terkait dengan fobia, hysteria, dan obsesi. Keterbatasan ketiga, tidak hanya terbatas pada
psikoanalisis, yaitu setelah sembuh, pasien bisa mengalami masalah psikis lain.
Analisis Mimpi

Freud menggunakan analisis mimpi untuk mengubah muatan manifest pada mimpi menjadi
muatan laten yang lebih penting. Muatan manifest (manifest content) dari mimpi adalah makna mimpi
pada permukaan atau deskripsi sadar yang disampaikan oleh orang yang bermimpi, sedangkan muatan
laten (latent content) berarti hal-hal yang tak disadari.

Asumsi dasar dari analisis mimpi Freud adalah hamper semua mimpi merupakan upaya
pemenuhan keinginan (wish fulfillments). Asumsi bahwa mimpi merupakan upaya pemenuhan keinginan,
tidak muncul pada pasien-pasien yang mengalami pengalaman traumatis. Pada orang-orang seperti ini,
mimpi muncul mengikuti prinsip kompulsi repetisi (repetition complusion) ketimbang memenuhi
keninginan. Mimpi-mimpi seperti ini lazim didapati pada orang-orang yang mengalami kelainan stress
pasca trauma (posttraumatic stress disorder) yang berulang kali memimpikan pengalaman yang
menakutkan atau traumatis (Freud, 1920/1955, 1933/1964).

Kondensasi mengacu pada kenyataan bahwa muatan manifest mimpi tidaklah seluas muatan pada
tingkat laten, yang menyiratkan bahwa materi tidak sadar diringkas atau dikondensasikan sebelum
muncul di tingkat manifest. Pengalihan berarti bahwa gambaran mimpi digantikan oleh gagasan lain yang
tidak ada kaitannya (Freud, 1900/1953).

Dalam menafsirkan mimpi, Freud (1917/1963) biasanya mengikuti satu dari dua metode. Metode
pertama adalah meminta pasien untuk mengaitkan mimpi dengan semua hal yang berhubungan dengan
mimpi tersebut, tanpa memperhatikan apakah hal-hal tersebut benar-benar terkait atau keterkaitannya
tidak logis. Freud meyakini bahwa asosiasi seperti itu mengungkapkan keinginan tidak sadar yang ada
dibalik mimpi. Apabila orang yang bermimpi tidak mampu mengaitkan hal-hal tersebut, maka freud
menggunakan metode kedua simbol-simbol mimpi untuk mengungkapkan elemen-elemen tidak sadar
dibalik muatan manifest. Tujuan dari kedua metode tersebut (asosiasi dan simbol) adalah untuk
menelusuri bagaimana mimpi itu terbentuk sampai akhirnya menjadi muatan laten.

Freudian Slips

Freud meyakini keliru ucap atau tulis, salah baca, salah dengar, salah menaruh barang, dan
selama sejenak melupakan nama atau apa yang ingin dilakukan, yang terjadi sehari-hari, bukanlah
sekedar kecelakaan. Akan tetapi, justru mengungkapkan tujuan seseorang yang tak ia sadari.

Freud (1901/1960) menggunakan sebuah kata dalam bahasa Jerman, yaitu fehllenistung atau
kekeliruan fungsi (faulty function). Akan tetapi, James Strachey, salah satu penerjemah tulisan-tulisan
Freud kemudian menciptakan istilah parapraxes untuk menyebut apa yang kini banyak dikenal sebagai
keliru ucap ala Freud (Freudian slips).

Dari keseluruhan keliru ucap yang Freud utarakan, tujuan dari alam tidak sadar menggantikan
tujuan alam bawah sadar yang lebih lemah sehingga tujuan sebenarnya dari orang itu pun terungkap.

Anda mungkin juga menyukai