Anda di halaman 1dari 5

Psikologi Komunikasi

AUTOBIOGRAFI
Dosen Pengampu : Bapak Doddy Hendro Wibowo

Disusun oleh :
Veronica Tiyas (802016207)

Universitas Kristen Satya Wacana


Fakultas Psikologi
2017-2018
AUTOBIOGRAFI

Namaku Veronica Tiyas Kurniasih, lahir di Bandarlampung, 22 Oktober


1997. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tiyas adalah panggilan
akrabku tetapi sahabat-sahabat sering memanggil dengan sebutan Tayes atau hal-
hal lain yang sesuai dengan karakter fisik atau kepribadianku. Aku merupakan anak
dari percampuran antara kebudayaan Yogyakarta dan kebudayaan bali. Semenjak
kecil aku lahir dan dibesarkan di sebuah keluarga yang cukup sederhana. Bapakku
seorang pegawai negeri sipil dan ibuku seorang guru di salah satu sekolah swasta
di tempat tinggalku. Aku memiliki seorang adik laki-laki yang saat ini duduk di
Sekolah Menegah Pertama.

Bapak adalah sosok kepala keluarga yang humoris dan baik dimana beliau
selalu mendengarkan apa yang diinginkan oleh kedua anaknya. Ia selalu
mengajarkan kepada anak-anaknya untuk selalu mengutamakan kejujuran dan
memiliki prinsip dalam hidup. Dan sedikit cenderung lebih keras terhadap anak
perempuannya terutama terkait pergaulan dengan lawan jenis. Dimana sampai saat
ini Bapak tidak pernah mengizinkanku untuk menjalin sebuah hubungan dengan
lawan jenis seperti kebanyakan remaja saat ini. Menurutnya hal yang paling penting
adalah untuk menjadi seorang wanita yang sukses, terlebih sebagai anak pertama
aku memiliki tanggung jawab untuk bisa membantu kedua orang tua membiayai
pendidikan adikku sampai dia lulus nanti.

Sedangkan ibuku adalah sosok ibu rumah tangga dan wanita karir yang
hebat, di sela-sela waktu untuk bekerja ia juga tidak pernah melupakan perannya
sebagai ibu dari dua orang anak. Ibu cenderung lebih cerewet, bersih dan teliti
dalam segala hal. Sebenarnya sejak dulu ibu dan bapak sangat berprestasi di dalam
dunia pendidikan, terlebih bapak beliau selalu mendapatkan beasiswa dari sekolah
maupun universitasnya. Namun kedua anaknya tidak ada yang menurunkan prestasi
dalam bidang akademik tersebut, tetapi untungnya adikku Vito menurunkan bakat
seni terutama dalam hal menggambar seperti bapak. Walaupun aku dekat dengan
kedua orang tuaku tetapi sejak kecil aku bukan merupakan tipe anak yang terbuka
menceritakan dan mengekspresikan apa yang aku rasakan secara terus terang. Aku
cenderung tertutup terutama pada permasalahan-permasalahan pribadi dalam
hidupku. Aku malah cenderung lebih nyaman untuk bercerita permasalahan pribadi
pada teman-teman dekatku karena menurutku mereka lebih bisa dan dapat
memahami masalah-masalahku.

Sejak kecil sampai di pendidikan Sekolah Menengah Atas aku selalu masuk
Sekolah Swasta di Yayasan Fransiskus Asisi Bandarlampung. Tiyas kecil adalah
seorang anak periang yang manis, dan mudah bergaul. Tetapi saat aku duduk di
bangku Sekolah Dasar aku bisa merasakan menjadi bahan ejek-ejekan atau olok-
olakan di sekolah yang sekarang disebut dengan Bullying. Saat itu teman-teman ku
selalu memanggilku Si Pengkor karena keadaan tanganku yang tidak lurus seperti
teman-teman yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan pada saat aku berumur 1 tahun
aku sempat terjatuh dan menyebabkan salah satu sendi di bagian tanganku bergeser
serta tidak bisa kembali lurus seperti semula karena pada saat itu orang tuaku salah
membawaku ke tukang pijat. Walaupun tidak seberat kasus bullying seperti di
zaman sekarang tetapi hal itu sempat membuat aku yang periang dan mudah
bergaul seketika menjadi anak yang pendiam, sampai tidak mau bersekolah. Dan
keadaan tersebut diperparah karena aku yang tidak bisa menceritakan kejadian
tersebut kepada kedua orang tuaku. Tetapi berkat dukungan sahabatku seperti Iren
dan gede yang sudah hampir 12 tahun menjalin persahabatan aku berhasil kembali
menjadi tiyas yang periang.

Dari kecil aku sangat senang hal-hal yang berhubungan dengan seni
terutama seni tari sehingga mulai dari Sekolah Menengah Pertama sampai Sekolah
Menengah Atas aku mulai mengikuti kegiatan atau sanggar tari yang bisa mengasah
bakat ku. Dan hasilnya aku bisa memperoleh beberapa kejuaraan tari terutama
dalam modern dance mulai dari tingkat sekolah kejuaraan antara sanggar tari
bahkan sampai tingkat Nasional. Tetapi orang tuaku terutama ibuku tidak setuju
jika aku terlalu mengutamakan seni tari dari pada pendidikan ku. Beliau merasa
bahwa kegiatan atau lomba-lomba tari yang aku ikuti hanya akan menurunkan
prestasi belajarku. Tidak hanya itu moment dimana ketika aku harus kehilanggan 5
sahabatku hanya karena sebuah kesalah pahaman juga memaksaku untuk berhenti
dari kegiatan seni tari saat aku memasuki tahun kedua pendidikan ku di SMA.
Sampai saat ini aku sering merasa bahwa selalu kegagalan yang bisa aku dapatkan
mulai dari tidak bisa masuk SMA favorite yang aku inginkan bahkan gagal masuk
Universitas Negeri seperti apa yang aku dan kedua orang tuaku harapkan. Aku juga
sering merasa di banding-bandingkan dengan kedua sepupu ku di mana mereka
selalu berhasil mencapa life goals seperti apa yang mereka inginkan. Sebelum
masuk ke Univeristas Satya Wacana ini sempat beberapa kali aku mengalami
perdebatan dengan kedua orang tuaku dimana mereka sebenarnya mengingikanku
untuk mengambil jurusan akutansi tetapi aku merasa bahwa passion ku bukan di
akuntansi tetapi aku lebih tertarik dengan jurusan psikologi, sehingga aku
bersikeras bagaimana pun caranya walaupun aku tidak bisa masuk Universitas
Negeri tetapi aku tetap bisa mengambil jurusan sperti yang aku inginkan karena aku
berharap tidak akan gagal lagi untuk yang kesekian kali. Dan bisa sukses dengan
pilihan ku sendiri.

Anda mungkin juga menyukai