Anda di halaman 1dari 20

TARIKH TASRIK PADA MASA BANI ABBASIYYAH

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Tarikh Tasrik

Dosen Pengampu: Mashadi, M.Pd.I.

Disusun oleh:

1. Miqdad (23010170313)
2. Nur Janah Budi Utami (23010170319)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA


2020KATA
PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT, pencipta dan pengatur
semesta alam. Hanya karena limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan mengambil judul Tarikh Tasrik Pada Masa Bani Abbasiyyah, penulis
berusaha memberikan materi yang baik pada makalah ini. Sebagai tugas dalam
semester 6 yang dalam proses dan penyusunan makalah melibatkan berbagai
pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, atas segala ridho-Nya yang diberikan selama ini sehingga penulis
bisa menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
2. Bapak Mashadi, M.Pd.I. Selaku dosen pengampu yang telah memberi banyak
masukan dan pengarahan yang konstruksi.
3. Teman-teman jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan
banyak bantuan dan dukungan semangatnya dan kebersamaan selama
perkuliahan berlangsung.
4. Serta semua pihak yang yang belum tersebutkan yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun demikian penulis adalah


manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan. Oleh karena itu kritik, saran, dan
koreksi amat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat,
Aamiin.

Salatiga, 16 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I......................................................................................................................iii

PENDAHULUAN..................................................................................................iii

A. Latar Belakang Masalah..............................................................................iii

B. Rumusan Masalah........................................................................................iii

C. Tujuan Penulisan..........................................................................................iv

BAB II......................................................................................................................1

PEMBAHASAN......................................................................................................1

A. Perkembangan dan Kondisi Hukum Islam Pada Masa Abbasiyyah.............1

B. Kodifikasi Ilmu Pengetahuan........................................................................2

C. Faktor-Faktor Penyebab Kemajuan Fiqh Islam pada Masa Daulah Bani


Abasiyah...............................................................................................................4

D. Faktor dan Sejarah Latar Belakang Pembentukan Madzhab........................6

BAB III..................................................................................................................13

PENUTUP..............................................................................................................13

A. Kesimpulan.................................................................................................13

B. Saran............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia sudah mengenal syari’at (undang-undang) sejak zaman
dahulu kala. Tidak ada satu komunitas manusiapun yang bisa lepas dari
kenyataan ini, bahkan sebuah peradaban juga memerlukan aturan. Ini
karena syari’at dengan segala perangkatnya merupakan perkara penting
dan aturan utama yang menjadi kebutuhan demi keberlangsungan hidup
manusia sekaligus menjadi kaidah dasar dalam mengatur hubungan
sesama manusia, menjadi satu keniscayaan untuk mewujudkan
kemaslahatan bersama, menjadi sebuah keharusan untuk menghasilkan
pertumbuhan dan kestabilan dalam menjalin berbagai hubungan sesama
manusia dalam setiap aspek kehidupan. Sejarah manusia pernah mengenal
berbagai bentuk undang-undang yang dimiliki oleh umat-umat terdahulu.
Setelah orang Romawi, orang Arab adalah satu-satunya bangsa abad
pertengahan yang melahirkan ilmu yurisprudensi, dan darinya berkembang
sebuah system yang independen. System tersebut, yang mereka sebut
fiqih, pada prinsipnya didasarkan atas al-Qur’an dan al-Hadis, yang
disebut ushul (akar/prinsip), diantaranya undang-undang (syari’at) pada
masa Daulah Bani Abasiyah yang mana dipengaruhi oleh system Yunani-
Romawi. Pada makalah ini, penulis akan mencoba mengulas tarikh tasyri’
pada masa Daulah Bani Abasiyah, dimana kondisi pensyari’atan ada pada
posisi keemasan dunia Islam.

iii
B. Rumusan Masalah
Adapun pokok-pokok bahasan pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana perkembangan dan kondisi hukum islam pada masa
Abbasiyyah?
2. Seperti apa kodifikasi ilmu pengetahuan?
3. Bagaimana faktor penyebab kemajuan fiqih islam pada masa bani
abbasiyah?
4. Bagaiaman sejarah dan latar belakang pembentukan madzhab?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang sudah tertera dalam rumusan
masalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan kondisi hukum islam
pada masa Abbasiyyah.
2. Untuk mengetahui bagaimana kodifikasi ilmu pengetahuan.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kemajuan fiqih islam pada
masa bani abbasiyah.

iv
Untuk mengetahui bagaimana faktor dan sejarah latar belakang
pembentukanmadzhab.BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan dan Kondisi Hukum Islam Pada Masa Abbasiyyah


Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah,
sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti
ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti
Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn
Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu
yang panjang, dari tahun 132 H (750M) s.d 656 H (1258M). Selama
dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda – beda
sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.1 Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya
membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode :

1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut pengaruh


Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh
Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), disebut pengaruh
Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), disebut pengaruh
Turki kedua.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas
dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar
kota Bagdad.
1
Frangky Suleman, “Peradilan Masa Bani Abbasiyah”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Manado Vol. 14, No. 1, Juni 2016, hlm. 3-4.

1
Untuk periode keemasan tasyri’ Islami itu terjadi pada abad kedua
Hijriyah dan berakhir sampai abad keempat Hijriyah atau hampir 250
tahun. Periode ini disebut juga sebagai periode penghimpunan dan ulama –
ulama mujtahidin, karena selama periode ini lahirlah gerakan aktifitas
penulisan dan penghimpunan, maka berhasil di himpun: As Sunnah,
Fatwa-fatwa Sahabat ahli fatwa, fatwa-fatwa Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in,
dan berhasil disusun tafsir-tafsir Al Qur’an yang luas, dan fiqh ulama –
ulama mujtahidin, dan juga berbagai risalah tentang ushul fiqh. Dan
karena hasil-hasil karya sejumlah besar ulama – ulama mujtahidin dan
pembentuk hukum lahir dalam masa ini. Serta bangkitlah di kalangan
mereka semangat pembentukan hukum, yang mempunyai pengaruh abadi
terhadap perundang-undangan dan istinbath hukum terhadap hal-hal yang
terjadi, dan perkara-perkara yang dimungkinkan terjadi.2

B. Kodifikasi Ilmu Pengetahuan


Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran islam terjadi
pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya
berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di
antaranya sudah dimulai sejak kebangkitan Islam. Dalam bidang
pendidikan misalnya, di awal islam lembaga pendidikan sudah mulai
berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat.
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa
pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas karena di
samping terdapat kitab-kitab, disana orang juga dapat membaca, menulis
dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan
terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat
ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak masa Bani Umayyah, maupun

2
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2000), hlm. 67.

2
sebagai bahasa ilmu pengetahuan.3 Di samping itu, kemajuan itu paling
tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu :
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain
yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu
pengetahuan.
Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase
pertama, pada masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Al-Rasyid.
Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-ma’mun hingga tahun
300 H. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H. Pengaruh dari
kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui
gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam
bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran
pertama, (tafsir bi al-ma’tsur), yaitu interpretasi tradisional dengan
mengambil interpretasi dari nabi dan para sahabat. Kedua, (tafsir bi al-
ra’yi), yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada
pendapat dan pikiran daripada hadis dan para sahabat. Kedua metode
ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan
tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra’yi sangat
dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu
pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqih dan
terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat
islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah
berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam. Berkembang
pesatnya ilmu pengetahuan di dunia Islam disebabkan oleh hal-hal
berikut :
a. Banyaknya mawali yang masuk Islam

3
Abul Wahhab Khallaf, Ikhtisar Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Surabaya : PT Bina Ilmu,
1978), hlm. 45.

3
Sebagian orang yang daerahnya dikuasai umat Islam
menjadi penganut agama Islam. Kemudian mereka belajar agama
Islam di bawah bimbingan para imam. Di bawah pemerintahan
Harun al-Rasyid, dimulailah penerjemahan buku-buku Yunani ke
dalam bahasa Arab. Pada awalnya, upaya penerjemahan di
utamakan pada buku-buku kedokteran, tetapi kemudian dipelajari
pula buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat.
b. Berkembangnya pemikiran karena luasnya ilmu pengetahuan
Dalam bidang ilmu kalam terjadi perdebatan, setiap
kelompok memiliki cara berfikir tersendiri dalam memahami
akidah Islam. Selain itu, saat itu terjadi pula pertarungan pemikiran
antara mutakallimin, muhadditsin, dan fuqaha.
c. Adanya upaya umat Islam untuk melestarikan al-Qur’an dengan
dua cara, yaitu dicatat (dikumpulkan dalam mushaf) dan dihafal.

C. Faktor-Faktor Penyebab Kemajuan Fiqh Islam pada Masa Daulah


Bani Abasiyah
1. Perhatian Khalifah Dinasti Abasiyah terhadap Fiqh dan Fuqoha’
Para khalifah dinasti abasiyah sangat memberikan perhatian
kepada fiqh, berbeda dengan daulah bani umayyah yang lebih
konsentrasi dengan masalah politik sehingga mereka mampu member
corak Islam pada Negara dan menjadikan agama sebagai poros rotasi
semua pemerintahan4, hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek:
a. Semua undang-undang bersumber dari al_Qur’an dan as-Sunah
b. Memberikan perhatian pada as-sunah sehingga dibukukanlah
hadis-hadis
c. Para Khalifah sangat dekat dan memuliakan ulama’
d. Khalifah meminta fuqoha’ untuk meletakkan perundang-undangan
2. Perhatian dan semangat tinggi untuk mendidik para penguasa dan
keturunannya dengan pendidikan Islam

4
Frangky Suleman, “Peradilan…, hlm. 7.

4
Para Khalifah mengirimkan putranyya untuk pergi belajar
mencari ilmu. Juga terlihat dari adanya lembaga-lembaga pendidikan,
seperti maktab, baitul hikmah dan lain sebagainya.
3. Kebebasan berpendapat
Para ulama pada zaman ini mempunyai kebebasan menyatakan
pendapat dalam melakukan kajian ilmiah, tidak ada satu penguasapun
yang dapat mengikat mereka. Oleh karena itu, mereka melakukan
istinbath hokum dari berbagai sumber, mengamalkan dan mengajarkan
kepada orang banyak tanpa ada perasaan sungkan jika bertentangan
dengan pendapat ahli fiqih lainnya sehingga daklam satu masalah bias
ditemukan banyak pendapat disebabkan banyaknya mujtahid.5
4. Maraknya diskusi dan debat ilmiah diantara Fuqoha’
Perdebatan fiqih secara meluas diantara fuqoha’ pada zaman
ini telah melahirkan dua fenomena:
a. Kecenderungan fuqoha’ untuk menggunakan metode debatketika
mereka menulis buku, dapat dilihat dalam kitab al-Umm yang
ditulis oleh Imam Syafi’i.
b. Luasnya ruang lingkup kajian fiqih dan munculnya pendapat-
pendapat fiqih sehingga semakin menambah kemajuan fiqih itu
sendiri.
c. Tujuan adanya debat ini adalah agar bias sampai pada kebenaran
dan memahami hokum syara’ yang akan menjadi jawaban terhadap
masalah yang muncul.
5. Banyaknya permasalahan baru yang muncul
Penaklukan yang dilakukan pasukan Islam pada masa ini
menyebar luas, para fuqoha’ yang telah menyebar luas ke berbagai
negri kemudian menemukan banyak adat istiadat, aturan social, hokum
dan ekonomi yang sebelumnya tidak mereka temukan sehingga mereka

5
Frangky Suleman, “Peradilan…, hlm. 7-8.

5
harus berijtihad untuk menemukan jawaban dan pendapat sesuai
syari’at Islam.6
6. Akulturasi budaya dengan bangsa-bangsa lain
7. Penulisan ilmu dan penerjemahan kitab 7

D. Faktor dan Sejarah Latar Belakang Pembentukan Madzhab


Proses lahirnya madzhab adalah usaha para pengikut atau
pendukung untuk menyebarkan hasil ijtihad imamnya. Penyebaran ini
dilakukan dengan metode lisan dan juga tulis (pembukuan fiqih).
Kemudian, pengikut hasil ijtihad itu semakin banyak, membentuk suatu
komunitas dan disebutlah komunitas tersebut bermadzhab imam ini dan
itu. Jika dilihat dalam sejarah tasyri Islam, madzhab lahir dari perjalanan
yang cukup panjang. Dimulai dari para sahabat Nabi SAW yang fokus
pada ilmu dan hukum, sampai kepada para tabiin di setiap daerah-daerah.
Pada masa tabi’in dan imam-imam mujtahid, muncul sederetan ulama
dalam jumlah yang cukup banyak.8
Berbagai kawasan (negeri) Islam dipenuhi dengan ilmu dan ulama.
Banyak diantara mereka yang mencapai tingkatan mujtahid mutlak.
Sebagian ulama terbaik itu membuat metode yang digunakan untuk
mengenal hukum-hukum. Akhirnya masing-masing mempunyai murid dan
pengikut yang mengikuti metodenya. Metode ini yang kemudian
dinamakan madzhab. Di Madinah misalnya, banyak nama Tabiin yang
memiliki perhatian besar terhadap hukum dan ilmu pengetahuan.
Misalnya, Said bin Musayyab, Urwah bin Zubair, Salim Ibnu Abdillah,
Nafi maula Ibnu Umar, Ibnu Syihab az-Zuhri dan lainnya. Di Makkah,
tersebut nama besar seperti Ibnu Abbas Mujahid ibn Jabir, Ikrimah dan
lainnya.
Demikian juga kita temukan nama besar di Kufah dan Bashrah
seperti ‘Alqamah bin Qais, Anas bin Malik, Qatadah ibn Da’aman dan
6
Frangky Suleman, “Peradilan…, hlm. 8.
7
Rachmat Djatnika, Perkembangan Ilmu Fiqh di Dunia Islam, (Jakarta:Proyek Pembinaan
Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama,1986), hlm. 15.
8
Rachmat Djatnika, Perkembangan…, hlm. 38.

6
nama besar lainnya. Maka tidak heran kalau dalam literature hukum Islam
terdapat istilah madzhab Aisyah, madzhab Ibn Mas’ud, dan madzhab
tabiin lainnya. Para pemilik nama besar inilah yang sangat berjasa
mengembangkan kegiatan ilmiah dan dengan pegajaran yang mereka
lakukan mendorong munculnya generasi-generasi baru yang focus pada
masalah hukum. Generasi baru ini melakukan ijtihad dan istinbath hukum
sesuai kebutuhan masyarakat sekitar. Mereka menyebarkan hasil
ijtihadnya, menulis dan menjadi rujukan hukum bagi yang memerlukan.
Aliran hukum Islam yang masih terkenal dan masih ada pengikutnya
hingga kini hanya beberapa, di antaranya Hanafiah, Malikiah, Syafi’iah,
dan Hanabilah.9
Ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya madzhab, di
antaranya:
a. Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam sehingga hukum
Islampun menghadapi berbagai macam masyarakat yang berbeda-beda
tradisinya.
b. Munculnya ulama-ulama besar pendiri madzhab-madzhab fiqih
berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-
pusat study tentang fiqih, yang diberi nama Al-Madzhab atau Al-
Madrasah yang diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi school,
kemudian usaha tersebut dijadikan oleh murid-muridnya.
c. Adanya kecenderungan masyarakat Islam ketika memilih salah satu
pendapat dari ulama-ulama madzhab ketika menghadapi masalah
hukum. Sehingga pemerintah (kholifah) merasa perlu menegakkan
hukum Islam dalam pemerintahannya.
d. Permasalahan politik, perbedaan pendapat di kalangan muslim awal
trntang masalah politik seperti pengangkatan khalifah-khalifah dari
suku apa, ikut memberikan saham bagi munculnya berbagai madzhab
hukum Islam. 10
9
Rachmat Djatnika, Perkembangan…, hlm. 38-39.
10
Aboebakar Atjeh, Ilmu Fiqh Islam dalam Lima Madzhab, (Jakarta: Islamic Research
Institute,1977), hlm. 30-31.

7
1. Aliran Hanafi
Aliran ini didirikan oleh Abu Hanifah, yang nama lengkapnya
adalah al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zuthi (80-150 H). Secara politik, Abu
Hanifah hidup dalam dua generasi. Ia dilahirkan di Kufah pada tahun
80 H; artinya ia lahir pada zaman Dinasti Umayyah, tepatnya pada
zaman kekuasaan Abd al-Malik ibn Marwan. Beliau meninggal pada
zaman kekuasaan Abbasiah. Ia hidup selama 52 tahun pada zaman
Umayyah dan 18 tahun pada zaman Abbasiah.11
Madzhab ini yang pertama muncul dan di kalangan Madzhab
Sunni terkenal dengan madzhab yang sangat banyak mempergunakan
ra’yu. Abu Hanifah, yang mendirikan mazhab ini, menyatakan, bahwa
ia mendasarkan hukum-hukum yang ditetapkan, pertama-tama kepada
Kitabullah, jika tidak diperolehnya disana, kepada Sunnah Rasul,
terutama kepada Hadis-Hadis Nabi yang masyhur, kemudian barulah ia
memilih mana yang ia suka dari pada ucapan-ucapan sahabat,
pertamatama yang bersamaan antara beberapa orang mereka, dan
kemudian juga meskipun kepada ucapan seorang sahabat saja. Ia
berijtihad, jika ia sudah gagal mencari salah satu pendirian dari pada
ucapan Ibrahim An-Nukhai, Asy-Syubi, Ibn Sirin, Al-Hasan dan Ibn
Musayyad, barulah ia berasa dirinya berhak berijtihad memutuskan
sesuatu hukum. Acapkali Abu Hanifah menerima Hadis yang masyhur,
jika ia menganggap, bahwa yang demikian itu lebih baik, lalu
dinamakan Istihsan.12
Diantara imam-imam mujtahid mutlak, Abu Hanifahlah yang
paling banyak mempergunakan qiyas dan istihsan. Maka dengan
demikian dasar pendirian mazhab Abu Hanifah ialah : 1. Kitabullah
atau Qur'an, 2. As-Sunnah, 3. Al-Ijma', 4. Al- Qiyas, dan 5. Al-Istihsan.
Sesudah tahun 786 mulai Mazhab Hanafi dikenal orang di Mesir,
karena pada waktu itu telah diangkat oleh Khalifah Al-Mahdi seorang

Rachmat Djatnika, Perkembangan…, hlm. 39.


11

Rachmat Djatnika, Perkembangan…, hlm. 40.


12

8
Qadhi Hanafi disana, yaitu Ismail bin Yasa' Al-Kufi. Dialah yang
mula-mula mengembangkan mazhab Hanafi disana, terutama selama
kerajaan Islam berada dalam kekuasaan Khalifah-Khalifah Abbasiyah.
2. Aliran Maliki
Kelahiran Imam Malik (93-179 H.) Malikiah adalah aliran
hukum Islam yang didirikan oleh Imam Malik, yang nama lengkapnya
adalah Malik ibn Anas ibn Abi “amar al-Ashbahi. Ia dilahirkan di
Madinah pada tahun 93 H. Tidak berbeda dengan Abu Hanifah, beliau
juga termasuk ulama dua zaman. Ia lahir pada zaman Bani ‘Umayyah,
tepatnya pada zaman pemerintahan al-Walid ‘Abd al-Malik (setelah
Umar Ibn ‘Abd al-Aziz), dan meninggal pada zaman Bani Abbas,
tepatnya pada zaman Harun al-Rasyid (wafat tahun 179 H.). ia sempat
merasakan masa pemerintahan Umayyah selama 40 Tahun, dan masa
pemerintahan Bani Abbas selama 46 tahun.13
Berbeda sekali pendirian Abu Hanifah ini dengan pendirian
Malik bin Anas, yang menyusun dasar-dasar untuk penetapan hukum
sebagai berikut: Nas Al-Qur'an, Zahir Al-Qur'an, mafhum
pengertiannya yang cocok, dan dalil yang tidak cocok, Tanbih Al-
Qur'an Nas Al-Hadis, Zahir Al-Hadis, Mafhum Al-Hadis, Dalil Al-
Hadis, Tanbih Al-Hadis, Ijma, Qiyas, pekerjaan ulama Madinah,
ucapanucapan sahabat, istihsan, upaya menutup keburukan memelihara
akhlak, istihsan maslahatul mursalah dan syariat umat-umat yang
terdahulu. Kita lihat, bahwa Imam Malik ini mempunyai luas sekali
dasar penetapan sesuatu hukum untuk mazhabnya. Yang demikian itu
karena ia di Madinah dan Mekkah dengan mudah ia mencari
keterangan-keterangan mengenai Al-Qur'an dan Sunnah, karena
dengan masanya masih terdapat banyak sahabat terkumpul dan masih
hidup disana.14

Rachmat Djatnika, Perkembangan…, hlm. Hlm. 40-41.


13

Rachmat Djatnika, Perkembangan…, hlm. 42.


14

9
Perbedaan mazhab Maliki dengan mazhab-mazhab yang lain
ialah bahwa Imam Malik menjadikan amal orang-orang Madinah jadi
hujjah hukum fiqhnya, karena pada pendapatnya orang-orang di
Madinah itu bersih mengerjakan amal ibadat sebagaimana yang dilihat
pada Nabi dan sahabatsahabat serta orang-orang Islam sekitar kota suci
itu. Ia mendahukan amal orang Madinah itu dari pada qiyas dan dari
pada Hadis yang hanya diriwayatkan oleh seseorang rawi saja, yang
biasa dinamakan khabar uhad. Ulama-ulama fiqh yang lain tidak ada
yang menjadikan amal orang-orang Madinah itu menjadi hujjah
agama. Perbedaan yang lain pada Malik bin Anas ini kita dapati dalam
dasar penetapan hukumnya, yang dinamakan maslahatul mursalah,
yang artinya menurut Hasan Sya'ab dalam karangannya tersebut diatas
ialah membina sesuatu hukum atas dasar kemashlahatan umum (104),
seperti membolehkan orang memukul pencuri agar ia mengaku
kesalahannya. Ulama lain tidak membolehkan pekerjaan itu. Lain
daripada itu Imam Malik juga menjadikan hujjah hukum fatwa-fatwa
sahabat besar, manakala sanad riwayatnya itu sab, bahkan
mendahulukan fatwa-fatwa itu atas qiyas. Pekerjaannya ini sangat
mendapat bantahan dari Imam Al-Ghazali, sebagaimana tsb. dalam
kitab Al-Mustasyfa.15
Seperkara lagi yang agak berlainan pendirian Malik bin Anas
ini dengan ulama lain, terutama ulama-ulama Hanafi, ialah bahwa ia
tidak menjadikan syarat baik sesuatu hadis dengan sifatnya masyhur,
bahkan ia acap kali menggunakan juga istihsan sebagai Abu Hanifah
dan mengutamakan riwayat Hadis dari penduduk Hejaz. Malik bin
Anas, yang membentuk Mazhab Maliki, hidup di Madinah antara
tahun 710 — 795. Disitu ia belajar dan disitu pula ia mengajar.
Beberapa lama ia menjabat pekerjaan Mufti dan ahli hukum Islam.
Pemeluknya sekarang terutama terdapat di Afrika Utara (kecuali
Mesir) dan Afrika Tengah. Yang terutama dipelajari orang sebagai

Rachmat Djatnika, Perkembangan…, hlm. 43.


15

10
kitab Maliki ialah kitab-kitab „Mudawana", karangan Ibnul Qasim
(mgl. 806) dan „Mukhtasar", karangan Khali Ibn Ishab (mgl. 1365).
Diantara orang-orang yang mula-mula memperkenalkan kitabkitab
fiqh mazhab Imam Malik di Mesir kita sebutkan Usman bin Hakam
Al-Jazami, Abdurrahman bin Khalid bin Yazid bin Yahya, Ibn Wahab
dan Rasyid bin Sa'ad, yang meninggal di Alexandria pada tahun 786.
Diantara yang giat sekali menyiarkannya kita sebutkan Abdurrahman
bin Qasim, Ashad bin Abdul Aziz, Ibnul Hakam dan Haris bin Miskin.
3. Aliran Syafi’i
Kelahiran Imam Al-Syafi’i (150-204 H.) Nama lengkap Imam
Syafi’i adalah Muhammad ibn Idris ibn al-‘Abbas ibn Utsman ibn
Syafi’i ibn al-Sa’ib ibn ‘Ubaid ibn ‘Abd Yazid ibn Hasyim ibn ‘Abd
al-Muthalib ibn ‘abd manaf. Ia dilahirkan di Gazza (suatu daerah dekat
Palestina) pada tahun 150 H, kemudian dibawa oleh ibunya ke Mekah.
Ia meninggal di Mesir pada tahun 204 H. Imam Syafi'i adalah seorang
Mjitahid yang sangat banyak pengalamannya mengenai cara menulis
Fiqh di Iraq, di Hejaz dan kemudian di Mesir.16
Mazhab Syafi'i itu terletak diantara dua paham yang sangat
berlainan, yaitu Mazhab Abu Hanifah, yang banyak menggunakan
akal, dan Mazhab Malik bin Anas yang banyak menggunakan nash.
Sumber madzhab Syafi’i adalah Al-Qur’an al-Karim, Hadits yang
sahih menurut pandangan beliau. (hadits sahih mutawatir, hadits shahih
ahad, hadis shahih masyhur), Ijma’ para Mujtahid dan Qiyas. Mazhab
Syafi'i di Iraq biasa dinamankan Mazhab Qadim, dan Mazhab Syafi'i
di Mesir, biasa disebut orang Mazhab Jadid. Mereka yang berguru
kepadanya di Iraq adalah Az-Za'farani, Al-Karabisi, Abu Tsaur, Ibn
Hanbal, Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallam Al-Lughawi, sedang
pengikutnya di Mesir yang terkenal ialah Al-Buwaithi, Al-Majani, Ar-
Rabi' Al-Muradi. Mazhab Syafi'i menurut jalan hukum dapat dikatakan
kedudukannya antara paham Mazhab Maliki dan Mazhab Hanafi, jadi

Rachmat Djatnika, Perkembanganhlm…, hlm. 44.


16

11
antara pemeluk tradisionil dan rasionil dalam memahamkan Qur'an dan
Hadis. Pada masa ini yang paling banyak terdapat pemeluk Mazhab
Syafi'i itu ialah di Mesir, Syria, beberapa bahagian tanah Arab dan
seluruh Indonesia.17
4. Aliran Hanbali
Kelahiran Ahmad ibn Hanbal (164-241 H). Nama lengkap
Ahmad ibn Hnbal adalah Abu ‘Abd Allah Ahmad ibn Hanbal ibn Hilal
ibn Asad al-Syaibani al-Marzawi. Ia dilahirkan di Bagdad pada tahun
164 H. Beliau dikenal sebagai imam hadis dan memiliki kitab al-
musnad. Dasar mazhabnya terletak atas empat : pertama Nas, kedua
fatwa sahabat, ketiga Hadis (mursal dan dhaif) dan keempat qiyas.
Pengikutnya sangat sedikit dan kebanyakan pengikut-pengikutnya itu
tidak mau berijtihad menurut mazhabnya, Ibnu Kaldun menerangkan,
bahwa sebabnya Mazhab Ibn Hanbal kurang tersiar dimuka bumi, ialah
karena sempitnya berijtihad dalam mazhab itu. Mazhab ini lahir di
Baghdad tempat lahirnya Imam Ahmad. Pengaruhnya kelihatan dalam
abad ke-IV H.18

17
Siradjuddin Abbas, Sejarah & Keagungan Madzhab Syafi’i, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah
Baru,2007), hlm. 140.
18
Siradjuddin Abbas, Sejarah…, hlm. 145.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk periode keemasan tasyri’ Islami itu terjadi pada abad kedua
Hijriyah dan berakhir sampai abad keempat Hijriyah atau hampir 250
tahun. Berkembang pesatnya ilmu pengetahuan di dunia Islam disebabkan
oleh hal-hal berikut: (1) Banyaknya mawali yang masuk Islam, (2)
Berkembangnya pemikiran karena luasnya ilmu pengetahuan, (3) Adanya
upaya umat Islam untuk melestarikan al-Qur’an dengan dua cara, yaitu
dicatat (dikumpulkan dalam mushaf) dan dihafal.
Proses lahirnya madzhab adalah usaha para pengikut atau
pendukung untuk menyebarkan hasil ijtihad imamnya. Penyebaran ini
dilakukan dengan metode lisan dan juga tulis (pembukuan fiqih).
Kemudian, pengikut hasil ijtihad itu semakin banyak, membentuk suatu
komunitas dan disebutlah komunitas tersebut bermadzhab imam ini dan
itu.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya madzhab adalah
sebagai berikut: (a) Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam
sehingga hukum Islampun menghadapi berbagai macam masyarakat yang
berbeda-beda tradisinya, (b) Munculnya ulama-ulama besar pendiri
madzhab-madzhab fiqih berusaha menyebarluaskan pemahamannya
dengan mendirikan pusat-pusat study tentang fiqih, yang diberi nama Al-
Madzhab atau Al-Madrasah yang diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi
school, kemudian usaha tersebut dijadikan oleh murid-muridnya, (c)
Adanya kecenderungan masyarakat Islam ketika memilih salah satu
pendapat dari ulama-ulama madzhab ketika menghadapi masalah hukum.
Sehingga pemerintah (kholifah) merasa perlu menegakkan hukum Islam
dalam pemerintahannya, (d) Permasalahan politik, perbedaan pendapat di
kalangan muslim awal trntang masalah politik seperti pengangkatan

13
khalifah-khalifah dari suku apa, ikut memberikan saham bagi munculnya
berbagai madzhab hukum Islam.

B. Saran
Demikian makalah ini kami susun, mohon maaf atas segala
kesalahan dalam penulisan maupun materi yang kami sajikan, kami
berharap adanya kritik dan saran yang kontruktif demi lebih baik dan
sempurnanya makalah yang kami susun.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Siradjuddin, K.H. 2007. Sejarah & Keagungan Madzhab Syafi’i. Jakarta:
Pustaka Tarbiyah Baru.

Atjeh, Aboebakar, H. Dr Prof. 1977. Ilmu Fiqh Islam dalam Lima Madzhab.
Jakarta: Islamic Research Institute.

Djatnika, Rachmat, H. Dr. 1986. Perkembangan Ilmu Fiqh di Dunia Islam.


Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama.

Khallaf, Abul Wahhab. 1978. Ikhtisar Sejarah Pembentukan Hukum Islam.


Surabaya : PT Bina Ilmu.

Mubarok, Jaih. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Suleman, Frangky. 2016. “Peradilan Masa Bani Abbasiyah”. Jurnal Ilmiah Al-
Syir’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado Vol. 14, No. 1, Juni.

15

Anda mungkin juga menyukai