Anda di halaman 1dari 10

Pasangan ideal dari kata keluarga adalah bahagia, sehingga

idiomnya menjadi keluarga bahagia. Maknanya, tujuan dari setiap orang yang membina
rumah tangga adalah mencari kebahagiaan hidup. Hampir seluruh budaya bangsa
menempatkan kehidupan keluarga sebagai ukuran kebahagiaan yang sebenarnya. Meski
seseorang gagal karirnya di luar rumah, tetapi sukses membangun keluarga yang kokoh dan
sejahtera, maka tetaplah ia dipandang sebagai orang yang sukses dan berbahagia. Sebaliknya
orang yang sukses di luar rumah, tetapi keluarganya berantakan, maka ia tidak disebut orang
yang beruntung, karena betapapun sukses diraih, tetapi kegagalan dalam rumah tangganya
akan tercermin di wajahnya, tercermin pula pada pola hidupnya yang tidak bahagia. Hidup
berkeluarga memang merupakan fitrah sosial manusia. Secara psikologis, kehidupan
berkeluarga, baik bagi suami, isteri, anak-anak, cucu-cicit atau bahkan mertua merupakan
pelabuhan perasaan, ketenteraman, kerinduan, keharuan, semangat dan
pengorbanan,semuanya berlabuh di lembaga yang bernama keluarga. Sacara alamiah, ikatan
kekeluargaan memiliki nilai kesucian. Menikah tidak terlalu sulit, tetapi membangun
keluarga bahagia bukan sesuatu yang mudah. Pekerjaan membangun, pertama harus
didahului dengan adanya gambar yang merupakan konsep dari bangunan yang diinginkan.
Gambar bangunan (maket) bisa didiskusikan dan diubah sesuai dengan konsep fikiran yang
akan dituangkan dalam wujud bangunan itu.

Demikian juga membangun keluarga bahagia, terlebih dahulu orang harus memiliki konsep
tentang keluarga bahagia. Banyak kriteria yang disusun orang untuk menggambarkan sebuah
keluarga yang bahagia, bergantung ketinggian budaya masing-masing orang, misalnya paling
rendah orang mengukur kebahagiaan keluarga dengan tercukupinya sandang, pangan dan
papan. Bagi orang yang pendidikannya tinggi atau tingkat sosialnya tinggi, maka konsep
sandang bukan sekedar pakaian penutup badan, tetapi juga simbol dari suatu makna.
Demikian juga pangan bukan sekedar kenyang atau standar gizi, tetapi ada selera non gizi
yang menjadi konsepnya. Demikian seterusnya tempat tinggal (papan) , kendaraan, perabotan
bahkan hiasan, kesemuanya itu bagi orang tertentu mempunyai kandungan makna budaya.
Secara sosiologis psikologis, kehadiran anak dalam keluarga juga dipandang sebagai
parameter kebahagiaan.

Isteri bukan sekedar perempuan teman ngobrol dan ibu dari anak-anak, suami bukan sekedar
lelaki, teman dikala sepi, ada konsep aktualisasi diri yang berdimensi horizontal dan vertikal.
Orang bisa melakukan ‘Free Love’ dengan siapa saja, tetapi itu tidak identik dengan
kebahagiaan. Mungkin bisa memuaskan syahwat dan hawa nafsunya, tetapi tidak pernah
melahirkan rasa ketenteraman, ketenangan dan kemantapan jiwa. Menuju keluarga bahagia
yang Islami, biasanya disebut dengan Keluarga Sakinah. Sebuah keluarga yang dilandasi
dengan ketaatan kepada Allah & menjauhi semua laranganNya sehingga keluarga seperti
inilah menjadi keluarga yang diberkahi oleh Allah di dunia & diakhirat.

Orang Terbaik
keyword: teks pidato keluarga bahagia masyarakat sejahtera, tujuan hidup muslim ppt,
naskah ceramah keluarga sejahtera, pidato keluarga sejahtera, contoh teks pidato keluarga
bahagia, contoh teks pidato gizi menurut islam, pidato tema keluarga bahagia, tema ceramah
perihal membentuk keluarga harmonis, naskah pidato hidup bahagia, pengertian dan tujuan
keluarga sejahtera umat kristen, naskah pidato sejahtera keluarga, pidato ttg keluarga
sejahtera, puisi sukses di keluarga dan bahagia, sukses menuju keluarga bahagia dan
sejahtera, teks kultum keluarga sejahtera, ceramah keluarga sejahtera, menuju keluarga sehat
ppt, ceramah tentang kehidupan berkeluarga, ceramah tentang keluarga bahagia, contoh cerita
tujuan hidup ceramah islam, contoh naskah pidato tentang gizi, contoh pidato keluarga
bahagia masyarakat sejahtera, keluarga sejahtera ppt, kultum keluarga sejahtera, matlamat
hidup muslim ppt, menuju keluarga bahagia dan sejahtera, menuju keluarga bahagia
sejahtera, menuju keluarga harmonis, tujuan keluarga sejahtera
Bahtera Keluarga Muslim
Rasulullah saw pernah bersabda kepada Abu Dzar : „Perkokohlah bahteramu karena samudra ini amat dalam.
Perbanyaklah bekalmu karena perjalanan ini amat panjang. Ikhlaskanlah amalmu karena pencatatmu sungguh
amat jeli"
Amal ibadah mempunyai 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Lillah : hanya karena
Allah swt 2. Billah : bersama Allah swt, artinya mengikuti apa yang perintah Allah swt 3.
Illallaah : tujuan akhir hanya mencari keridhaan Allah swt
Membangun sebuah rumah tangga muslim juga merupakan ibadah yang harus memenuhi
ketiga syarat tersebut. Dasar membangun rumah tangga adalah keikhlasan karena perintah
Allah swt dan mengikuti sunnah Rasulullah saw, bukan hanya ingin mendapatkan pasangan
hidup. Dalam pelaksanaannya pun seperti apa yang dicontohkan Rasulullah saw, bukan
dengan cara-cara lain yang dilarang. Sedangkan tujuan akhir dari pembentukannya adalah
hanya untuk mencari keridhaan Allah swt, bukan kedudukan, harta atau keridhaan
manusia.
Hadits Rasulullah saw diatas telah mensinyalir, bahwa samudra yang akan diarungi oleh
bahtera rumah tangga amatlah dalam dan perjalanannya pun amat panjang. Karena itulah
perlu adanya usaha ekstra, baik dalam mempersiapkan, memasuki gerbangnya dan
berjalan diatas keagungan nilainya.
Bagaimana Memperkokoh Bahtera ?
Kehidupan sebuah rumah tangga dapat diumpamakan sebagai sebuah bahtera.
Keselamatan bahtera itu sangat tergantung dari kewaspadaan para penumpang diatasnya.
Rasulullah saw memberikan gambaran bagaimana seharusnya hidup bersama dalam
berrumah tangga.
Rasulullah saw bersabda : „Perumpamaan orang-orang yang menjaga batas-batas Allah swt dengan
mereka yang melanggarnya, bagaikan satu kaum yang menaiki sebuah bahtera. Sebagian mendapat
tempat di atas dan sebagian lagi di bawah. Mereka yang di bawah jika ingin air (terpaksa)
melewati orang-orang yang di atas, lalu berkata, „Seandainya kita lubangi (bahtera ini) untuk
mendapatkan air, tentu kita tidak lagi mengganggu orang-orang yang di atas." Jika orang yang
diatas membiarkan keinginan mereka yang di bawah, tentu semua akan binasa. Jika mereka
menghalanginya, mereka akan selamat dan selamatlah semuanya." (HR Bukhari dan Tarmidzi)
Dalam mengarungi samudra kehidupan kadang bahtera itu miring ke kiri dan ke kanan.
Satu saat tenang, dan di saat lain dihempas gelombang. Untuk itulah sejak awal bahtera
harus dipersiapkan dan diperkuat di segala sisinya. Caranya ialah dengan selalu menjaga
langkah agar tidak keluar dari tujuan asasinya serta selalu menjaga keutuhan dan
kesejahteraan keluarga.
Musthafa Masyur mengungkapkan bahwa kesejahteraan keluarga bukanlah terletak pada
aspek fisik materi, tapi keterikatan anggota keluarga dengan aqidah, ibadah, akhlaq dan
pergaulan Islam, hingga seluruh kehidupan terwarnai dengan identitas Islam secara utuh.
Bagaimana kehidupan yang islami, dapat kita lihat dari suri tauladan kita Rasulullah saw.
Karena Allah swt sendiri telah menyatakan dalam Al-Qur'an : Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS.33:21)
Kita mencontoh bagaimana Beliau shalat dan beribadah, makan, minum, tidur, menjalin
sillaturrahmi dengan para shahabatnya, dsb. Selain itu ada 3 hal penting yang harus
diperhatikan dan dipersiapkan oleh pasangan baru, yaitu :
1. Rumahku surgaku
Yaitu keluarga sakinah yang didalamnya terdapat ketentraman dan ketenangan, baik bagi
suami, istri ataupun anak-anak. Dimana masing-masing berusaha melakukan perannya
dengan sebaik mungkin dan saling meringankan beban satu sama lain (bukan membebani).
2. Rumah adalah madrasah kecil
Yaitu adanya proses belajar mengajar. Semua anggota keluarga saling mengisi dan
memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang ada, bukan hanya sekedar memaklumi.
Faktor penunjang yang penting demi lancarnya proses belajar mengajar ini adalah
komunikasi dan sikap keterbukaan sesama anggota keluarga, saling menasehati dan rela
untuk dinasehati serta berjalannya fungsi saling membantu antara suami istri.
3. Hiasi rumah dengan shalat, salam, doa dan tilawah Al-Qur’an
Ibadah-ibadah tersebut akan lebih terasa indah dan nikmat jika dilakukan secara
berjamaah. Hal inilah yang akan memberikan suasana islami yang segar di dalam rumah.
Bagaimana Memperbanyak Bekal ?
Ilmu dan harta adalah dua bekal yang harus dipersiapkan sebelum seseorang memasuki
gerbang pernikahan. Bekal ilmu untuk persiapan mental dan bekal harta untuk persiapan
fisik. Mengapa harus dipersiapkan sebelumnya ? Jodoh adalah ketentuan Allah swt yang
kita tidak tahu kapan datangnya. Jika kedua bekal tersebut sudah dipersiapkan dengan
baik sebelumnya, maka seseorang tidak akan menjadi „kelabakan" ketika jodoh tiba di
depan mata. Tanpa persiapan yang baik atau bahkan tanpa bekal sama sekali hanya akan
menimbulkan kesulitan kelak dalam kehidupan rumah tangga. Namun dalam hal harta,
bukan sedikit atau banyaknya penghasilan yang didapatkan, tetapi nilai usaha dan barokah
(kebaikan) yang ada di dalamnya. Dalam hal ini Allah swt berfirman : Dan nikahkanlah orang-
orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-
Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32)
Hindarilah rasa ketakutan yang berlebihan (takut akan kemiskinan dan kekurangan),
karena itu adalah godaan syetan yang hanya akan menimbulkan keputusasaan.
Dan sebagai muslimah, sebaiknya membekali diri dengan pendidikan ketrampilan untuk
dapat menyempurnakan kewajibannya dalam rumah tangga. Misalnya ilmu tentang
berrumah tangga, mengurus anak, tata boga, tata busana, bagaimana mengelola ekonomi
rumah tangga, perpustakaan rumah dsb. Tujuan dari pembekalan ilmu tersebut adalah
agar kelak ia tidak canggung dalam menjalankan fungsinya sebagai istri bagi suaminya dan
sebagai ibu bagi anak-anaknya.
Bagaimana Mengihklaskan Amal ?
Dengan selalu mengingat,menjaga dan memelihara tujuan pembentukan rumah tangga,
yaitu mencari ridho Allah swt, akan menghasilkan keikhlasan dalam beramal.
Dasar dalam membangun rumah tangga adalah karena takwa kepada Allah swt, yaitu
adanya muroqobatullah (kesertaan Allah swt dalam setiap gerak langkah), mengutamakan
keridhaan Allah swt, menjauhi kebencianNya serta komitmen terhadap pengarahan Al-
Qur'an dan sunnah Rasulullah saw serta adanya keyakinan bahwa berrumah tangga adalah
ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Takwa inilah yang akan menghasilkan
kebahagiaan dalam keluarga dimana masing-masing anggota dalam keluarga berusaha
menjalankan tugas dan kewajibannya untuk menggapai ridha Allah swt.
Dan yang terakhir, kebahagiaan keluarga hanyalah bagi mereka yang mendasarkan
kehidupan keluarganya pada ibadah karena Allah swt. )|(
Diposkan oleh Asep Hidayat di 20:11
MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI

MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI

Nikah merupakan sunnah Rasul yang sangat sakral, karenanya nikah juga merupakan ikatan yang
sangat kuat yang dalam istilah Al-Qur’an disebut dengan miytsaqon ghaliyzho (QS 4:21) yang kata ini
digunakan juga untuk menyebut perjanjian antara para Nabi dengan Allah Swt dalam mengemban
perjuangan da’wah (QS 33:7). Oleh karena itu pernikahan dan walimatul arusy harus dilaksanakan yang
sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu pernikahan jangan sampai dinodai dengan hal-hal yang bernilai
maksiat. Sesudah pernikahan berlangsung, kehidupan berumah tanggapun harus dijalani dengan sebaik-
baiknya meskipun tantangan dan godaan menjalani kehidupan rumah tangga yang Islami sangat
banyak.
Untuk menjalani kehidupan rumah tangga yang islami, ada beberapa hal yang harus mendapat
perhatian suami dan isteri.1. Memperkokoh Rasa Cinta.Rasulullah Saw sebagai seorang suami berhasil
membagi dan menumbuh-suburkan rasa cinta kepada semua isterinya sehingga isteri yang satu
mengatakan dialah yang paling dicintai oleh Rasul, begitu juga dengan isteri yang lainnya. Berumah
tangga itu diumpamakan seperti orang yang sedang berlayar, ketika pelayaran baru dimulai, kondisi di
kapal masih tenang karena disamping penumpangnya betul-betul ingin menikmati pelayaran itu, juga
karena belum ada kesulitan, belum ada ombak dan angin kencang yang menerpa, tapi ketika kapal itu
telah mencapai lautan yang jauh, barulah terasa ombak besar dan angin yang sangat kencang menerpa,
dalam kondisi seperti itu saling mengokohkan rasa cinta antara suami dengan isteri menjadi sesuatu
yang sangat penting dalam menghadapi dan mengatasi terpaan badai kehidupan rumah tangga.
Pernikahan dilangsungkan dengan maksud agar lelaki dan wanita yang mengikat hubungan suami isteri
dapat memperoleh ketenangan dan rasa cinta. Allah berfirman yang artinya: Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menjadikan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS 30:21). 2. Saling Hormat
Menghormati.Awal-awal kehidupan rumah tangga selalu dengan masa romantis yang segalanya indah,
bahkan adanya kelemahan dan kekurangan tidak terlalu dipersoalkan, romantisme memang membuat
penilaian suami terhadap isteri dan isteri terhadap suaminya menjadi sangat subyektif. Tapi ketika
rumah tangga berlangsung semakin lama mulailah muncul penilaian yang obyektif dalam arti suami
menilai isteri atau isteri menilai suami apa adanya. Dulu ketika masa romantis, kekurangan masing-
masing sebenarnya sudah terlihat tapi tidak terlalu dipersoalkan, tapi sekarang kekurangan yang tidak
prinsip saja dipersoalkan, dalam kondisi seperti itulah diperlukan konsolidasi hubungan antara suami
dan isteri hingga masing-masing menyadari bahwa memang kekurangan itu ada tapi dia juga harus
menyadari akan adanya kelebihan.Dalam kehidupan rumah tangga Rasulullah Saw, beliau telah
mencontohkan kepada kita betapa beliau berlaku baik kepada keluarganya, dalam satu hadits beliau
bersabda: Orang yang paling baik diantara kamu adalah yang paling baik dengan keluarganya dan aku
adalah yang paling baik terhadap keluargaku (HR. Thabrani).
3. Saling Menutupi Kekurangan.Meskipun demikian dengan maksud untuk konsultasi dan perbaikan
atas persoalan keluarga kepada orang yang sangat dipercaya, maka seseorang boleh saja
mengungkapkan kekurangan sifat-sifat suami atau isteri.4. Kerjasama Dalam Keluarga.5.
Memfungsikan Rumah Tangga Secara Optimal.Oleh karena itu keluarga harus dioptimalkan fungsinya
seperti masjid dalam arti rumah difungsikan juga sebagai tempat untuk mengokohkan hubungan dengan
Allah Swt dan sesama anggota keluarga sehingga bisa dihindari sikap individual antar sesama anggota
keluarga.Disamping itu rumah juga harus difungsikan seperti madrasah yang anggota keluarganya
harus memperoleh ilmu dan pembinaan karakter sehingga suami dan isteri diharapkan berfungsi seperti
guru bagi anak-anaknya yang memberikan ilmu dan keteladanan yang baik.
Yang juga penting dalam kehidupan sekarang dan masa mendatang adalah memfungsikan keluarga
seperti benteng pertahanan yang memberikan kekuatan pertahanan aqidah dan kepribadian dalam
menghadapi godaan-godaan kehidupan yang semakin banyak menjerumuskan manusia ke lembah
kehidupan yang bernilai maksiat dalam pandangan Allah dan rasul-Nya.Mewujudkan rumah tangga
yang Islami merupakan sesuatu yang tidak mudah, banyak sekali kendala, baik internal maupun
eksternal yang harus dihadapi. Namun harus diingat bahwa kendala yang besar dan banyak itu bukan
berarti mewujudkan rumah tangga yang Islam tidak bisa, setiap kita harus yakin akan kemungkinan
bisa membentuk rumah tangga yang Islami, kalau kita sudah yakin, maka kita dituntut membuktikan
keyakinan itu dengan kesungguhan. Hal ini karena melaksanakan ajaran Islam memang sangat dituntut
kesungguhan yang sangat.Akhirnya untuk meraih kehidupan rumah tangga yang bahagia, ada baiknya
kita telaah hadits Rasul saw berikut ini:
Empat perkara yang merupakan dari kebahagian seseorang, yaitu: mempunyai isteri yang shalehah,
mempunyai anak yang berbakti, mempunyai teman yang shaleh dan mencari rizki di negerinya sendiri (HR.
Dailami dari Ali ra)Masa sesudah menikah juga harus dijalani dengan memfungsikan
keluarga seoptimal mungkin sehingga rumah tangga itu tidak sekedar dijadikan seperti
terminal dalam arti anggota keluarga menjadikan rumah sekedar untuk singgah
sebagaimana terminal, tapi semestinya rumah tangga itu difungsikan sebagai tempat
kembali guna menghilangkan rasa penat dan memperbaiki diri dari pengaruh yang
tidak baik serta memperkokoh hubungan dengan sesama anggota keluarga.Dalam
mengarungi kehidupan rumah tangga tentu saja banyak beban yang harus diatasi,
misalnya beban ekonomi, dalam hal ini suami harus mencari nafkah dan isteri harus
membelanjakannya dengan sebaik-baiknya dalam arti untuk membeli hal-hal yang
baik dan tidak boros. Begitu juga dengan tanggung jawab terhadap pendidikan anak
yang dalam kaitan ini diperlukan kerjasama yang baik antara suami dan isteri dalam
menghasilkan anak-anak yang shaleh. Kerjasama yang baik dalam mendidik anak itu
antara lain dalam bentuk sama-sama meningkatkan keshalehan dirinya sebagai orang
tua karena mendidik anak itu harus dengan keteladanan yang baik, juga tidak ada
kontradiksi antara sikap bapak dengan ibu dalam mendidik anak dan sebagainya.
Keharusan kita bekerjasama dalam hal-hal yang baik difirmankan Allah yang artinya:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS 5:2).Suami dan isteri tentu
saja memiliki banyak kekurangan, tidak hanya kekurangan dari segi fisik, tapi juga
dari sifat-sifat. Oleh karena itu suami isteri yang baik tentu saja menutupi kekurangan-
kekurangan itu yang berarti tidak suka diceriterakan kepada orang lain, termasuk
kepada orang tuanya sendiri.Saling cinta mencintai itu harus diperkokoh dengan saling
hormat menghormati, suami hormat kepada isteri dengan memberikan penghargaan
yang wajar terhadap hal-hal baik yang dilakukan isterinya, begitu juga dengan isteri
terhadap suaminya dengan menerima apa-apa yang diberikan suami meskipun
jumlahnya tidak banyak. Cinta merupakan perekat dalam kekokohan kehidupan
rumah tangga, bila rasa cinta suami kepada isteri atau sebaliknya telah hilang dari
hatinya, maka kehancuran rumah tangga sangat sulit dihindari. Oleh karena itu
suasana cinta mencintai harus saling ditumbuh-suburkan atau diperkokoh, tidak hanya
pada masa-masa awal kehidupan rumah tangga, tapi juga pada masa-masa selanjutnya
hingga suami isteri mencapai masa tua dan menemui kematian.
Diposkan oleh Asep Hidayat di 21:05
Kirimkan Ini lewat Email
Keluarga Muslim Keluarga Bahagia Sejahtera
Posted by maramis setiawan ⋅ April 2, 2011 ⋅ Tinggalkan Sebuah Komentar

Filed Under keluarga, Keluarga Kita

Beri Nilai

Di susun oleh: Abu Ammar al-Ghoyami

Keluarga Bahagia

Pembahasan kita kali ini adalah pembahasan yang sangat penting karena keutamaan bab yang
kita bahas ini sangat banyak. Bab ini ialah bab yang membahas apa yang pernah disabdakan
oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam:

{ ‫ فمن رغب عن‬،‫ وأتزوج النساء‬،‫ وأصلي وأرقد‬،‫ لكني أصوم وأفطر‬،‫ وأتقاكم له‬،‫أما وهللا إني ألخشاكم هلل‬
[‫سنتي فليس مني { [متفق عليه‬.

‘Demi Alloh, ketahuilah, aku adalah orang yang paling takut dan paling bertaqwa kepada
Alloh, namun begitu aku pun terkadang berpuasa (sunnah) dan terkadang tidak berpuasa,
(waktuku kubagi untuk) sholat dan tidur, dan akupun menikahi beberapa kaum wanita,
maka siapa yang membenci sunahku ia bukan termasuk golonganku’ (Muttafaqun alaihi)

Iya. Bab yang kita bahas adalah bab rumah tangga yang di awali dengan sebuah pernikahan.
Bab ini penting sebab pernikahan merupakan sunnah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam
yang tiada seorang muslim pun yang boleh membencinya lalu meninggalkannya.
Sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di atas.

Selain itu, pembahasan rumah tangga ialah pembahasan tentang dunia pernikahan yang
sangat luas dan komplek permasalahannya. Dan pernikahan merupakan bentuk pemenuhan
seruan Alloh, Dzat Mahamencipta azza wajalla yang berfirman:

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS an-Nur 32)
Sedemikian pentingnya pernikahan ini, sampai Alloh azza wajalla menjamin kecukupan
hidup bagi siapa saja yang menikah karena-Nya subhanahu wata’ala. Yaitu yang segera
menikah karena hendak memelihara diri dari bermaksiat kepada-Nya azza wajalla.
Sebagaimana jelas disebutkan di dalam firman-Nya di atas. Seperti yang hendak menikah
sebab ingin menahan diri dari seruan nafsu syahwatnya terhadap wanita, dan lainnya.

Namun hal ini bukan berarti bahwa pernikahan itu dilangsungkan hanya untuk mengharap
kecukupan hidup semata. Apalagi hanya diharapakan kecukupan materi, alias harta.
Kehidupan yang ideal setelah pernikahan bukan terletak pada materi. Oleh karenanya
kebahagiaan hidup berumah tangga pun tidak didasarkan kepadanya, namun didasarkan pada
ada atau tidak adanya sakinah, mawaddah dan rohmah dalam rumah tangga tersebut.

Rumah Tangga Ideal

Rumah tangga ideal ialah yang terwujud padanya nilai-nilai agung dalam firman Alloh
subhanahu wata’ala:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri


dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS.ar-Rum[30]: 21)

Syeikh Abdurrohman as-Sa’di berkata: .. supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang…dengan adanya
beberapa hal yang terwujud atas adanya pernikahan yang menjadi sebab-sebab mawaddah,
cinta dan rohmah kasih sayang. Dimana dengan adanya istri terdapat kesenangan bersama,
kelezatan serta manfaat yang didapatkan dengan adanya anak-anak serta mendidik mereka.
terdapat pula ketenangan jiwa terhadap istri, yang tidak didapati mawaddah, cinta dan
rohmah, kasih sayang antara siapa saja umumnya sebagaimana antara dua orang pasutri”

Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫النِكَاحِ ِمث ُل ِلل ُمت َ َحا َّبي ِن يُ َر لَم‬

Tidak pernah didapati bunga-bunga cinta antara dua orang yang memadu cinta
sebagaimana pada dua orang yang telah menikah[1]

Sementara kita semua maklum, bahwa ketenangan jiwa, ketentramannya, serta cinta dan
kasih sayang itu tak bisa dibeli dengan materi. Bahkan sebaliknya, semua itu bisa saja
dimiliki oleh mereka-mereka yang hidup berumah tangga meski dengan sedikit materi atau
tanpanya sekali pun. Hal ini menunjukkan bahwa kebahagaiaan hidup berumah tangga dan
kesejahteraannya tidak diukur dengan banyak atau sedikitnya harta.

Kebahagiaan dan Kesejahteraan Keluarga Muslim

Banyak orang menyangka bahwa kebahagiaan keluarga muslim dan kesejahteraannya di ukur
dengan materi. Artinya mereka berpendapat bahwa apabila ada materi keluarga pun akan
bahagaia dan sejahtera dan apabila tidak ada maka tidak ada pula kebahagaiaan dan
kesejahteraan. Benarkah pernyataan dan pemahaman demikian?
Disebutkan oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa standar kebahagiaan dan
kesejahteraan ideal seorang mukmin ada pada empat perkara. Beliau bersabda:

‫ السعادة من أربع‬: ‫ الصالحة المرأة‬، ‫ الواسع والمسكن‬، ‫ الصالح والجار‬، ‫ الهنيء والمركب‬، ‫الشقاوة من وأربع‬
: ‫ السوء الجار‬، ‫ السوء والمرأة‬، ‫ الضيق والمسكن‬، ‫السوء والمركب‬

“empat perkara standar kebahagiaan; istri sholihah, tempat tinggal yang lapang, tetangga
yang baik, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat perkara standar kesengsaraan;
tetangga yang buruk (akhlak), istri yang buruk (akhlak), tempat tinggal yang sempit, dan
kendaraan yang buruk” (Shohih ibnu Hibban no: 4107, dishohihkan oleh al-Albani
dalam shohihut targhib no: 2576)

Namun itu adalah standar umumnya, bukan yang harus. Artinya umumnya sebuah keluarga
apabila ada empat hal tersebut akan bahagia, meski ada, dan mungkin banyak juga keluarga
yang keempat hal tersebut ada papadanya namun tidak terwujud di dalamnya kebahagiaan
dan kesejahteraan.

Ini menunjukkan bahwa keempat hal tersebut bukan hal yang menentukan sebuah kepastian.
Oleh karenanya Alloh tidak menjadikan kaum mukminin seluruhnya memiliki empat hal
tersebut. Dan Dia azza wajalla pun tidak menjadikan seluruh kaum mukminin miskin dari
keempat hal tersebut. Namun ada sebagian yang memiliki seperti ada pula sebagiannya yang
lain yang tidak memilikinya. Namun tetap saja banyak di antara rumah tangga dari masing-
masing keadaan tersebut yang juga bisa meraup kebahagiaan.

Oleh karena itulah di dalam riwayat yang lain, beliau menyebutkan standar minimal
kebahagiaan seorang mukmin dengan sabda beliau:

‫آمنًا ِمنكُم أَصبَ َح َمن‬


ِ ‫سربِ ِه ِفي‬ َ ‫يزت فَ َكأَنَّ َما يَو ِم ِه قُوتُ ِعن َدهُ َج‬
ِ ‫س ِد ِه فِي ُمعَافًى‬ ِ ِ‫بِ َحذَاف‬
َ ‫ير َها الدُّن َيا لَهُ ِح‬

“siapa yang berpagi-pagi dalam keadaan aman pada rumah, harta, dan keluarganya,
sehat badannya, memiliki bekal makanan yang cukup di hari itu, seolah-olah dunia telah
dikumpulkan buatnya seluruhnya” (HR Tirmidzi no: 2346, dihasankan oleh al-Albani
dalam shohihut targhib no: 833)

Artinya, bahwa tanpa sesuatu atau materi yang lebih melebihi kebutuhan sehari saja pun
seorang yang beriman akan bisa meraup kebahagiaan dan kesejahteraan. Ini jelas sekali
menunjukkan bahwa kebahagiaan dan kesehjahteraan itu tidak di ukur dengan materi. Oleh
karena itu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyebutkan standar kebahagiaan dan
kesejahteraan seorang mukmin terkait dengan materi, namun kebahagiaan dan kesejahteraan
seorang mukmin sangat terkait dengan qona’ah hati.

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh radhiyallahu anhu, bahwa Rosululloh shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:

َ ‫ض كَث َر ِة عَن ال ِغنَى لَي‬


«‫س‬ ِ ‫ العَ َر‬، َّ‫» النَّف ِس ِغنَى ال ِغ َنى َولَ ِكن‬

“kecukupan bukan pada banyaknya harta, namun kecukupan itu adalah kecukupan jiwa”
(HR Bukhori no: 6081 dan Muslim no: 1051)
Jadi, kebahagiaan sebuah keluarga muslim terletak pada qona’ah, terletak pada ada dan tidak
adanya iman dan taqwa. Semakin kuat iman dan semakin tinggi takwa, semakin bahagia dan
sejahteralah sebuah keluarga. Dan sebaliknya, semakin rapuh iman dan semakin lemah
taqwa, sebanyak apapun materi yang telah dikumpulkan kiranya takkan bisa membeli
kebahagiaan dan kesejahteraan. Ini disebabkan telah hilangnya jiwa qona’ah mereka.

Boleh juga dikatakan, bahwa tidak akan mendapatkan kebahagiaan selain sebuah rumah
tangga yang dibangun di atas asas islam. Ialah rumah tangga muslim yang beriman dan
bertaqwa. Itulah rumah tangga yang akan berbahagia dan sejahtera.

Allohumma, ya Alloh. Karuniakanlah kepada keluarga kami kebahagiaan dan kesejahteraan


sebagaimana yang Engkau kehendaki, bukan kebahagiaan dan kesejahteraan yang banyak
diimpikan manusia. Amin.

[1] HR. Ibnu Majah (no: 1847), al-Hakim (II/160), dan al-Baihaqi (VII/78) dishohihkan oleh
Syeikh al-Albani v\ dalam Shohih Ibnu Majah (no: 1497)

Anda mungkin juga menyukai