KELOMPOK 10
HALAMAN JUDUL I
DAFTAR ISI II
DAFTAR PUSTAKA 14
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
BAB I
LATAR BELAKANG
Tidak perlu diragukan lagi bahwa keluarga itu adalah sebagai sebuah batu
daripada batu-batu bangunan sesuatu bangsa yang terdiri dari sekumpulan
keluarga besar, yang mana satu sama lain mempunyai hubungan yang erat sekali.
Dan sudah tentulah bahwa sesuatu bangunan yang terdiri dari sekian banyak batu-
batu, akan menjadi kuat atau lemah sesuai dengan kuat atau lemahnya batu-batu
itu sendiri. Apabila batu-batu itu kuat dan saling kuat menguatkan serta memiliki
pula daya tahan yang hebat, tentulah bangsa yang terbentuk dari keluarga-
keluarga yang seperti batu- batu demikian itu akan kuat dan hebat pulalah
keadaannya. Dan sebaliknya, seandainya batu-batu yang membentuk bangunan
bangsa itu lemah dan bercerai-berai, pastilah bangsa itu akan menjadi lemah dan
tiada berdaya. Oleh karena itu usaha-usaha untuk menguatkan keluarga itu adalah
suatu hal terpenting yang wajib diperhatikan oleh pemimpin dan merupakan jalan
yang wajib ditempuh dengan segala daya dan upaya. Hal yang demikian itu
mungkin dapat dicapai melainkan dengan mengadakan prinsip-prinsip yang kuat
di mana dibina diatasnya mehligai kekeluargaan itu, yang akan menjamin hidup
serta pertumbuhannya, hingga menjadi suatu keluarga yang kuat dan jaya. Setelah
itu harus pula diadakan pengawasan yang kuat atas prinsip-prinsip tersebut dan
diawasi pula pelaksanaannya. Apabila keluarga itu dipandang sebagai sebuah batu
daripada batu-batu bangunan sesuatu bangsa, maka perkawinan dapat dipandang
sebagai asal usul dari suatu keluarga, karena dari perkawinan itulah kekeluargaan
terbentuk dan selanjutnya bertumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu pula maka
perkawinan harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, yang sama dengan
perhatian yang harus dicurahkan kepada kekeluargaan, kalau bukanlah harus
melebihi perhatian terhadap kekeluargaan itu. Tidak ada satu agama pun daripada
agama-agama yang di turunkan dari langit yang kita ketahui yang tidak
menempatkan persoalan perkawinan itu pada tempat yang pertam-tama serta
memperoleh perhatian dan penghormatan yang utama daripadanya. Demikian pula
tidak ada suatu bangsa daripada bangsa mana pun juga yang mengerti nilai-nilai
kehidupan, yang tidak mementingkan atau memperhatikan soal-soal perkawinan
tersebut. Sebabnya bukan saja karena perkawinan itu adalah hal yang dituntun
oleh fithrah manusia dan dituntut oleh hajat alamiah seseorang.
Adapun perkawinan itu pada hakikatnya adalah merupakan suatu
kenyataan daripada kenyataan-kenyataan pengaturan bagi fitrah yang terdapat
pada ummat manusia, sebagaimana fitrah itu pun terdapat pula pada bermacam-
macam binatang. Dan kalau bukanlah karena perkawinan yang berupa pengaturan
terhadap fitrah yang sama-sama dimiliki oleh manusia dan binatang ini, tentulah
tidak akan berbeda keadaan manusia itu daripada binatang-binatang lain yang
bermacam-macam itu di dalam cara mencarikan kepuasan terhadap fitrah tersebut,
yang dilakukan dengan jalan anarkis dan semau-maunya saja. Kalau demikianlah
keadaanya tentulah manusia itu bukanlah manusia yang dimaksud sebagai
makhluk yang selaraskan segala sesuatunya oleh Allah dan dihembuskan-Nya roh
kedalam tubuhnya. Kemudian diberikan-Nya pula kepadanya akal dan pikiran dan
dilebihkan-Nya derajat manusia itu dari makhluk yang lain-lainnya. Seterusnya
manusia itu pun diberi-Nya kekuasaan di bumi dan ditundukkan- Nya seluruh
alam kepadanya. Selanjutnya dipersiapkan-Nya pula untuk manusia itu prinsip-
prinsip hubungan yang tinggi yang dapt meningkatkan derajatnya dari lingkungan
sifat-sifat kebintangannya semata-mata dan diseru-Nya pula manuisa itu supaya
bertolong-tolongan dengan sesama putera bangsanya untuk menciptakan
kemakmuran dunia, mengatur kepentingan-kepentingan serta tukar menukar
kemanfaatan.
BAB II
A. Akhlak Dalam Keluarga Yang Terdiri Dari Birul Walidain
1. Kedudukan Birrul Walidain
Birul Walidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Ada
beberapa alas an yang membuktikan hal tersebut, diantaranya yaitu:
1. Perintah ihsan kepada ibu bapak diletakkan oleh Allah swt di dalam Al-
Qur’an langsung sesudah perintah beribadah hanya kepada-Nya semata-
mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya. Allah berfirman (QS.
Al-Baqarah 2:83)
2. Allah swt mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada
ibu bapak (QS. Al-Ankabut 46:15).
3. Allah SWT meletakan perintah berterimakasih kepada Ibu Bapak langsung
sesudah perintah berterimakasih kepada Allah SWT. Allah berfirman yang
artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu bapaknya: ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah Kembalimu.”(Q.S.Luqman:31:14).
4. Rasulullah saw. Meletakan birrul walidain sebagai amalan nomor dua
terbaik sesudah Sholat tepat pada waktunya. “Diriwayatkan dari Abu
Abdirrahman Abdullah ibnu Mas’ud Ra dia berkata: “Aku bertanya
kepada Nabi saw. ; apa amalan yang paling disukai oleh Allah swt?
Beliau menjawab: Sholat tepat pada waktunya”. Aku bertanya lagi;
kemudian apa lagi? Beliau menjawab “Birul Walidain”. Kemudian aku
bertanya lagi; seterusnya apa? Beliau menjawab. “Jihad fisabilillah.”
(HR. Muttafaqun Alaih).
2. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua degnan penuh rasa terimakasih
dan kasih saying atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin bias dinilai dengan
apapun. Ibu yang mengandung dengan susah payah dan penuh penderitaan. Ibu
yang melahirkan, menyusui, mengasuh, merawat dan membesarkan. Bapak yang
membanting tulang mencari nafkah untuk ibu dan anak-anaknya. Bapak yang
menjadi pelindung untuk mendapatkan rasa aman.
3. Membantu ibu bapak secara fisik dan material. Misalnya sebelum berkeluarga
dan mampu berdiri sendiri, anak-anak membantu orang tua (terutama Ibu)
mengerjakan pekerjaan rumah, dan setelah berkeluarga atau berdiri sendiri
membantu orang tua secara financial, baik untuk membeli pakaian, makanan,
minuman, apalagi untuk berobat. Rosulullah saw. Menjelaskan bahwa betapapun
banyak engkau mengeluarkan uang untuk membantu orang tuamu tidak sebanding
dengan jasanya kepadamu. “Tidak dapat seorang anak membalas budi kebaikan
ayahnya, kecuali jika mendapatkan ayahnya tertawa menjadi hamba sahaya,
kemudian ditebus dan dimerdekakannya. (HR. Muslim).
3. Uququl Walidain
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa Allah swt menempatkan perintah
untuk Birul Walidain langsung sesudah perintah untuk beibadah kepada-Nya,
maka sebaliknya Allah swt pun menempatkan Uququl Walidain sebagai dosa
besar yang menempati ranking kedua sesudah Syirik.
Uququl walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Istilah inipun berasal
langsung dari Rasulullah saw sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadits.
Dosa-dosa besar adalah: mempersekutukan Allah, durhaka kepad kedua orang tua,
membunuh orang dan sumpah palsu” (HR. Bukhari). Durhaka kepada kedua
orang tua adalah dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah swt, sehingga azabnya
disegerakan Allah di dunia ini. Hal itu dinyatakan oleh Rasulullah saw:
“Semua dosa-dosa diundurkan oleh Allah (azabnya) sampai waktu yang
dikehendaki-Nya kecuali durhaka kepada kedua orang tua, maka sesungguhnya
Allah menyegerakan (azabnya) untuk pelakunya di waktu hidup di dunia ini
sebelum dia meninggal” (HR. Hakim).
Dalam hadis lain Rasulullah saw menjelaskan bahwa Allah swt tidak akan
meridhai seseorang sebelum dia mendapatkan keridhan dari kedua orang tuanya:
Keridhaan rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan rabb (Allah)
ada pada kemarahan orang tua (HR. Tirmidzi)
Dalam salah satu hadist Rasulullah saw. Memberikan tuntunan. Yang artinya
“Seorang wanita dinikahi berdasarkan empat pertimbangan karena harta,
keturunan, kecantikan dan agamanya. Peganglah yang memiliki agama niscaya
kedua tanganmu tidak akan terlepas” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud).
Mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari suami untuk isteri. Suami tidak boleh
memanfaatkannya kecuali seizing dan serela isteri. (Q.S. An-Nisa’ :20-21).
Jumlah minmal dan maksimal mahar tidak ditentukan oleh syara’. Tergantung
kemampuan sumi dan kerelaan isteri. Yang penting ada nislainya. Bahkan boleh
dengan sepasang sandal, atau mengajarkan beberapa ayat Al-Qur’an, atau masuk
Islam, seperti yang penah terjadi di zaman Rasulullah saw.
Diriwayatkan dari Amir Ibnu Rabiah bahwa seorang wanita dari Bani
Fazarah kawin dengan mahar sepasang sandal. Lalu Rasulullah Saw bertanya”
Apakah engkau rela dari diri dan hartamu dengan sepasang sandal? Perempuan
itu menjadwab “Ya”. Lalu Rasulullah SAW membolehkannya. (HR. Ahmad, Ibnu
Majjah dan Tirmidzi).
Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan isteri berupa makanan,
minuman, pakaian, rumah, pembantu, obat-obatan dan lain-lain. Hukumnya wajib
berdasarkan Al-Qur’an, sunnah, dan ijma Dan kewajiban ayah memberi makan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah 2:233)
Ihsan al-Asyarah
Ihsan al-Asyarah artinya bergaul dengan isteri dengan cara yang sebaik-
baiknya. Teknisnya terserah kepada kita masing-masing suami. Misalnya:
membuat isteri gembira, tidak mencurigai isteri, menjaga rasa malu isteri, tidak
membuka rahasia isteri kepada orang lain, mengizinkannya mengunjungi orang
tua dan familinya, membantu isteri apabila ia memerlukan bantuan sekalipun
dalam tugas-tugas rumah tangga, menghormati harta miliknya pribadi dan lain-
lain. Ihsan al-Asyarah adalah suatu kewajiban berdasarkan firman Allah:
Artinya
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S.An-Nisa:
29).
1. Perintah ihsan kepada ibu bapak diletakkan oleh Allah swt di dalam Al-
Qur’an langsung sesudah perintah beribadah hanya kepada-Nya semata-
mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya. Allah berfirman (QS.
Al-Baqarah 2:83) yang berbunyi:
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu
bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada
kamu, dan kamu selalu berpaling.” QS. Al-Baqarah 2:83).
“Aku bertanya kepada Nabi saw. ; apa amalan yang paling disukai oleh Allah
swt? Beliau menjawab: Sholat tepat pada waktunya”. Aku bertanya lagi;
kemudian apa lagi? Beliau menjawab “Birul Walidain”. Kemudian aku bertanya
lagi; seterusnya apa? Beliau menjawab. “Jihad fisabilillah.” (HR. Muttafaqun
Alaih).
Seorang anak haruslah menjadi penolong bagi orang tua nya, khususnya
penolong dalam kebaikan dan harus berperilaku terpuji terhadap orang tuanya.
Seorang anak adalah penentu bagi keberhasilan orang tua dalam kehidupannya
mendidik dan merawat anaknya, karena semua yang orang tua berikan kepada
anaknya akan di pertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Seorang anak harus
berbuat atas ridho dan restu dari orang tuanya, karena ridho orang tua adalah ridho
dari Allah SWT.
BAB III
KESIMPULAN
Birul Walidain mempunyai arti berbuat baik kepada kedua orang tua kita
dengan cara yang baik-baik dan tidak membuat orang tua kita sakit hati dan
kecewa. Sedangkan Uququl walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Istilah
inipun berasal langsung dari Rasulullah saw sebagaimana disebutkan dalam salah
satu hadits. Dosa-dosa besar adalah: mempersekutukan Allah, durhaka kepad
kedua orang tua, membunuh orang dan sumpah palsu” (HR. Bukhari).
Rasulullah SAW menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti kecendurungan atau
naluri setiap orang yaitu tentang kekayaan, kecantikan dan keturunan kemudian
diakhiri dengan satu kreteria poikok yang tidak boleh ditawar-tawar yaitu agama.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimi, Muhammad Ali. Muslim Ideal , Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004.
http://www.majalahmeditao.com/263/tips-memilihpasangan-hidup
http://koswara.wordpress.com/2007/07/01/konsep-pernikahan-dalam-islam/
http://www.untukku.com/artikel-untukku/kewajiban-dan-hak-suami-istri-menurut-
islam-untukku.html
http://cahyaislam.wordpress.com/2009/04/30/hak-suami-istri-dalam-islam/
http://www.hendra.ws/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-
islam/http://www.muslimdelft.nl/pengajian/hak-dan-kewajiban-suami-istri
http://ainuamri.wordpress.com/2008/01/01/hak-dan-kewajiban-suami-istrimenurut
syariat-islam-yang-mulia/
http://www.lpmpnad.com/?content=article_detail&idb=21
http://ahmadpks.multiply.com/reviews/item/6