Anda di halaman 1dari 17

AKHLAK MUSLIM DITENGAH KELUARGA

MATA KULIAH : IBADAH DAN AKHLAK

DOSEN : MOCH TAUFIQ RIDHO, M.Ag.

KELOMPOK 10

MUHAMMAD BRILLIANT BIDJAKSONO 15513015

JIHAN MAHARANI 15513130

MUHAMMAD RAMADHANI. TANJUNG 15513216

RIZKY TOMI REZHANDI 15513156

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

TAHUN AJARAN 2015/2016


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL I

DAFTAR ISI II

KATA PENGANTAR III

BAB I : LATAR BELAKANG 1-2

BAB II : AKHLAK DALAM KELUARGA YANG TERDIRI


DARI BIRUL WALIDAIN 2 - 5

HAK, KEWAJIBAN DAN KASIH SAYANG SUAMI


ISTERI 5 - 10

AYAT DAN HADITS YANG BERHUBUNGAN


DENGAN AKHLAK DITENGAH KELUARGA 11

AKHLAK ANAK TERHADAP ORANG TUA AGAR


TERCIPTA KELUARGA YANG SAKINAH,
MAWADAH DAN WARAHMAH 11 - 12

BAB III : KESIMPULAN 13

DAFTAR PUSTAKA 14
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur Alhamdulillah penyusun sampaikan kehadirat Allah SWT,


karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ Akhlak Muslim Ditengah Keluarga “ ini sesuai waktu
yang telah ditentukan. Shalawat serta salam tetap tercurah pada junjungan kita
Nabi Muhammad Saw, beserta sahabat dan para pengikutnya.
Dalam kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih atas bantuan
yang telah diberikan oleh berbagai pihak, baik moril maupun materil dalam proses
pembuatan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Pepatah mengatakan, Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran
ataupun kritik yang membangun, sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Aamiin

Wassalamu’alaikum Wr.Wb
BAB I
LATAR BELAKANG

Tidak perlu diragukan lagi bahwa keluarga itu adalah sebagai sebuah batu
daripada batu-batu bangunan sesuatu bangsa yang terdiri dari sekumpulan
keluarga besar, yang mana satu sama lain mempunyai hubungan yang erat sekali.
Dan sudah tentulah bahwa sesuatu bangunan yang terdiri dari sekian banyak batu-
batu, akan menjadi kuat atau lemah sesuai dengan kuat atau lemahnya batu-batu
itu sendiri. Apabila batu-batu itu kuat dan saling kuat menguatkan serta memiliki
pula daya tahan yang hebat, tentulah bangsa yang terbentuk dari keluarga-
keluarga yang seperti batu- batu demikian itu akan kuat dan hebat pulalah
keadaannya. Dan sebaliknya, seandainya batu-batu yang membentuk bangunan
bangsa itu lemah dan bercerai-berai, pastilah bangsa itu akan menjadi lemah dan
tiada berdaya. Oleh karena itu usaha-usaha untuk menguatkan keluarga itu adalah
suatu hal terpenting yang wajib diperhatikan oleh pemimpin dan merupakan jalan
yang wajib ditempuh dengan segala daya dan upaya. Hal yang demikian itu
mungkin dapat dicapai melainkan dengan mengadakan prinsip-prinsip yang kuat
di mana dibina diatasnya mehligai kekeluargaan itu, yang akan menjamin hidup
serta pertumbuhannya, hingga menjadi suatu keluarga yang kuat dan jaya. Setelah
itu harus pula diadakan pengawasan yang kuat atas prinsip-prinsip tersebut dan
diawasi pula pelaksanaannya. Apabila keluarga itu dipandang sebagai sebuah batu
daripada batu-batu bangunan sesuatu bangsa, maka perkawinan dapat dipandang
sebagai asal usul dari suatu keluarga, karena dari perkawinan itulah kekeluargaan
terbentuk dan selanjutnya bertumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu pula maka
perkawinan harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, yang sama dengan
perhatian yang harus dicurahkan kepada kekeluargaan, kalau bukanlah harus
melebihi perhatian terhadap kekeluargaan itu. Tidak ada satu agama pun daripada
agama-agama yang di turunkan dari langit yang kita ketahui yang tidak
menempatkan persoalan perkawinan itu pada tempat yang pertam-tama serta
memperoleh perhatian dan penghormatan yang utama daripadanya. Demikian pula
tidak ada suatu bangsa daripada bangsa mana pun juga yang mengerti nilai-nilai
kehidupan, yang tidak mementingkan atau memperhatikan soal-soal perkawinan
tersebut. Sebabnya bukan saja karena perkawinan itu adalah hal yang dituntun
oleh fithrah manusia dan dituntut oleh hajat alamiah seseorang.
Adapun perkawinan itu pada hakikatnya adalah merupakan suatu
kenyataan daripada kenyataan-kenyataan pengaturan bagi fitrah yang terdapat
pada ummat manusia, sebagaimana fitrah itu pun terdapat pula pada bermacam-
macam binatang. Dan kalau bukanlah karena perkawinan yang berupa pengaturan
terhadap fitrah yang sama-sama dimiliki oleh manusia dan binatang ini, tentulah
tidak akan berbeda keadaan manusia itu daripada binatang-binatang lain yang
bermacam-macam itu di dalam cara mencarikan kepuasan terhadap fitrah tersebut,
yang dilakukan dengan jalan anarkis dan semau-maunya saja. Kalau demikianlah
keadaanya tentulah manusia itu bukanlah manusia yang dimaksud sebagai
makhluk yang selaraskan segala sesuatunya oleh Allah dan dihembuskan-Nya roh
kedalam tubuhnya. Kemudian diberikan-Nya pula kepadanya akal dan pikiran dan
dilebihkan-Nya derajat manusia itu dari makhluk yang lain-lainnya. Seterusnya
manusia itu pun diberi-Nya kekuasaan di bumi dan ditundukkan- Nya seluruh
alam kepadanya. Selanjutnya dipersiapkan-Nya pula untuk manusia itu prinsip-
prinsip hubungan yang tinggi yang dapt meningkatkan derajatnya dari lingkungan
sifat-sifat kebintangannya semata-mata dan diseru-Nya pula manuisa itu supaya
bertolong-tolongan dengan sesama putera bangsanya untuk menciptakan
kemakmuran dunia, mengatur kepentingan-kepentingan serta tukar menukar
kemanfaatan.

BAB II
A. Akhlak Dalam Keluarga Yang Terdiri Dari Birul Walidain
1. Kedudukan Birrul Walidain
Birul Walidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Ada
beberapa alas an yang membuktikan hal tersebut, diantaranya yaitu:

1. Perintah ihsan kepada ibu bapak diletakkan oleh Allah swt di dalam Al-
Qur’an langsung sesudah perintah beribadah hanya kepada-Nya semata-
mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya. Allah berfirman (QS.
Al-Baqarah 2:83)
2. Allah swt mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada
ibu bapak (QS. Al-Ankabut 46:15).
3. Allah SWT meletakan perintah berterimakasih kepada Ibu Bapak langsung
sesudah perintah berterimakasih kepada Allah SWT. Allah berfirman yang
artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu bapaknya: ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah Kembalimu.”(Q.S.Luqman:31:14).
4. Rasulullah saw. Meletakan birrul walidain sebagai amalan nomor dua
terbaik sesudah Sholat tepat pada waktunya. “Diriwayatkan dari Abu
Abdirrahman Abdullah ibnu Mas’ud Ra dia berkata: “Aku bertanya
kepada Nabi saw. ; apa amalan yang paling disukai oleh Allah swt?
Beliau menjawab: Sholat tepat pada waktunya”. Aku bertanya lagi;
kemudian apa lagi? Beliau menjawab “Birul Walidain”. Kemudian aku
bertanya lagi; seterusnya apa? Beliau menjawab. “Jihad fisabilillah.”
(HR. Muttafaqun Alaih).

2. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain


Banyak cara bagi seorang anak untuk dapat mewujudkan Birrul Walidain
tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan,
baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh maupun masalah lainya. Tentu dengan
satu catatan penting: selama keinginan dan saran-saran dengan ajaran Islam.
Apabila bertentangan atau tidak sejalan dengan ajaran Islam, anak tidaklah punya
kewajiban untuk mematuhinya. Hal demikian sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang
berbunyi:
Artinya
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah
jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu,
Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.(Q.S.Luqman: 15).

2. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua degnan penuh rasa terimakasih
dan kasih saying atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin bias dinilai dengan
apapun. Ibu yang mengandung dengan susah payah dan penuh penderitaan. Ibu
yang melahirkan, menyusui, mengasuh, merawat dan membesarkan. Bapak yang
membanting tulang mencari nafkah untuk ibu dan anak-anaknya. Bapak yang
menjadi pelindung untuk mendapatkan rasa aman.

3. Membantu ibu bapak secara fisik dan material. Misalnya sebelum berkeluarga
dan mampu berdiri sendiri, anak-anak membantu orang tua (terutama Ibu)
mengerjakan pekerjaan rumah, dan setelah berkeluarga atau berdiri sendiri
membantu orang tua secara financial, baik untuk membeli pakaian, makanan,
minuman, apalagi untuk berobat. Rosulullah saw. Menjelaskan bahwa betapapun
banyak engkau mengeluarkan uang untuk membantu orang tuamu tidak sebanding
dengan jasanya kepadamu. “Tidak dapat seorang anak membalas budi kebaikan
ayahnya, kecuali jika mendapatkan ayahnya tertawa menjadi hamba sahaya,
kemudian ditebus dan dimerdekakannya. (HR. Muslim).

3. Uququl Walidain
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa Allah swt menempatkan perintah
untuk Birul Walidain langsung sesudah perintah untuk beibadah kepada-Nya,
maka sebaliknya Allah swt pun menempatkan Uququl Walidain sebagai dosa
besar yang menempati ranking kedua sesudah Syirik.
Uququl walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Istilah inipun berasal
langsung dari Rasulullah saw sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadits.
Dosa-dosa besar adalah: mempersekutukan Allah, durhaka kepad kedua orang tua,
membunuh orang dan sumpah palsu” (HR. Bukhari). Durhaka kepada kedua
orang tua adalah dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah swt, sehingga azabnya
disegerakan Allah di dunia ini. Hal itu dinyatakan oleh Rasulullah saw:
“Semua dosa-dosa diundurkan oleh Allah (azabnya) sampai waktu yang
dikehendaki-Nya kecuali durhaka kepada kedua orang tua, maka sesungguhnya
Allah menyegerakan (azabnya) untuk pelakunya di waktu hidup di dunia ini
sebelum dia meninggal” (HR. Hakim).

Dalam hadis lain Rasulullah saw menjelaskan bahwa Allah swt tidak akan
meridhai seseorang sebelum dia mendapatkan keridhan dari kedua orang tuanya:
Keridhaan rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan rabb (Allah)
ada pada kemarahan orang tua (HR. Tirmidzi)

B. Hak, Kewajiban Dan Kasih Sayang Suami Isteri


Salah satu tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk mencari ketentraman
atau sakinah. Allah swt berfirman:
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir”. (Q.S. Ar-Ruum: 21).

Dalam salah satu hadist Rasulullah saw. Memberikan tuntunan. Yang artinya
“Seorang wanita dinikahi berdasarkan empat pertimbangan karena harta,
keturunan, kecantikan dan agamanya. Peganglah yang memiliki agama niscaya
kedua tanganmu tidak akan terlepas” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud).

Dimulai oleh Rasulullah saw. Dengan menyebutkan tiga criteria yang


mengikuti kecenderungan atau naluri setiap orang yaitu tentang kekayaan,
kecantikan dan keturunan, kemudian diakhiri dengan satu criteria pokok yang
tidak boleh ditawar-tawar lagi yaitu Agama.

1. Empat Kriteria Pasangan Hidup


Salah satu tujuan perkawinan dalam islam adalah untuk mencari ketenteraman
atau sakinah. Mencari dan memilih pasangan hidup haruslah berhati-hati harus
sewsuai dengan bimbingan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah
SAW menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti kecendurungan atau naluri setiap
orang yaitu tentang kekayaan, kecantikan dan keturunan kemudian diakhiri
dengan satu kreteria poikok yang tidak boleh ditawar-tawar yaitu agama. Adapun
yang ditekankan dalam agama Islam kalau mencari pasangan hidup atau isteri itu
bukan dari kekayaan, kecantikan ,keturunan, tetapi mencari pasangan hidup atau
isteri itu yaitu dilihat dari agamanya baik apa tidaknya insya allah akan langgeng.
Tetapi jika melihat dari kecantikan, keturunan dan kekayaan itu belum tentu akan
bahagia dalam rumah tangganya.

2. Hak-hak Bersama Suami Isteri


Dalam hubungan suami isteri dai samping hak masing-masing ada juga hak
bersama yaitu:
a. Hak tamattu’ badani (menikmati hubungan sebadan dan segala kesenangan
badani lainya.
b. Hak saling mewarisi
c. Hak nasab anak
d. Hak memuasyarah bi al ma’ruf (Saling menyenang dan membahagiakan).

Hak tamattu badani


Salah satu hikmah perkawinan adalah pasangan suami isteri satu sama lain
dapat saling menikmati hubungan seksual yang halal. Bahkan berpahala. Islam
memang mengakui bahwa setiap manusia normal membutuhkan penyaluran nafsu
birahi terhadap lawan jenisnya. Islam tidak memerangi nafsu tersebut tetapi juga
tidak membiarkanya lepas tanpa kendali. Islam mengatur penyalurannya secara
halal dan baik selalui ikatan pernikahan/perkawinan.
Karena sifatnya hak bersama, tentu juga sekaligus menjadi kewajiban
bersama. Artinya hubungan seksual bukanlah semata kewajiban suami kepada
isteri, tetapi juga merupakan kewajiban isteri kepada suami. Suami tidak
mengabaikan kewajiban ini sebagaiana isteri tidak boleh menolak keinginan
suami.

Hak saling mewarisi


Hubungan saling mewarisi terjadi karena dua sebab. Adapun kedua sebab
tersebut yaitu:
Pertama,karena hubungan darah dan kedua, karena hubungan perkawinan.
Dalam hubungan perkawinan ini yang mendapat warisan lainnyalah pasangan
suami isteri. Suami mewarisi isteri dalam surat An-Nisa ayat 12 dijelaskan bahwa
suami mendapat ½ dari harta warisan bila isteri tidak punya anak, dan ¼ bila
isteri punya anak. Sebaliknya, isteri dapat ¼ apabila suami tidak punya anak, dan
1/8 bila suami punya anak. Hubungan saling mewarisi hanya berlaku dalam
perkawinan yang sah menurut syariat Islam dan sesame muslim. Bila
perkawinannya tidak sah, atau salah seorang tidak muslim baik dari awal atau
ditengah-tengah maka haknya batal.

Hak nasab anak


Anak yang dilahirkan dalam hubungan perkawinan adalah anak berdua,
walaupun secara formal Islam mengajarkan supaya anak dinsibahkan kepada
bapaknya, sehingga seorang anak disebut Fulan ibn Fulan, atau fulanah bintu
fulan, bukan fulan ibu fulanah atau fulanah ibnu fulanah.
Apapun yang terjadi kemudian (misalnya perceraian) status anak tetap
anak berdua. Masing-masing tidak dapat mengklaim lebih berhak terhadap anak
tersebut, walaupun pengadilan dapat memilih dengan siapa anak ikut. Perlu
diingatkan disini bahwa penisbahan seorang anak kepada bapaknya secara formal
tetap berlaku sekalipun bagi anak perempuan setelah menikah. Anak perempuan
kalau sudah menikah tidak diajarkan oleh Islam untuk menisbahkan dirinya
kepada suami sebagaiman yang menjadi tradisi sebagian masyarakat kita.

3. Kewajiban Suami Kepada Isteri


Hak isteri atau kewajiban suami kepada isteri ada 4 yaitu; (1) Membayar
mahar, (2) Memberikan nafkah (3) Menggauli isteri dengan sebaik-baiknya (ihsan
al-asyarah) dan (4) membimbing dan mendidik keagamaan isteri.

Mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari suami untuk isteri. Suami tidak boleh
memanfaatkannya kecuali seizing dan serela isteri. (Q.S. An-Nisa’ :20-21).
Jumlah minmal dan maksimal mahar tidak ditentukan oleh syara’. Tergantung
kemampuan sumi dan kerelaan isteri. Yang penting ada nislainya. Bahkan boleh
dengan sepasang sandal, atau mengajarkan beberapa ayat Al-Qur’an, atau masuk
Islam, seperti yang penah terjadi di zaman Rasulullah saw.
Diriwayatkan dari Amir Ibnu Rabiah bahwa seorang wanita dari Bani
Fazarah kawin dengan mahar sepasang sandal. Lalu Rasulullah Saw bertanya”
Apakah engkau rela dari diri dan hartamu dengan sepasang sandal? Perempuan
itu menjadwab “Ya”. Lalu Rasulullah SAW membolehkannya. (HR. Ahmad, Ibnu
Majjah dan Tirmidzi).

Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan isteri berupa makanan,
minuman, pakaian, rumah, pembantu, obat-obatan dan lain-lain. Hukumnya wajib
berdasarkan Al-Qur’an, sunnah, dan ijma Dan kewajiban ayah memberi makan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah 2:233)

Ihsan al-Asyarah
Ihsan al-Asyarah artinya bergaul dengan isteri dengan cara yang sebaik-
baiknya. Teknisnya terserah kepada kita masing-masing suami. Misalnya:
membuat isteri gembira, tidak mencurigai isteri, menjaga rasa malu isteri, tidak
membuka rahasia isteri kepada orang lain, mengizinkannya mengunjungi orang
tua dan familinya, membantu isteri apabila ia memerlukan bantuan sekalipun
dalam tugas-tugas rumah tangga, menghormati harta miliknya pribadi dan lain-
lain. Ihsan al-Asyarah adalah suatu kewajiban berdasarkan firman Allah:
Artinya
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S.An-Nisa:
29).

Rasulullah saw sudah memberikan contoh teladan bagaimana bergaul


dengan isteri dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu beliau menegaskan:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah orang yang paling baik
akhlaknya. Dan yang paling baik di antara mereka ialah yang paling baik
terhadap isterinya (HR. Ahmad).

Membimbing dan mendidik keagamaan isteri


Seorang suami bertanggung jawab dihadapan Allah terhadap isterinya
karena dia adalah pemimpinya. Setiap pemimpin harus mempertanggung
jawabkan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban suami mengajar dan mendidik
isterinya supaya menjadi seorang imraah shalihah. Dia harus mengajarkan hal-hal
yang harus diketahui oleh seorang wanita tentang masalah agamanya terutama
syariah, seperti masalah thaharah, wudhu, haidh, nifas, shalat, puasa, dzikir,
membaca Al-Qur’an, kewajiban wanita terhadap suami, anak-anak, orang tua,
tetangga dan karib kerabat.
Juga cara berpakaian dan tata pergaulan yang isteri serta hal-hal lainnya.
Disamping mengajar, seorang suami mempunyai kewajiban untuk membimbing
isterinya mengamalkan ajaran islam. Jika seorang suami tidak mampu
mengajarkannya sendiri, dia harus memberikan izin kepada isterinya untuk belajar
di luar atau mendatangkan guru ke rumah atau minimalkan buku bacaan.

4. Kewajiban Isteri Kepada Suami


Hak suami atau kewajiban isteri kepada suami hanya dua; (1) patuh pada
suami dan (2) bergaul dengan suami dengan sebaik-baiknya (ihsan al-asyarah)

Patuh pada suami


Seorang isteri wajib mematuhi suaminya selama tidak dibawah ke lembah
kemaksiatan. Aisyah ra pernah bertanya kepada Rasulullah tentang orang yang
paling berhak dipatuhi oleh seorang isteri. Rasulullah menjawab “suaminya”
(HR. Hakim).

Dalam kesempatan lain lebih ditekankan lagi oleh Rasulullah saw:


“Kalau aku boleh memerintahkan seseorang sujud kepada seseorang, tentu akan
aku perintahkan seseorang isteri untuk sujud pada suaminya (HR. Tirmidzi).

Ihsan al-Asyarah (Bergaul sama Istinya)


Ihsan al-Asyarah isteri terhadap suaminya antara lain dalam bentuk:
menerima pemberian suami, lahir dan batin dengan rasa puas dan terimakasih,
serta tidak menuntut hal-hal yang tidak mungkin, meladeni suami dengan sebaik-
baiknya (makan, minum, pakaian dan sebagainya), memberikan perhatiain pada
suami sampai hal-hal yang kecil-kecil (misalnya kalau suami pergi kerja antaralah
sampai kepintu, kalau pulang jemputlah ke pintu, sehingga hati suami terpaut
untuk selalu dirumah apabila tidak bertugas), menjaga penampilan supaya selalu
rapid an menarik, dan lain-lain sebagainya.
C. Ayat Dan Hadist Yang Berhubungan Dengan Akhlak Muslim Di Tengah
Keluarga

1. Perintah ihsan kepada ibu bapak diletakkan oleh Allah swt di dalam Al-
Qur’an langsung sesudah perintah beribadah hanya kepada-Nya semata-
mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya. Allah berfirman (QS.
Al-Baqarah 2:83) yang berbunyi:

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu
bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada
kamu, dan kamu selalu berpaling.” QS. Al-Baqarah 2:83).

2. Rasulullah saw. Meletakan birrul walidain sebagai amalan nomor dua


terbaik sesudah Sholat tepat pada waktunya. “Diriwayatkan dari Abu
Abdirrahman Abdullah ibnu Mas’ud Ra dia berkata:

“Aku bertanya kepada Nabi saw. ; apa amalan yang paling disukai oleh Allah
swt? Beliau menjawab: Sholat tepat pada waktunya”. Aku bertanya lagi;
kemudian apa lagi? Beliau menjawab “Birul Walidain”. Kemudian aku bertanya
lagi; seterusnya apa? Beliau menjawab. “Jihad fisabilillah.” (HR. Muttafaqun
Alaih).

D. Akhlak Anak Terhadap Orang Tua Agar Tercipta Keluarga Yang


Sakinah, Mawadah dan Warahmah

Seorang anak haruslah menjadi penolong bagi orang tua nya, khususnya
penolong dalam kebaikan dan harus berperilaku terpuji terhadap orang tuanya.
Seorang anak adalah penentu bagi keberhasilan orang tua dalam kehidupannya
mendidik dan merawat anaknya, karena semua yang orang tua berikan kepada
anaknya akan di pertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Seorang anak harus
berbuat atas ridho dan restu dari orang tuanya, karena ridho orang tua adalah ridho
dari Allah SWT.
BAB III
KESIMPULAN
Birul Walidain mempunyai arti berbuat baik kepada kedua orang tua kita
dengan cara yang baik-baik dan tidak membuat orang tua kita sakit hati dan
kecewa. Sedangkan Uququl walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Istilah
inipun berasal langsung dari Rasulullah saw sebagaimana disebutkan dalam salah
satu hadits. Dosa-dosa besar adalah: mempersekutukan Allah, durhaka kepad
kedua orang tua, membunuh orang dan sumpah palsu” (HR. Bukhari).
Rasulullah SAW menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti kecendurungan atau
naluri setiap orang yaitu tentang kekayaan, kecantikan dan keturunan kemudian
diakhiri dengan satu kreteria poikok yang tidak boleh ditawar-tawar yaitu agama.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimi, Muhammad Ali. Muslim Ideal , Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004.

Al-Maliki, Muhammad Alwi. Etika Islam tentang Sistem Keluarga, Surabaya:


Mutiara Ilmu, 1995.

As, Asmaran. Pengantar Studi Akhlak Jakarta: Rajawali Pers, 1992.

Ilyas,Yunahar. Kuliah Akhlaq,Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman


Islam (LPPI UMY), 2011.

Racmat, Djatnika. Sistem etika Islami (Akhlak Mulia), tt.

Syaltout, Syaikh Mahmoud. Islam Sebagai Aqidah dan Syari‟ah (2),Jakarta:


Bulan Bintang, 1985

http://www.majalahmeditao.com/263/tips-memilihpasangan-hidup

http://koswara.wordpress.com/2007/07/01/konsep-pernikahan-dalam-islam/

http://www.untukku.com/artikel-untukku/kewajiban-dan-hak-suami-istri-menurut-
islam-untukku.html

http://cahyaislam.wordpress.com/2009/04/30/hak-suami-istri-dalam-islam/

http://www.hendra.ws/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-
islam/http://www.muslimdelft.nl/pengajian/hak-dan-kewajiban-suami-istri

http://ainuamri.wordpress.com/2008/01/01/hak-dan-kewajiban-suami-istrimenurut
syariat-islam-yang-mulia/

http://www.lpmpnad.com/?content=article_detail&idb=21

http://ahmadpks.multiply.com/reviews/item/6

Anda mungkin juga menyukai