Dosen Pengawas:
Disusun Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, zat
Yang Maha Indah dengan segala keindahan-Nya, zat yang Maha Pengasih dengan
segala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk-Nya.
Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam mahabbah semoga senantiasa dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah Allah terakhir dan penyempurna
seluruh risalah-Nya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati izinkanlah penulis untuk
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah berjasa memberikan motivasi dalam rangka menyelesaikan
makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait, yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga kebaikan yang
diberikan oleh semua pihak kepada penulis menjadi amal sholeh yang senantiasa
mendapat balasan dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah Subhana wa Ta’ala.
Amin.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam
makalah ini, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................5
C. Tujuan..........................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................6
BAB I
PENDAHULUAN
3
A. Latar Belakan Masalah
Penulisan ini mengangkat judul makalah tentang kemasyarakatan dalam Islam ditinjau dari beberapa latar
belakang di bawah ini.
1. Manusia berasal dari satu diri yang kemudian berkembang menjadi suku-suku dan berbangsa-bangsa.
Semua manusia berasal dari sumber yang satu,kemudian berkembang menjadi berbagai macam
warna,ras,budaya,dan bangsa. Mereka harus tetap saling mendekati, saling menghormati dalam interaksi
sosial. (Annisa:1, Alhujurat:13).
2. Perbedaan ras, suku, agama, dll.
Manusia di dunia diciptakan beragam dan berbeda-beda. Perbedaan yang sangat menonjol adalah
perbedaan fisik. Misalnya perbedaan warna kulit, bentuk mata, bentuk rambut, tinggi badan, dsb.
Perbedaan ras dan suku sering menimbulkan pertengkaran dan pertikaian. Bahkan tidak jarang sampai
menimbulkan pertumpahan darah. Tindakan seperti ini sangat tidak mencerminkan perilaku Islam.
Padahal Islam tidak mengajarkan hal seperti itu. Allah menciptakan manusia yang bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa bukanlah untuk bersaing menonjolkan keunggulanya lalu menimbulkan pertikaian,
akan tetapi agar mereka saling mengenal satu sama lain lalu bersaudara. Seperti firman Allah :
”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (Q.S.Al
Hujurat:13)
3. Hanya ketaqwaan yang membedakan derajat manusia di mata Allah SWT.
Pada dasarnya mereka mempunyai kedudukan yang sama yang memberikan keunggulan diantara mereka
adalah kualitas taqwanya.
Seperti firman Allah: ”Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu sekalian di sisi Allah adalah yang
paling taqwa diantara kamu”(Q.S Alhujurat:13)
Oleh karena adanya keanekaragaman budaya, agama, tradisi dan lain-lain itu, maka manusia harus
memberlakukan upaya bersama atas dasar nilai kebaikan (Albirr) dan ketaqwaan (At-taqwa), dan jangan
melakukan upaya bersama atas dasar nilai kedosaan (Al-itsm) dan permusuhan (Almaidah:2). Adapun
perbedaan-perbedaan yang ada diantara mereka dan sulit dikompromikan,serahkan saja penilaian dan
keputusan akhirnya kepada Tuhan (Al-Baqoroh:113).
B. Rumusan Masalah
Setelah penulis mengungkapkan inti permasalahan pada uraian latar belakang diatas. Maka penulis mencoba
merumuskan masalah kedalam kalimat-kalimat pertanyaan berikut:
4
1. Dasar Pembentukan Keluarga
2. Mawarits
3. Pembentukan masyarakat islam
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
5
BAB II
PEMBAHASAN
Masyarakat Islam adalah kelompok manusia dimana hidup terjaring kebudayaan Islam, yang diamalkan oleh
kelompok itu sebagai kebudayaannya. Dalam artian, kelompok itu bekerja sama dan hidup bersama berasaskan prinsip
Al-Qur’an dan Hadist dalam kehidupan.
Masyarakat dalam pandangan Islam merupakan alat atau sarana untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang
menyangkut kehidupan bersama. Karena itulah masyarakat harus menjadi dasar kerangka kehidupan duniawi bagi
kesatuan dan kerjasama umat menuju adanya suatu pertumbuhan manusia yang mewujudkan persamaan dan keadilan.
6
B. Mawarits
Harta waris adalah harta yang ditinggalkan oleh seseorang karena meningga dunia. Secara
bahasa, mawaris berasal dari kata Al-Mirrats, waritsa yang berarti perpindahan. Sedangkan secara
istilah, mawaris atau warisan adalah pengalihan harta benda dari seseorang kepada orang yang masih
hidup dikarenakan meninggal dunia.
Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa ilmu mawaris adalah separuh inti dari agama.
Oleh sebab itu, hukum memahami ilmu mawaris hukumnya Fardu Kifayah.
Memahami Mawaris bisa meminimalisir pertengkaran dan perpecahan dalam keluarga yang
disebabkan karena perebutan harta peninggalan seseorang yang sudah meninggal. Akibat dari
pertengkaran karena harta ini sangat tidak disukai dalam agama karena putusnya tali silaturahmi
adalah sesuatu yang diharamkan dalam islam.
Ada beberapa alasan kenapa Sahabat harus belajar tentang ilmu mawaris.
“Dari A’raj RA berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Abu Hurairah, pelajarilah ilmu
faraidh dan ajarkanlah. Karena dia setengah dari ilmu dan dilupakan orang. Dan dia adalah yang
pertama kali akan dicabut dari umatku.” (HR. Ibnu Mahah, Adaruquthuny dan Al Hakim)
2. Membagi Harta Sesuai Dengan Ketentuan Islam Agar di Jauhkan dari Siksa Neraka
Dalam Al-Quran terdapat ketentuan tentang pembagian warisan yang harus diikuti. Umat harus
mengikuti ketentuan-ketentuan tersebut. Karena jika tidak sesuai dengan ketentuan maka siksa neraka
lebih dekat dengannya.
Dalam Al-Quran terdapat surat yang menjelaskan tentang larangan membagi harta warisan yang tidak
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam islam yaitu sebagai berikut :
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasulullah dan melanggar ketentuan-ketentuan-
Nya, niscaya Allah akan memasukannya kedalam neraka, sedang ia kekal di dalamnya dan baginya
siksa yang menghinakan.”
7
Dasar Hukum Kewarisan
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi
orang wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit
atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (QS. An-Nisa : 7)
Selain dalam Al-Quran, dalam undang-undang negara juga terdapat peraturan tentang kewarisan yang
diatur dalam UU No.3 Tahun 2006 tentang perubahan UU No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
Selain itu diatur juga dalam Kompilasi Hukum Islam (HKI), mulai pasal 171 yang mengatur tentang
pengertian pewaris, harta warisan, dan ahli waris.
Rukun Waris
Untuk melakukan pembagian warisan, terdapat rukun yang harus di penuhi. Setidaknya ada tiga
pihak yang wajib terlibat didalamnya yaitu pewaris, ahli waris dan Tirkah. Pengertian selengkapnya
mengenai ketiga pihak sebagai berikut :
o Pewaris : atau biasa disebut dengan Al-Muwaris sebagai pemilik harta warisan yang telah
meninggal dunia.
o Ahli Waris : atau Al-waris, seseorang yang menerima harta dari pewaris dan mempunyai
hubungan darah dari pewaris, hubungan pernikahan, dan alasan kemerdekaan budak.
o Tirkah : atau harta warisan. Harta yang diwariskan harus sudah di kurangi dengan tanggungan
dari pewaris seperti hutang dan lain-lain.
Syarat-syarat Kewarisan
Syarat pertama adalah orang yang punya harta dan akan diwariskan harus sudah meninggal dunia.
Misalnya ada orang tua sedang dalam keadaan koma, maka harta benda miliknya belum menjadi hak
ahli waris. Karena pada dasarnya adanya warisan itu karena adanya kematian.
Menyambung dengan point pertama, jika yang mewariskan sudah meninggal dunia maka harta akan
diwariskan kepada ahli waris yang masih hidup.
8
3. Ada Hubungan Antara si Pewaris dengan Ahli Waris
Pembagian harta waris dinyatakan sah jika antara mayit dengan ahli waris terdapat hubungan baik
itu pernikahan, kekerabatan, dan memerdekakan budak. Pada artikel sebelumnya tentang pembagian
ahli waris sudah kita jelaskan skema, rukun dan jumlah pembagian untuk ahli waris.
Dalam hal ini, ahli waris memang harus membuktikan mempunyai hubungan dengan mayit atau
pewaris. Tidak bisa hanya dengan omongan saja. Melainkan memang ada bukti yang menguatkan
bahwa dia merupakan ahli waris yang sah sesuai dengan ketentuan dalam islam.
Dalam ilmu mawaris terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi, tidak boleh dilakukan
dengan sembarangan. Adapun ketentuan-ketentuan tentang ilmu mawaris adalah sebagai berikut :
o Pembagian warisan dalam islam harus dilakukan dengan adil sesuai dengan kadar ketentuan
masing-masing.
o Dengan pembagian warisan dalam islam bisa mengangkat derajat wanita.
o Mengatur siapa saja yang termasuk ahli waris dan berapa besaran harta waris yang diterima.
9
C. Pembentukan masyarakat islam
Penting kita pahami bahwa masyarakat Muslim (al-mujtama’ al-muslim) atau masyarakat Islam (al-
mujtama’ al-islami) tidak semata diukur dengan anggotanya yang terdiri dari orang-orang Muslim atau
beragama Islam, padahal nilai-nilai yang mengatur kehidupan sosialnya bukanlah aturan Islam.
Masyarakat Islami adalah masyarakat rabbani (menjadikan Allah sebagai sumber nilai), yang
mempunyai tujuan pengabdian kepada Allah, segala aturannya bersumber dari syari’at Islam, dan diikat
dengan ikatan iman, bukan hanya berdasarkan darah, nasab atau kesukuan.
Maka, tidaklah otomatis kumpulan sejumlah orang beragama Islam disebut masyarakat Islam. Masih
banyak nilai-nilai yang harus diperjuangkan untuk terwujudnya sebuah masyarakat Islami. Namun, ini tidak
serta merta kita menjuluki masyarakat yang ada kini sebagai masyarakat jahiliyah. Kita bisa saja
menyebutnya masyarakat Islam yang tengah berproses menuju idealita.
Tentang ini, Sayyid Quthb menegaskan, sistem masyarakat Islam sama sekali berbeda dengan sistem-
sistem sosial yang pernah dikenal masyarakat Barat seperti sistem perbudakan, feodalisme, sosialisme,
komunisme maupun kapilitalisme. “Alasan utama dari keunikan masyarakat Islam dibandingkan
masyarakat lainnya karena masyarakat Islam itu bentukan syari’at yang khas yang datang dari sisi Tuhan.
Syari’at itulah yang telah membentuk masyarakat atas dasar apa yang Allah inginkan bagi hamba-Nya
bukan atas kehendak segelintir manusia. Dan dalam naungan syari’at itulah tumbuh masyarakat Islam,
menghadirkan ikatan-ikatan kerja, produksi, hukum, tatanan individu dan masyarakat, prinsip-prinsip
perilaku, aturan interaksi dan seluruh tonggak bagi masyarakat yang khas, dengan corak yang jelas,”
urainya. Dia menambahkan, syari’at Islamlah yang membentuk masyarakat Islam, bukan sebaliknya.
Sejalan dengan itu, Ustadz Yusuf Qardhawi mengatakan, “Masyarakat Muslim adalah masyarakat yang
istimewa dibandingkan seluruh masyarakat lainnya, karena keistimewaan komponen-komponen dan
karakterisitiknya. Ia merupakan masyarakat rabbani, manusiawi, berakhlak, dan seimbang.
Kaum Muslimin dituntut mewujudkan masyarakat ini hingga mereka dapat mengeksiskan agama dan
mengaktualisasikan jati diri mereka, serta hidup dalam naungan kehidupan Islami yang terpadu. Yakni,
kehidupan yang dibimbing akidah Islam, disucikan dengan ibadah Islam, dikendalikan oleh pemahaman
Islam, digerakkan oleh perasaan Islam, dipagari oleh akhlak Islam, diperindah oleh tatakrama Islam,
didominasi oleh nilai-nilai Islam, hukumnya adalah syari’at Islam, dan orientasi ekonomi, seni, dan
politiknya adalah ajaran Islam.”
10
Bagaimana Terbentuknya Masyarakat Islam?
Proses terbentuknya masyarakat Islam di zaman Rasulullah menunjukkan beliau memang berjuang
untuk membentuk masyarakat Islam. Beliau peduli bukan hanya pada pembentukan pribadi yang shalih
melainkan juga siap bekerja sama, berinteraksi, dan bahu membahu dengan anggota masyarakat lain.
Hampir semua ahli tarikh sepakat bahwa tonggak sejarah terbentuknya masyarakat Islam adalah saat
Rasulullah saw hijrah dengan para sahabatnya ke Yatsrib. Kota itu lalu disebutMadinatur-Rasul (kota Rasul)
yang kemudian populer denganAl-Madinah Al-Munawwarah.
Akan tetapi hijrahnya Rasulullah dan para sahabatnya itu bukanlah awal perjuangan dalam
pembentukan masyarakat Islam—dan kelak pemerintahan Islam. Awal perjuangannya adalah saat
Rasulullah mendapat perintah untuk menyampaikan pesan Ilahi kepada manusia, “Maka sampaikanlah
olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang
musyrik.“ (QS Al-Hijr [15]:94)
Sejak itulah Rasulullah bekerja, membina (tarbiyah) untuk membentuk sosok-sosok yang akan mengisi
pos-pos kehidupan masyarakat dan menyiapkan manusia-manusia yang menjadi komponen masyarakat
itu.
Rupanya orang-orang musyrik di Makkah mengerti betul apa misi yang dibawa Rasulullah saw. Mereka
tahu segala konsekuensi dari ajaran “tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.
Karena itulah mereka berupaya menghambat dan menentang dakwah Rasulullah saw. Lalu bagaimana
hasilnya?
Ternyata dakwah Rasulullah saw dalam membentuk masyarakat Islam tidak dapat dijegal oleh siapa
pun. Allah swt menggambarkan, “Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi
tertindas di muka bumi (Makkah), kamu takut orang-orang (Makkah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu
tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari
yang baik-baik agar kamu bersyukur.” (QS Al-Anfal [8]:26)
Dari Makkah, Rasulullah pun mengembangkan dakwahnya ke Yatsrib. Diutuslah Mush’ab bin Umair ke
kota itu—namanya tercatat sebagai duta Islam pertama yang diutus Rasulullah saw. Dalam waktu dua
tahun, sebanyak 82 orang di kota itu masuk Islam. Itu semua merupakan bagian dari perjuangan
Rasulullah menegakkan masyarakat Islam.
Maka, dapat kita pahami ketika Muhajirin tiba di Madinah, mereka disambut sukacita oleh orang-orang
Islam—Anshar, para pembela. Bahkan kaum Anshar memperlakukan saudara-saudaranya kaum Muhajirin
melebihi perlakuan pada diri mereka sendiri. Itulah yang disebut itsar, mengutamakan orang lain daripada
dirinya sendiri. Kejadian ini direkam dalam QS Al-Hasyr [59]: 9.
11
Masa makkiyah adalah 13 tahun. Sementara sejak hijrah ke Madinah hingga Rasulullah wafat hanya
kurang lebih 10 tahun. Jadi bisa dikatakan, masa Rasulullah mempersiapkan dan membangun masyarakat
Islam lebih lama dari masa beliau memimpinnya. Ini mengisyaratkan bahwa manakala agen perubahan
bercita-cita membentuk masyarakat Islam, cita-cita itu harus diikuti kerja keras, keseriusan sekaligus
kesabaran.Allahu a’lam.
BAB III
KESIMPULAN
1. Dasar dari Pembentukan Keluarga adalah melalui perkawinan yang dari sudut pandang Islam merupakan sistem
peraturan dari Allah SWT yang mengandung karunia yang besar dan hikmah yang agung.
2. Mawarist
- Pewaris : atau biasa disebut dengan Al-Muwaris sebagai pemilik harta warisan
yang telah meninggal dunia.
- Ahli Waris : atau Al-waris, seseorang yang menerima harta dari pewaris dan
mempunyai hubungan darah dari pewaris, hubungan pernikahan, dan alasan
kemerdekaan budak.
- Tirkah : atau harta warisan. Harta yang diwariskan harus sudah di kurangi dengan
tanggungan dari pewaris seperti hutang dan lain-lain.
3. Pembentukan masyarakat islam
12