Anda di halaman 1dari 16

i

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI


‘’HAK WARIS DALAM ISLAM’’

Disusun untuk memenuhi tugas makalah tentang ‘’Hak Waris dalam Islam’’

Guru Mata Pelajaran: Halwa, S.Pd.

Disusun oleh:

AHMAD SOBARI
(XII MIPA 5)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI KELAS XII


SMA NEGERI 1 JATISARI
2023/2024
ii
KATA
PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
‘’Hak Waris dalam Islam’’ secara tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Kami berharap makalah ini dapat menambah
pengetahuan bagi pembaca tentang Hak Waris dalam Islam. Begitu pula atas limpahan kesehatan
dan kesempatan yang Allah SWT karuniai pada kepada kami sehingga makalah ini dapat kami
susun melalui beberapa sumber yakni kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada
kedua orang tua kami, guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kami,
Ibu Halwa, S.Pd., dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam
berbagai hal. Harapan kami, informasi yang terdapat pada makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia ini, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha
Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan
makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf.
Kami menerima kritik dan saran dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang
lebih baik pada kesempatan berikutnya. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih.

Karawang, 29 Februari 2023

Pemakalah
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Masyarakat Arab Pra-Islam..................................................................................3
B. Dakwah Nabi Periode Makkah.............................................................................4
C. Masyarakat Madinah Pra-Islam............................................................................6
D. Dakwah Nabi Periode Madinah............................................................................8
E. Perbedaan Peran Nabi pada Periode Makkah dan Madinah.................................10
BAB III. PENUTUP...........................................................................................................12
A. Kesimpulan...........................................................................................................12
B. Saran......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................13
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian Warisan, adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu baik harta
maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada keluarganya yang masih
hidup. "Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah menetapkan para
ahli waris atas apa vang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan kanb kerabatnya. Dan
orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada
mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu." (QS. 4/An-Nisa': 33)
Syariat islam telah meletakkan aturan kewarisan dan hukum mengenai harta benda dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga
yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan
bentuk hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris
itu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia Setiap manusia pasti akan
mengalami peristiwa, yang merupakan peristiwa hukum yaitu disebut meninggal dunia.
Apabila terjadi suatu peristiwa meninggalnya seseorang, hal ini merupakan peristiwa hukum
yang sekaligus menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang bagaimana pengurusan dan
kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu. Penyelesaian hak-hak
dan kewajiban seseorang tersebut diatur oleh hukum. Jadi, warisan itu dapat dikatakan
ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak
berwujud) dari pewaris kepada para warisnya. Secara etimologis Mawaris adalah bentuk
jamak dari kata miras )‫وارت‬II‫ م‬yang merupakan mashdar (infinitif) dari luata warasa
yarisuirsanmirasan. Maknanya menurut bahasa adalah; berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Sedangkan maknanya menurut istilah yang dikenal para ulama ialah, berpindahnya hak
kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang
ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik yang legal
secara syar'iJadi yang dimaksudkan dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan
hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai
dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
2

1.2 Rumusan Masalah


Agar lebih mudah dalam penulisan makalah ini, maka kami merumuskannya dalam beberapa
pertanyaan, yang nantinya akan kami jadikan acuan dalam pembahasan. Beberapa pertanyaan
tersebut adalah sebagai berikut:
A. Bagaimana kondisi masyarakat Arab Pra-Islam?
B. Bagaimana Dakwah Nabi Periode Makkah?
C. Bagaimana kondisi masyarakat Madinah Pra-Islam?
D. Bagaiman Dakwah Nabi Periode Madinah?
E. Apa perbedaan peran Nabi pada Periode Makkah dan Madinah?

1.3 Tujuan Penulisan


Agar bisa menjawab semua rumusan masalah dengan mudah, kelompok kami membuat
sebuah tujuan, yakni sebagai berikut:
o Menjabarkan permasalahan keadaan masyarakat Arab Pra-Islam
o Melihat cara Nabi berdakwah pada Periode Makkah
o Mengetahui keadaan masyarakat Madinah Pra-Islam
o Melihat cara Nabi berdakwah pada Periode Madinah
o Untuk mengetahui peran Nabi pada masa Periode Makkah dan Madinah
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masyarakat Arab Pra-Islam
Kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam berada di masa jahiliah.jahiliah tidak
merujuk pada bodoh."Arti dari kata jahiliah adalah kesombongan, kemarahan, dan
ketidaktahuan. Penggunaan kata ini kepada masa pra Islam menunjukkan pada era saat
ketiganya sangat menonjol di masyarakat," tulis respository mengutip bukku Fajr al-Islam
yang ditulis Amin Ahmad. Jahiliah juga berkaitan dengan kepercayaan sesat, peribadatan
yang salah, kekuasaan yang sewenang-wenang, dan ketidakadilan hukum. Kondisi ini
menimbulkan rasa takut, khawatir, dan kekacaauan yang tidak kunjung berakhir.
Kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam ditulis Masudul Hasan dalam History of
Islam. Buku tersebut menceritakan, masyarakat Arab mengalami kemerosotan moral.
Minuman keras, judi, cabul, dan seks bebas adalah hal biasa. "Kaum wanita diperlakukan
seperti barang bergerak yang dapat dijual atau dibeli. Para penyair mendendangkan
keburukan moral dengan penuh kebanggaan. Jika ada yang meninggal, maka anak mewarisi
ibu tiri dan barang lainnya," tulis buku tersebut. Anak bahkan bisa menikahi ibu tiri mereka.
Yang lebih parah, anak perempuan yang baru lahir akan dicekik atau dikubur hidup-hidup.
Selain itu, perbudakan adalah hal wajar dengan majikan yang berkuasa penuh hingga hidup
mati.
Dengan kondisi tersebut, mereka yang kaya hidup bergelimang harta sedangkan yang miskin
semakin kekurangan. Jurang pemisah antara masyarakat kaya dan miskin terasa makin dalam
dan jauh. Masyarakat kaya dapat mengeksploitas yang lebih miskin. Kondisi masyarakat
Arab sebelum kedatangan Islam ini berubah usai kedatangan Rasulullah SAW, yang
membawa ajaran Islam dari Allah SWT. Namun Islam sejatinya tidak mengubah seluruh
tatanan dan nilai yang dianut masyarakat Arab. Repository yang mengutip The Makkan
Crubicle karya Zakaria Bashier menyatakan, Islam mengarahkan nilai-nilai masyarakat Arab
hingga sesuai syariat. Nilai yang baik dipertahankan meski cara dan tujuan mencapainya
diubah. Tentunya tradisi dan kebiasaan buruk yang tidak sesuai ajaran Islam dihapus.
Misalnya membunuh anak perempuan baru lahir, seks bebas, berjudi, dan merendahkan
wanita. Perubahan dilakukan meski membutuhkan pengorbanan dan waktu yang tidak
sebentar.
Lalu ada proses perpindahan kepercayaan berawal dari Amir bin Lubai seorang pembesar
suku Khuza’ah yang melakukan perjalananke Syam (Syiria). Dia melihat penduduk kota
Syam melakukan ibadah dengan menyembah berhala. Dia tertarik untuk mempelajari dan
mempraktikkannyadi Makkah. Dia membawa berhala yang diberi nama Hubal dan diletakkan
diKa’bah. Berhala Hubal menjadi pimpinan berhala lainnya seperti Latta, `Uzzadan
Manāt.Dia mengajarkan kepada masyarakat Makkah cara menyembah berhala.
Dan mulailah kepercayaan baru masuk ke masyarakat Makkah dankota Makkah menjadi
pusat penyembahan berhala.Ketika melaksanakan haji, bangsa Arab melihat berhala-berhala
disekitar Ka’bah. Mereka bertanya alasan menyembah berhala. Para Pembesarmenjawab
bahwa berhala-berhala tersebut merupakan perantara untukmendekatkan diri kepada Tuhan.
Setelah itu, mereka kembali ke daerahnyadan meniru cara ibadah masyarakat Makkah.
Mulailah kepercayaan barumenyebar di jazirah Arab.
4
Masa itu disebut masa Jahiliyyah. Jahiliyyah bukan berarti merekabodoh dari keilmuannya,
namun mereka bodoh dari keimanan kepada AllahSwt. seperti yang diajarkan oleh Nabi
Ibrahim As. Mereka menyimpangkan ajaran-ajaran Nabi Ibrahim As. Adapun faktor-faktor
penyebab penyimpangan tersebut adalah:
• Adanya kebutuhan terhadap Tuhan yang selalu bersama merekaterutama saat mereka
membutuhkan.
• Kecenderungan yang kuat mengagungkan leluhur yang telah berjasaterutama kepala kabilah
nenek moyang mereka.
• Rasa takut yang kuat menghadapi kekuatan alam yang menimbulkanbencana mendorong
mereka mencari kekuatan lain di luar Tuhan.

B. Dakwah Nabi Periode Makkah


Brbicara tentang Nabi Muhammad saw tidak terlalu mengalami kesulitan dalam hal sumber
karena adanya al-Quran dan hadis. Al-Quran merupakan wahyu Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw, setiap turunnya ayat, Nabi memerintahkan untuk ditulis.
Kemurnian al- Quran terjaga juga tidak terlepas dari peranan sahabat (Abu Bakar, Umar bin
Khattab dll.), untuk dibukukan dalam sebuah mushaf, disempurnakan lagi pada masa Utsman
bin Affan dengan nama mushaf utsmani. Adapun hadis merupakan perkataan, perbuatan, dan
persetujuan Nabi terhadap perbuatan sahabat. Jadi, hadis merupakan sumber kedua untuk
mengetahui kehidupan dan ajaran Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw lahir di
Mekah tahun 571 Masehi. Beliau keturunan keluarga bangsawan Arab, yaitu Bani Hasyim
dari suku quraisy, suku yang dipercayai memelihara Ka‟bah yang dibangun Nabi Ibrahim dan
anaknya (Ismail). Ayah nabi bernama Abdullah, adalah anak bungsu dari Abdul Muthalib.
Abdullah meninggal dunia sebelum anaknya lahir. Sedang ibu nabi (Aminah) meninggal
enam tahun kemudian (Jamil Ahmad, 2000: 2).
Keluarga Nabi Muhammad saw Sumber: Ira Lapidus, 1999:30. Memasuki usia yang keempat
puluh, di saat dia berkontemplasi di gua Hira, tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, malaikat
Jibril muncul dihadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama (QS. 96: 1-5):
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu itu Maha Mulia. Dia telah mengajar dengan qalam.
Dia telah mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui. Inilah ayat-ayat al-Quran Karim
yang mula- mula diturunkan, ayatnya belum memerintahkan Nabi Muhammad menyeru
manusia kepada suatu agama, dan belum pula memberitahukan kepadanya bahwa Nabi
adalah utusan Allah. Akan tetapi ayat-ayat itu mengesankan sesuatu yang luar biasa, yang
belum diketahui oleh Nabi Muhammad. Itulah sebabnya maka ia segera kembali ke rumahnya
dalam keadaan gemetar, apalagi ia dipeluk dengan keras oleh Jibril beberapa kali, kemudian
dilepaskan dan disuruhnya membaca, seperti disebutkan di atas (A. Syalabi, 2003: 74).
Setelah turunnya wahyu yang pertama ini, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama,
sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke gua Hira. Dalam keadaan
menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya.
5
Wahyu itu berbunyi sebagai berikut: hai orang yang berselimut, bangun, dan beri ingatlah.
Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah
perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)
yang lebih banyak dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah (AlMuddatsir: 1-
7). Dengan
turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah saw melakukan dakwah Islam. Langkah pertama
yang dilakukan adalah berdakwah secara diam-diam di lingkungan keluarga terdekat dan di
kalangan rekan-rekannya. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah SWT ﴾ 5 ﴿ dalam Surah Asy-
Syu`ara ayat 214: ‘’dan berilah peringatan kepada kerabatkerabatmu (Muhammad) yang
terdekat”.
Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat
dekatnya, di antaranya: Khadijah (isteri), Ali bin Abi Thalib (sepupu), Abu Bakar (sahabat),
Zaid (budak yang diangkat anak), Ummu Aiman (pengasuh). Abu Bakar berhasil
mengislamkan beberapa orang teman dekatnya, seperti Utsman bin Affan, Zubair bin
Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah dan al-Arqam
bin Abi al-Arqam (Badri Yatim, 2008: 19).
Selama tiga tahun pertama sejak diutusnya Nabi Muhammad saw dakwah dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, selanjutnya dakwah dilakukan dengan terang-terangan secara lisan,
misalnya memberi nasehat, memberi peringatan dsb. Hal ini dituturkan dalam QS. Al-Hijr
ayat 94: “maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik”. Sejak turunnya ayat
ini, nabi mulai menyampaikan dakwah secara terbuka, sebuah langkah pertama untuk
memasukkan gagasan agama ke dalam aktualisasi social dan kehidupan politik.
Satu hal yang sangat penting adalah bahwasanya kelompok pengikutnya yang pertama adalah
kalangan migran, kalangan miskin, warga kalan yang lemah, dan anak-anak dari kalangan
klan kuat (Ali bin Abi Thalib), dimana mereka merupakan kalangan yang paling kecewa
terhadap pergeseran moral dan social di Mekah, dan mereka membuktikan pesanpesan Nabi
Muhammad saw sebagai sebuah alternative yang vital (Ira Lapidus, 1999: 34-35).
Adapun metode yang dilakukan nabi dalam dakwah secara terangterangan adalah: pertama,
mengundang Bani Abdul Muttalib ke rumahnya dan menjelaskan bahwa dia telah diutus oleh
Allah. (A. Syalabi, 2003: 76), Kedua, undangan terbuka kepada seluruh masyarakat quraisy
di bukit Shafa. Nabi ingin melihat bagaimana pandangan masyarakat quraisy terhadap
kepribadian beliau. Masyarakat quraisy sepakat bahwa beliau adalah orang yang tak pernah
berdusta. Setelah itu beliau mengumumkan kenabiannya (Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni,
2007:50). Ketiga, Muhammad saw memproklamirkan keEsa-an Tuhan dan mengajarkan
kesatuan dan persamaan antara manusia (Jamil Ahmad, 2000: 3). Keempat, nabi orang-orang
yang percaya kepada beliau untuk aktivitas pembacaan (tilawah), pengajaran (ta‟lim), dan
pensucian (tazkiyah), di rumah Arqam bin Abil Arqam, dan merupakan sekolah Islam yang
pertama. Kelima, beberapa pengikut nabi meninggalkan Mekah dan mencariperlindungan
atau mengungsi ke Ethiopia, sebuah negeri di seberang Laut Merah (Bernard, 2000: 79).
Setelah dakwah secara terangterangan, pemimpin quraisy mulai berusaha menghalangi
dakwah Rasul. Semakin bertambah jumlah pengikut nabi, semakin keras tantangan yang
dilancarkan kaum quraisy. Menurut Ahmad Syalabi (2003: 77-80),
6
Ada lima factor yang mendorong orang quraisy menentang seruan itu: 1) persaingan berebut
kekuasaan. Mereka mengira tunduk kepada agama Muhammad berarti tunduk kepada
kekuasaan Bani Abdul Muttalib. Sedang suku-suku bangsa Arab selalu bersaing untuk
merebut kekuasaan dan pengaruh. 2) penyamaan hak antara kasta bangsawan dan kasta
hamba sahaya. Bangsa Arab hidup berkastakasta. Tiap-tiap manusia digolongkan kepada
kasta yang tak boleh dilampauinya. Tetapi, seruan Nabi Muhammad memberikan hak sama
kepada manusia. 3) takut dibangkit. Agama Islam mengajarkan bahwa pada hari kiamat
manusia akan dibangkit dari kuburnya, dan bahwa semua perbuatan manusia akan dihisab. 4)
taklid kepada nenek moyang. Taklid kepada nenek moyang secara membabi buta, dan
mengikuti langkah-langkah mereka dalam soal-soal peribadatan dan pergaulanadalah suatu
kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. 5) memperniagakan patung. Ini adalah
satu sebab materi. Salah satu dari perusahaan orang Arab zaman dahulu, ialah memahat
patung yang menggambarkan al-Lata, al-Uzza, Manah dan Hubal. Patung-patung itu mereka
jual kepada Jemaah-jemaah haji.
Kaum quraisy selalu berusaha untuk menumpas dan menindas agama Islam dengan
menempuh jalan apa saja (H. Munzier Suparta & Harjani Hefni, 2003: 48), salah satunya
dengan memboikot Bani Hasyim. Isi piagam pemboikotan tersebut antara lain: mereka
memutuskan segala bentuk hubungan dengan Bani Hasyim seperti pernikahan, silaturrahmi
dan jual beli (Badri Yatim, 2008: 23).

C. Masyarakat Madinah Pra-Islam


a. Kepercayaan yang dianut masyarakat Madinah Pra-Islam
Yatsrib adalah nama lama yang digunakan untuk menyebut Kota Madinah. Dalam hal
kepercayaan, masyarakat Kota Madinah berbeda dengan Kota Makkah. Jika masyarakat
Makkah mayoritas adalah penganut paganisme (penyembahan terhadap berhala) dan sangat
sedikit yang beragama sedangkan masyarakat Madinah memiliki kemajemukan dalam
beragama. Adapun Agama dan kepercayaan yang ada di Madinah, antara lain:
1. Paganisme, yakni penyembahan kepada berhala. Paganisme di Madinah sebenarnya saat
itu juga merupakan kepercayaan yang merata di seluruh Jazirah Arabia. Selain berhala,
penduduk Madinah juga menyembah benda-benda langit dan juga kekuatan alam.
2. Agama Yahudi, yakni risalah yang dibawa oleh Nabi Musa as. Penganut agama Yahudi
datang ke Madinah setelah kerajaan Israel dan Kerajaan Yehuda dihancurkan bangsa asing
yang menyebabkan mereka melakukan diaspora. Berkali-kali gelombang diaspora (tercerai
berainya suatu bangsa) orang-orang Yahudi ke seluruh penjuru dunia, salah satu tujuan
mereka adalah Kota Madinah. Gelombang diaspor bangsa Yahudi terjadi sebanyak dua kali,
yang pertama yakni saat serangan Raja Nebukadnezar, raja Kerajaan Babilonia pada tahun
597 SM. Dan diaspora kedua terjadi saat serangan Kerajaan Romawi yaitu sekitar tahun 132-
135 M. Adapun suku-suku Yahudi yang menetap di Madinah antara lain:
- Bani Qainuqa
- Bani Ghatafan
- Bani Nadhir
7
Orang-orang Yahudi hidup berdampingan dan bekerjasama dengan kaum muslimin serta
menjalankan agama mereka dengan leluasa. Namun pada akhirnya orang-orang Yahudi
berkhianat dengan berkomplot dengan orang-orang kafir Quraisy Makkah untuk membunuh
Rasulullah SAW. Karena perbuatan mereka, Rasulullah dan kaum muslimin mengusir orang-
orang Yahudi dari Kota Madinah. Sehingga Madinah terbebas dari orang-orang Yahudi.
3. Agama Nasrani/Kristen, yakni risalah yang dibawa oleh Nabi Isa as. Mereka berasal dari
Najran, negeri Yaman. Rombongan orang-orang Nasrani Najran menetap di Madinah sekitar
tahun 343 M.
b. Kondisi sosial masyarakat Madinah Pra-Islam
Kondisi sosial masyarakat Madinah sebelum Islam hampir sama dengan Makkah, mereka
saling memerangi antara suku satu dengan suku lainnya. Berikut ini adalah kabilah yang
mendiami Kota Madinah antara lain:
1. Kabilah Aus dan Khazraj
Kabilah Aus dan Kabilah Khazraj adalah sesama kabilah Bangsa Arab yang selalu
bermusuhan dan berperang bahkan permusuhan kedua kabilah itu telah berlangsung selama
120 tahun hingga Rasulullah SAW berhasil mempersatukan dua kabilah besar tersebut.
Jika dirunut secara silsilah, sebenarnya Kabilah Aus dan Kabilah Khazraj berasal dari
keturunan dua orang laki-laki bersaudara kandung yang berasal dari Suku Azd di negeri
Yaman.
Kabilah Aus menetap di dataran tinggi sebelah selatan dan timur Madinah sedangkan Kabilah
Khazraj menempati wilayah dataran rendah di utara Madinah. Kabilah Aus dan Kabilah
Khazraj selama masa permusuhan mendapat bantuan senjata dari orang-orang Yahudi. Suku
Aus mendapat bantuan dari orang-orang Yahudi Bani Quraizhah sedangkan Kabilah Khazraj
mendapat bantuan senjata dari Bani Nadir dan Bani Qainuqa.
Kelak Kabilah Aus dan Kabilah Khazraj akan melupakan permusuhan mereka dan bahu
membahu berdiri di bawah panji Islam yang disebut kaum Anshar dan menjadi penyokong
utama perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan syiar agama Islam di samping
kaum Muhajirin.
2. Kabilah-kabilah Yahudi
Kabilah-kabilah Yahudi yang tinggal di Madinah tersebar di berbagai tempat di Madinah.
Bani Nadhir tinggal di Aliyah, sebuah tempat di Lembah Baththan sejauh 2-3 mil dari
Madinah. Tempat tersebut sangat subur dan banyak ditumbuhi kurma, anggur dan tanaman
lainnya. Bani Quraizhah tinggal di daerah Mazhur yang terletak di beberapa beberapa mil d
selatan Madinah. Sedangkan Bani Qainuqa pada awalnya berdiam di pusat Kota Madinah,
kemudian diusir oleh Bani Nadhir dan Quraizhah keluar dari pusat kota Madinah.
Orang-orang Yahudi dan Arab sama-sama berasal dari bangsa yang sama, yakni bangsa Semit
yang berakar dari bapak yang sama yakni Nabi Ibrahim as. Orang-orang Arab adalah
keturunan dari Nabi Ismail as putra pertama Nabi Ibrahim as dari istri beliau yang bernama
Hajar, sedangkan orang-orang Yahudi adalah keturunan dari Nabi Ishaq as putra kedua
Nabi Ibrahim as dari istri beliau yang bernama Sarah.
8
c. Kondisi ekonomi masyarakat Madinah Pra-Islam
Posisi Yatsrib atau Madinah sangat strategis dalam jalur perdagangan. Letak Kota Madinah
berada di antara Makkah dan Yaman di selatan dan Syam di utara sehingga menjadikan
Kota Madinah sebagai jalur yang selalu ramai dilewati para pedagang.
Walaupun Madinah dikelilingi oleh gunung berbatu, namun Madinah adalah wilayah yang
sangat subur. Terdapat lembah-lembah subur yang disebut wadi dan menjadikan Madinah
sebagai wilayah pertanian yang menjanjikan. Beberapa wadi yang terkenal di Madinah antara
lain Wadi ‘Aqiq, Wadi An-Naqi’, Wadi Al-Hisa, Wadi Buthhan dan lasin sebagainya.
d. Kondisi politik masyarakat Madinah Pra-Islam
Kabilah Aus, Khazraj dan Yahudi sebenarnya bukanlah kabilah pertama yang mendiami
Yatsrib. Kabilah yang pertama mendiami Yatsrib adalah Kabilah Amaliqah yang kemudian
dikalahkan oleh kabilah-kabilah Yahudi yang datang ke Makkah. Kabilah-kabilah Yahudi
pada akhirnya juga tersisihkan setelah kalah dalam peperangan melawan orang-orang Arab,
yakni Kabilah Aus dan Khazraj.
Dendam orang-orang Yahudi masih tersisa di dada mereka. Orang-orang Yahudi mencoba
memecah belah Kabilah Aus dan Khazraj dengan peperangan selama 120 tahun demi
menguasai Kota Madinah kembali. Tipu daya orang-orang Yahudi begitu rapi, sehingga
Kabilah Aus dan Kabilah Khazraj tiada menyadarinya. Dari luar orang-orang Yahudi terlihat
membantu Kabilah Aus dan Kabilah Khazraj untuk meraih kemenangan dengan cara
menyumbangkan senjata untuk berperang, namun sebenarnya orang-orang Yahudi
sedang menunggu lengah serta lemahnya Kabilah Aus dan Kabilah Khazraj kemudian
menguasai Kota Madinah kembali.
Permusuhan orang-orang Yahudi makin memuncak setelah hijrah Nabi Muhammad ke
Madinah yang justru berhasil mempersatukan Kabilah Aus dan Khazraj dan menghentikan
ambisi orang-orang Yahudi menguasai Kota Madinah. Persatuan Kabilah Aus dan Khazraj
dan ketakutan orang-orang Yahudi terhadap perkembanga Islamlah yang akhirnya
mendorong mereka bergabung dengan pasukan kafir Quraisy dalam perang Khandaq atau
perang Ahzab.

D. Dakwah Nabi Periode Madinah


Madinah dianggap sebagai kelahiran baru agama Islam setelah ruang dakwah di Mekah terasa
sempit bagi kaum muslimin. Allah SWT memilih Madinah sebagai pilot projectpembentukan
masyarakat Islam pertama. Madinah memang layak dijadikan kawasan percontohan (Wahyu
Ilaihi & Harjani Hefni, 2007: 55). Berawal dari respon orang-orang Yastrib yang datang ke
Mekah pada bulan haji terhadap seruan nabi, juga tidak terlepas dari pribadi nabi yang
dikenal sebagai orang yang tak pernah berbohong.Keberhasilan dakwah nabi dapat dilihat
pada sikap orang-orang Yastrib di perjanjian Aqabah I dan II, dimana mereka mau mengubah
sikap dan perilaku mereka, bahkan bersedia menjadi pelindung nabi. Sebab dakwah pada
hakekatnya merupakan suatu upaya seorang dai dan sekaligus juga sebagai media untuk
mengubah perilaku masyarakat dari yang negative menjadi positif atau berakhlak mulia,
tertinggal menjadi maju serta bodoh menjadi pandai (M. Bahri Ghazali, 1997: 1).
9
Inilah yang dilakukan Nabi terhadap masyarakat Yastrib, membentuk suatu masyarakat baru,
dan meletakkan dasar-dasar untuk suatu masyarakat yang besar yang sedang ditunggu oleh
sejarah. Dalam mewujudkan semua ini, nabi menempuh langkah-langkah dakwah sebagai
berikut:
1. Membangun masjid. Waktu Rasulullah saw masuk Madinah, penduduk Madinah yang
sudah memeluk Islam (kaum Anshar) banyak yang mengundang serta menawarkan rumah
untuk beristrahat. Setelah nabi sampai di tanah milik kedua orang anak yatim bernama Sahal
dan Suhail keduanya anak Amr bin Amarah dibawah asuhan Mu‟adz bin „Afra, berhentilah
unta yang ditunggangi nabi, kemudian beliau dipersilahkan oleh Abu Ayub Anshari untuk
tinggal di rumahnya.Setelah beberapa bulan nabi di situ maka beliau membangun Masjid
Nabawi pada sebuah tanah milik kedua anak yatim tersebut, tanah itu dibeli oleh nabi untuk
pembangunan masjid, juga untuk tempat tinggal. Masjid yang di bangun tersebut berfungsi
sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat. Dalam kesempatan ini nabi dan para
pengikutnya berdiri bahu- membahu, mengajarkan keuntungan yang tak terkirakan dari
persaudaraan, dan menanamkan semangat persamaan antar manusia (Jamil Ahmad, 2000: 4).
2. Menciptakan persaudaraan baru.Kaum muslimin yang berhijrah dari Mekah ke Madinah
disebut “muhajirin” dan kaum muslimin penduduk Madinah disebut “anshor”. Kaum
muslimin Mekah yang berhijrah ke Madinah banyak menderita kemiskinan, karena harta
benda dan kekayaan mereka ditinggalkan di Mekah, diwaktu mereka berhijrah ke Madinah
melarikan agama dan keyakinan yang mereka anut.Nabi Muhammad saw menciptakan
persaudaraan baru antara kaum muhajirin dengan kaum anshor. Ali ibn Abi Thalib dipilih
menjadi saudara nabi sendiri. Abu Bakar nabi saudarakan dengan Kharijah ibnu Zuhair.
Ja‟far ibnu Abi Thalib dengan Mu‟az ibnu Jabal.Rasulullah telah mempertalikan keluarga-
keluarga Islam. Masing- masing keluarga mempunyai pertalian yang erat dengan keluarga-
keluarga yang banyak, karena ikatan persaudaraan yang diadakan rasulullah. Persaudaraan ini
pada permulaannya mempunyai kekuatan danakibat sebagai yang dipunyai oleh persaudaraan
nasab, termasuk di antaranya hal pusaka, hal tolong menolong dan lain-lain (A. Syalabi,
2003: 103).
3. Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah. Setelah mempersaudarakan antara kaum
muhajirin dengan anshor, selanjutnya nabi menjalin hubungan antara kaum muslim dengan
golongan Yahudi penduduk Madinah. Jalinan hubungan ini terwujud dalam bentuk perjanjian
atau undang-undang yang kemudian dikenal sebagai “Piagam Madinah” yang ditulis pada
tahun 623 M atau tahun ke-2 H.
Islam mengembang amanat untuk memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan
membebaskan manusia dari segala penindasan. Islam tidak mengenal batas-batas suku,
keturunan, tempat tinggal, atau jenis kelamin. Semua umat manusia, dalam pandangan Islam,
mempunyai kedudukan setara. Sebab, kemuliaan kedudukan manusia dalam Islam tergantung
dari kwalitas ketaqwaannya pada Allah SWT atau amal salehnya. Tentu saja kwalitas
ketaqwaan atau amal saleh ini tidak hanya diukur dengan perilaku vertical kepada Tuhannya,
namun juga akhlak horizontal kepada sesama manusia. Sesuai dengan firman Tuhan al-
Hujurat: 13: “hai manusia, sesungguhnya kami jadikan kamu bersal-dari laki-laki dan
perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu berkenal-
kenalan, sesungguhnya orang yang termulia di antaramu pada sisi Allah ialah orang yang
lebih taqwa”.
10
E. Perbedaan Peran Nabi pada Periode Makkah dan Madinah
Seperti yang kita sudah ketahui, di dalam sejarah perjalanan hidup nabi,terkhusus dalam
bidang dakwah dan Islamisasi pada masanya, umumnya terbagikepada dua fase, yaitu fase
Makkah dan Fase Madinah. Peran Nabi dalam perkembangan dan penyebaran Islam tentu tak
luput dari usaha Nabi yang Gigihdan tak kenal menyerah. Makkah dan Madinah adalah dua
kota yangmasyarakatnya Memiliki kebiasaan yang berbeda-beda, Kota Makkah adalah
kotayang mayoritas masyarakatnya menolak kedatangan Nabi Muhammad SAW,sedangkan
Masyarakat Kota Madinah ketika Nabi Berhijrah diterima dengantangan terbuka oleh
penduduk Masyarakat tersebut. Sehingga cara dan peran Nabi berbeda dalam melebarkan
sayap Islam di dua kota tersebut. Berikut adalah penjelasan dari peran dan kejadian yang
terjadi masa kenabian di kota Makkah dan Madinah.
1. Peroide Makkah
a. Kondisi Kota Makkah
Makkah adalah hal yang sangat tandus kondisi geografis seperti inilah berpengaruh besar
dalam membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk Makkah
memiliki temperamen buruk dan tidak berpikir secara mendalam.
Ditambah dengan sistem politik di Makkah, yang dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum
Qurais untuk mempertahankan posisi, kedudukan atau kekuasaan mereka. Sehingga hal itu
juga berpengaruh pada watak dan perilaku mereka yang cenderung lebih agresif, egois, keras
kepala serta tidak mudah bagi mereka untuk menerima pendapat atau keyakinan orang lain.
b. Metode Dakwah di Kota Makkah
Metode dakwah yang dipakai pada masa itu terbagi ke dalam tiga periode, yaitu:
1) Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Dakwah Nabi Muhammad SAW pada awal masa kenabian di Makkah dilakukan secara diam-
diam, dimulai dari Berdakwah di kalangan keluarga, kerabat terdekat. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi gejolak dengan Kaum Kafir Quraisy sampai tiba perintah melakukan
dakwah secara terang terangan.
2) Dakwah secara terang-terangan
Pada masa dakwah secara terang-terangan inilah nabi mendapatkan perlakuan yang buruk
dari umatnya. Karena setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha
menghalangi dakwah Rasul. Karena mereka juga melihat semakin bertambahnya jumlah
pengikut Nabi, maka mereka pun semakin keras melancarkan serangan-serangan, baik pada
nabi ataupun pada para pengikut nabi.
3) Dakwah meluas ke luar kota Makkah
Setelah penyiksaan dan semua perlakuan yang didapat oleh Nabi dari kaum Quraisy di
Makkah, Nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam ke luar kota dengan harapan dakwah
nabi akan mendapatkan reaksi yang berbeda dari yang diterima Nabi di kota Makkah.
11
2. Periode Madinah
a. Kondisi Kota Madinah
Berbeda dengan Makkah, Madinah senantiasa mengalami perubahan sosial yang
meninggalkan bentuk kemasyarakatan absolut model badui. Kehidupan sosial Madinah
secara berangsur- angsur diwarnai oleh unsur kedekatan ruang daripada oleh sistem
kekerabatan. Madinah juga memiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagian besarnya
lebih simpatik terhadap monoteisme,"
Penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar, dan non-muslim tersebut,
merupakan sebuah keberagaman yang ada pada masa lalu dan sudah menjadi suatu hal yang
tidak bisa lagi dipungkiri eksistensinya. Tapi bukan hal itu yang akan digaris bawahi, yang
terpenting adalah jiwa sosialis masyarakat Madinah sangat tinggi. Ini terbukti dari
persaudaraan yang tinggi dan sangat kokoh. Tidak ditemukan konflik karena masalah
perbedaan. Kalaupun ada masalah itu dengan cepat segara terselesaikan, karena nabi sangat
bijak dalam hal itu dan sangat hati-hati terhadap peletakan sebuah nilai kemasyarakatan.
Nabi berhasil membentuk sistem yang luar biasa bagus. Masyarakat Madinah merasa bahwa
dirinya itu satu. Maka dari itu, apabila ada satu yang sakit maka yang lain turut merasakan.
Hal ini lebih khusus lagi pada umat Muslim sendiri, di mana sudah menjadi kewajiban di
setiap Muslim sebagaimana dalam riwayat Nabi sering kali memerintahkannya.
b. Dakwah Nabi di Kota Madinah
Proses penyebaran agama islam di Madinah tentunya memiliki perbedaan dengan system
yang telah diterapkan oleh nabi sebelumnya. Pada periode Madinah Nabi memiliki sedikit
kemudahan dalam mengenalkan Islam. Itu dikarenakan masih banyak penduduk Madinah
yang menganut agama samawi. Dapat kita lihat ketika Nabi memasuki Madinah, beliau
mendapatkan penyambutan yang luar biasa dari masyarakat. Ada beberapa strategi dakwah
yang dilakukan oleh Nabi, yaitu sebagai berikut:
1) Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan
kaum Anshar.
2) Memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam.
3) Meletakkan dasar-dasar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat Islam.
Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam dapat
mewujudkan negari "Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur" dan Madinah disebut
"Madinatul Munawwarah". Dari sistem yang telah diterapkan Nabi tersebut, hampir tidak
mendapat penolakan dari masyarakat Madinah, karena nilai-nilai yang diletakkan Nabi
bersifat universal, walau pada hakikatnya nilai-nilai tersebut termaktub dalam Islam.
Contohnya berbuat adil, saling menolong. larangan curang dalam berdagang, dan lai-lain.
Perkembangan Islam juga tidak terlepas dari peranan moral Nabi yang begitu mulia dan
sangat bijak dalam memutuskan sebuah perkara. Sehingga tidak sedikit kasus yang telah
diselesaikan. Bahkan ketika ada perselisihan antar suku, Nabi selalu mendapat undangan
untuk memberikan jalan keluar.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Masyarakat Arab pra-Islam dikenal dengan Jahiliyyah karena khas dengan pemujaan terhadap
berhala (syirik), praktik ekonomi ribawi, buta huruf, dan lain- lain. Tetapi tidak berarti semua
masyarakat terkenal akan kebodohan dan kesyirikannya. Hal ini ditandai dengan adanya
karya sastra, syair-syair yang "menghiasi" kota Makkah.
Kemudian Allah mengutus Nabi Muhammad yang bertujuan untuk meluruskan hal-hal yang
salah, kesyirikan yang terjadi pada masyarakat tersebut. Namun, gejolak demi gejolak
dihadapi nabi namun nabi tidak gentar dan menyerah. Di periode Makkah, ada tiga fase
dakwah nabi, di antaranya adalah fase dakwah sembunyi-sembunyi, dakwah terang-terangan,
dan fase dakwah meluas ke luar kota Makkah.
Di Yatsrib (sekarang Madinah), masyarakat lebih berkembang karena adanya kontak budaya
lintas negara yang membuat peradaban lebih maju. Hal ini pun menjadikan agama Islam
mudah diterima di samping peran nabi berdakwah yang baik.
Dakwah Nabi di Madinah terbilang lebih banyak daripada di Makkah. Nabi melakukan
tindakan-tindakan di mana membuat masyarakat percaya kepada beliau. Membangun masjid
sampai membangun negara yang mengusung perdamaian dan kemurnian aqidah dan ajaran
Islam sehingga menjadi negara maju.
Pembentukan negara di Madinah dimulai dari suatu perjanjian antar agama di sana sehingga
Rasulullah dipercaya dapat berlaku adil dan mengayomi semua lapisan masyarakat selama
taat kepada perjanjian, diberlakukannya hukum Islam, dan lain sebagainya. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa kondisi keadaan Masyarakat mungkin yang menjadi faktor utama lebih
pesatnya perkembangan Islam di Madinah daripada di Kota Mekkah.
Perbedaan metode dakwah serta pencapaian-pencapaian yang dicapai oleh Nabi pada
masanya terjadi juga karena aspek kemasyarakatan kota Madinah yang lebih maju ketimbang
Mekkah. Akan tetapi perlu digaris bawahi juga, bahwa pencapaian yang baik di kota
Madinah terjadi karena Nabi Muhammad pertama kali diturunkan di kota Makkah, sehingga
kedatangannya dianggap mengganggu oleh masyarakat kota Mekkah. Lain halnya dengan
Madinah, ketika nabi hijrah ke Madinah, masyarakat Madinah telah mengetahui bahwa telah
diutus seseorang untuk menjadi Nabi di kota Makkah. Sehingga waktu mereka untuk berpikir
menerima Nabi Muhammad lebih terbuka.

B. Saran
Untuk memahami sebuah sejarah diperlukan literatur terpercaya sehingga sejarah dapat
dipercaya kebenarannya. Begitu pula dengan sejarah perjuangan Rasulullah, banyak literatur
baik dari ulama salaf (terdahulu) maupun ulama khalaf (kontemporer) yang menuliskan
dengan baik sejarah Rasulullah dan sangat kami rekomendasikan untuk dibaca dan dikaji
lebih dalam.
13
DAFTAR PUSTAKA
Masyarakat Arab Pra-Islam:
https://news.detik.com/berita/d-5699736/kondisi-masyarakat-arab-sebelum-kedatangan-
islam-ada-di-masa-jahiliah
Dakwah Nabi Muhammad saw Pada Periode Makkah:
https://jurnaliainpontianak.or.id./index.php/alhikmah/article/download/75/69
Masyarakat Madinah Pra-Islam:
https://www.gurusiana.id/read/saifulrokib/article/kondisi-masyarakat-madinah-sebelum-
islam-tagur-ke-100-1460952#
Dakwah Nabi Periode Madinah:
https://jurnaliainpontianak.or.id./index.php/alhikmah/article/download/75/69
Perbedaan Peran Nabi pada Periode Makkah dan Madinah:
https://www.academia.edu/35283809/Dakwah_Nabi_Muhammad_SAW_Periode_Makkah_d
an_Madinah

Anda mungkin juga menyukai