Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulliah kami panjatkan kehadiran Allah SWT, karena dengan
segala rahmat- Nyalah akhirnya kami bisa menyusun makalah dengan tema “ Sumber-
sumber ajaran islam, esensi dan urgensi integrasi iman,islam,dan ihsan dalam
pembentukan insan kamil” ini tepat pada waktunya. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada bapak M.Faruq H., S.Pdl, M.pd selaku Dosen Pendidikan Agama Islam
(PAI) yang telah memberikan tugas kepada kami.
Kami berharap semoga makalah yang telah kami sususun ini dapat
memberikan banyak manfaat serta menambah pengetahuan terutama dalam hal
Konsep Tentang Tuhan dan Agama islam
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
2.5 Alasan Mengapa Iman ,Islam, dan Ihsan Menjadi Persyaratan Dalam Membentuk
Insan Kamil....................................................................................................................
2.6 Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Tentang Iman, Islam, dan Ihsan
Sebagai Pilar Agama Islam Dalam Membentuk Insan Kamil........................................
2.8 Mendeskripsikan Tentang Esensi dan Urgensi Iman,Islam dan Ihsan Dalam
Membentuk Insan Kamil...............................................................................................
BAB 3 PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................
3.2 Daftar Pustaka...............................................................................................................
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam agama islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, Ihsan. Tiap-tiap
tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya. Jika Islam dan Iman disebut
dengan bersamaan maka yang dimaksud Islam adalah amalan-amalan yang tampak
dan mempunyai lima rukun. Sedangkan yang dimaksud Iman adalah amal-amal batin
yang memiliki enam rukun dan jika keduannya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-
masing menyandang hukum maknanya tersendiri.
Ihsan berarti berbuat baik.Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti
orang yang berbuat baik. Seperti perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa
dan perilaku yang sesuai atau dilandaskan pada akidah dan syariat Islam disebut Ihsan.
Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem
yang lebih besar disebut akhlaqul karimah.
Dalam Islam, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah membentuk
“Insan Kamil”, yakni manusia paripurna yang memiliki kecerdasan intelektual dalam
spiritual. Tujuan seperti ini tidak mungkin bisa terwujud tanpa adanya sistem dan
proses pendididkan yang baik. Oleh karena itu, para pakar pendidikan Islam kemudian
4
mecoba merumuskan dan merancang bangunan pemikiran kependidikan Islam yang
diharapkan mampu menciptakan manusia-manusia paripurna, yang akan mengemban
tugas mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan dimuka bumi ini.
Dalam Agama Islam, kita mengenal konsep Iman dan Ihsan. Kedudukan Ihsan
dalam kehidupan merupakan hal yang penting. Kadangkala kita sebagai seseorang
muslim yang sudah diberikan tuntunan masih saja melakukan hal-hal yang tidak baik.
Ini diakibatkan karena tingkat keimanan yang tidak stabil. Kita tahu bahwa Ihsan
merupakan realisasi dari iman.
Oleh karena itu, kita harus menetahui bagaimana kaitannya antara Islam, Iman, dan
Ihsan. Karena ketiga konsep diatas merupakan kunci untuk mencapai suatu kehidupan
yang bahagia.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Al-Quran
2. Sunah(Hadis)
3. Ijtihad
1. Pengertian Al-Qur’an
6
Isi Al-Qur’an terdiri dari 114 surat, 6236 ayat, 74437 kalimat, dan 325345
huruf. Proporsi masing-masing fase tersebuut adalah 86 surat untuk ayat-ayat
Makiyah dan 28 surat untuk ayat-ayat Madaniyah.
Ada dua segi pembahasan isi/kandungan Al-Qur’an, yaitu dimensi keagamaan dan
dimensi keilmuan.
a. Dimensi keagamaan
Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam kaitannya dengan persoalan-
persoalan. Pertama, akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia,
kedua, mengenai syariat dan hukum, ketiga, mengenai akhlak yang murni.
b. Dimensi keilmuan
Al-Qur’an adalah sumber segala pelajaran dan pengetahuan, didalamnya
pembicaraan-pembicaraan dan kandungan isinya tidak semata-mata terbatas
pada bidang-bidang keagamaan, ia meliputi berbagai aspek hidup dan
kehidupan manusia.
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam merupakan kumpulan firman Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang mengandung petunjuk-petunjuk bagi
umat manusia. Menurut Dr. M. Quraish Shihab dalam “wawasan Al-Qur’an
menyebutkan delapan tujuan diturunkannya Al-Qur’an:
a. Untuk membersihkan dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik serta
mementapkan keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi tuhan semesta
alam.
b. Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan.
d. Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
e. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual
f. Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang.
g. Untuk memberikan jalan tengah antara falsafah monopoli kapitalisme dengan
falsafah kolektif komunisme.
h. Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi
7
quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Ketiga, petunjuk bagi
orang-orang beriman.
Umat Islam telah sepakat bahwa hadist merupakan sumber hukum kedua
setelah Al-Qur’an. Dan tidak boleh seorang muslim hanya mencukupkan diri dengan
salah satu dari kedua sumber Islam tersebut. Al-Qur’an dan hadits merupakan dua
sumber hukum Islam yang tetap. Umat Islam tidak mungkin dapat memahami tentang
syari’at Islam dengan benar sesuai dengan tanpa Al-Qur’an dan Hadits. Banyak dari
ayat Al-Qur’an yang menerangkan bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam
selain Al-Qur’an yang wajib diikuti. Baik itu dalam hal perintah ataupun larangan. Al-
Syatibiy dalam kaitan ini mengajukan tiga argumen. Pertama, sunnah merupakan
penjabaran dari Al-Qur’an. Secara rasional, sunnah sebagai penjabaran (bayan) harus
menempati posisi lebih rendah dari yang dijabarkan (mubayyan) yakni Al-Qur’an.
Apabila Al-Qur’an sebagai mubayyan tidak ada, maka hadits sebagai bayyan tidak
diperlukan. Akan tetapi jika tidak ada bayyan, maka mubayyan tidak hilang. Kedua,
Al-Qur’anbersifat qat’iy al-subut, sedangkan sunnah bersifat zanniy al-subut. Ketiga,
secara tekstual terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan kedudukan sunnah
setelah Al-Qur’an seprti hadits yang sangat populer mengenai pengutusan Mu’az Ibn
Jabal menjadi hakim di Yaman. Semuanya menunjuka subordinasi sunnah sebagai
dalil terhadap Al-Qur’an.
Berikut uraian sedikit tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam:
1. Dalil Al-Qur’an
Selain Allah SWT memerintahkan agar umatnya percaya kepada Rasul juga dapat
menaati semua perintah atau peraturan yang telah ditetapkan atau dibawa oleh beliau.
8
Taat kepada Rasul sama denga taat kepada Allah. Sebagaimana firman Allah QS. Al-
‘Imran:32 yang berbunyi:
Artinya: “"Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang kafir'." – (QS. Al- ‘Imran 3:32)
Dari banyaknya ayat Al-Qur’an ini membuktikan bahwa dimana setiap ada perintah
taat kepada Allah, pasti ada perintah taat kepada Rasul.Ini menunjukkan betapa
pentingnya kedudukan dalam penetapan untuk taat kepada semua yang diperintah
Rasulullah SAW.
2. Dalil al-hadits
b. Saat umar berada di hajar aswad ia berkata: “saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu”.
c. Diceritakan dari Sa’i bin Musayyab bahwa ‘usman bin ‘affan berkata: ”saya duduk
sebagaimana duduknya Rasulullah, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah
dan saya sholat sebagaimana Sholatnya Rasulullah.
9
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok ulama yang memenuhi persyaratan
tertentu, pada waktu tertentu untuk merumuskan kepastian hukum mengenai suatu
perkara yang tidak ada status hukumnya dalam Al-Qur’an dan sunnah dengan tetap
berpedoman pada dua sumber utama.
Dengan demikian, ijtihad bukan berarti penalaran bebas dalam menggali
hukum satu peristiwa yang dilakukan oleh mujtahid, melainkan tetap berdasar pada
Al-Qur’an dan sunnah. Walaupun ijtihad diperbolehkan untuk dilakukan oleh mujtahid
(orang yang berijtihad) yang memenuhi syarat, namun tidak berarti bahwa ijtihad
dapat dilakukan dalam semua bidang. Ijtihad memiliki ruang lingkup tertentu.
2. Macam-macam Ijtihad
a. Ijmak
b. Qiyas
c. Al-mashlahat al-mursalah
Secara harfiah berarti sesuatu yang membawa kebaikan bagi orang banyak. Adapun
menurut para ahli hukum Islam, Al-mashlahat al-mursalah adalah sesuatu yang
10
didalamnya mengandung kebaikan bagi masyarakat, sehingga walaupun pada masa
lalu hal tersebut tidak diberlakukan, namun dalam keadaan masyarakat yang sudah
makin berkembang, keadaan tersebut dianggap perlu dilakukan. Misalnya,
pembukuan Al-quran dalam bentuk mushaf seperti yang ada sekarang perlu
dilakukan, mengingat jumlah para penghafal Al-Quran makin sedikit karena
meninggal dunia, serta pertentangan dalam membaca Al-Quran sering terjadi.
d. ‘Urf
Secara harfiah berarti sesuatu yang berlaku atau yang sudah dibiasakan.
Adapun menurut para ahli hukum Islam, ‘urf adalah sesuatu yang berlaku
dimasyarakat atau tradisi yang mengandung nilai-nilai kebaikan bagi masyarakat.
Contonya kebiasaan merayakan hari raya yang pada zaman sebelum Islam, namun
dinilai mengandung kebaikan, maka tetap dilanjutkan.
e. Istihsan
Secara harfiah berarti memandang sesuatu sebagai yang baik. Menurut Islam,
istihsan artinya segala sesuatu yang dipandang manusia pada umumnya sebagai hal
yang baik, dan tidak bertentangan dengan al-Quran dan sunnah. Penggunaan istihsan
ini antara lain didasarkan pada sabda Rasulullah SAW : Artrinya : “segala sesuatu
yang dinilai oleh kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka yang demikian itu
disisi Allah dipandang sebagai hal yang baik.”
f. Qaul al-shahabat
Secara harfiah berarti ucapan sahabat. Dalam pengertian umum, Qaul al-
shahabat adalah pendapat, pandangan, pikiran, dan perbuatan para sahabat yang
sejalan denganAl-Quran dan sunnah. Penggunaan Qaul al-shahabat sebagai dasar
hukum, mengingat para sahabat selain sebagai orang yang dekat, bergaul dan ikut
berjuang dengan Rasulullah SAW, juga memang memiliki pemikiran, gagasan, dan
karya-karya yang layak untuk dijadikan bahan renungan dan pertimbangan dalam
mengembangkan ajaran Islam pada masa selanjutnya.
Secara harfiah berarti agama sebelum kita. Dalam pengertian yang lazim,
Syar’un man qablana adlah ajaran yang terdapat didalam agama yang diturunkan
Tuhan sebelum Islam yang terdapat di dalam kitab Zabur, Taurat, Injil yang masih
asli yang tidak bertentangan dan masih sesuai dengan kebutuhan zaman.
11
2.2 Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan
A. Pengertian Iman
Pengertian dasar iman dari istilah “iman” ialah “memberi ketenangan hati atau
pembenaran hati”. Jadi makna iman secara umum mengandung pengertian pembenaran
hati yang dapat menggerakkan anggota badan memenuhi segala konsekuensi dari apa yang
dibenarkan oleh hati Iman sering juga dikenal dengan istilah aqidah, yang berarti ikatan,
yaitu ikatan hati. Bahwa seseorang yang beriman mengikatkan hati dan perasaannya
dengan sesuatu kepercayaan yang tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan lain. Aqidah
tersebut akan menjadi pegangan dan pedoman hidup, mendarah daging dalam diri yang
tidak dapat dipisahkan lagi dari diri seorang mukmin. Bahkan seorang mukmin sanggup
berkorban segalanya, harta dan bahkan jiwa demi mempertahankan aqidahnya. Adapun
pengertian iman secara khusus sebagaimana yang tertera dalam hadis di atas ialah:
keyakinan tentang adanya Allah swt., malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab yang
diturunkan-Nya, Rasul-rasul utusan-Nya, dan yakin tentang kebenaran adanya hari
kebangkitan dari alam kubur.] Dalam hadis lain, yang senada dengan hadis di atas yang
diriwayatkan oleh (Kahmas dan Sulaiman al-Tamimi), selain menyebutkan kelima hal di
atas sebagai kriteria iman, terdapat tambahan satu kriteria yaitu: beriman kepada qadha
dan qadar Allah, yang baik maupun yang buruk.
B. Pengertian Islam
Islam sebagai sebuah nama dari nama agama tidak diberikan oleh para
pemeluknya melainkan kata “Islam” pada kenyataannya dicantumkan dalam Quran,
yaitu:
1. “Wa radhitu lakum al-Islama dinan” artinya “Dan Allah mengakui bagimu Islam
sebagai Agama”
2. “Inna’ ddina inda ilahi al Islam” artinya “Sesungguhnya agama disisi Allah adalah
Islam”.
Berdasarkan 2 (dua) surat tersebut maka jelaslah bahwa nama Islam diberikan oleh
Allah sebagai sebuah nama agama dan bukan nama hasil ciptaan manusia yang memeluk
agama tersebut. Ada beberapa pengertian Islam, yaitu:
Islam berarti kepatuhan atau penyerahan diri
Islam berarti kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan diri dan kepatuhan.
Islam dalam bahasa Arab ialah sebagai kata benda jenis masdhar yaitu berasal dari
kata kerja Kata kerja asalnya ialah:
a. Assalam yang berarti berserah kepada diri Allah artinya manusia dalam berhadapan
dengan Tuhannya mengakui akan kelemahannya dan mengakui kemutlakan
kekuasaan Tuhan.
12
b. Salim berarti menyelamatkan, menentramkan, mengamankan yaitu menyelamatkan,
menentramkan dan mengamankan orang lain dari kata-kata maupun perbuatan.
c. Salima berarti melindungi, pendengar yang baik, sehat, selamat dan memiliki unsur
kedamaian.
C. Pengertian Ihsan
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang
yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan
prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam disebit Ihsan.
Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem
yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah.
Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril yang sangat
terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika nabi
ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab:
……َأنْ تَ ْعبُ َد هّللا َ َكَأنَّ َك تَ َراهُ فَإنْ لَ ْم تَ ُكنْ تَ َراهُ فَإنَّهُ َي َرا َك
Hadits tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan Ihsan, sebagai rumusnya adalah
memposisikan diri saat beribadah kepada Alloh seakan-akan kita bisa melihatNya,
atau jika belum bisa memposisikan seperti itu maka posisikanlah bahwa kita selalu
dilihat olehNya sehingga akan muncul kesadaran dalam diri untuk tidak melakukan
tindakan selain berbuat Ihsan atau berbuat baik.
2.3 Mengintegrasikan Iman, Islam, dan Ihsan Dalam Membentuk Insan Kamil
(manusia sempurna)
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Islam, Iman, dan Ihsan dalam Membentuk Insan
Kamil ( Manusia Sempurna )
Hubungan Iman, Islam dan Ihsan Iman, islam dah ihsan hubungannya sendiri
sangat erat. Sebagaimana dalam hadits nabi SAW yang artinya Dari Umar
radhiyallahu `anhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah
shallahu`alaihi wa sallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang
mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya
13
bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami yang
mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua
lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam) seraya berkata,
“ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, Maka bersabdalah Rasulullah
shallallahu`alaihi wa sallam: “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah
(tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,
engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika
mampu “, kemudian dia berkata, “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya
dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang
Iman “. Lalu beliau bersabda, “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasulrasul- Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada
takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudia dia berkata, “ anda benar“. Kemudian
dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan
adalah engkau beribadah kepada Allah seakanakan engkau melihatnya, jika engkau
tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan
aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda,“ Yang ditanya tidak
lebih tahu dari yang bertanya ". Dia berkata,“ 12 Beritahukan aku tentang tanda-
tandanya “, beliau bersabda, “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika
engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin lagi penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu
dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah shallahu`alaihi wasallam)
bertanya,“ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. Aku berkata,“ Allah dan Rasul-
Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda,“ Dia adalah Jibril yang datang kepada
kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (Riwayat Muslim)
14
2.5 Alasan Mengapa Iman, Islam, dan Ihsan Menjadi Persyaratan dalam
Jika makna iman itu sekedar “percaya” berarti semua manusia di dunia ini
beriman, karena semua manusia percaya akan adanya Tuhan; semua manusia percaya
akan adanya malaikat, dan seterusnya. Jadi, tidak ada seorang manusia punyang kafir
Ada orang mengatakan, belum tentu setiap muslim pasti beriman (mukmin) karena
bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini dengan keimanan
yang sempurna walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan anggota
badannya. Status orang seperti ini hanyalah muslim saja dan tidak tergolong mukmin
dengan iman yang sempurna. Setiap mukmin pasti muslim karena orang yang telah
beriman secara benar pasti akan merealisasikan iman dengan melaksanakan amal-amal
Islam secara benar pula, sebagaimana Allah Swt. telah berfirman, “Orang-orang Arab
Badui itu mengatakan, “Kami telah beriman”. Katakanlah, “Kalian belumlah beriman,
tetapihendaklah kalian mengatakan, „Kami telah berislam‟.” (QS
Al-Hujuraat/49:14).Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”.
Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman
itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa di dalam sikap
ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan Islam. Oleh karena itu, orang yang
bersikap ihsan itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mukmin yang lain, dan
orang yang mukmin itu juga lebih istimewa dibandingkan muslim yang lain.
2.6 Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Tentang Iman, Islam, dan
Ihsan Sebagai Pilar Agama Islam dalam Membentuk Insan Kamil.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Umar Bin Khatab r.a diatas kaum
muslimin menetapkan adanya tiga unsur penting dalam agama islam yakni, iman,
islam, dam ihsan sebagai kesatuan yang utuh. Aqidah merupakan cabang ilmu agama
untuk memahami pilar islam dan akhlak merupakan cabang ilmu agama untuk
memahami pilar ihsan.Istilah Insan Kamil (manusia sempurna) pertama kali
diperkenalkan oleh syekh Ibn Araby (abad (ke – 14 ). Ia menyebutkan ada dua jenis
manusia, yakni insan kamil dan monster setengah manusia. Jadi, kata Ibn Araby, jika
tidak menjadi insan kamil, maka manusia menjadi monster setengah manusia. Insan
kamil adalah manusia yang telah meninggalkan kemonsteranya. Konsekuensinya,
diluar kedua jenis manusia ini dan manusia yang sedang berproses meninggalkan
kemonsterannya dalam membentuk insan kamil.
15
2.7 Membangun Argumen Tentang Karakteristik Kamil dan Metode Pencapaiannya
1. Jasad
2. Hati nurani
3. Roh
4. Sirr (rasa)
Untuk mencapai derajat insan kamil kita harus dapat menundukkan nafsu dan
syahwat hingga mencapai tangga nafsu muthama’inah.
2.8 Mendeskripsikan Tentang Esensi dan Urgensi Iman, Islam, dan Ihsan Dalam
membentuk Insan Kamil
Insan kamil merupakan tipe manusia ideal yang dikehendaki oleh tuhan. Hal
ini disebabkan, jika tidak menjadi insan kamil maka manusia itu hanyalah monster
bertubuh manusia.
Dalam perspektif islam manusia memiliki 4 unsur yaitu : jasad, hati, roh dan
rasa. Yang berfungsi untuk menjalankan kehendak ilahi. Untuk mengkokohkan
keimanan akan menjadi manusia yang insan kamil maka kaimanan kita harus
mencapai tingkat yakin. Maka kita harus mengidentifikasi yang mengacu pada rukun
iman. Sedangkan untuk dapat beribadah secara bersungguh-sungguh dan ikhlas, maka
segala ibadah yang kita lakukan mengacu pada rukun islam.Kaum sufi memberikan
tips untuk dapat menaiki tangga demi tangga, maka seseorang yang berkehendak
mencapai martabat insan kamil diharuskan melakukan riyadhah (berlatih terus-
menerus) untuk menapaki maqam demi maqam yang biasa ditempuh oleh bangsa sufi
dalam perjalanannya menuju tuhan. Maqam-maqam yang dimaksud merupakan
karakter-karakter inti yang memiliki 6 unsur yaitu taubat, wara, zuhud, faqir, sabar,
dan tawakkal.
16
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber ajaran
islam ada tiga macam, yaitu Al-qur’an, hadits dan ijtihad. Al-qur’n sebagai
sumber hukum Islam yang pertama yaitu Al-qu’an berisi tentang semua
kehidupan yang ada di alam, perintah, akidah dan kepercayaan, akhlak yang
murni, mengenai syari’at dan hukum dan sebagai petunjuk umat Islam.
Sedangkan Hadits itu sebagai sumber ajaran islam karena dalam Dalil al-
qur’an mengajarkan kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah
disampaikan oleh Rasul untu dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu
dalam hadits juga terdapat pertnyataan bahwa berpedoman pada hadits itu
wajib, bahkan juga terdapat dalam salah satu pesan Rasulullah berkenaan
menjadikan hadist sebagai pedoman hidup setelah Al-qur’an sebagai sumber
yang pertama. Ijtihad sebagai sumber ajaran karena melalui konsep ijtihad,
setiap peristiwa baru akan didapatkan ketentuan hukumnya Dari pemaparan
makalah kami tersebut kita tahu bahwa sumber ajaran islam sangat penting
sebagai pedoman hidup, untuk itu hendaknya apabila kita melenceng dari salah
satu sumber ajaran tersebut, maka akan menjadikan hal yang fatal.
Iman, islam dan ihsan merupakan tiga rangkaian konsep agama islam
yang sesuai dengan dalil , Iman, Islam dan Ihsan saling berhubungan karena
seseorang yang hanya menganut Islam sebagai agama belumlah cukup tanpa
dibarengi dengan Iman. Sebaliknya, Iman tidaklah berarti apa-apa jika tidak
didasari dengan Islam. Selanjutnya, kebermaknaan Islam dan Iman akan
mencapai kesempurnaan jika dibarengi dengan Ihsan, sebab Ihsan merupakan
perwujudan dari Iman dan Islam,yang sekaligus merupakan cerminan dari
kadar Iman dan Islam itu sendiri.
17
DAFTAR PUSTAKA
https://ceritakuaja.wordpress.com/2013/05/25/makalah-hakikat-iman-islam-
dan-ihsan/
https://sg.docs.wps.com/l/sIGyam6FO8rCwkQY
https://sg.docs.wps.com/l/sINyam6FOgI2tkQY
https://www.kompasiana.com/
nurulsulistiani2389/5deb981c097f3604632e64a3/sumber-sumber-ajaran-islam?
page=2
https://pdfcoffee.com/makalah-mengintegrasikan-imanislamdan-ihsan-dalam-
membentuk-ihsan-kamildocx-pdf-free.html
http://rizkiarahmayanti16.blogspot.com/2015/02/mengintegrasikan-iman-
islam-dan-ihsan.html?m=1
https://ceritakuaja.wordpress.com/2013/05/25/makalah-hakikat-iman-islam-
dan-ihsan/
https://alazabut.blogspot.com/2012/06/pengertian-tentang-iman-islam-dan-
ihsan.html
https://serbamakalah.blogspot.com/2013/02/iman-islam-ihsan.html
https://ms.wikipedia.org/wiki/Makkah
https://pengajianislam.pressbooks.com/chapter/pengertian-islam-iman-dan-
ihsan/
https://itla4islam.blogspot.com/2012/09/pengertian-ihsan_14.html
18