Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

SUMBER AJARAN ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Agama Islam
yang Diampu Oleh Iwan Sanusi,S.Pd.I.,M.Pd

Kelas 1C

Disusun Oleh :
Adistia Prajani (201724001)
Mochammad Thoriq Makarim (201724018)

PROGRAM STUDI D4 TEKNOLOGI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK


JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam tidak
lupa kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun tujuan dari penulisan
makalah yang berjudul “ Sumber Ajaran Islam” ini yaitu untuk memenuhi tugas Bapak
Iwan Sanusi,S.Pd.I.,M.Pd pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Kami
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Iwan Sanusi,S.Pd.I.,M.Pd yang telah
memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah ilmu dan pengetahuan mengenai
topik yang kami bahas dalam makalah ini.
Kami juga mengucapkan terimakasih banyak kepada seluruh pihak yang mendukung
agar terselesaikannya makalah ini dan juga berbagai sumber yang telah kami pakai
dalam makalah “ Sumber Ajaran Islam”ini.Terlepas dari semua itu, kami menyadari
bahwa makalah yang telah kami buat masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Dengan menyelesaikan tugas pembuatan makalah mengenai sumber ajaran islam,
banyak manfaat yang didapatkan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan
informasi mengenai sumber ajaran islam kepada pembaca.

Bandung, 4 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................... ii
ABSTRAK........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................... 2
1.4 Metode Penelitian .................................................................................. 2
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................... 4
2.1 Pengertian Al-Qur’an ................................................................................... 4
2.2 Kandungan dan isi Al-Qur’an ..................................................................... 5
2.3 Kedudukan dan Fungsi Al-Qur’an ............................................................. 9
2.4 Pengertian Hadits .......................................................................................... 11
2.5 Macam macam Hadits .................................................................................. 11
2.6 Kedudukan Hadits Terhadap Al-Qur’an ................................................... 17
2.7 Pengertian Ijtihad .......................................................................................... 18
2.8 Dasar Hukum, Fungsi dan Tujuan Ijtihad ................................................ 19
2.9 Syarat Melakukan Ijtihad.............................................................................. 20
2.10 Macam Macam Bentuk Ijtihad .................................................................. 22
2.11 Fungsi Ajaran Islam Dalam Bermasyarakat ............................................ 22
BAB III PENUTUP ........................................................................... 24
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 24
3.2 Saran ............................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 25

ii
ABSTRAK

Ajaran islam adalah pengembangan agama islam. Sumber ajaran islam memiliki
peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat islam. Sumber ajaran islam adalah
dasar, acuan, atau pedoman syariat islam. Makalah ini membahas mengenai berbagai
sumber ajaran islam, yaitu Al-Qur’an, Hadits, dan ijtihad. Makalah ini bertujuan untuk
mengetahui pengertian Al-quran, hadits, kandungan dan isi didalamnya, kedudukan
dan fungsi alquran, macam macam hadits, pengertian ijtihad, fungsi dan tujuan ijtihad,
syarat dan macam macam ijtihad, dan mengetahui fungsi dari ajaran islam dalam
kehidupan sehari hari. Metode penelitian makalah ini, dilakukan dengan metode
penelitian kepustakaan. Sistematika penulisan ini yaitu pendahuluan, pembahasan serta
penutupan.
Kata Kunci : Sumber Ajaran Islam, Al-Quran, Hadits, Ijtihad

ABSTRACT

The teachings of Islam are the development of islam. The source of Islamic teachings
has a very important role in the lives of Muslims. The source of Islamic teachings is
the basis, reference, or guidelines of Islamic . This paper discusses various sources of
Islamic teachings, namely the Qur'an, Hadist, and ijtihad. This paper aims to know the
understanding of the Quran, hadist, content and content in it, the position and
function of the various kinds of hadisth, understanding ijtihad, functions and purposes
of ijtihad, terms and kinds of ijtihad, and know the function of islamic teachings in
daily life. The research method of this paper, is done by literature research method.
The systematics of this writing are introduction, discussion and closure.
Keywords : The Source of Islamic Teachings, Al-Qur’an, Hadits, Ijtihad

iii
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sumber ajaran islam merupakan segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau
pedoman syariat islam. Istilah “ sumber” ( disini konteksnya dalam sumber ajaran
islam), dalam Bahasa Arab disebut mashdar, bentuk jamaknya adalah mashadir. Kata
mashdar menurut makna kebahasaan (etimologi), mempunyai arti, antara lain : asal
atau permulaan sesuatu, sumber, tempat kemunculan sesuatu. Dengan demikian
merujuk penjelasan itu, apabila kata “sumber” disambungkan dengan “ajaran islam”
sehingga menjadi “ sumber atau sumber sumber ajaran islam, maka pengertiannya
adalah “ tempat yang darinya dapat diperoleh ajaran ajaran islam dalam berbagai
aspeknya”.
Ajaran islam adalah pengembangan agama islam. Sumber ajaran islam yang pokok
adalah al-Qur’an dan hadis. Al-Qur’an dan hadis memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan umat islam. Akan tetapi terdapat perbedaan yang mendasar antara al-
Qur’an dan hadis. Untuk Al-Qur’an semua periwayatan ayat ayatnya berlangsung
secara muttawatir. Sedangkan untuk hadis sebagian periwayatannya berlangsung secara
muttawatir dan sebagian berlangsung secara ahad. Komponen utama agama islam/
unsur utama ajaran islam adalah akidah,Syariah, dan akhlak, dikembangkannya dengan
rayu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk mengembangkannya.
Dasar penggunaan sumber agama islam didasarkan pada ayat al-qur’an surat An-Nisa
(5) : 59 yang artinya “ hai orang orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasulmu.
Dan ulil amri diantara kmu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada allah ( Al-Qur’an) dan rasul (sunah). Jika kamu benar benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian lebih baik bagimu dan lebih
baik akibatnya’. (QS An-Nisa 4:59).
Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum islam adalah
al-qur’an dan hadis. Tetapi disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad
sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah al-qur’an dan hadis. Berijithad adalah
berusaha sungguh sungguh dengan mempergunakan seluruh kemampuan akal pikiran,
pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan
memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuk ajaran mengenai
hukum fikih islam dari keduanya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah dari materi ini yaitu :
1. Apa pengertian dari Al-Qur’an ?
2. Apa saja kandungan isi dalam Al-Qur’an?
3. Bagaimana kedudukan dan fungsi Al-Qur’an?
4. Apa yang dimaksud dengan hadis ?
5. Apa saja macam macam hadis ?
6. Bagaimana kedudukan dan fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?
7. Apa yang dimaksud dengan ijtihad ?

1
8. Apa saja dasar hukum ijtihad dan tujuan ijtihad ?
9. Apa saja syarat melakukan ijtihad ?
10. Apa saja macam macam dan bentuk dari ijtihad ?
11. Bagaimana fungsi ajaran islam dalam kehidupan bermasyarakat ?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
• Mengetahui dan memahami pengertian dari Al-Qur’an, mengetahui kandungan
dalam isi Al-Qur’an, dan memahami kedudukan juga fungsi dari Al-Qur’an.
• Mengetahui dan memahami pengertian dari hadis, mengenal macam macam
hadis, dan mengenali serta memahami bagaimana kedudukan dan fungsi hadis
terhadap Al-Qur’an.
• Mengetahui dan memahami pengertian dari ijtihad, tujuan ijtihad, syarat
melakukan ijtihad dan mengetahui macam macam bentuk dari ijtihad
• Mengetahui bagaimana fungsi ajaran islam dalam kehidupan bermasyarakat.

1.4 METODE PENELITIAN


Metode penelitian makalah mengenai sumber ajaran islam ini, dilakukan dengan
metode penelitian kepustakaan. Metode penelitian kepustakaan adalah Teknik
pengumpulan data dengan melakukan penelaahan terhadap buku, litaratur, catatan
serta berbagai laporan yang berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan (Nazir:
1988). Atau dapat dikatakan juga bahwa penelitian kepustakaan merupakan suatu studi
yang digunakan dalam mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai
macam material yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, majalah, kisah kisah
sejarah, dan sebagainya (Mardalis : 1999).

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN


Sistematika penulisan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
• PENDAHULUAN
Berisi mengenai latar belakang, rumsan masalah, tujuan masalah, metode
penelitian, dan sistematika penulisan makalah mengenai sumber ajaran islam.

• ISI DAN PEMBAHASAN


Bagian isi dan pembahasan ini, berisi tentang penjelasan berbagai rumusan
masalah yang ada seperti pengertian alquran, kandungan dan isi dari al-quran,
kedudukan fungsi alquran. Lalu berisi pembahasan mengenai pengertian dan
macam macam hadis serta kedudukan hadis dan fungsi hadis terhadap alquran.
Dijelaskan juga pembahasan mengenai pengertian ijtihad, dasar hukum dan
tujuan ijtihad, syarat melakukan ijtihad, macam macam bentuk ijtihad, dan yang
terakhir yaitu menjelaskan fungsi ajaran islam dalam kehidupan bermasyarakat.

2
• PENUTUP

Dan bagian penutup ini, berisi kesimpulan serta saran dari Makalah mengenai
sumber ajaran islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Al-Qur’an


Al-Qur’an adalah nama bagi kitab suci umat islam yang berfungsi sebagai petunjuk
hidup bagi seluruh umat muslim di dunia. al-Qur’an diwahyukan oleh Allah SWT
kepada nabi muhamad SAW. Setelah beliau genap berumur 40 tahun. Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Secara Bahasa Al-Qur’an diambil dari kata : ‫ ا ق‬- ‫ يقرا‬-‫ قراة‬-‫ وقرانا‬yang berarti sesuatu
yang dibaca. Menurut Bahasa juga Al-Qur’an merupakan kata benda bentuk dasar (
Masdar ) yang bersinonim dengan kata “al-qira’ah” ‫ القراة‬yang berarti membaca.
Sebagaimana firman Allah SWT:

Kata “ Qur’anah “ disini berarti “ Qira’atahu” (bacaannya).Menurut Al-Farra (w. 207


H),” Lafadz Al-Qur'an berasal dari kata ‫( قرائن‬qara'in) yaitu bentuk jamak dari ‫)قرينة‬
qarinah) yang berarti petunjuk atau indikator sehingg Al-Qur'an merupakan petunjuk
atau indikator kehidupan bagi manusia.”
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari qara’a, yaqra’u, qiraa’atan atau qur’aanan yang
berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Huruf huruf serta
kata kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur dikatakan al-Qur’an karena
berisikan intisaru dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan. Secara
terminologi Al-Qur’an adalah kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Sebagai Rasul terakhir melalui perantara malaikat Jibril, diawali
dengan surat al fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Sedangkan menurut para
ulama, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan pada rasulullah dengan Bahasa
arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah
ibadah.
Menurut Abdul Wahhab al-Khallaf, al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan
melalui ruhul amin ( Jibril ) kepada nabi Muhammad SAW. Dengan Bahasa arab, isinya
dijamin kebenarannya dan sebagai hujjah kerasulannya, undang undang bagi seluruh
manusia, petunjuk dalam beribadah, serta dipandang ibadah membacanya, terhimpun
dalam mushaf yang dimulai surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Nas dan diriwayatkan
kepada kita dengan jalan mutawatir.
Sementara menurut M.Quraish Shihab, Al-Qur’an secara harfiyah berarti bacaan yang
sempurna. Ia merupakan suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada suatu

4
bacaanpun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat
menandingi Al-Qur’an, bacaan sempurna lagi mulia.

2.2 Kandungan dan Isi Dalam Al-Qur’an


Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah
SAW, melalui perantara malaikat Jibril untuk disampaikan kepada manusia sebagai
pedoman hidup. Al qur’an diturunkannya tidak secara langsung namun berangsur
angsur. Menurut sebagian ulama, ayat ayat al-Qur’an turun secara berangsur angsur
dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari. Dan ada pula sebagian ulama lain yang
berpendapat bahwa Al-Qur’an diwahyukan secara bertahap dalam kurun waktu 23
tahun ( dimulai pada 22 desember 603 M ). Para ulama membagi masa turunnya ini
dibagi menjadi dua periode, yaitu mekkah dan Madinah dan Madinah yang membentuk
penggolongan surah makkiyah dan surah madaniyah. Periode mekkah berlangsung
selama 12 tahun masa kenabian rasulullah dan surah surah turun pada waktu ini
tergolong surah makkiyyah. Sementara periode Madinah yang dimulai sejak periwtiwa
hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surah yang turun pada kurun waktu ini disebut
surah madaniyah.
Isi kandungan dalam al-qur’an adalah sebagai berikut :
1. Akidah
Secara etimologi akidah berarti kepercayaan atau keyakinan. Bentuk jamak akidah
(‘Aqidah) adalah aqaid. Akidah juga disebut dengan istilah keimanan. Akidah secara
terminology didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang harus diyakini dengan
sepenuh hati, dinyatakan dengan lisan dan dimanifestasikan dalam bentuk amal
perbuatan. Akidah islam adalah keyakinan berdasarkan ajaran islam yang bersumber
dari al quran dan hadis. Inti pokok ajaran akidah adalah masalah tauhid, yakni
keyakinan bahwa allah maha esa. Setiap muslim wajib meyakini ke maha esa an allah .
orang yang tidak meyakini hal tersebut berarti ia kagir, dan apabila meyakini adanya
tuhan selain Allah SWT makai a musyrik. Disamping kewajiban untuk meyakini Allah
SWT, juga adakewajiban untuk meyakini rukun rukun iman yang lain. Tidak dibenarkan
apabila seseorang yang mengaku ber akidah atau beriman apabila dia hanya mengimani
allah saja, atau meyakini sebagian dari rukun iman saja. Al quran menjelaskan tentang
pokok pokok ajaran akidah yang terkandung didalamnya, diantaranya adalah sebagai
berikut :

5
2. Ibadah dan Muamalah
Ibadah berasal dari kata ‘Abada artinya mengabdi atau menyembah. Yang dimaksud
ibadah adalah menyembah atau mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT dengan
tunduk dan patuh kepadanya. Didalam alquran dijelaskan bahwa tujuan penciptaan jin
dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Firman Allah SWT
:

Ibadah dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : ibadah mahdah dan ghairu mahdah.
Ibadah mahdah artinya ibadah khusus ynag tata caranya sudah ditentukan seperti
shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan ibadah gairu mahdah tata caranya tidak
ditentukan secara khusus, yang bertujuan untuk mencari ridha Allah SWT misalnya
silaturahim, belajar, bekerja, dsb. Al quran juga tidak hanya memberikan ajaran tentang
ibadah sebagai wujud kebutuhan manusia terhadap Allah SWT, tetapi juga mengatur
bagaimana memenuhi kebutuhan lain manusia dengan hubungannya dalam kehidupan.
Kegiatan dalam hubungan antar manusia ini disebut sebagai muamalah.

6
3. Akhlak
Akhlak ditinjau dari segi etimologi yang berarti perangai, tingkah laku, tabiat, atau budi
pekerti. Dalam pengertian terminologis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
manusia ynag muncul spontan dalam tingkah laku hidup sehari hari. Dalam konsep
Bahasa Indonesia, akhlak dapat disebut juga etika atau moral. Dari abu Hurairah
berkata ; rasulullah SAW bersabda ; “ bahwasannya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang baik “ (HR Ahmad ). Nabi Muhammad SAW adalah model dari suri
tauladan bagi umat dalam bertingkah laku dengan akhlak mulia ( karimah ). Al quran
merupakan sumber dari ajaran tentang akhlak mulia itu.

4. Hukum
Hukum sebagai salah satu isi pokok ajaran al quran berisi kaidah kaidah dan ketentuan
ketentuan dasar dan menyeluruh bagi umat manusia. Tujuannya adalah untuk
memberikan pedoman kepada umat manusia agar kehidupannya aman, adil, tentram,
teratur. Ayat al quran yang berisi ketentuan hukum antara lain adalah :

Ketentuan hukum lain yang dijelaskan dalam ayat al quran adalah sebagai berikut :
a. Hukum perkawinan ( QS Al Baqarah :221, QS Al Maidah :5, QS An Nisa : 22-
24, an nur :2, al mumtahah : 10-11 )
b. Hukum waris antara lain dijelaskan dalam (Qs an-Nisa : 7-12 dan 176, Qs. Al
Baqarah : 180, QS Al maidah : 106 )
c. Hukum Perjanjian, antara lain dijelaskan dalam ( QSS Al-Baqarah : 279, 280
dan 282, QS Al Anfal : 56 dan 58, QS At Taubah :4)
d. Dan lain sebagainya
5. Sejarah/ kisah umat masa lalu

7
Al quran sebagai kitab suci umat manusia banyak menjelaskan tentang sejarah atau
kisah umat pada masa lalu. Sejarah tersebut dimaksudkan untuk menjadi ibrah (
pelajaran ) bagi umat islam. Ibrah tersebut menjadi petunjuk untuk dapat menjalani
kehidupan agar senantiasa sesuai dengan petunjuk keridaan Allah SWT.

Al quran banyak menggambarkan umat umat terdahulu baik yang iman dan taat kepada
Allah SWT maupun yang ingkar dan maksiat kepadanya. Bagi umat yang beriman dan
taat kepada Allah SWT, Allah memberikan kebaikan dan keberkahan dalam hidup
mereka, sebaliknya bagi yang ngkar dan maksiat kepadanya Allah SWT telah
memberikan Azab nya.

6. Dasar dasar ilmu pengetahuan ( sains ) dan teknologi


Al quran menekankan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal itu diisyaratkan pada saat ayat al quran untuk pertama kalinya diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW yaitu QS Al Alaq 1-5

Ayat yang berisi dorongan untuk menguasai ilmu pengetahuan juga dijelaskan dalam
QS Al Mujadalah ayat 11 yaitu :

8
2.3 Kedudukan dan Fungsi Al-Quran

a. Kedudukan Al-Qur’an
Al Qur’an merupakan sumber hukum pertama dan utama seluruh ajaran islam, baik
yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, denga nallah, dengan sesame
manusia dan dengan alam. QS An-Nisa 4:59, QS An-Nisa 4:105 Hadis riwayat
turmudzi dan abu daud. Namun untuk lebih jelasnya kedudukan al quran adalah
sebagai berikut :
1. Al-Qur’an sebagai sumber berbagai disiplin ilmu keislaman. Disiplin ilmu
yang bersumber dari Al-Qur’an di antaranya yaitu:
a. Ilmu Tauhid (Teologi)
b. Ilmu Hukum
c. Ilmu Tasawuf
d. Ilmu Filasafat Islam
e. Ilmu Sejarah Islam
f. Ilmu Pendidikan Islam
2. Al-Quran sebagai Wahyu Allah SWT yaitu seluruh ayat Al-Qur’an adalah
wahyu Allah; tidak ada satu kata pun yang datang dari perkataan atau
pikiran Nabi.
3. Kitabul Naba wal akhbar (Berita dan Kabar) arinya, Al-Qur’an merupakan
khabar yang di bawah nabi yang datang dari Allah dan di sebarkan kepada
manusia.
4. Minhajul Hayah (Pedoman Hidup), sudah seharusnya setiap Muslim
menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan terhadap setiap problem yang di
hadapi.
5. Sebagai salah satu sebab masuknya orang arab ke agama Islam pada zaman
rasulallah dan masuknya orang-orang sekarang dan yang akan datang.
6. Al-Quran sebagai suatu yang bersifat Abadi artinya, Al-Qur’an itu tidak
akan terganti oleh kitab apapun sampai hari kiamat baik itu sebagai sumber
hukum, sumber ilmu pengetahuan dan lain-lain.
7. Al-Qur’an di nukil secara mutawattir artinya, Al-Qur’an disampaikan
kepada orang lain secara terus-menerus oleh sekelompok orang yang

9
tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang
dan berbeda-bedanya tempat tinggal mereka.
8. Al-Qur’an sebagai sumber hukum, seluruh mazhab sepakat Al-Qur’an
sebagai sumber utama dalam menetapkan hukum, dalam kata lain bahwa
Al-Qur’an menempati posisi awal dari tertib sumber hukum dalam
berhujjah.
9. Al-Qur’an di sampaikan kepada nabi Muhammad secara lisan artinya, baik
lafaz ataupun maknanya dari Allah SWT.
10. Al-Qur’an termaktub dalam Mushaf, artinya bahwa setiap wahyu Allah
yang lafaz dan maknanya berasal dari-Nya itu termaktub dalam Mushaf
(telah di bukukan).
11. Agama islam datang dengan al qur'annya membuka lebar-lebar mata
manusia agar mereka manyadari jati diri dan hakikat hidup di muka bumi.

b. Fungsi Al-Qur’an
1. Dari sudut subtansinya, fungsi Al-Qur’an sebagaimana tersurat nama-
namanya dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Al-Huda (petunjuk), Dalam al-Qur'an terdapat tiga kategori tentang posisi al-
Qur'an sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Kedua, al-
Qur'an adalah petunjuk bagi orang-orang bertakwa. Ketiga, petunjuk bagi orang-
orang yang beriman.4
b. Al-Furqon (pemisah), Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk
membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil, atau antara
yang benar dan yang salah.
c. Al-Asyifa (obat). Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat
bagi penyakit-penyakit yang ada dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah
penyakit Psikologis)
d. Al-Mau’izah (nasihat), Didalam Al-Qur’an di katakan bahwa ia berfungsi
sebagai penasihat bagi orang-orang yang bertakwa

2. Fungsi Al-Qur’an di lihat dari realitas kehidupan manusia

a. Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan yang lurus bagi kehidupan manusia


b. Al-Qur’an sebagai mukjizat bagi Rasulallah SAW.5
c. Al-Qur’an menjelaskan kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang
membedakannya dari makhluk lain6
d. Al-Qur’an sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah sebelumnya
e. Menjelaskan kepada manusia tentang masalah yang pernah di
perselisikan ummat Islam terdahulu
f. Al-Qur’an berfungsi Memantapkan Iman

10
2.4 Pengertian Hadits

Al-Hadits merupakan sumber ajaran Islam, yang kedua dari Al-Qur’an.


Dilihat dari sudut periwayatannya, jelas antara Hadits dan Al-Qur’an terdapat
perbedaan. Untuk Al-Qur’an semua periwayatannya berlangsung secara
mutawatir. Sedangkan periwayatan Hadits sebagian berlangsung secara
mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Sehingga mulai dari
sinilah timbul berbagai pendapat dalam menilai kualitas hadits. Sekaligus
sumber perdebatan dalam kancah ilmiah, atau bahkan dalam kancah-kancah
non ilmiah. Akibatnya bukan kesepakatan yang didapatkan, akan tetapi
sebaliknya perpecahan yang terjadi.
Menurut bahasa (lughat), hadits dapat berarti baru, dekat (qarib) dan
cerita(khabar). Sedangkan menurut istilah ahli hadist ialah “segala ucapan Nabi,
segala perbuatan beliau dan segala keadaan beliau”. Akan tetapi para ulama
Ushul Hadits, membatasi pengertian hadits hanya pada ”Segala perkataan,
segala perbuatan dan segala taqrir Nabi Muhammad SAW, yang bersangkut
paut dengan hukum.

2.5 Macam-macam Hadits


Menurut Jurnal Ilmu Hadits UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, periwayatan hadist dan penulisan hadist jauh berbeda dengan
periwayatan dan penulisan Al-Quran. Untuk Al-Quran, semua periwayatan
ayat-ayatnya berlangsung secara mutawattir (berita yang diriwayatkan oleh
orang banyak). Sedangkan periwayatan hadist, sebagian dilakukan secara
mutawattir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad (disampaikan oleh orang
orang yang tidak mencapai tingkat mutawattir).
Berdasar uraian di atas dan dilihat dari segi periwayatannya, seluruh
ayat Al-Quran tidak perlu diteliti lagi tentang orisinalitasnya. Sementara hadist
nabi yang berkategori ahad diperlukan pengkajian dan penelitian lebih lanjut.
Dalam meneliti kekuatan hadits serta kelemahan hadits serta
kelemahan hadits dan untuk dijadikan hujjah hukum, serta untuk mengamalkan
Hadits, perlu difahami hadits–hadits yang berkembang baik dari segi kwalitas
mapun kwantitas. Dalam makalah ini penulis akan membahas ; hadits shahih,
syaratnya, macam–macamnya dan contohnya. Ke-dua ; Hadits Hasan,
syaratnya, macam–macamnya, contohnya. Ke-tiga ; Hadits Dhaif ( dari sudut
sandaran Sanadnya), dhaif dari sudut perawinya serta kehujahan hadits shahis
dan hadits hasan.

1. Hadits Shahih
Kata shahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa
shihhatan wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat,
yang benar, yang sah dan yang benar. Para ulama‟ biasa menyebut kata shahih
itu sebagai lawan kata dari kata saqim (sakit). Maka hadits shahih menurut
bahasa berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau hadits yang selamat.
Hadits Shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah, sebagai berikut :
“Hadits yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan leh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai

11
akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ber‟illat”. Ibnu Hajar al-Asqalani,
mendefinisikan lebih ringkas yaitu :
“Hadits yang diriwayatkan oleh orang–orang yang adil, sempurna
kedzabittannya, bersambung sanadnya, tidak ber‟illat dan tidak syadz”.
Dari kedua pengertian di atas maka dapat difahami bahwa hadits shahih
merupakan hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sanadnya
bersambung, perawinya yang adil, kuat ingatannya atau kecerdasannya, tidak
ada cacat atau rusak.

• Syarat-syarat Hadits Shahih


Menurut ta’rif muhadditsin, maka dapat difahami bahwa suatu hadits
dapat dikatakan shahih, apabila telah memenuhi lima syarat :
a. Sanadnya bersambung Yang dimaksudsanad bersambung adalah tiap–tiap
periwayatan dalam sanad hadits menerima periwayat hadits dari periwayat
terdekat sebelumnya, keadaan ini berlangsung demikian sampai akhir anad dari
hadits itu.
b. Periwayatan bersifat adil Adil di sini adalah periwayat seorang muslim yang
baligh, berakal sehat, selalu memelihara perbutan taat dan menjauhkan diridari
perbuatan – perbuatan maksiat.
c. Periwayatan bersifat dhabit Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya
tentang apa yang telah didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya
kapan saja ia menghendakinya.
d. Tidak Janggal atau Syadz Adalah hadits yang tidak bertentangan dengan
hadits lain yang sudahdiketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
e. Terhindar dari „illat (cacat) Adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang
disebabkan adanya hal – hal yang tidak bak, yang kelihatannya samar – samar.

• Pembagian Hadits Shahih


Para ulama’ ahli hadits membagi hadits–hadits menjadi dua macam yaitu :
a. Hadits Shahih Li-Dzatih
Ialah hadits shahih dengan sendiriya, artinya hadits shahih yang memiliki
lima syarat atau kiteria sebagaimana disebutkan pada persyaratan di atas,
atau hadits shahih adalah :
“hadist yang melengkapi setinggi-tinggi sifat yang mengharuskan kita
menerimanya”
Dengan demikian penyebutan hadist shahih li dzatih dalam pemakaiannya
sehari-hari pada dasarnya cukup memakai sebutan dengan hadist shahih.
Adapun contoh hadist Li-dzatih , yang artinya
“Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah SAW bersabda: “Dasar (pokok) Islam itu
ada lima perkara : mengakui tidak ada tuhan selain Allah dan mengaku
bahwa Muhammad adalah Rasul Allah , menegakkan Sholat (sembahyang),
membayar zakat, menunaikan puasa dibulan Ramadhan dan menunaikan
ibadah haji” (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Hadist Shahih Li-Ghairih.
Yang dimaksud dengan hadist Li-Ghairih adalah Hadist yang
keshahihannya dibantu adanya keterangan lain. Hadist pada kategori ini
pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek kedhabitannya.Sehingga
dianggap tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai Hadist
shahih. Contoh hadist shahih LiGhairihi :

12
Artinya : “Dari Abu Hurairah Bahwasahnya Rasulullah SAW bersabda:
“sekiranya aku tidak menyusahkan ummatku tentulah aku menyuruh
mereka bersunggi (menyikat gigi) disetiap mengerjakan Sholat.”(HR.
Bukhari dan Tirmidzi)
c. Kehujjahan Hadist Shahih
Para Ulama’ sependapat bahwa hadist ahad yang shahih dapat dijadikan
hujjah untuk menetapkan syariat islam, namun mereka berbeda pendapat,
Apabila hadist kategori ini dijadikan untuk menetapkan soal-soal aqidah.
Perbedaan di atas berpangkal pada perbedaan penilaian mereka tentang
faedah yang diperoleh dari hadist ahad yang shahih, yaitu apakah hadist
semacam itu member faedah qoth‟i sebagaimana hadist mutawatir, maka
hadist-hadist tersebut dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan masalah-
masalah aqidah.Akan tetapi yang menganggap hanya member faidah
zhanni, berarti hadist-hadist tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan soal ini.
Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat, sebagai berikut :
Pertama : menurut sebagian ulama bahwa hadist shahih tidak memberi
faidah qath‟i sehingga tidak bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan soal
aqidah.
Kedua : menurut An-Nawawi bahwa hadist-hadist shahih yang diriwayatkan
Bukhari dan Muslim memberikan qaidah qath’i.
Ketiga : Pendapat Ibn Hazm, bahwa semua hadist shahih memberikan
faidah qath’i, tanpa dibedakan apakah diriwayatkan oleh kedua ulama di
atas atau bukan jika memenuhi syarat ke shahih-hannya, adalah sama dalam
memberikan faidahnya.

2. Hadits Hasan
Menurut pendapat Ibnu Hajar, ”Hadist hasan adalah hadist yang
dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil
sanadnya, tidak cacat dan tidak ganjil.”
Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan sebagai berikut : “Tiap-tiap
hadist yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada
matan-nya) tidak ada kejanggalan (syadz) dan (hadist tersebut) diriwayatkan
pula melalui jalan lain”.
Dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa hadist Hasan tidak
memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya kurang kesempurnaan hafalannya.
Disamping itu pula hadist hasan hampir sama dengan hadist shahih,
perbedaannya hanya mengenai hafalan, di mana hadist hasan rawinya tidak kuat
hafalannya.
• Syarat-syarat Hadits Hasan
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suatu hadist yang dikategorikan
sebagai hadist hasan, yaitu:
a. Para perawinya yang adil,
b. Ke-Dhabith-an perawinya dibawah perawi Hadist shahih,
c. Sanad-sanadnya bersambung,
d. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz,
e. Tidak mengandung ‘illat.

• Pembagian Hadits Hasan

13
Para ulama hadist membagi Hasan menjadi dua bagian yaitu :

a. Hadist Hasan Li-Dzatih


Yang dimaksud hadist hasan Li-Dzatih adalah hadist hasan dengan
sendirinya, yakni hadist yang telah memenuhi persyaratan hadist hasan
yang lima. Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadist hasan Li-Dzatih para
perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya ingatannya atau daya
kekuatan hafalan belum sampai kepada derajat hafalan para perawi yang
shahih.
Contoh Hadist Hasan Li-Dzatih adalah sebagai berikut :
Artinya :”Dari Ibnu Umar r.a. Rasulullah SAW bersabda :Barang siapa
menuntut ilmu pengetahuan karena selain Allah atau bertujuan selain Allah
maka, tempatnya di dalam Neraka”.

b. Hadist Hasan Li-Ghairih


Hadist Hasan Li-Ghairih adalah hadist yang sanadnya tidak sepi dari
seorang mastur-tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya,
tidak tampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan matan hadistnya
adalah baik berdasarkan pernyataan yang semisal dan semakna dari sesuatu
segi yang lain”.
Hadist Hasan Li-Ghairihi ialah Hadist Hasan yang bukan dengan
sendirinya, artinya Hadist yang menduduki kualitas Hasan, karena dibantu
oleh keterangan Hadist lain yang sanadnya Hasan. Jadi Hadist yang
pertama itu terangkat derajatnya oleh Hadist yang kedua, dan yang pertama
itu disebut Hadist Hasan.
Contoh sebagai berikut :
Rasulullah SAW, bersabda :Hak bagi seorang Muslim mandi di hari Jum‟at,
hendak mengusap salah seorang dari mereka wangi-wangian keluarganya,
jika ia tidak memperoleh airpun cukup dengan
wangiwangian”.(H.R.Ahmad).
Hadist dapat menjadi Hadist Hasan Li-Ghairih, karena dibantu oleh
Hadist yang lain semakna dengannya atau karena banyak yang
meriwayatkannya.

c. Kehujjahan Hadist Hasan


Sebagaimana Hadist Shahih, menurut para ulama ahli Hadist, bahwa Hadist
Hasan, baik Hasan Li-dzatihi maupun Hasan Li-Ghairihi, juga dapat
dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum, harus diamalkan. Hanya
saja terdapat perbedaan pandangan diantara mereka dalam soal
penempatan Rutbah (urutannya), yang disebabkan oleh kualitasnya
masing-masing.

3. Hadits Dhaif
Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari
Qawiy yang kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata Dhaif secara bahasa
berarti Hadist yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.
Secara Terminilogis, para ulama mendefinisikan secara berbeda-beda.
Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama, Pendapat An-

14
Nawawi : “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadist Shahih
dan syarat-syarat Hadist Hasan.”

• Pembagian Hadits Dhaif


a. Dhaif dari sudut sandaran matannya.
Dhaif dari sudut sandaran matannya, maka hal ini terbagi dua macam, yaitu:
1. Hadits Mauquf, ialah Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa
perkataan, perbuatan dan taqrirnya. Sebagai contoh Ibnu Umar berkata:
Bila kau berada diwaktu sore, jangan menunggu datangnya diwaktu pagi
hari, dan bila kau berada diwaktu pagi jangan menunggu datangnya waktu
sore hari, Ambillah dari waktu sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu
dan dari waktu hidupmu untuk persediaan matimu.” (Riwayat Bukhari).
2. Hadits Maqhtu, ialah Hadits yang diriwayatkan dari Tabi‟in, berupa
perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Contoh : seperti perkataan Sufyan Ats-
Tsaury, seorang Tabi‟in: “Termasuk Sunnah, ialah mengerjakan
sembahyang 12 rakaat setelah sembahyang idul fitri , dan 6 rakaat
sembahyang idul Adha.
b. Dhaif dari sudut matannya.
Hadits Syadz, ialah Hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah
atau terpercaya, akan tetapi kandungan haditsnya bertentangan dengan
(kandungan Hadits) yang diriwayatkan oleh para perawi yang lebih kuat
ketsiqahannya.
Contohnya, “Rasulullah SAW, bila telah selesai sembahyang sunnat
dua rakaat fajar, beliau berbaring miring diatas pinggang kanannya.” Hadits
Bukhari diatas yang bersanad Abdullah bin Yazid, Said bin Abi Ayyub,
Abul Aswad, Urwah bin Zubair dan Aisyah r.a dan riwayat dari rawi-rawi
yang lain yang lebih tsiqah yang meriwayatkan atas dasar fiil (perbuatan
Nabi).Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara
bergantian

c. Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara
bergantian.
Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-Dhaifan tersebut
kadang-kadang terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan,
yang termasuk hadits yaitu:
1. Hadits Maqlub, ialah Hadits yang terjadi mukhalafah
(menyalahkan hadits lain), disebabkan mendahulukan
dan mengakhirkan.
Tukar menukar yang dikarenakan mendahulukan sesuatu
pada satu dan mengakhirkan pada tempat lain,
adakalanya terjadi pada matan hadits dan adakalanya
terjadi pada sanad hadits.
Contoh: Tukar menukar yang terjadi pada matan , Hadits
Muslim dari Abu Hurairah r.a Artinya: “... dan seseorang
yang bersedekah dengan sesuatu yang sedekah yang
disembunyikan, hingga tangan kanannya tak mengetahui
apa-apa yang telah dibelanjakan oleh tangan kirinya”.

15
Hadits ini terjadi pemutarbalikan dengan Hadits riwayat
Bukhari atau riwayat Muslim Sendiri, pada tempat lain,
yang berbunyi.
“(hingga tangan, kirinya tak mengetahui apa-apa yang
dibelanjakan tangan kanannya.)”. Tukar menukar pada
sanad dapat terjadi, misalnya rawi Ka‟ab bin Murrah
bertukar dengan Murrah bin Ka‟ab dan Muslim bin
Wahid, bertukar dengan Wahid dan Muslim.

2. Hadits Mudraf
Kata Mudraf menurut bahasa artinya yang
disisipkan.Secara terminologi hadits mudraf ialah hadits
yang didalamnya terdapat sisipan atau tambahan.
3. Hadits Mushahhaf
Hadits Muhahhaf ialah Hadits yang terdapat perbedaan
dengan hadits yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena
didalamnya terdapat beberapa huruf yang diubah.
Pengubahan ini juga bias terjadi pada lafadz atau pada
makna, sehingga maksud hadits menjadi jauh berbeda
dari makna, dan maksud semula.

d. Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama


Yang termasuk hadits dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara
bersama-sama yaitu:
1. Hadits Maudhu
Hadits yang disanadkan dari Rasululah SAW secara
dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan,
melakukan dan menetapkan.
2. Hadits Munkar
Ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur”
e. Dhaif dari segi persambungan sanadnya
Hadits-hadits yang termasuk dalam kategori Dhaif atau lemah dari
sudut persambungan sanadnya ialah: Hadits Mursal, Hadits
Mungqathi’, hadits Mu‟dhal, dan Hadits Mudallas.
1. Hadits Mursal Hadits Mursal ialah hadits yang gugur
sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud gugur disini
ialah nama sanad terakhir, yakni nama sahabat tang tidak
disebutkan, padahal sahabat adalah oang pertama
menerima Hadits dari Rasulullah SAW.
2. Hadits Mungqathi’
Ialah Hadits yang gugur pada sanadnya. Seorang perawi
atau pada sanad tersebut disebutkan seorang yang tidak
dikenal namanya.
3. Hadits Mu’dhal
Hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih, secara
berturut-turut, baik (gugurnya itu) antara sahabat dengan
tabi’in, atau antara tabi’in dengan tabi’in

16
f. Berhujjah dengan Hadits Dhaif
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhaif bukan
maudhu. Adapun hadits dhaif bukan hadits maudhu‟ maka
diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk
berhujjah.

Dalam hal ini ada beberapa pendapat:


1. Melarang secara mutlak
2. Membolehkan
Ibnu Hajar Al-Asqalani, ulama hadits yang memeperbolehkan
berhujjah dengan hadits dhaif untuk keutamaan amal, memberikan
3 syarat:
a. Hadits Dhaif itu tidak keterlaluan.
b. Dasar Amal yang ditunjukan oleh hadits Dhaif tersebut, masih
dibawah suatu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat
diamalkan (Shahih atau Hasan)
c. Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan bahwa hadits
tersebut benar-benar bersumber dari Nabi. Tetapi tujuan ikhtiyath
(hati-hati) belaka.
Dari beberapa uraian diatas maka dapatlah disimpulkan bahwa apabila
menggunakan hadits Dhaif untuk dijadikan suatu sugesti amalan maka dapatlah kita
pergunakan hal ini memotifasi bagi masyarakat.Untuk memperbanyak amalan-
amalannya, hadits yang diteranhkan harus selektif mungkin juga sampai tidak masuk
akal atau rasional.

2.6 Kedudukan Hadits terhadap Al-Qur’an


Hadits dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat urgen. Dimana
hadits merupakan salah satu sumber hukum kedua setelah Alquran. Alquran
akan sulit dipahami tanpa intervensi hadits. Memakai Alquran tanpa
mengambil hadits sebagai landasan hukum dan pedoman hidup adalah hal yang
tidak mungkin, karena Alquran akan sulit dipahami tanpa menggunakan hadits.
Kaitannya dengan kedudukan hadits di samping Al-Qur’an sebagai sumber
ajaran Islam, maka Al-Qur’an merupakan sumber pertama, sedangkan hadits
merupakan sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara Al-Qur’an dan hadits
karena keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an merupakan wahyu matlu
(wahyu yang dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi maupun maknanya,
kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa arab) dan hadits
wahyu ghoiru matlu ( wahyu yang tidak dibacakan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW secara langsung, melainkan maknanya dari Allah dan
lafalnya dari Nabi Muhammad SAW.
Ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-
Qur’an lebih tinggi satu tingkat daripada otoritas Hadits, karena Al-Qur’an
mempunyai kualitas qath’i baik secara global maupun terperinci. Sedangkan
Hadits berkulitas qath’i secara global dan tidak secara terperinci. Disisi lain
karena Nabi Muhammad SAW, sebagai manusia yang tunduk di bawah
perintah dan hukum-hukum Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW tidak lebih
hanya penyampai Al-Qur’an kepada manusia.

17
Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya
menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa
mendapat petunjuk Allah SWT). Dengan demikian pada hakekatnya Sunnah
Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari Allah. Kalau Al Qur’an merupakan
petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi maupun redaksinya
langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari Allah
yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada
umat dengan cara beliau sendiri.
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai penafsir,
pensyarat dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila disimpulkan tentang
fungsi hadis dalam hubungan dengan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1) Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah menjelaskan maksud dari
Al-Qur’an Fungsi hadist dalam hal ini adalah merinci ayat secara global (
bayan al mujmal), membatasi ayat yang mutlak ( taqyid al muthlaq),
mengkhususkan ayat yang umum ( takhshish al’am) dan menjelaskan ayat
yang dirasa rumit
2) Bayan Taqrir
Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta’kid ( penegas hukum)
dan bayan al- itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh dan
memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi
untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an
3) Bayan Tasyri’
Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah menjelaskan hukum yang
tidak disinggung langsung dalam Al-Qur’an. Bayan ini juga disebut dengan
bayan zaid ‘ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan sebagai ketentuan
hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada dalam Al-Qur’an.
4) Bayan An-Nasakh
Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyar (mengubah).
Menurut Ulama’ mutaqaddimin, yang dimaksud dengan bayan an-nasakh
adalah adanya dalil syara’ yang datang kemudian. Dan pengertian tersebut
menurut ulama’ yang setuju adanya fungsi bayan an nasakh, dapat dipahami
bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus
ketentuan-ketentuan atau isi Al-Qur’an yang datang kemudian. Menurut
ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh ini adalah dalil syara’
yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada, karena datangnya
kemudian.

2.7 Pengertian Ijtihad


Ijtihad berasal dari bahasa Arab yang berarti „‟mengerahkan
kemampuan.„‟ Kata tersebut kemudian berkembang menjadi bahasa hukum
Islam yang menunjuk pada upaya maksimal dalam rangka memperoleh
ketetapan hukum berdasarkan sumbersumber ajaran Islam, Alquran dan
sunnah/hadis. Dengan demikian, ijtihad lebih merupakan sebuah metode
pengambilan ketetapan hukum mengenai masalah-masalah tertentu yang
berkemabang di masyarakat, yang dilakukan dengan mengacu pada Alquran
dan sunnah atau hadis. Seperti halnya sunnah atau hadis, seperti akan dijelaskan
kemudian, ijtihad sebagai satu metode pengambilan hukum juga mengenai

18
perkembangan sejalan dengan persoalan-persoalan baru yang terus
berkembang dikalangan Muslim.

2.8 Dasar Hukum Ijtihad


Ada beberapa dalil-dalil yang menunjukkan tentang dasar hukum
ijtihad, dari al-Qura’an antara lain:

Pada ayat di atas, Allah memerintahkan untuk setiap masalah yang


menjadi objek perbedaan pendapat untuk mengembalikan kepada dalildalil al-
Qur’an dan as-Sunnah. Cara mengembalikan permasalahan tersebut ke pada
sumbernya tentu melalui sebuah jalan yang disebut dengan ijtihad.
Di ayat yang lain Allah berfirman mengenai perihal al-Qur’an sebagai
sumber untuk di jadikan patokan dalam berijtihad dan menjadi sumber utama
dalam rujukan pada mujtahid, sebagai mana yang termaktum:

Masih banyak dalil-dalil yang memberi peluang kepada mujtahid


(orang-orang untuk bersunguh-sunguh) agar menggunakan akal dan pikiran
sebagai alat untuk mendorong melakukan ijtihad. Hal ini senada firman Allah
yang berbunyi:

19
Dari ayat di atas, memberikan keleluasan untuk menggunakan akal
pikiran bukan hawa nafsu untuk selalu berijtihad memahami dalil-dalil yang
bersifat zhanni yang Allah telah ciptakan.
- Tujuan dan Fungsi Ijtihad
Tujuan dan fungsi ijtihad adalah untuk mendapatkan solusi hukum, jika
terdapat suatu masalah yang harus diterapkan hukumnya, namun tidak
dijumpai pada Al-Qur’an dan Hadist.
Meski Al-Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak
berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al-Quran
maupun Al-Hadist. Selain itu, ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al-
Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan
terus berkembang dan dibutuhkan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan
Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat
tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji
apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam
Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus
mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran atau
Al-Hadits. Tapi jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau
tidak ada ketentuannya dalam Al-Quran dan Al-Hadist, pada saat itulah maka
umat Islam membutuhkan ketetapan Ijtihad. Akan tetapi yang berhak
membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al
Hadist.

2.9 Syarat-syarat Melakukan Ijtihad


Dibukanya pintu ijtihad dalam hukum Islam tidak berarti bahwa setiap
orang dapat melakukan ijtihad. Hanya orang-orang memiliki syarat tertentulah
yang mampu berijtihad. Syaratsyarat tersebut ialah berikut ini:

1. Mengetahui bahasa arab dengan segala seginya, sehingga


memungkinkan dia menguasai pengertian susunan katakatanya.
Hal ini karena objek pertama bagi orang yang berijtihad ialah
pemahaman terhadap nas-nas Al-Qur’an dan Hadits yang
berbahasa Arab. Sehingga ia dapat menetapkan aturan-aturan
bahasa dalam pengambilan hukum darinya.
2. Mengetahui Al-Qur’an, dalam hal ini adalah hukum-hukum yang
dibawa oleh Al-Qur’an beserta ayat-ayatnya dan mengetahui cara
pengambilan hukum dari ayat tersebut.sehingga apabila terjadi
suatu peristawa ia dapat menunjuk ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits
yang berbahasa syarat itu pun sangat diperlukan untuk mengetahui
sebabsebab turunnya suatu ayat serta riwayat-riwayat yang
berhubungan dengan permintaan. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
bertalian dengan hukum tidaklah banyak. Di samping itu ada juga
khitab tafsir yang khusus menafsirkan ayat-ayat tersebut. Bahkan
ayat-ayat tersebut dapat dikumpulkan satu sama lain menurut isi
pembicaraannya, seperti ayat-ayat yang bertalian dengan
perkawinan, talak, dan sebagasinya, seperti yang dilakukan oleh
John Lalbaume. Juga tidak sukar untuk mencari dalam kitab-kitab
Hadits shahih yang menerangkan Hadits -Hadits yang

20
berhubungan dengan sebab-sebab turunnya dan penjelasannya.
Dengan demikian setiap persoalan hukum dalam Al-Qur’an
dipelajari dalam hubungannya dengan keseluruhan persoalan
tersebut, karena ayat-ayat Al-Qur’an saling menafsirkan satu sama
lain, namun apabila dalam pemahamannya dipisahkan satu sama
lain, adanya kekeliruan penafsiran tidak dapat dihindarkan.

3. Mengetahui Hadits - Hadits Nabi saw, yaitu yang berhubungan


dengan hukum-hukum syariah sehingga ia dapat mendatangkan
Hadits -Hadits yang diperlukan dengan mengetahui keadaan
sanadnya. Ulama-ulama angkatan dahulu telah memberikan
jasajasanya yang tidak sedikit dalam usaha pengamanan terhadap
Hadits -Hadits Nabi saw, diantaranya ialah pembagian Hadits
menjadi mutawatir, masyhur, sahih, hasan, dan do’if. Seperti halnya
dengan tafsir-tafsir hukum,dalam lapangan Hadits juga ada kitab-
kitab yang khusus mengumpulkan Hadits -Hadits yang
berhubungan dengan hukum dan diurutkan menurut isi
pembicaraannya juga.

4. Mengetahui segi-segi pemakaian qiyas, seperti illat dan hikmah


penetapan hukum, serta mengetahui fakta-fakta yang ada nas-nya
dan yang tidak ada nas-nya. Selain itu harus mengetahui urf
orangdan jalan-jalan yang dapat banyak mendapatkan kebaikan
atau keburukannya. Dengan demikian apabila orang yang berijtihad
dengan tidak dapat memakai qiyas dalam masalah yang dihadapi, ia
dapat memakai jalan-jalan yang telah ditunjukkan oleh syara’.

5. Mampu menghadapi nas-nas yang berlawanan, kadangkadang dala


suatu persoalan terdapat beberapa ketentuan yang berlawanan.
Nas-nas yang berlawanan tersebut ada kalanya dapat diketahui
sejarah dikeluakannya dan adakalanya tidak diketahui. Kalau dapat
diketahui, nas yang datang belakangan membatalkan nas yang
dikeluarkan terdahulu. Adapun bila tidak dapat diketahui
sejarahnya, pertama-tama diusahakan pemaduan diantara
keduanya. Kalau hal ini tidak dapat dilakukan, harus diadakan
penarjihan terhdap salah satunya. Artinya dicari yang lebih kuatdari
semua seginya, menurut cara-caranya yang banyak dibicarakan
dalam buku-buku usul fiqh.

Sehubungan dengan ini, seorang yang berijtihad harus mengetahui


masalah-masalah yang menjadi kesepakatan para fuqaha dan masalah-masalah
lain yang masih diperselisihkan. Syarat tersebut hanya diperlukan bagi seorang
mujtahid mutlak, yang mengadakan ijtihadnya dalam semua lapangan hukum.
Akan tetapi, bagi orang yangmengadakan ijtihad sebagian-sebagian, seperti
dalam lapangan nikah saja, ia hanya memerlukan hukum-hukum yang
berhubungan dengan lapangan tersebut

21
2.10 Macam-macam bentuk Ijtihad

1. Ijma’
Ijma’ yaitu kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal mengenai hukum
syara’ dari suatu peristiwa setelah wafatnya Rasul.
2. Qiyas
Qiyas yaitu menyamakan,membandingkan atau menetapkan hukum suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan yang telah
ditetapkan hukunya berdasarkan nash.
3. Ihtisan
Ihtisan yaitu menunggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu
peristiwa atau kejadian yang diteapkan berdasarkan dalil dan syara’.
4. Maslahah Mursalah
Adalah suatu kemaslahatan.
5. Urf
Kebiasaan yang dikenal orang banyak dan menjadi tradisi.
6. Istishab
Menetapkan hukum terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya
sehingga ada dalil yang menyebut perubahan tersebut.

• Macam-macam Ujtihad menurut tingkatannya


1. Ijtihad Muthalaq
Dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma dan kaidah yang
dipergunakan sebagai sistem/metode bagi seorang mujtahid.
2. Ijtihad Muntasib
Dilakukan seorang mujtahid dengan cara mempergunakan norma dan
kaidah istinbath imamnya.
3. Ijtihad Mazhab atau Fatwa
Yaitu Ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan mazhab
tertentu.
4. Ijtihad di bidang Tarjih
Yaitu ijtihad dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada dalam
satu lingkungan mazhab tertentu maupun dari berbagai mazhab.

2.11 Fungsi Ajaran Islam Dalam Bermasyarakat


1. Agama Islam, hakikatnya, adalah sistem keyakinan dan prinsip-prinsip
hukum serta petunjuk perilaku manusia, yang didasarkan pada Alquran,
Hadis dan Ijtihad ulama. Berdasarkan hal ini, Islam, paling tidak,
mempunyai empat fungsi. Pertama, Islam berfungsi sebagai tuntunan bagi
manusia agar memiliki al-akhlaq alkarimah (perangai yang mulia dan
terpuji). Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya saya diutus hanya untuk
menyempurnakan akhlaq mulia.” Al-akhlaq al-karimah harus kita lakukan,
baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan
sesama manusia dan alam di sekeliling kita.
2. Kedua, agama Islam itu berfungsi sebagai jalan untuk menggapai
kemaslahatan, ketenangan dan kedamaian serta keselamatan, baik di dunia
maupun di akhirat. Tak satupun ajaran dari Islam, baik perintah maupun
larangan, yang bertujuan untuk menciptakan kerusakan di muka bumi ini
atau kesengsaraan di akhirat nanti. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah

22
kamu membuat kerusakan di muka bumi ini setelah Allah memperbaikinya
…” (QS al-A’raf: 56).
3. Ketiga, Islam mengandung ajaran-ajaran yang moderat, seimbang dan
lurus, atau al-din al-qayyim. Islam menyeimbangkan antara urusan dunia
dan akhirat. Allah berfirman: “Dan carilah pada apa-apa yang
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagiaanmu dalam (kenikmatan) dunia … (QS. al-
Qashash: 77). Diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa suatu ketika
sekumpulan orang dari kalangan Sahabat Nabi berkunjung ke rumah-
rumah istri Nabi Muhammad Saw untuk bertanya tentang ibadah Nabi.
4. Keempat, agama mestinya berfungsi sebagai pemersatu umat yang
berbeda-beda, baik dari segi keagamaan, suku dan adat istiadat. karena
agama mengajarkan bagaimana berperilaku dan bersikap secara baik
terhadap orang-orang yang berbeda-beda itu. Pemersatuan umat yang
beragam ini telah dipraktikkan Nabi setelah memasuki Kota Madinah
tahun 622 H dengan membuat Piagam Madinah yang mempersatukan
umat Islam secara internal dan antara umat Islam dan umat-umat lain yang
ada di sana, khususnya Yahudi dan Nasrani. Atas dasar hal tersebut, apabila
ada pandangan, sikap dan prilaku seseorang yang cenderung
memecahbelah umat, bahkan menimbulkan konflik horisontal, kita harus
bersikap waspada, tidak perlu kita ikuti. Karena agama tidak mengajarkan
hal itu.

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sumber ajaran islam merupakan segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau
pedoman syariat islam. Ajaran islam adalah pengembangan agama islam. Sumber ajaran
islam dapat dikatakan juga sebagai “ tempat yang darinya diperoleh ajaran ajaran islam
dari berbagai aspeknya”. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber
utama hukum islam adalah al-qur’an dan hadis. Tetapi disamping itu pula para ulama
fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah al-qur’an dan
hadis.
Al-Qur’an adalah nama bagi kitab suci umat islam yang berfungsi sebagai petunjuk
hidup bagi seluruh umat muslim di dunia. al-Qur’an diwahyukan oleh Allah SWT
kepada nabi muhamad SAW. Isi kandungan dalam al quran yaitu Akidah ( kepercayaan
atau keyakinan ), ibadah dan muamalah, akhlak ( etika/moral), hukum ( untuk
memberikan pedoman bagi umat manusia), sejarah/kisah umat masa lalu, dan dasar
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedudukan al quran yaitu sebagai sumber disiplin
ilmu keislaman, sebagai wahyu allah SWT, sebagai pedoman hidup, dan lain sebagainya.
Sedangkan fungsi al quran sebagai petunjuk, pemisah, obat dan nasihat.
Al – Hadits merupakan sumber ajaran islam, yang kedua dari Al-Qur’an. Macam
macam hadits yaitu terdapat Hadits Shahih, hasan, dan hadits dhaif. Hadits dalam islam
memiliki kedudukan yang sangat urgen, dimana hadits merupakan sumber hukum
kedua setelah Al-Quran.
Ijtihad merupakan sebuah metode pengambilan ketetapan hukum mengenai masalah
masalah tertentu yang berkembang di masyarakat, yang dilakukan dengan mengacu
pada al quran dan sunnah atau hadits. Tujuan dan fungsi ijtihad adalah untuk
mendapatkan solusi hukum jika terdapat suatu masalah yang harus ditetapkan
hukumnya, namun tidak dijumpai pada al quran dan hadits. Syarat melakukan ijtihad
diantaranya faham Bahasa arab sepenuhnya dan mengetahui alquran. Macam macam
bentuk ijtihad yaitu ijma, qiyas, ihtisan, maslahah mursahah, dan urf. Macam macam
ijtihad menurut tingkatannya yaitu ijtihad muthalaq, ijtihad muntasib, ijtihad mahzab
atau fatwa, ijtihad dibidang tarjih.
Fungsi ajaran agama islam dalam kehidupan bermasyarakat yaitu sebagai system
keyakinan dan prinsip prinsip hukum serta petunjuk perilaku manusia, yang didasarkan
pada al quran, hadits, ijtihad dan ulama. Lalu sebagai jalan menuju ketenangan dan
keselamatan, islam juga mengandung ajaran yang moderat dan berfungsi sebagai
pemersatu.

3.2 Saran
Makalah ini menjelaskan mengenai sumber ajaran islam. Seperti Al-Quran, Hadits,
Ijtihad dan beberapa aspek didalamnya. Maka dari itu, marilah kita mengamalkan dan
menjadikan al quran, dan sumber ajaran islam lainnya sebagai pedoman hidup agar
menjadikan kita hamba yang lebih baik serta selamat di dunia maupun di akhirat.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, U., Quran, & Jakarta. (2013). BAB II (p. 15). Diakses dari Pustaka Litera
Antar Nusa website:
http://repository.uinbanten.ac.id/1316/4/BAB%20II.pdf

Quraish Shihab. (1996). Wawasan Al-Quran, (p. 3). Bandung: Mizan

WJS. Purwadarminta. (1991). Kamus Umum Bahasa Indonesia ,Cet XII,974 .Jakarta:
Balaipustaka

Salim Muhaisin. (2000). Biografi al-Qur’an al- Karim, hal.1-2 . Surabaya : CV. DWI
MARGA

Baihaqi-annizar (2014). SUMBER AJARAN ISLAM. Diakses 4 April 2021, from


Blogspot.com website: http://baihaqi-
annizar.blogspot.com/2014/11/sumber-ajaran-islam.html

FUNGSI DAN KEDUDUKAN AL-QURAN DALAM ISLAM. (2012). Diakses


pada 4 April 2021, from Blogspot.com website:
http://abdullahqiso.blogspot.com/2013/12/fungsi-dan-kedudukan-al-quran-
dalam.html

bacaanmadani. (2021, April 4). 6 Isi Pokok Kandungan Al-Qur’an. Diakses pada
April 2, 2021, from Bacaan Madani | Bacaan Islami dan Bacaan Masyarakat
Madani website: https://www.bacaanmadani.com/2017/10/6-isi-pokok-
kandungan-al-quran.html

Kurnianingsih, E. (n.d.). SUMBER AJARAN ISLAM. Diakses dari website:


http://staffnew.uny.ac.id/upload/131862252/pendidikan/PAI+Sunber+Ajar
an+Islam+-+Diskusi+Mahasiswa.pdf

. (n.d.). BAB IV AL-QUR’AN: SUMBER UTAMA DAN PERTAMA ISLAM.


Retrieved from http://repository.iainkediri.ac.id/19/6/BAB%20IV.pdf

Ali,Muhammad dan Didik Himmawan (2019). Peran Hadits Sebagai Sumber Aharan
Agama, Dalil Dalil Kehujjahan Hadits dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran.
http://jurnal.faiunwir.ac.id. Diakses pada 2 April 2021

. (n.d.). BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ijtihad. Retrieved from


http://eprints.umm.ac.id/50209/5/BAB%20II.pdf.pdf

25
26

Anda mungkin juga menyukai