Anda di halaman 1dari 21

BAB V METERI POKOK IV

ANALISA UNJUK KERJA MESIN


DIESEL
BAB V MATERI POKOK IV

ANALISA UNJUK KERJA MESIN DIESEL

Tentunya sebelum melakukan pemeliharaan dilakukan pengambilan data sebelum


pemeliharaan yang gunanya sebagai pembanding ( perbandingan ) data sebelum
dan sesudah pemeliharaan sehingga kita bisa mengambil kesimpulan dari data
tersebut bahwa pekerjaan pemeliharaan berhasil dengan baik sesuai dengan
pungsinya seperti diuraikan pada BAB III .

A. DATA UNJUK KERJA SEBELUM DAN SESUDAH PEMELIHARAAN SERTA

DATA KELAINAN OPERASI

A.1 Data Unjuk Kerja Sebelum dan Sesudah Pemeliharaan

Pada umumnya sebelum kita melakukan pekerjaan overhoul (Mayor Overhoul)


diambil data-data operasi sebelum pekerjaan dimulai yang maksudnya agar kita bisa
membandingkan perbedaan kondisi mesin diesel sebelum dan setelah dilakukan
mayor overhoul dan data - data antara lain :

A.2 Data Sebelum dan sesudah pemeliharaan

No Uraian Satuan Sebelum Sesudah Keterangan


OH OH

1 BEBAN

1.1 Beban MW

1.2 M Var Mvar

1.3 Tegangan Volt

1.4 Ampere RST Amp

1.5 Tegangan Exciter Volt


1.6 Ampere Exciter Amp

1.7 Cos q

2 PUTARAN Rpm

3 TEMPERATUR 0C

3.1 Minyak pelumas masuk


pendingin

3,2 Minyak pelumas keluar


pendingin

3.3 Jacket water masuk


pendingin

3.4 Jacket water keluar


pendingin

3.5 Udara masuk sebelum


pendingin

3.6 Udara masuk setelah


pendingin

3.7 Pelumas masuk ke mesin

3.8 Air Pendingin keluar dari -


Cylinder

10

3.9 Gas Bekas Keluar dari -


cylinder

10

3.10 Gas bekas sebelum turbin

3.11 Gas bekas Sesudah


Turbin

3.12 Temperatur Generator

4 TEKANAN Bar ( Kg /
Cm2 )

4.1 Bahan bakar

4.2 Pelumas

4.3 Air Pendingin

4.4 Udara sebelum pendingin

4.5 Udara sesudah pendingin

Tabel No: ..... Data Unjuk Kerja Sedelum dan Sesudah OH


Selain pengambilan data para meter operasi sebelum pelaksanaan pekerjaan
tentunya diambil juga data – data antara lain :

1. Diagram Tekanan Indikatir ( Diagram PV )


2. Pengukuran Kelurusan Crank Shaft ( Deflexi )
3. Vibrasi
4. Clearance dari Main Bearing maupun Conrod Bearing .

A.3 Pengukuran Diagram Tekanan Indikatir ( Diagram PV )

A.3.1 Bentuk Pengukuran berbentuk fomat garis - garis

Diagram indikatir garis-garis diambil memakai alat spesial tools untuk membuat
diagram indikatir seperti gambar dibawah ini dan bentuk hasil pengukurannya
berupa diagram garis-garis , selain diagram dalam bentuk garis alat ini juga bisa
dipergunakan dalam pembuatan / pengukuran diagram indikatir berupa diagram PV
tentunya dalam hal ini orang yang sudah mahir / ahli menggunakan alat tersebut
untuk untuk membuat diagram PV tersebut .

Tingginya garis pengukuran di ukur melalui mistar / penggaris pengukur yang telah
dikalibrasi oleh pabrikan seperti gambar berikut dibawah ini , didalam hal
pengambilan diagram indikatir berupa garis maupun diagram bentuk PV harus
disesuaikan dengan spring ( per ) tekanan yang dipasang pada alat diagram indikatir
serta penggaris yang dipergunakan untuk mengukur tinggi garis harus sesuai
dengan spring yang dipergunakan sehingga kita mengetahui berapa tekanan
indikatir pada silinder yang kita ukur tekanannya.

Untuk mengetahui perbedaan antara silinder yang satu dengan lainya harus diambil
diagram indikatir pada silinder yang akan kita bandingkan .

Satuauan dari pada tekanan indikatir dengan satuan Atm/mm² , atau bisa juga
melalui satuan Bar/Cm² .
Gambar No:...... Data Pengambilan Diagram Indikatir bentuk garis-garis

Gambar No : ..................... Diagram Indikatir berupa garis - garis

spring tekanan

Gambar No :...................... Alat pengambil Diagram Indikatir


Gambar No:................ Penggaris Pengukur tinggi / tekanan indikatir

Gambar No:................ Penggaris Pengukur tinggi / tekanan indikatir


Gambar No : .... Tabel Pengukuran tekanan dan pengunaan penggaris dan spring tekanan

A.3.2 Bentuk pengukuran dalam bentuk Tekanan ( Pressure gauge )

Selain dalam bentuk garis-garis ada juga pengukuran tekanan indikatir dalam bentuk
tekanan yang diukur memakai alat ( pressure gauge ) , dalam hal ini pembacaannya
langsung dalam bentuk angka hasil dari pada pengukuran tersebut .

Pemasangannya pressure gauge dipasang pada katup indikatir sama seperti


memasang alat pengambil diagram indikatir format garis-garis kemudian mur
pengikatnya di keraskan selanjutnya katup indikatir dibuka , sehingga kita bisa
menbaca secara langsung berapa tekanannya ( bar , Psi , Atm / Cm² ) seperti
contoh tabel dibawah ini .

Tabel No : .................Tekanan indikatir

A.3.3 Bentuk Pengukuran dalam format diagram PV

Dengan semakin berkembangkan ilmu pengetahuan dan tehnologi sudah jarang


pengambilan diagram PV dengan alat diagram indikatir seperti pada gambar
No :............ karena sudah jarang teknisi pemeliharaan yang bisa mempergunakan
alat tersebut untuk mengukur tekanan indikatir dalam bentuk diagram PV , pada saat
sekarang sudah dilakukan pengambilan diagram PV memakai alat yang disebut
Engine Tunning yang dihubungkan ke komputer dan komputer mengolah dan
menghitung data yang di commond dari alat modul tunning , sehingga dilayar
monitor terbaca gambar / bentuk dari pada diagram PV beserta besaran-besarannya
tentunya dalam hal ini komputer harus di install program dari engine tunning tersebut
pemasangan alat sensor engine tunning sama seperti pada pemasangan alat
pengukur tekanan indikatir konpensional ,diagram pemasangan engine tunning
sebagai berikut :
Gambar No: .......... Hubungan Pemasangan alat Pengukur Engine Tunning

Gambar No: ......... Diagram PV ( Pressure & Volume )


Gambar No: ....... Diagram indikatir pada tampilan layar monitor

Gambar No:.......Diagram Indikatir Mesin Diesel

A.4 Pengukuran Kelurusan Crank Shaft ( Deflexi )

Yang dimaksud kelurusan crank shaft adalah kesebarisan antara as yang satu
dengan yang lainnya , tujuan pengukuran tersebut untuk mengetahui bentuk dari
pada kelurusan as tersebut apakah dia pada posisi asnya minus atau plus pada saat
pengambilan pengukuran deflexi .

Apa bila minus maka posisi pipi engkol Melebar atau

Apa bila posisi seperti ini main bearing bagian bawah clearance nya terlalu rendah
sehingga as turun .

Apa bila Plus maka posisi pipi engkol mengecil atau

Apa bila posis seperti ini main bearing bagian bawah clearance terlalu tinggi
sehingga as naik .

Pengambilan data pada pengukuran kelurusan As di ambil 5 posisi seperti gambar


dibawah ini :

TMA Posisi 1 searah putaran mesin adalah +/- 15º sebelum TMA

Posisi 2 searah putaran mesin adalah +/- 15º Setelah TMA

Posisi 3 Searah putaran mesin adalah +/- 90º Setelah TMA

Posisi 4 Searah putaran mesin adalah +/- 180º Pada TMB

TMB Posisi 5 searah putaran mesin adalah +/- 90º sebelum TMA

Pengukuran dalam satuan micrometer , tentunya dalam pengukuran kelurusan


Crank Shaft ada toleransi yang diizinkan oleh pabrikan sesuai dengan besarnya
kapasitas mesin tersebut .

Gambar No: ........... Alat ukur Deflexi


Gambar No:.......... Alat pengukuran Deflexi kelurusan Crank Shaft

Gambar No: ...... Contoh Format pengambilan pengukuran Deflexi

Dengan mengukur kelurusan as ( deflexi ) untuk menghindari vibrasi dari mesin


terlalu besar pada saat mesin beroperasi .

A.5 Clearance Main Bearing dan Conrod Bearing

Tujuan dari pada pengukuran clearance main maupun conrod bearing adalah untuk
mengetahui berapa clearancenya, pada umumnya apa bila kita tidak mempunyai
buku panduan adalah : Diameter As

Clearance Max = mm
1000

Pengukuran dapat diukur melalui alat :

1. Lodrat ( timah babet )

2. Plastik Gap

3. Memakai fuller ( khususnya untuk mesin-mesin yang agak besar )

Caranya : Lodrat atau plastik gap dipasang pada as yang akan kita ukur
clearancenya kemudian pasang bearing set pada rumahnya dan diikat sesuai
dengan ikatan yang diizinkan dan selanjutnya buka kembali ikatan tersebut , ambil
lodrat atau plastik gap yang tadi terjepit oleh bearing kemudian ukur memakai
mikrometer berapa ketebalan dari lodrat atau plastik gap tersebut hasilnya adalah
clearance dari main bearing maupun conrod bearing tentunya didalam pengukuran
harus bearing yang baru dan akan dipasang pada as yang sesuai dengan
pengukuran tersebut .

Dengan cara ke 3 , pasang bearing pada rumahnya dan ikat sesuai dengan ikatan
yang diizinkan kemudian ukur celahnya ( gapnya ) dengan cara memasukan fuller
sehingga fuller bisa keluar pada sisi yang lain , sebagai contoh apa bila kita
masukan fuller ukuran 20 mm longgar maka kita masukan fuller yang lebih besar
seperti 25 mm tetapi Fuller tidak bisa masuk ( seret / sempit ) maka kesimpulan yang
bisa kita ambil / analisa bahwa clearance tersebut adalah +/- 22 s/d 23 mm , dalam
hal ini pengukuran clearance jangan terlalu sempit dan jangan juga terlalu longgar
karena apa bila terlalu sempit akan menimbulkan panas dan apa bila longkar mesin
menjadi berisik dan mungkin juga menimbulkan vibrasi yang tinggi .

A.6 Pengukuran Vibrasi

Setiap benda yang bergerak pasti mengeluarkan vibrasi , tentunya vibrasi tidak
mungkin bisa dihilangkan / dihindari tetapi harus dikurangi .

Penyebab vibrasi pada sebuah mesin diesel disebabkan beberapa hal antara lain :

1. Tekanan pembakaran terlalu tinggi


2. Clearance main bearing maupun conrod bearing terlalu besar

3. Tekanan pengabutan bahan bakar tidak rata

4. Timming penyemprotan bahan bakar ada yang tidak tepat

Dengan cara kita pengukur kelurusan As , Clearane main dan Conrod bearing ,
tekanan pengabutan secara berkala maka kita bisa mengurangi akibat dari vibrasi
yang tinggi

Pada umumnya pengukuran vibrasi di ambil pada tiga ( 3 ) posisi

Engine Generator
3
1 2
Fly Wheel

Gambar No : .......... Posis pengambilan Vibrasi dari mesin

Posisi 1 diukur pada bagian yang paling belakang dekat dengan Vibration damper

Posisi 2 diukur pada tengah – tengah mesin

Posisi 3 diukur paling depan sebelum roda gila / Fly wheel

B. Data Kelainan Operasi

Data kelainan operasi biasanya dicatat pada logsheet maupun pada log book / buku
mutasi operator , setiap kejadian / perubahan yang ada pada mesin atau pembangkit
akan dicatat dan dilaporkan ke petugas piket.

Sebagai contoh : pada hari................. Tgl............... Jam.............. Mesin


No:...........terjadi kenaikan temperatur lub oil dari batas normal operasi +/-50 ᵒC
menjadi +/- 55 ᵒC .

Dengan data ini petugas Operator bisa mengeluarkan WO ( Work Order ) kepetugas
pemeliharaan agar dilakukan pemeriksaan dan pencucian / pembersihan Lub.oil
cooler / Duplex Filter LO dan mesin sementara bisa di stop dan digantikan oleh
mesin yang stand by .

C. Analisa masalah / Trouble Shooting

Trouble Shooting Mesin Diesel merupakan pengetahuan yang mempelajari gejala-


gejala penyimpangan kerja komponen mesin selama mesin beroperasi dengan
tujuan agar para operator dapat mengetahui adanya penyimpangan operasi saat
sebelum mesin hidup maupun saat mesin bekerja memikul beban.
Untuk lebih memahami kemungkinan gangguan suatu unit Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel, para operator harus memahami prinsip kerja pada sistem yang ada
pada Mesin Diesel tersebut dengan batasan-batsan operasi yang di ijinkan oleh
pabrik pembuat Mesin Diesel tersebut.
Pengoperasian sistem-sistem mempunyai batasan yang terdiri dari temperatur,
tekanan, yang terbaca pada parameter yang terpasang pada setiap mesin untuk
memonitor kerja sistem-sistem tersebut
Pembahasan mengenai Trouble Shooting dipengaruhi oleh sistem-sistem pada
Mesin Diesel belum seluruhnya bisa dilengkapi sesuai dengan banyaknya
perubahan komponen pada sistem-sistem yang selalu diperbaharui untuk
meningkatkan keandalan sistem-sistem tersebut
Secara keseluruhan prinsip kerja sistem-sistem tidak banyak
mengalami .perubahan, untuk memperkuat pengetahuan mengenai Trouble
Shooting Mesin Diesel, kita harus mempunyai dasar – dasar mengenai Standar
Operasi yang benar, agar setiap terjadi perubahan pada sistem-sistem tersebut
dapat diikuti dengan mudah.

C.1 Pengertian Trouble Shooting


Suatu proses pemikiran yang sistematis dalam mengatasi gangguan mesin ,
sehingga diketahui sebab gangguan dan tindakan perbaikan secara cepat dan
tepat .
C.1.1 Melakukan Traouble Shooting
Untuk Pelaksanaan Trouble Shooting Perlu Memahami :

 Sistem - sistem yang terdapat pada SPD.

 Instalasi pemipaan dan instalasi kelistrikan.

 Konstruksi dan bagian-bagian mesin.

 Setting limit alat kontrol ( setting alarm dan setting trip )

 Pengertian dan Pembacaan terhadap indikasi yang timbul

C.1.2 Tindak lanjut


 Apa Obyeknya
 Apa standarnya
 Apa Penyimpangannya
 Apa Penyebabnya
 Data

C.1.3 Penyimpangan
Langkah - langkah dalam menentukan adanya gangguan adalah :

 Penyimpangan yang terjadi.


 Standar data.
 Data mana sebagai acuan
 Kemungkinan penyebab
 Reflex terhadap alarm yang timbul pada anounciator.
 Tenang dalam menghadapi situasi / Tidak panik.
 melokalisir bagian yang akan diperiksa secara tahap demi tahap pada
sistem atau alat yang terganggu.
 Tindakan pencegahan gangguan yang sama dan serupa.

 Usahakan gangguan tersebut, tidak terulang lagi setelah diperbaiki

 Kesimpulan.
C.1.4 Bentuk penyimpangan yang dapat dilihat pada parameter

Penyimpangan yang kemungkinan terjadi Pada Mesin :

 Selisih suhu gas buang sIlinder bersebelahan maximum 50°C.

 Beban tidak dapat naik.

 Temperatur air pendingin tinggi.

 Konsumsi bahan bakar tinggi 1/kWh (SFC > 0,311/kWh).

 Putaran mesin lebih rendah dari idle.

 Mesin mati pada beban tertentu.

 Vibrasi mesin atau generator (getarannya sangat tinggi)

 Tekanan bbm masuk pompa injeksi rendah

 Putaran Mesin tidak stabil (hunting).

 Vibrasi turbo lebih tinggi

 Lampu level Tank tidak menyala.

 Mesin knocking ( terdengar suara keras )

 Tekanan pelumas turun.

 Mesin sedang jalan kemudian mati

 Mesin berat untuk berputar

 Warna asap hitam

 Warna asap putih

 Warna asap abu-abu

C.1.5 Penyimpangan yang mungkin terjadi pada kelistrikan


 Frequensi tidak stabil

 Temperatur belitan stator (Stator Winding).

 Beban tidak seimbang.

 Selisih tegangan tiap phasa.

 Reverse Power.

 Faktor kerja (Cos Ø) (berada pada posisi kapasitip)

 Tegangan tidak dapat diatur.

 Tegangan droop

 Beban dinaikkan tegangan droop

C.1.6 Obyek Sistem yang terganggu :

 Sistem Udara Masuk

 Sistem gas Buang

 Sistem bahan bakar

 Sistem Pelumas

 Sistem Start

 Sistem Pendingin

 Sistem Kontrol

 Sistem Proteksi

Obyek mempunyai struktur yang bertingkat , misalnya sistem Bahan bakar


mempunyai sub-sub sistem atau komponen atau bagian – bagian yang bertingkat
pula , untuk menentukan obyek yang terganggu dipilih obyek yang paling luas ruang
lingkupnya , selanjutnya melakukan “ Lokalisir “ untuk menentukan obyek yang
terganggu .
C.1.7 Standart
Panduan yang dipakai untuk nilai dari indikator mesin yang sesuai dengan
operasional manual ( operation manual book )

 TEKANAN PELUMAS
 TEKANAN BAHAN BAKAR
 FREKUENSI
 PUTARAN MESIN
 TEKANAN UDARA START
 SUHU BANTALAN
 SUHU AIR PENDINGIN
 TEKANAN UDARA START
 TEKANAN UDARA MASUK
 TIMING INJECTION
 KEBISINGAN

C.1.8 Kemungkinan Sebab


Apa mengakibatkan apa ?

 PEMBAKARAN TAK SEMPURNA DAYA MESIN TURUN


 HEAT TRANSFER TERGANGGU SUHU KERJA MESIN SANGAT TINGGI
 UNBALANCE MESIN BERGETAR
 SEAL RUSAK / GAGAL TE RJADI KEBOCORAN
 EXCITASI GAGAL TEGANGAN GENERATOR TIDAK KELUAR
 SALURAN TERSUMBAT TEKANAN TURUN / TIDAK MENGALIR

C.1.9 Data
Harga – harga indikator mesin sesaat sebelum terjadi gangguan / kejadian pada
mesin yang tak bisa terlihat operator sebelum terjadi gangguan
Sebagai contoh : Log Sheet / Catatan mesin setiap jam , suara , api , getaran

C.1.10 Bagai mana mengambil kesimpulan ?


 STANDARD
 OBYEK PENYIMPANGAN
 KESIMPULAN / SEBAB GANGGUAN
 KEMUNGKINAN
 SEBAB DATA

KESIMPULAN MERUPAKAN HUBUNGAN YANG LOGIS ANTARA PENYIMPANGAN


, STANDARD ,OBYEK , SEBAB DAN DATA.

SEORANG TROUBLE SHOOTER HARUS MEMPUNYAI KEMAMPUAN UNTUK


MERANGKAI SUATU KEJADIAN MENJADI SUATU KESIMPULAN YANG TEPAT
ATAS SUATU GANGGUAN YANG DIDUKUNG OLEH KEMAMPUAN MENGUASAI
SELURUH PROSESNYA MAUPUN BAGIAN-BAGIAN UNIT PEMBANGKIT DIESEL..

C.1.11 Sebab Kegagalan dalam Trouble Shooting

 KURANG MEMAHAMI DALAM MENYUSUN KEMUNGKINAN PENYEBAB


GANGGUAN SEHINGGA PENYEBAB GANGGUAN TIDAK TERMASUK
DALAM DAFTAR KEMUNGKINAN GANGGUAN.
 KURANG MENGENAL SISTEM YANG TERGANGGU
 KEKURANGAN DATA PADA SAAT SEBELUM GANGGUAN TERJADI.
 PENCATATAN DATA YANG TIDAK SESUAI DENGAN KONDISI OPERASI.
 KURANG MEMAHAMI PRINSIP KERJA SISTEM-SISTEM YANG TERDAPAT
PADA MESIN YANG DIOPERASIKAN.
 TIDAK ADA PERHATIAN TERHADAP PERUBAHAN NILAI-NILAI YANG
TERUKUR PADA SAAT MELAKUKAN PENCATATAN DATA OPERASI.
 BELUM MEMAHAMI KONDISI OPERASI SECARA KESELURUHAN.
 KELENGKAPAN PERALATAN UKUR YANG SUDAH RUSAK TIDAK
DIPERBAIKI ATAU DIGANTI.
 BELUM MAMPU MEMBACA PERUBAHAN KONDISI OPERASI UNIT.

C.1.12 Bentuk Format laporan Trouble Shooting


MESIN DIESEL 4 LANGKAH ............... SILINDER

MERK : .......................................................................................................................

TYPE : ......................................................................................................................

DAYA ...................................................................................................................KW

OBYEK / SISTEM YANG TERGANGGU : ...............................................................

PENYIMPANGAN : ...................................................................................................

JAM : ....................................................................................................................

DATA : ....................................................................................................................

KEMUNGKINAN SEBAB : .......................................................................................

KESIMPULAN : ........................................................................................................

..........................................................................................................

..........................................................................................................

Jakarta ....................................

Pelapor

.................................................................

Anda mungkin juga menyukai