DISUSUNOLEH :
1. SatriyaniFauji
2. AndiSamar Gandi
3. NurasmaIla Ismail
4. Rosdiana Mustafa
5. MuhlisJafar
TERNATE 2021
METODE STUDI ISLAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " DOKTRIN KEPERCAYAAN DAN
STUDI SUMBER AJARAN ISLAM " dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah METODE STUDI ISLAM.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang DOKTRIN
KEPERCAYAAN DAN STUDI SUMBER AJARAN ISLAM bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................ 6
KESIMPILAN ................................................................................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sumber ajaran Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman
syariat Islam. Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari
Alquran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunah Rasulullah. Menuntut
ilmu agama Islam merupakan fardu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan
muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran
manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber hukum Islam yang utama
adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “ Aku tinggalkan
bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian
berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunahku.”
Sebagai sumber ajaran islam kedua setelah Al-qur’an, As-sunnah (hadits) menempati
posisi yang sangat penting dan strategis dalam kajian-kajian keislaman. Keberadaan dan
kedudukannya tidak diragukan lagi. Namun, karena pembukuan hadits baru dilakukan ratusan
tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ditambah lagi dengan kenyataan sejarah bahwa
banyak hadits yang dipalsukan, maka keabsahan hadits-hadits yang beredar dikalangan kaum
muslimin diperdebatkan oleh para ahli.
Para ulama terutama dizaman klasik islam (650-1250 M), Berusaha keras
melakuakan penelitian dan seleksi ketat terhadap hadits-hadits sehingga dapat dipilahkan
mana hadits yang benar-benar dari Nabi, dan mana yang bukan. Untuk itu, mereka membuat
kaidah-kaidah, ketetuan-ketentuan, pedoman, dan acuan tertentu untuk menilai hadits-hadits
tersebut. Kaidah-kaidah dan ketentuan inilah kemudian berkembang menjadi ilmu tersendiri,
yang disebut dengan ilmu hadits.
B. RUMUSAN MASALAH
a) Pengertian?
b) Kedudukan?
c) Fungsi?
d) Hubungan dengan Al-Qur’an?
a) Pengertian sunnah?
b) Kedudukan sunnah dalam syari’at Islam?
c) Fungsi sunnah terhadap al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Alquran
b) Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedang
ayat–ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu (hai
orang-orang yang beriman).
c) Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada
Kemaha Esaan Allah, hari kiamat, akhlak, dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu,
sedang ayat-ayat Madaniyah memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat, dan
sebagainya.
2. Keutamaan Alquran
a) Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Alquran dan
mengajarkannya.
b) Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Alquran (HR. Turmuzi).
c) Orang-orang yang mahir dengan Alquran adalah beserta malaikat-malaikat yang suci
dan mulia, sedangkan orang membaca Alquran dan kurang fasih lidahnya berat dan
sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
d) Sesungguhnya Alquran ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah
tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
e) Bacalah Alquran sebab di hari Kiamat nanti akan datang Alquran sebagai penolong
bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
3. Fungsi Alquran
a.Al-Huda (Petunjuk)
Dalam Al Quran ada tiga posisi Al Quran yang fungsinya sebagai petunjuk. Al Quran
menjadi petunjuk bagi manusia secara umum, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa dan
petunjuk bagi orang-orang yang beriman.
b.Al-Furqon (Pemisah)
Fungsi Al Quran sebagai pemisah adalah dapat memisahkan antara yang hak dan yang
batil, atau antara yang benar dan yang salah. Di dalam Al Quran dijelaskan beberapa hal
mengenai yang boleh dilakukan atau yang baik, dan yang tidak boleh dilakukan atau yang
buruk.
c.Al-Asyifa (Obat)
Al Quran bisa menjadi obat penyakit mental di mana membaca Al Quran dan
mengamalkannya daoat terhindar dari berbagai hati atau mental. Meskipun Al Quran hanya
sebatas tulisan saja, namun membacanya dapat memberikan pencerahan bagi stiap orang
yang beriman.
d.Al-mau'izah (Nasihat)
1. Pengertian Al-Hadits
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau
waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu
ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan,
perbuatan, dan perkataan.
Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya
dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).
Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan
oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar itu
adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik terhadap
perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan
suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa Nabi,
Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya, namun Nabi
diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari Nabi. Keadaan
diamnya Nabi itu dapat dilakukan pada dua bentuk :
Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh Nabi.
Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa siapa pelaku berketerusan melakukan
perbuatan yag pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini tidaklah
menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi tidak
mengetahui berketerusannya si pelaku itu melakukan perbuatan yang di benci dan dilarang
itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.
Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak diketahui pula
haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya adalah meniadakan
keberatan untuk diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi
mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya, berarti Nabi berbuat kesaahan ;
sedangkan Nabi terhindar bersifat terhindar dari kesalahan.
2. Kedudukan Hadits
Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum
Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak, karena memang untuk
itulah Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang
berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan
dikalangan ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri yang
menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh karenanya tidak
perlu lagi ditambah oleh sumber lain. (JAMARIL, 2017)
Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil
kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua
umat Islam. Jumhur ulama mengemukakan alasannya dengan beberapa dalil, di antaranya :
1. Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada rasull
sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti yang tersebut dalam
surat An-Nisa : 59
Artinya :
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.
2. Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang mentaati Rasul
berarti mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa : 80:
80. Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah. dan
barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk
menjadi pemelihara bagi mereka.
Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah mengikuti apa-
apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana tercakup dalam Sunnahnya.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bla wahyu mempunyai
kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai kekuatan hukum untuk dipatuhi.
Kekuatan hadits sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua segi: pertama, dari segi
kebenaran materinya dan keduadari segi kekuatan penunjukannya terhadap hukum. Dari segi
kebenaran materinya kekuatan hadits mengikuti kebenaran pemberitaannya yang terdiri dari
tiga tingkat, yaitu: mutawatir, masyhur, danahad sebagaimana dijelaskan diatas.
Khabar mutawatir ditinjau dari segi kuantitas sahabat yang meiwayatkannya dari Nabi
dan juga kuantitas yang meriwayatkannya dari sahabat dan seterusnya adalah qath i dalam
arti diyakini kebenarannya bahwa hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits
mutawatir ini tidak banyak namun mempunyai kekuatan sebagai dalil sebagaimana kekuatan
Al-Qur’an. Khabar mutawatir mempunyai kekuatan tertinggi di dalam periwayatan dan
menghasilkan kebenaran tentang apa yang diberitakan secara mutawatir sebagaima kebenaran
yang muncul dari hasil pengamatan. Para ulama sepakat mengatakan bahwa khabar
mutawatir menghasilkan ilmu yakin meskipun mereka berbeda pendapat dalam menetapkan
cara sampai kepada ilmu yakin itu secara tanpa memerlukan pembuktian atau memerlukan
pembuktian kebenarannya. Untuk sampainya khabar mutawatir itu kepada ilmu yakin harus
terpenuhi syarat-syarat tertentu. Di antaranya syarat-syarat itu disepakati oleh ulama dan
syarat lainnya diperselisihkan. Syarat-syarat yang disepakati ada yang menyangkut pembawa
berita.
3. Fungsi Hadits
Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-ayat
hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum dapat
dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian fungsi hadits yang utama adalah
untuk menjelaskan Al-Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-
Nahl :64
Artinya :
64. Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar
kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan
menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka
Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani dalam hubungannya
dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi senagai berikut :
2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal :
3. Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
4. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.
5. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
6. Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah berkaitan.
Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an dalam
segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-
Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang
digariskan. Tetapi pengalaman hukum Allah diberi penjelasan oleh Nabi. Dengan demikian
bertujuan supaya hukum-hukum yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an secara sempurna
dapat dilaksanakan oleh umat.
Sebagaimana dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar
ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum
dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian keterkaitan hadits dengan
Al-Qur’an yang utama adalah berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur’an. Dengan demikian bila
Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka hadits disebut sebagai bayani.
Dalam kedudukannya sebagai bayani maka dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, Hadits
menjalankan fungsi sebagai berikut :
1. Pengertian Sunnah
Sunnah adalah penafsiran praktis terhadap al-Qur’an, implementasi realistis, dan juga
implementasi ideal Islam. Sunnah menurut bahasa (etimologi) berarti tradisi yang biasa
dilakakan (adat kebiasaan), dan jalan yang dilalui baik terpuji maupun tercela. Sunnah juga
berarti lawan dari bid’ah yaitu mengerjakan amalan agama tanpa didasari oleh tradisi atau
tata cara agama, kemudian ia mengada-ada (membuat bid’ah). Sedangkan sunnah menurut
istilah, antara lain dikemukakan para ulama sebagai berikut :
a. Menurut para ahli hadis,
sunnah adalah segala yang dinukilkan dari Nabi saw. baik berupa perkataan, taqrir,
pengajaran, keadaan, maupun perjalanan hidup beliau, baik yang terjadi sebelum
maupun sesudah di angkat menjadi Rasul.
b. Menurut Ahli Ushul,
sunnah adalah segala yang dinukilkan dari Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrir (ketetapan) yang mempunyai hubungan dengan hukum.
c. Sunnah menurut ahli ushul
hanya perbuatan yang dapat dijadikan dasar hukum Islam. Jika suatu perbuatan Nabi
tidak dijadikan dasar hukum seperti makan, minum, tidur, berjalan, buang air, dan lain-
lain maka pekerjaan biasa sehari-hari tersebut tidak dinamakan sunnah.
d. Menurut Ahli Fiqih,
sunnah adalah suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak diberi siksa
apabila ditinggalkan.
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrirnya (atau selain itu).
2. Hadis ada kalanya menerangkan sesuatu yang bersifat global dalam al-Qur’an, ada
kalanya memberi komentar terhadap al-Qur’an dan ada kalanya membicarakan sesuatu yang
belum dibicarakan oleh al-Qur’an. Jika hadis berfungsi menerangkan atau memberi komentar
terhadap al-Qur’an, maka status hadis tidak sama dengan derajat al-Qur’an yang diberi
penjelasan. Al-Qur’an pasti lebih utama daripada hadis.
3. Di dalam Hadits sendiri terdapat petunjuk mengenai hal tersebut, yakni Hadits menduduki
posisi ke dua setelah Al-Qur’an.
Sedangkan menurut pendapat Mahmud Abu Rayyah, posisi as-sunnah atau al- hadits
itu berada di bawah Al-Qur’an, karena Al-Qur’an sampai kepada umat islam dengan jalan
mutawatir dan tidak ada keraguan sedikitpun. Al-Qur’an datangnya dengan qath’i al-wurud,
yaitu kepastian jalannya sampai kepada kita dan qath’i al-tsubu, yaitu eksistensi atau
ketetapannya meyakinkan atau pasti. Sedangkan hadits atau as-sunnah sampai kepada umat
islam tidak semuanya mutawatir, tetapi kebanyakannya adalah diterima dengan periwayatan
tunggal (ahad). Kebenarannya ada yang qath’i (pasti) dan zhanni (diduga benar), karena
masih banyak hadits yang tidak sampai kepada umat Islam. Disamping itu, banyak pula
hadits-hadits daif.
3. Fungsi Sunnah Terhadap al-Qur’an
Fungsi hadis terhadap al-Qur’an secara umum adalah untuk menjelaskan makna
kandungan al-Qur’an sangat dalam dan global. Karena tidak semua ayat-ayat al-Qur’an dapat
dipahami secara tekstual. Al-Qur’an menegaskan bahwa Rasulullah memiliki tugas untuk
menjelaskan maksud dan tujuan firman-firman Allah. Hadis memiliki hubungan yang erat
sekali dengan al-Qur’an, bahkan sulit dibayangkan al-Qur’an berjalan tanpa hadis.
Seperti diinformasikan al-Qur’an surah al-Maidah ayat 67, tugas utama dan pertama
Nabi Muhammad saw. adalah menyampaikan al-Qur’an secara keseluruhan. Namun
sekalipun demikian, tugas kerasulan Nabi Muhammad bukanlah seperti petugas pos yang
hanya mementingkan sampainya surat ke alamat yang dituju tanpa peduli tahu isinya,
melainkan juga dibebani tugas untuk menjelaskan maksud al-Qur’an dan sekaligus
mempraktikkan isi ajaran-ajarannya.
Hadits-hadits Nabi dalam kaitannya terhadap al-Qur’an mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Bayan Taqrir
Menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur’an.
Maksudnya ialah bahwasannya hadis menjelaskan apa yang sudah dijelaskan al-Qur’an,
misalnya hadis tentang sholat, zakat, puasa, haji.
b. Bayan Tafsir
Penjelasan (tafsir) yang diberikan hadis terhadap al-Qur’an ada 3 macam, yaitu hadis
memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal atau global
(bayan al-mujmal), hadis memberikan batasan terhadap hal-hal yang masih terbatas di dalam
al-qur’an (taqyiq al-mutlaq), memberikan kekhususan (takhshish) ayat-ayat al-Qur’an yang
bersifat umum (tahkshis al-‘amm), dan hadis memberikan penjelasan terhadap hal-hal yang
masih rumit di dalam al-qur’an (tawdih al-musykil).
c. Bayan Tasyri’i
Hadis menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak terdapat dalam al-Qur’an.
Ketetapan hadis merupakan ketetapan yang bersifat tambahan atas hal-hal yang tidak terdapat
dalam al-Qur’an dan hukum-hukum yang hanya berdasarkan hadist semata.
d. Bayan Naskhi
Ketetapan hadist bisa mengubah hukum dalam al-Qur’an maksudnya hadis dapat
menghapus (nasakh) hukum yang diterangkan dalam al-Qur’an.
Jadi, hubungan antara sunnah dan al-Qur’an sangat erat keduanya tidak bisa dipisahkan
antara satu dengan yang lainnya, karena keduanya berdasarkan wahyu yang datang dari Allah
SWT. kepada Nabi Muhammad saw. untuk disampaikan kepada umatnya, hanya proses
penyampaiannya dan periwayatannya yang berbeda. Sunnah mempunyai peran yang utama
yakni menjelaskan al-Qur’an baik secara tersurat maupun tersirat, sehingga tidak ada istilah
pertentangan antara keduanya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPILAN
A. AL-QUR’AN
Alquran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW, bahkan terbesar pula
dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Alquran membenarkan kitab-kitab sebelumnya
dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.
B. HADIST
1) Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau
waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
2) Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu
ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai
ucapan, perbuatan, dan perkataan.
3) Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil
kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk
semua umat Islam.
4) Fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an
C. SUNNAH
a) Sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah baik berupa
perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasul baik setelah ke nabiannya maupun sebelum
ke nabiannya.
b) Kedudukan as-sunnah dalam sumber ajaran agama Islam menempati urutan ke dua
setelah al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad untuk disampaikan kepada umat manusia. Ayat-ayat dalam al-Qur’an
juga perlu mendapat penjelasan dari hadis karena banyak ayat-ayat al-Qur’an yang
masih berupa pernyataan secara global untuk itu perlu adanya sunnah/hadis untuk
menjelaskannya secara terperinci.
c) Hubungan antara al-Qur’an dan hadis sangat erat. Sunnah/hadis bisa berfungsi
sebagai penjelas dari ayat-ayat yang masih global di dalam al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Decequeen, K. ( 2021, Oktober). Alquran sebagai Sumber Hukum Islam. Dipetik Oktober 29, 2021,
dari doc.lalacomputer.com: https://doc.lalacomputer.com/makalah-alquran-sebagai-sumber-
hukum-islam/
JAMARIL, S. (2017, Maret 21). PENGERTIAN, KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS. Dipetik 0ktober 29,
2021, dari sumbar.kemenag.go.id: https://sumbar.kemenag.go.id/v2/post/1952/pengertian-
kedudukan-dan-fungsi-hadits.html