Pada bab ketiga membahas tentang pengertian ibadah. Ibadah secara bahasa
memiliki makna; (1) ta’at ()2( (; الطاع ةtunduk ((; )اخلض وع3) hina ( ّ (; ال ذلdan (4)
pengabdian ( التنسك.( ّ Jadi ibadah itu merupakan bentuk ketaatan, ketundukan, dan
pengabdian kepada Allah. Adapun secara istilah, Ibnu Taimiyah memberikan definisi
ibadah dengan segala sesuatu yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridhai Allah
SWT, baik berupa ucapan dan amalan, yang nampak dan yang tersembunyi. Adapun
prinsip melaksanakan Ibadah sebagai berikut: 1. Prinsip utama dalam ibadah adalah
hanya menyembah kepada Allah semata sebagai wujud hanya mengesakan Allah SWT
Dilakukan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan asSunnah Dalam masalah ibadah
mahdah (khusus) yang sudah jelas ada keterangan dari Allah dan Rasul-Nya, tidak boleh
ada hasil kreasi pemikiran manusia yang boleh masuk di dalamnya, kecuali
menunggu/ada perintah atau tuntunan Allah dan Rasul-Nya. 5. Seimbang antara dunia
akhirat, jasmani dan ruhani. 6. Mudah (bukan meremehkan) dan ringan (bukan
mempersulit). Tidak hanya dalam salat, dalam seluruh kegiatan beribadahnya seorang
muslim harus melakukan secara khusyuk agar memberikan dampak yang positif bagi
kehidupannya. Kata khusyuk secara bahasa bermakna diam dan tenang, patuh, tunduk
dan merendah. Kekhusyukan dalam beribadah berarti ibadah yang dilakukan harus
dilakukan penuh kerendahan dan ketundukan hati kepada Allah SWT disertai dengan
perasaan khawatir jangan-jangan ibadah yang dilakukannya tertolak. Dalam ibadah salat
misalnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa khusyuk dalam salat baru terlaksana bagi yang
mengkosentrasikan jiwanya dan mengabaikan segala sesuatu selain yang berkaitan
melaksanakan salat dan ia menoleh, maka tertutuplah tabir antara dia denganTuhan,
padahal salat merupakan media untuk terbuka tabir antara hamba dengan Tuhannya.
Pada bab keempat membahas tentang thaharah. Thaharah menurut bahasa berarti
bersih atau suci dari kotoran. Sedang menurut istilah thaharah adalah upaya untuk
menghilangkan atau menyucikan najis atau hadas dengan menggunakan alat bersuci
menurut cara tertentu (disyariatkan agama). Dimaksud dengan alat-alat bersuci adalah
hal-hal apa saja yang dapat dipergunakan untuk bersuci. Alat-alat bersuci tersebut dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu air, debu (tanah) dan batu atau benda padat lainnya.
1. Air Di antara alat bersuci yang paling banyak digunakan oleh manusia adalah air, dan
umat Islam dituntut untuk menggunakan air sebagai alat bersuci yang paling utama. 2.
Debu (Tanah) Apabila seseorang berhalangan mempergunakan air karena sakit atau
sebab lain sedang waktu salat sudah masuk, maka sebagai gantinya ia boleh
menggunakan debu untuk tayamum. 3. Batu atau benda padat lainnya Batu dan benda-
benda padat lainnya seperti tanah yang keras, kayu, kertas dan tissue dapat digunakan
untuk mensucikan najis setelah buang air besar atau kecil apabila seseorang tidak
mendapatkan air atau ada air tetapi ia berhalangan karena alasan syar’i.
Pada bab kelima membahas tenttang tata cara bersuci dari hadas. Hadas ialah
keadaan tidak suci yang mengenai seorang muslim sehingga menyebabkan orang tersebut
terhalang untuk melakukan salat atau tawaf. Secara garis besar hadas terbagi menjadi dua
macam, yaitu: 1. Hadas kecil Hadas kecil adalah seseorang yang tidak dalam keadaan
berwudu atau batal wudunya. 2. Hadas Besar. Hadas besar disebut juga “dalam keadaan
janabat”. Adapun hal-hal yang dapat dikategorikan dalam keadaan hadas besar, yaitu; a.
Orang yang baru masuk Islam b. Bertemunya dua persunatan (melakukan hubungan
seksual) c. Mengeluarkan sperma (air mani) baik melalui mimpi maupun lainnya d. Telah
selesai dari haid e. Telah selesai dari nifas f. Akan menghadiri salat Jum’at.
Apabila seseorang sedang dalam keadaan berhadas kecil akan melaksanakan salat,
maka ia harus berwudu. Sedangkan apabila ia dalam keadaan berhadas besar, maka harus
mandi wajib. Jika tidak ada air, atau ada air tetapi ada udzur/ halangan yang dibenarkan
oleh syara’ (agama), maka ia boleh melakukan tayamum sebagai ganti dari wudu/ mandi
wajib.
Pada bab keenam membahas tentang shalat. Secara bahasa salat adalah doa.
Secara istilah salat diartikan sebagai ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan
khusus yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Salat hukumnya wajib
berdasarkan dalil dari al-Quran dan Hadis, kecuali bagi wanita yang sedang haid dan
nifas. Salat adalah tiang agama, artinya agama tidak akan tegak tanpanya. Salat adalah
ibadah yang pertama kali akan dihisab oleh Allah SWT di akhirat kelak. Meninggalkan
mengingkari kewajibannya maka dia telah berbuat kufur besar menurut kesepakatan para
ulama.
Bab selanjutnya membahas tentang shalat jamaah. Salat Jama’ah adalah hubungan
kerjasama yang baik antara imam dan makmum. Islam telah mensyari’atkan dalam
ibadah pada waktuwaktu yang sudah ditentukan. Antara lain melaksanakan salat lima
waktu sehari semalam, salat jumu’at seminggu sekali, dan salat idul fitri dalam satu tahun
Pada bab terakhir yaitu membahas shalat jenazah, shalat jamak dan shalat qashar.
Salat janazah dilakukan untuk mendoakan seorang muslim atau muslimah yang telah
meninggal dunia; baik dia laki-laki maupun perempuan; orang dewasa maupun anak-
anak. Salat janazah hukumnya wajib kifayah atau fardu kifayah, yakni kewajiban yang
pelaksanaannya dapat tercukupi manakala telah ditunaikan oleh sebagian kaum muslimin.
Namun jika tidak ada yang melaksanakannya maka seluruh kaum muslimin berdosa
karenanya.
Salat jamak adalah melaksanakan dua salat wajib dalam satu waktu. Salat yang
boleh dijamak adalah semua salat fardu kecuali salat subuh. Salat subuh harus dilakukan
pada waktunya, tidak boleh dijamak dengan salat isyak atau salat dzuhur. Salat qasar
adalah meringkas salat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Seperti salat duhur, asar
dan isyak. Sedangkan salat magrib dan salat subuh tidak bisa diqasar.