Anda di halaman 1dari 10

Hakekat Ibadah

Elsa Anggita R (19.20.201.009)


Bary Ghifarry ( 19.20.201.010)
Michael martoyo (19.20.201.028)
Rifky Awaludin (10.20.201.021)
Arif Pujiino (19.20.201.055)
Konsep ibadah

 “Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai
oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan
maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan
pahala-Nya.”
 Pengertian ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat
dipahami maknanya (ma’qulat al-ma’na) seperti hukum yang menyangkut dengan
muamalah pada umumnya, maupun yang tidak dapat dipahami maknanya (ghair
ma’qulat al-ma’na), seperti shalat, baik yang berhubungan dengan anggota badan
seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan dengan lidah seperti dzikir,
dan hati seperti niat.
Ibadah Mahdhah dan Gairu Mahdhah
 Ibadah mahdhah ‫) )ا لعبادتا لمحضة‬
Adalah ibadah yang murni ibadah, ditunjukkan oleh tiga ciri berikut ini:
Pertama, ibadah mahdhah adalah amal dan ucapan yang merupakan jenis ibadah sejak asal penetapannya
dari dalil syariat. Artinya, perkataan atau ucapan tersebut tidaklah bernilai kecuali ibadah. Dengan kata lain,
tidak bisa bernilai netral (bisa jadi ibadah atau bukan ibadah). Ibadah mahdhah juga ditunjukkan dengan dalil-
dalil yang menunjukkan terlarangnya ditujukan kepada selain Allah Ta’ala, karena hal itu termasuk dalam
kemusyrikan.
Kedua, ibadah mahdhah juga ditunjukkan dengan maksud pokok orang yang mengerjakannya, yaitu dalam
rangka meraih pahala di akhirat.
Ketiga, ibadah mahdhah hanya bisa diketahui melalui jalan wahyu, tidak ada jalan yang lainnya, termasuk
melalui akal atau budaya.
Contoh sederhana ibadah mahdhah adalah shalat. Shalat adalah ibadah mahdhah karena memang ada
perintah (dalil) khusus dari syariat. Sehingga sejak awal mulanya, shalat adalah aktivitas yang diperintahkan
(ciri yang pertama). Orang mengerjakan shalat, pastilah berharap pahala akhirat (ciri ke dua). Ciri ketiga,
ibadah shalat tidaklah mungkin kita ketahui selain melalui jalur wahyu. Rincian berapa kali shalat, kapan saja,
berapa raka’at, gerakan, bacaan, dan seterusnya, hanya bisa kita ketahui melalui penjelasan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, bukan hasil dari kreativitas dan olah pikiran kita sendiri.
 Ibadah ghairu mahdhah (‫)ا لعبادتغير ا لمحضة‬
Ibadah yang tidak murni ibadah,Ada tambahan aspek rutinitas duniawi dan niat. Satu bisa bernilai ibadah jika
diniatkan karena Allah dan bisa tidak bernilai ibadah jika hanya berniat untuk dunia.
Pertama, ibadah (perkataan atau perbuatan) tersebut pada asalnya bukanlah ibadah. Akan tetapi, berubah
status menjadi ibadah karena melihat dan menimbang niat pelakunya.
Kedua, maksud pokok perbuatan tersebut adalah untuk memenuhi urusan atau kebutuhan yang bersifat
duniawi, bukan untuk meraih pahala di akhirat.
Ketiga, amal perbuatan tersebut bisa diketahui dan dikenal meskipun tidak ada wahyu dari para rasul.
Contohnya adalah bekerja untuk mencari maisyah, shodaqoh dengan senyum, dan lain-lain.
Ibadah ghoiru mahdhoh ini bernilai ibadah dan berpahala jika diniatkan untuk ibadah, misalnya cari maisyah
untuk keluarga dengan niat karena Allah, berpahala. Tapi jika niatnya hanya untuk cari kerja sebagaimana
rutinitas kepala keluarga, tidak bernilai pahala.
jika ibadah ghoiru mahdhoh ini dijadikan ibadah murni, maka hukumnya bisa bernilai bid’ah karena sebab
pengkhususan.
Misalnya, salaman pasca shalat rowatib. Jabat tangan hukum asalnya mubah, bahkan bisa menjadi sunnah
jika diniatkan menggugurkan dosa. Tapi jika dikhususkan setiap pasca shalat, maka jelas statusnya menyertai
hukum sholat, dan sholat tidak bisa ditambah-tambahi, sehingga menjadi bid’ah. Karena telah terlepas dari
hukum asalnya tadi (mubah).
Fungsi Ibadah

 Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam :


a)  Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya
b) Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya.
c)  Melatih diri untuk berdisiplin adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah
menuntut kita untuk berdisiplin.
Hikmah Ibadah

 a)   Tidak syirik
 b)   Memiliki ketakwaan
 c)   Terhindar dari kemaksiatan
 d)   Berjiwa sosial
 e)   Tidak kikir,
Makna Spiritual Ibadah bagi
Kehidupan Sosial
Ibadah dalam ajaran Islam tidak hanya dimaksudkan dalam kerangka hubungan dengan Allah
semata, tetapi juga mengandung dimensi sosial yang tinggi bagi para pemeluknya
 Pertama, ibadah shalat. Kandungan sosial dari ibadah shalat adalah bahwa shalat
mengajarkan makna persaudaraan dan persatuan manusia yang begitu tinggi. Ketika
melaksanakan shalat di masjid lima kali dalam sehari, maka sesungguhnya ibadah tersebut
tengah menghimpun penduduknya lima kali sehari. Dalam aktivitas tersebut, mereka saling
mengenal, saling berkomunikasi, dan saling menyatukan hati. Mereka shalat dibelakang
seorang imam, mengadu kepada Tuhan yang satu, membaca kitab yang sama, serta
menghadap kiblat yang sama. Mereka juga melakukan amalan yang sama yakni sujud, ruku,
dan sebagainya. Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 10:
 “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu ( yang berselisih ) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat.”  ( Q.S Al-Hujurat:10).
 Kedua, ibadah puasa. Puasa mampu menumbuhkan kepekaan sosial bagi
pelakunya. Dengan berpuasa, si kaya merasakan betapa tidak enaknya
merasakan lapar. Puasa mengajarkan kepadanya untuk bisa mengenali serta
merasakan penderitaan orang yang sehari-hari senantiasa berada dalam
kekurangan dan berbalut kemiskinan. Kemudian puasa diakhiri dengan membayar
zakat fitrah yang memaksa seseorang untuk berderma, sekalipun mungkin hatinya
belum sadar ini akan menjadi latihan dan pembinaan tersendiri bagi orang yang
besangkutan untuk menjadi orang yang dermawan dan peduli terhadap orang-
orang yang lemah.
 Ketiga, ibadah haji. Dalam ibadah haji terkandung pengalaman nilai-nilai
kemanusiaan yang universal. Ibadah haji dimulai dengan niat sambil
menanggalkan pakaian biasa dan kemudian mengenakan pakaian ihram. Dengan
mengenakan pakaian ihram pada saat haji, manusia diajarkan untuk
menanggalkan perbedaan status sosial yang mereka sandang dan bersatu dalam
persamaan dan persaudaraan. Pada saat melaksanakan ihram, seseorang
dilarang menyakiti binatang, dilarang membunuh, menumpahkan darah, serta
dilarang mencabut pepohonan.
 Maknanya manusia harus menerapkan apa yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an
dan Hadist ke dalam kehidupan sosial.
Kesimpulan

Tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah dalam pengertian yang
komprehensif menurut Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan
diridhai oleh Allah SWT berupa perkataan atau perbuatan baik amalan batin ataupun yang dhahir (nyata). Adapun hakekat
ibadah yaitu:
1)   Ibadah adalah tujuan hidup kita. Seperti yang terdapat dalam surat Adz-dzariat ayat 56, yang menunjukan tugas kita
sebagai manusia adalah untuk beribadah kepada Allah.
2)   Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan perendahan diri
kepada Allah.
3)   Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.
4)  Hakikat ibadah sebagai cinta.
5)   Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu yang dicintai Allah).
6)   Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya
kepada Allah SWT.
Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang mengisi waktunya dengan berbagai macam
bentuk ketaatan, baik dengan melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan hidupnya
akan terwujud.

Anda mungkin juga menyukai