PENDAHULUAN
Pernikahan di dalam Islam adalah sebuah ikatan suci, ikatan yang akan
menghalalkan yang haram dan menyatukan dua insan dan keluarga.
Pernikahan adalah pintu menuju kebaikan yang bertebaran pada jalan-Nya,
dan juga bagian dari keindahan yang Allah beri di dunia. Tujuan perkawinan
bukan saja untuk menyalurkan kebutuhan biologis, tetapi juga untuk
menyambung keturunan dalam naungan rumah tangga yang penuh kedamaian
dan penuh cinta kasih. Menurut ajaran agama Islam, menikah adalah
menyempurnakan agama. Oleh karena itu, barang siapa yang menuju pada
suatu pernikahan, maka ia telah berusaha menyempurnakan agamannya, dan
berarti pula berjuang untuk kesejahteraan masyarakat. Begitu pula dalam
1
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No 1/ 1974 Sampai KHI, (Jakarta: Prenada
Media, 2004) hlm. 38.
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2012) Pasal 2.
3
Q.S. An-Nisa [4]:21.
1
2
ن
َ َت عَهْ أَوَظٍ سضّي اهلل عىه ( أ ٍ ِه ثَا ت ِ َ ع،ٍ هُىَتْهُ صَيذ،ٌحمَاد َ حَذَثَىَا:ٍحشْب
َ ه ُ ْن تُ عيَ ْيمَا
ُ حَذَثَىَا
, مَا هَزَا ؟: ه َ قَا, ه عَ ْىفٍ أَ َث َش صُ ْفشَ ٍج ِ ْه ت
ِ َحم
ْ َعيًَ عَثْذِ اَىش َ ّي صيً اهلل عييه وعيم َسأَي َ ِاَىىَث
ل
َ فَثَا َسكَ اَىيَهُ َى: ه
َ فَقَا.ٍه رَهَة ْ ِن وَىَا ٍج م
ِ ْعيًَ َوصَ يَا َسعُىهَ اَىيَ ِه ! إِوِّي َتضَوَجْتُ ِا ْم َشأَ ًج: ه َ قَا
) أَ ْوىِ ْم َوىَ ْى ِتشَا ٍج,
4
M.Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa, Cet. I,
(Yogyakarta: Hanggar Kreator, 2005) hlm. 1.
5
Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwairiji, Ensiklopedia Islam, Penerjemah:
Achmad Munir Badjeber, Futuhan Arifin dkk, Cet.II, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007)
hlm.1010.
6
Abdullah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, (Beirut-Libanon: Dar al-Fikr,
2011) Juz I, Kitāb Nikāh, Bāb i’lan Nikāh, Hadis Nomor 1895, hlm. 595.
7
Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Cet. X, Fiqih Islam Wa
Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2007) hlm. 121.
3
Dari hadis tersebut sudah jelas bahwa resepsi perkawinan bukan syarat
sahnya perkawinan, namun memiliki tujuan yang sangat penting, yakni
sebagai sarana untuk mengumumkan pernikahan agar terhindar dari praktek
nikah siri, sebagai wujud rasa bahagia atas apa yang dihalalkan oleh Allah
SWT, dan agar pasangan tersebut dikenal dan mendapat pengakuan dari
masyarakat.
Nilai kemuliaan atau kesakralan pernikahan dalam Islam juga tercermin
dari prosesi. Islam hanya mengenal proses ta‟aruf bukan praktek iseng atau
coba-coba layaknya pacaran. Namun niatan yang tulus untuk berumah tangga
sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT diiringi dengan kesiapan untuk
menerima segala kelebihan dan kekurangan dari pasangan hidupnya. Bukan
niatan-niatan duniawi seperti mengejar materi, menutup aib, mengubur masa
lalu, atau sekedar pelarian dari patah hati.9
Perkawinan menduduki posisi sangat strategis pada setiap bentuk-bentuk
kebudayaan. Sebuah perkawinan memiliki tatanan tersendiri, berbeda satu
dengan yang lainnya dan menjadi penanda dari ekspresi budaya masyarakat
tersebut. Tatanan dalam sistem perkawinan kemudian menjadi adat
perkawinan yang menjadi titik penting dalam daur kehidupan manusia dari
titik awal sebuah perkawinan, proses mengandung, melahirkan perjalanan
anak manusia semenjak kelahiran hingga dikhitan dan akil balig sampai
dengan kematian adalah perjalanan yang dimaknai begitu penting.10
8
Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim al-Bukhari, Shohih Bukhori,
(Beirut: Dar al-Kotob Al-ilmiyah, 2009) Juz III, Kitāb Nikāh, Bāb Kayfa yud’ī Lilmutazawwij,
Hadis Nomor 5155, hlm. 385.
9
Murtadha Muthahhari, Perempuan dan Hak-haknya Menurut Pandangan Islam
(Jakarta: Lentera, 2009) hlm. 295-296.
10
Bambang Irianto dan Hempi, Pengantin Adat Pesisir Cirebon, Cet. I, (Cirebon: Dinas
Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Cirebon, 2013) hlm. 1.
4
11
M.Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan, ..., hlm. 1.
12
Elis Suryani NS, Ragam Pesona Budaya Sunda, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011) hlm.
189.
5
13
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Pandangan Hukum Adat
Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2007) hlm. 90.
14
M. Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan,..., hlm. 1-2.
15
M. Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan,..., hlm. 4.
16
M. Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan,..., hlm. 6.
6
hal ini sekarang mulai meluntur dibasuhi oleh tatanan sosial yang berubah.
Faktor cinta dan kesesuaian batiniah kedua mempelai lebih menentukan.17
Meskipun budaya global telah menembus tembok-tembok peradaban,
namun ritual perkawinan ini tidaklah sirna. Masyarakat masih tetap dan akan
selalu berkaca pada adat dan budaya sendiri untuk merayakan hari yang
paling istimewa itu. Perkawinan bagi banyak orang hanya sekali dalam
seumur hidup. Karena itulah pesta perkawinan tradisional justru kelihatan
semakin meriah dan dikemas dengan segala pernik, hiasan, dan kreasi yang
cerdas.18 Begitupun tata tertib dan alat perlengkapan yang menyertai suatu
upacara perkawinan antara masyarakat adat yang satu berbeda dari
masyarakat adat yang lain.19
Cirebon merupakan salah satu pusat kebudayaan dan tradisi, sebagaimana
yang diketahui Cirebon memiliki empat Keraton yang merupakan tempat
pelestarian budaya dan tradisi serta sangat konsisten dalam melestarikan
tradisi dan kebudayaan yang telah ada sejak zaman dahulu. Adapun keempat
Keraton tersebut yakni, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton
Kacirebonan dan Keraton Keprabonan. Mengenai jalannya upacara
perkawinan di keraton-keraton Cirebon, pada umumnya mempunyai prinsip
yang sama, yakni disesuaikan dengan tradisi yang sudah ada. Adapun
perbedaan yang tampak pada prosesi pernikahan di setiap Keraton-Keraton
Cirebon, yakni Keraton Kacirebonan lebih menggunakan adat murni. Tradisi
yang ada di keraton ini terutama pada upacara pernikahan yang dilaksanakan
dengan prosesi yang terkesan rumit dan mungkin membutuhkan biaya yang
tidak sedikit dalam menjalankan prosesi dengan adat murni.
Pengantin Cirebon memiliki adat khas sendiri yang berbeda dengan
pengantin-pengantin lain. Namun bila terdapat persamaan antara pengantin
17
M. Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan,..., hlm. 7.
18
M. Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan,..., hlm. 4.
19
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1995)
hlm. 12.
7
20
Inggit Ganati Emot Slamet Dan Ratna Herliani Suwandi, Tata Rias Pengantin
Cirebon: Cirebon Kebesaran Dan Cirebon Kepangeranan, Cet. I, (Yogyakarta: Deepublish,
2013) hlm. 3
21
Wawancara Bpk. Bambang Irianto, (Pengageng Penata Budaya Keraton Kacirebonan)
Senin, 18 April 2016, di Jl. Gerliyawan, No. 4.
22
Inggit Ganati Emot Slamet dan Ratna Herliani Suwandi, Tata Rias Pengantin,..., hlm.
2.
23
Dyah Komala Laksmawati, Inggit Ganati Emot Slamet, dan Ratna Herlina Suwandi,
Pengantin Cirebon: Warisan,..., hlm. 5.
8
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimana pelaksanaan tradisi upacara pernikahan adat Keraton
Kacirebonan?
2. Apa makna yang terkandung pada tradisi upacara pernikahan adat
Keraton Kacirebonan?
3. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap tradisi upacara pernikahan
adat Keraton Kacirebonan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan tradisi upacara pernikahan adat Keraton
Kacirebonan.
2. Mengetahui makna yang terkandung pada setiap tradisi upacara
pernikahan adat Keraton Kacirebonan.
3. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap tradisi upacara
pernikahan adat Keraton Kacirebonan.
9
D. Kegunaan Penelitian
1. Menambah pengetahuan tentang kebudayaan dan adat istiadat yang ada
di Cirebon. Sebagai sumber dan informasi tentang adat dan upacara
pernikahan yang ada di Keraton Kacirebonan.
2. Sebagai bahan literatur yang diharapkan bisa bermanfaat untuk
masyarakat sekitar, dan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan di
bidang kebudayaan, khususnya mengenai tradisi upacara adat Keraton
Kacirebonan sehingga dapat digunakan bagi pembaca dan peneliti
sendiri. Agar masyarakat dapat mengetahui makna dan hukum dari setiap
prosesi yang ada sesuai dengan hukum Islam, sehingga tidak dianggap
syirik oleh masyarakat.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitain mengenai suatu adat upacara pernikahan bukan sesuatu hal yang
baru, penelitian tentang hal ini telah banyak dilakukan penelitian oleh
beberapa kalangan baik dalam bentuk buku, penelitian skripsi dan lainnya, di
antaranya adalah:
Skripsi yang di tulis oleh Setyo Nur Kuncoro. Penelitian ini memfokuskan
pada bagaimana prosesi perkawinan menurut pandangan ulama dan
masyarakat terhadap tradisi upacara perkawinan adat kraton surakarta yang
masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Kauman, Pasar Kliwon, Surakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif, Hasil Penelitian ini,
memperoleh tiga kesimpulan. Pertama, prosesi upacara perkawinan Adat
Kraton Surakarta memiliki tata cara yang khas. Kedua, terdapat perbedaan
(Pro dan Kontra) pada setiap masyarakat dalam menanggapi tradisi upacara
pernikahan adat Kraton Surakarta. Ketiga, tradisi upacara perkawinan adat
Kraton Surakarta yang terjadi pada saat ini tidak bertentangan dan sejalan
dalam nilai-nilai ajaran Islam serta tidak menghalalkan yang diharamkan atau
10
24
Setyo Nur Kuncoro, Tradisi Upacara Perkawinan Adat Kraton Surakarta; Studi
Pandangan Ulama dan Masyarakat Kauman, Pasar Kliwon, Surakarta, Skripsi (Universitas Islam
Negri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2014) http:/ /syariah.uin-malang.ac.id/skripsi-setyo-Nur-
Kuncoro-09210047.pdf
25
Agus Moriyadi, Upacara Pernikahan Adat di Kecamatan Kota Kayu Agung Oki,
Skripsi (Universitas Islam Negri Sunan Kali Jaga Yogyakarta, 2010) http://diglib.uin-
suka.ac.id/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
11
F. Kerangka Teoritik
Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada semua
makhluk-Nya. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2, pernikahan yaitu akad
yang sangat kuat atau miṡ aqan galiẓan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.28 Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974
pasal 1 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.29
Dalam sebuah pernikahan ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi.
Adapun rukun dari pernikahan menurut jumhur Ulama adalah mempelai laki-
laki, mempelai perempuan, wali, dua orang saksi, dan ijab qabul.30
26
Suryana, Upacara Perkawinan Adat Palembang: Analisis Makna Simbol Untuk
Memahami Kehidupan Orang Palembang, Skipsi (Universitas Islam Negri Sunan Kali Jaga
Yogyakarta, 2008) http://diglib.uin-suka.ac.id/2301/1/BAB%20I,%20V.pdf
27
M.Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa, Cet. I,
(Yogyakarta: Hanggar Kreator 2005)
28
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam,..., hlm. 324.
29
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam,..., hlm. 2
30
Wahbah Az-Zuhaili, cet. X, Fiqih Islam Wa Adillatuhu,..., hlm. 45
12
ن
َ َت عَهْ أَوَظٍ سضّي اهلل عىه ( أ ٍ ِه ثَا ت ِ َ ع،ٍ هُىَتْهُ صَيذ،ٌحمَاد َ حَذَثَىَا:ٍحشْب
َ ه ُ ْن تُ عيَ ْيمَا
ُ حَذَثَىَا
, مَا هَزَا ؟: ه َ قَا, ه عَ ْىفٍ أَ َث َش صُ ْفشَ ٍج ِ ْه ت
ِ َحم
ْ َعيًَ عَثْذِ اَىش َ ّي صيً اهلل عييه وعيم َسأَي َ ِاَىىَث
ل
َ فَثَا َسكَ اَىيَهُ َى: ه
َ فَقَا.ٍه رَهَة ْ ِن وَىَا ٍج م
ِ ْعيًَ َوصَ يَا َسعُىهَ اَىيَ ِه ! إِوِّي َتضَوَجْتُ ِا ْم َشأَ ًج: ه َ قَا
) أَ ْوىِ ْم َوىَ ْى ِتشَا ٍج,
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Nasru bin „ali Jahdomi dan
Kholil bin „amrin. Ia berkata: Telah menceritakan „isa bin Yunus,
dari Kholid bin Ilyas, dari Rabi‟ah bin Abi Abdirrahman. Dari
Qasim, dari „aisyah. Dari Rasulullah SAW bersabda: “
umumkanlah pernikahan dan pukullah rebana”. (H.R. Ibnu
Majah)37
34
Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim al-Bukhari, Shohih Bukhori,...,
Nomor 5155, hlm. 385.
35
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam,..., hlm. 156
36
Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwairiji, Ensiklopedia Islam,..., hlm.1010.
37
Abdullah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Hadis Nomor 1895, hlm. 595.
38
Ananda Santoso & S. Priyanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet. I, (Surabaya:
Kartika, 1995) hlm. 367.
14
39
Ananda Santoso & S. Priyanto, Kamus Lengkap Bahasa,..., hlm. 10.
40
A.Dzazuli, Kaidah-Kaidah Fikih,..., hlm. 78.
41
Abdul Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Cet. II, (Jakarta: Amzah, 2011) hlm. 209.
42
Abdul Rahman Dahlan, Ushul Fiqh,..., hlm. 210-211.
43
Q.S Al-A’raf [7] : 199.
15
ششْعِّي
َ ت تِذَ ىِيْو
ٌ ِف ثَا ت
ِ ت تِا ْى ُع ْش
ُ ْاىّثَا ت
Artinya: “yang berlaku berdasarkan „urf, (seperti) berlaku berdasarkan dalil
syara‟
ِت تِا ىىَص
ِ ِت تِا ْى ُع ْشفِ ما اىّثَا ت
ُ ْاىّثَا ت
Artinya: “yang berlaku berdasarkan „urf seperti berlaku berdasarkan
nash”.44
G. Metodologi Penelitian
Penelitian adalah suatu cara dari sekian cara yang pernah ditempuh dalam
mencari kebenaran, cara mendapatkan kebenaran itu ditempuh dengan
metode ilmiah.45 Metode penelitian merupakan cara yang dilakukan peneliti
untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan.
Dalam penelitian, metode penelitian berguna untuk mendapatkan informasi
yang objektif dan valid dari data-data yang telah diolah. Adapun dalam
penalitian ini digunakan beberapa teknik atau metode penelitian yang
meliputi:
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan, dengan penelitian
kualitatif. suatu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada waktu konteks
44
Abdul Rahman Dahlan, Ushul Fiqh,..., hlm. 212-213
45
M.Subana, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2001) hlm.
10.
16
46
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Cet. XXXII,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006) hlm. 6.
47
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hlm.
91.
17
b) Data Sekunder
Adapun data sekunder adalah data-data yang dikumpulkan, diolah,
disajikan oleh pihak lain mencakup dokumen-dokumen resmi
maupun buku-buku. Dalam hal ini data yang diperoleh langsung
melalui sumber buku-buku yang berkaitan tentang pernikahan dalam
islam maupun dalam adat dan buku-buku tentang teori-teori ushul
fiqh dan kaidah fiqhiyah.
e. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data atau informasi yang diperlukan dalam
penelitian ini, ada beberapa cara yang peneliti lakukan, antara lain:
a) Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka
(face to face) antara pewawancara dan yang diwawancarai tentang
masalah yang diteliti, di mana pewawancara bermaksud memperoleh
persepsi, sikap, dan pola pikir yang dari yang diwawancari yang
relevan dengan masalah yang di teliti.48 Adapun pihak-pihak yang
diwawancarai adalah tokoh adat setempat, yaitu Drh. H.R. Bambang
Irianto dan Elang Iyan Arifudin, serta keluarga keraton Kacirebonan,
yaitu R. Agus Zurkarnaen dan Elang Blue gun.
b) Dokumentasi
Dokumentasi adalah bahan tertulis mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, agenda, arsip-arsip, dan sebagainya. Sumber- sumber
tertulis yang dipakai dalam penelitian ini adalah buku-buku, majalah,
internet, foto, dokumentasi, serta catatan dan dokumen yang
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.49
f. Teknik Analisis Data
48
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Cet. III, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2015) hlm. 162.
49
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif,..., hlm.178.
18
50
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum,..., hlm. 158.
19
syarat dan rukun akad nikah, hukum melakukan akad nikah, serta tujuan
akad nikah. Walīmah al-„ursi meliputi pengertian walīmah al-„ursi,
walīmah al-„ursi pada masa Nabi SAW, hukum pelaksanaan walīmah al-
ursi.
Bab ketiga, tentang prosesi pernikahan adat Keraton Kacirebonan
meliputi sejarah berdirinya Keraton Kacirebonan, tradisi perkawinan
dalam bingkai kebudayaan Cirebon dan pelaksanaan prosesi sebelum
upacara perkawinan, menjelang upacara perkawinan, saat upacara
perkawinan, sesudah upacara perkawinan, serta makna yang terkandung
pada setiap rangkaian prosesi pernikahan adat Keraton Kacirebonan.
Bab keempat, kajian Islam terhadap tradisi upacara pernikahan adat
Keraton Kacirebonan terdiri dari kajian makna simbolik tradisi upacara
pernikahan adat keraton Kacirebonan, meliputi kajian terhadap prosesi
sebelum upacara pernikahan, kajian terhadap prosesi menjelang upacara
pernikahan, kajian terhadap prosesi saat upacara pernikahan, kajian
terhadap prosesi sesudah upacara pernikahan. Kajian hukum Islam
tentang tradisi upacara pernikahan adat keraton Kacirebonan.
Bab kelima, penutup yang didalamnya berisikan kesimpulan dan
saran.