PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah ajaran yang paling sempurna, sehingga segala tindakan manusia
diatur dalam sebuah hukum yang berupa al-Qur-a>n dan al-Hadist. Kedua landasan
hukum ini mengatur segala hal secara komprehensif, baik berkaitan dengan ibadah
mahdlah maupun ghairu mahdlah, baik hukum yang sudah jelas nashnya maupun yang
belum jelas nashnya.
Setiap ada pernikahan selalu dibarengi dengan resepsi pernikahan atau walimah
al-urs. Acara semacam ini dianggap lumrah dan telah membudaya bagi setiap lapisan
masyarakat mana pun, hanya saja cara dan sistemnya yang berbeda karena setiap adat
dan budaya memiliki cara nya masing-masing. Dalam pandangan agama Islam hal itu
tidak jadi masalah, asalkan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan aqidah
Islam.
Pernikahan merupakan peristiwa yang sangat penting dan sakral dalam kehidupan
seseorang, karena pernikahan adalah jenjang memasuki dunia baru, dunia yang penuh
liku-liku kehidupan yang sangat rumit.1 Hal ini seperti firman Allah swt., dalam al-Qur-
a>n surah ar-rum ayat 21 :
3
Sa’id Thalib al-Hamdani, Risalah Nikah ( Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 66
4
Al-Mawardi, Al-Hawi al-Kabir, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, Juz IX, t, th), h. 556.
5
Abu muhammad ali bin ahmad bin sai’id bin hamz, AL-MUHALLA (Jakarta: Pustaka Azzam, 2016),h.
136
BAB II
PEMBAHSAN
A. Definisi Walimah Al-Urs
Agama Islam Menganjurkan agar setelah melangsugkan akad nikah
kedua mempelai menagadakan upacara, yang ditujukan sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Allah dan ekpresi kebahagiaan kedua mempelai atas nikmat
perkawinan yang mereka alami. Upacara tersebut dalam Islam dikonsepsikan
sebagai walimah al-urs
Pembahasan ini, akan menjelaskan makna walimah al-urs yang selama ini sudah
banyak dipahami banyak kalangan masyarakat, dan bahkan sudah menjadi budaya
tersendiri dari masing-masing daerah atau wilayah.
Walimah ( )الوليمهartinya al-jam’u kumpul, sebab antara suami istri berkumpul,
bahkan sanak saudara, karabat, dan para tetangga.6
Walimah ( )الوليمهberasal berasal dari kata arab ) ()الولمartinya makanan pengantin,
maksudnya adalah makanan yang disediaakan khusus dalam acara perkawinan. Bisa
juga diartikan sebagai makanan tamu undangan lainya.7
Kata walimah ()وليمهdi ambil dari kata ( )ولمyang bearti perkumpulan, karena
pasangan suami istri pada saat itu berkumpul, sebagaimana dikatakan oleh az-zuhri dan
yang lainya.Bentuk kata kerjanya adalah awlama yang bermakna setiap makan yang
dihidangkan untuk merasakan kegembiraan. Dan walimah al-urs adalah walimah untuk
pernikahan yang menghalalkan hubungan suami-istri dan perpindahan status
kepemilikan.8
walimah al-urs adalah istilah yang terdapat dalam literatur arab yang secara arti
kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk
perhelatan di luar perkawinan. Sebagian ulama menggunakan kata walimah itu untuk
6
H. M. A Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), cet. ke-2, h.
131.
7
H. M. A Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Lengkap..., h.133
8
Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subul As-Salam Syarah Bulugul Maram, Alih
Bahasa Oleh Muhammad Isnan, (Jakarata; Darus Sunnah Press, 2011), cet. ke-5, h.724
setiap jamuan makan untuk setiap kesempatan mendapatkan kesenangan, hanya
penggunaannya untuk kesempatan perkawinan lebih banyak.9
Pengertian resepsi pernikahan dalam bahasa Indonesia tidak jauh
berbeda dari pengertian walimah al-urs itu sendiri, pengertian resepsi dalam
kamus besar bahasa Indonesia adalah pertemuan perjamuan resmi yang di
adakan untuk menerima tamu pada pesta perkawinan.10
Dari berbagai defenisi di atas dapat dipahami bahwa walimah al-urs merupakan
perayaan pengantin sesbagain ungkapan rasa syukur atas pernikahannya, dengan
mengajak sanak saudara beserta masyarakat untuk ikut berbahagia dan menyaksikan
peresmian pernikahan tersebut dan mendoakan kedua mempelai sehingga mereka dapat
menjalin keluarga yang di binanya yang pada akhirnya terbentuklah keluarga yang
sakinah mawaddah dan warohmah
B. Dasar Hukum Walimah Al-Urs
Pelaksanaan walimah memiliki kedudukan tersendiri dalam munakahat.
Rasulullah saw., sendiri melaksanakan walimah untuk dirinya dan memerintahkan
kepada para sahabat untuk mengadakan walimah walaupun hanya dengan makan kurma
dan roti serta seekor kambing,sebagaimana sabda Rasulullah saw :
Artinya:
”Dari Anas bin Malik, bahwasanya nabi saw melihat bekas kekuning-kuningan
minyak wangi pada Abdurrahman bin Auf, maka beliaupun berkata: apa ini? atau
mah ! dia Abduuram berkata: wahai rasulullah aku telah menikahi seorang
perempuan dengan maskawin sebesar satu biji emas maka beliaupun bersabdah:
semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu, buatlah walimah walaupun
dengan seokor kambing.(HR. Ibnu Majah)11
Hadits ini adalah dalil yang menunjukan bahwa pasangan pengantin hendaknya
didoakan dengan keberkahan.
Perintah nabi untuk mengadakan walimah al-urs dalam hadist di atas tidak
mengandung arti wajib, tetapi hanya sunnah menurut jumhur ulama, karena yang
9
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prada Media Group, 2009), cet. ke-
3, h.155
10
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT,
Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet. ke-4 h. 1168
11
Muh}ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah Al-Qazwi>ni>, Sunan Ibnu Ma>jah (Bei>ru>t: Maktab
al-Ma’a>rif, 1417 ) h. 132.
demikian hanya tradisi, melanjutkan tradisi yang berlaku di kalangan arab sebelum
Islam datang.
Pelaksanaan walimah al-urs masa lalu itu diakui oleh nabi untuk dilanjutkan
dengan sedikit perubahan dengan menyesuaikan dengan tuntunan Islam12 Adapaun
hadits lain yang berbicara tentang walimah ini adalah hadist yang diriwayatkan dari
shafiyah binti syaibah berikut ini :
Artinya:
Nabi Saw melaksanakan pesta pernikahan dengan sebagian istrinya dengan dua
mud gandum (HR. al-bukhari)13
Hadist di atas menunjukan bahwa walimah itu boleh diadakan dengan makanan apa saja
sesuai denagan kemampuan. Hal itu ditunjukan oleh Nabi saw. Bahwa perbedaan
perbedaan waliamah beliau bukan membedakan atau melebihkan salah satu dari yang
lain, tetapi semata-mata disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau lapang.14
Dari beberapa hadis yang telah dikemukan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
Rasulullah saw menganjurkan kepada umatnya untuk mengadakan walimah pada
upacara pernikahan. walimah al-urs tidaklah harus sampai menyembelih seekor
kambing tetapi juga cukup hanya dengan hidangan dua mud gandum. Syari’at Islam
membenarkan pelaksanaan walimah ini yang sesuai dengan kemampuan atau
kesanggupan keluarga yang mempunyai hajat.
16
Sayyid Ahmad Al-Musayyar, Islam Bicara Soal Seks Percintaan dan rumag tangga, (Jakarta: Erlangga,
2008), cet. ke-3 h. 58
17
Saleh al-fauzan, al-Mulakkhasul Fiqh, Alih bahasa oleh, Abdul Hayyei al-Kattani,dkk (Depok: Gema
Insani, 2006),cet. ke-2 h. 679
d. Tidak berlebih-lebihan dalam mengeluarkan harta juga makanan, sehingga
terhindar dari mubazir. Menegenai batasan walimah nikah sebagaimana ulama
mengatakan bahwa batasanya tidak kurang dari seekor kambing. Akan tetapi,
lebih afdhal dan utama jika lebih dari seekor kambing.18
e. Undangan itu mereka pada semua keluaraga, tetangga , masyarakat
sekitarnya, atau karyawan-karyawan perusahaanya, yang kaya maupun
yang miskin dan tidak mengundang khusus orang kaya saja.19
f. ‘Boleh mengadakan hiburan berupa nasyid dari rebana dan tidak merusak
akidah umat islam. Di dalam kiatab nailul authar dikatakan hal ini
menunjukan bahwa dalam pernikahan dibolehkan penabuhan rebana.20
BAB III
PENUTUP
18
Saleh al-fauzan, al-Mulakkhasul Fiqh, Alih bahasa oleh, Abdul Hayyei al-Kattani,dkk
(Depok: Gema Insani, 2006),cet. ke-2 h. 42
19
Imam Taqiyuddin Abubakar Bin Muhammad Al Husaini, Kifayatul Akhyar, Alih Bahasa oleh
Syarifuddin anwar dan Misbah Musthafa, (Surabaya: Bina Iman), cet. ke-2 h. 146
20
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, Alih bahasa Oleh, Abdul Ghoffar, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,
2006), cet. ke-5, h.89
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani, Al-Hafizh Ibnu Hajar Bulugul Maram, Alih Bahasa Oleh, Abu Ikhasan
alAstari, (Jakarta: At-Tibyan, 2006.
Al-Fauzan, Saleh. al-Mulakkhasul Fiqh, Alih bahasa oleh, Abdul Hayyei al-Kattani,dkk
Depok: Gema Insani. 2006.
Al-Hamdani, Sa’id Thalib. Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani. 2002
Al Husaini, Imam Taqiyuddin Abubakar Bin Muhammad. Kifayatul Akhyar, Alih
Bahasa oleh Syarifuddin anwar dan Misbah Musthafa, Surabaya: Bina Iman. 2008
Al-Mawardi. Al-Hawi al-Kabir, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, Juz IX. t, th.
Al-Musayyar, Sayyid Ahmad. Islam Bicara Soal Seks Percintaan dan rumag tangga,
Jakarta: Erlangga. 2008.
Ash-Shan’ani, Muhammad Bin Ismail Al-Amir. Subul As-Salam Syarah Bulugul
Maram, Alih Bahasa Oleh Muhammad Isnan, Jakarata; Darus Sunnah Press, 2011.
Al-Qazwi>ni>, Muh}ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah. Sunan Ibnu Ma>jah,
Bei>ru>t: Maktab
al-Ma’a>rif. 1417 .
Ayyub, Syaikh Hasan Fiqh Keluarga, Alih bahasa Oleh, Abdul Ghoffar, Jakarta: Pustaka
Al-Kausar. 2006.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT,
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Ibnu Hamz, Abu muhammad ali bin ahmad bin sai’id. AL-MUHALLA, Jakarta: Pustaka
Azzam. 2016.
Kementrian Agama RI. al- Qur’an dan Terjemahan Bahasa Indonesia, Bandung: CV
Diponegoro. 2010.
Muh}ammad bin Isma>‘i>l bin Ibra>hi>m bin al-Mugi>rah Al-Bukha>ri, Shohih al-
Bukha>ri (AlDukn: Da>’irah al-Ma‘a>rif al-‘Us\ma>niyyah, t.th.
Nurhikmah. Walimahtul Ursy dalam Prespektif Hukum Islam, Makassar: UIN Alauidin
Makassar. 2019.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Prada Media Group.
2009.
Tihami, H. M. A. Fikih Munakahat Kajian Fikih Lengkap, Jakarta: Rajawali Press.
2010.