Anda di halaman 1dari 3

Ahmad mahfudz ustukhri 2202046056

R, M. Dahlan. (2015). Fikih Munakahat. Yogyakarta: Deepublish.

Tihami, H. M. A., & Sahrani, S. (2010). Fikih munakahat: Kajian fikih nikah lengkap. Rajawali Pers.

Muhtadin, A., Antasari, R., & Nurmala, H. A. K. (2022). PERGESERAN MAKNA ESENSI WALIMATUL
‘URS. Usroh: Jurnal Hukum Keluarga Islam, 6(1), 1-15.

Al-Asqalani, A. H. I. H. (2016). Terjemah Kitab Bulughul Maram: Hadist Fikih dan Akhlak. Shahih.

Walimatul `Ursy
Walimatul `ursy merupakan gabungan dari dua kata, yakni "walimah" dan "ursy".
Walimah merujuk pada pertemuan atau kumpul-kumpul, sering kali diidentifikasi sebagai
tha'âmu al 'ursy, yang mengacu pada makanan yang disiapkan untuk acara berkumpul
tersebut. Sementara itu, makna dari 'Ursy adalah al jifaf wa al tazwîz, yang merujuk pada
pernikahan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa walimatul 'Ursy merupakan hidangan
yang disiapkan khusus untuk perayaan pernikahan. Hal ini juga dapat diartikan sebagai
hidangan untuk para tamu undangan atau keperluan acara lainnya. Walimah merupakan
istilah dalam literatur Arab yang secara harfiah merujuk pada jamuan khusus untuk
pernikahan dan tidak digunakan untuk acara lain di luar konteks pernikahan. Oleh karena itu,
secara umum, walimatul 'Ursy diartikan sebagai perayaan yang diadakan untuk bersyukur
atas nikmat Allah yang telah direalisasikan melalui perjanjian pernikahan, dengan
menyajikan hidangan makanan.1
Hukum menghadiri walimatul 'Ursy adalah suatu kewajiban yang harus dipenuhi
(fardu'ain). Sementara itu, mengikuti undangan acara selain walimatul 'Ursy memiliki
perbedaan pendapat. Pertama, ada pandangan yang menyatakan bahwa itu merupakan
kewajiban (fardu'ain) bagi setiap orang yang diundang, dan kewajiban tersebut dapat
dihapuskan dalam keadaan tertentu. Kedua, ada pandangan yang menyatakan bahwa itu
adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Dan ketiga, ada pandangan yang menyatakan
bahwa itu merupakan tindakan yang dianjurkan (Sunnah). Adapun menghadiri undangan
acara selain walimatul 'Ursy, terdapat perbedaan pendapat. Pendapat pertama menyatakan
bahwa hukumnya setara dengan walimatul 'Ursy, sementara pendapat kedua menyatakan
bahwa hukumnya adalah tindakan yang dianjurkan (Sunnah). Perbedaan ini muncul
berdasarkan pada petunjuk Nabi saw terkait undangan walimah al 'Ursy2.

‫َح َّد َثَنا َع ْبُد ِهَّللا ْبُن ُيوُسَف َأْخ َبَر َنا َم اِلٌك َع ْن اْبِن ِش َهاٍب َع ْن اَأْلْع َر ِج َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهَّللا‬
‫َع ْنُه َأَّنُه َك اَن َيُقوُل َش ُّر الَّطَع اِم َطَع اُم اْلَو ِليَم ِة ُيْد َعى َلَها اَأْلْغ ِنَياُء َو ُيْتَر ُك اْلُفَقَر اُء َو َم ْن َتَر َك‬
‫الَّدْع َو َة َفَقْد َع َص ى َهَّللا َو َر ُسوَلُه َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, Malik memberitakan kepada
kami, dari Ibnu Syihab, dari A’raj, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Bahwa
sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah
(pesta) di mana yang diundang hanyalah orang-orang kaya sedangkan orang-orang fakir

1
R, M. Dahlan. (2015). Fikih Munakahat. Yogyakarta: Deepublish.
2
R, M. Dahlan. (2015).
tidak diundang, siapa yang tidak memenuhi undangan walimahan, maka ia durhaka kepada
Allah dan Rasulnya”. (H.R. Bukhari).
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Barri Fi Syarhi Shahih Al-Bukhari menjelaskan
bahwa makanan dalam acara walimah akan dianggap sebagai hidangan yang buruk atau
tercela ketika walimah tersebut hanya difokuskan pada orang-orang kaya. Ini sejalan dengan
pandangan Ibnu Mas'ud yang menyatakan bahwa jika suatu walimah hanya diundang untuk
orang-orang kaya dan tidak memasukkan orang miskin, maka kita dianjurkan untuk tidak
menghadirinya. Namun, jika undangan tersebut disebarkan secara luas, mencakup baik orang
kaya maupun fakir, maka hidangan walimah tidak akan dianggap sebagai makanan yang
tercela.3

Dengan demikian, kalimat "‫ "فقد عصى هللا ورسوله‬mengindikasikan kewajiban untuk
menghadiri setiap undangan. Orang yang tidak menghadirinya dianggap telah melakukan
pelanggaran terhadap perintah Allah dan Rasul, karena meninggalkan kewajiban yang
diperintahkan oleh Rasul. Penting untuk diingat bahwa meninggalkan atau tidak
melaksanakan perintah Rasul merupakan suatu tindakan yang dianggap sebagai maksiat.
Adapun walimah sendiri merupakan praktik yang dianjurkan (sunnah). Ini sejalan dengan
riwayat dari Anas bin Malik, di mana Nabi saw pernah menasihati Abdurrahman bin 'Auf
dengan kata-kata:
)‫اولم ولو بشاة (متفق عليه‬
"Adakanlah walimah, bahkan jika hanya dengan satu ekor kambing."

Dalam hadis lain dijelaskan:

‫ «ما أولم النبي صلى هللا عليه وسلم على شيء من نسائه ما أولم على زينب؛‬:‫عن‌أنس قال‬
‫أولم بشاة‬.»

Dari Anas, ia berkata "Rasulullah saw belum pernah mengadakan walimah untuk istri-
istrinya, seperti beliau mengadakan walimah untuk Zainab, Beliau mengadakan walimah
untuknya dengan seekor kambing" (HR Bukhari dan Muslim).
Sebagian besar ulama sepakat bahwa walimah adalah suatu tindakan yang dianjurkan
(sunnah) dan bukan suatu kewajiban (wajib). Namun, ketika ditanya tentang walimatul 'Ursy,
Ibnu Taimiyah memberikan jawaban, "Segala puji bagi Allah. Dalam hal walimatul 'Ursy,
hukumnya adalah sunah, dan ini diperintahkan menurut kesepakatan ulama. Bahkan beberapa
di antara mereka menganggapnya sebagai kewajiban, karena hal ini berkaitan dengan
pengumuman pernikahan dan perayaannya, serta menjadi pemisah antara pernikahan yang
sah dan perbuatan zina. Hal ini berarti bahwa walimah dapat diselenggarakan dalam beragam
tradisi yang berbeda, asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Yang terpenting dalam
mengadakan walimah adalah menyesuaikannya dengan kemampuan finansial masing-masing

3
R, M. Dahlan. (2015).
individu tanpa adanya pemborosan, serta tanpa ada tujuan lain yang dilarang dalam agama
Islam.4
Dalam Islam, walimah lebih berfokus pada kesederhanaan, kemudian kebahagiaan,
dan suasana yang ramah, sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas finansial masing-masing
individu. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa kaum Muslim yang taat selalu mengikuti
petunjuk dalam Al-Qur'an, seperti yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah Ayat 286:
‫اَل ُيَك ِّلُف ُهّٰللا َنْفًسا ِااَّل ُو ْس َعَها‬
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Prinsip kesederhanaan yang diajarkan oleh agama Islam dalam beribadah adalah salah
satu ciri khas yang membedakannya, dimana Islam tidak pernah memberikan beban atau
kesulitan yang berlebihan kepada umatnya dalam menjalankan ibadah. Apabila kita
mengamati praktik walimatul `ursy dalam komunitas Muslim di berbagai tempat, kita akan
menemukan bahwa walimatul ‘ursy tersebut biasanya diadakan sesuai dengan tradisi dan
kebiasaan masyarakat setempat.5
Rasulullah saw memerintahkan agar informasi tentang pernikahan diumumkan secara
terbuka dan tidak disimpan rahasia dari setidaknya masyarakat di sekitarnya. Suatu hadist
menjelaskan bahwa pernikahan seharusnya diumumkan kepada khalayak ramai.

،‫ واجعلوه في المساجد‬،‫ «أعلنوا هذا النكاح‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن عائشة قالت‬
‫» وعيسى بن ميمون األنصاري‬،‫ «هذا حديث غريب حسن في هذا الباب‬:»‫واضربوا عليه بالدفوف‬
‫ عن ابن أبي نجيح التفسير هو ثقة‬،‫ وعيسى بن ميمون الذي يروي‬،‫يضعف في الحديث‬
“Umumkanlah pernikahan ini! Rayakanlah di dalam masjid. Dan pukullah alat musik
rebana untuk memeriahkan (acara)nya”. (HR. At-Tirmidzi)6
Berdasarkan hadis di atas, disarankan agar pelaksanaan pernikahan dilakukan di
dalam masjid, karena biasanya dihadiri oleh jama'ah yang sedang menjalankan ibadah. Juga,
disarankan untuk menggunakan alat musik, seperti gendang, saat pelaksanaan akad nikah,
untuk menarik perhatian orang dan mengumumkan bahwa pernikahan telah dilaksanakan.
Dengan demikian, tujuan dari walimatul 'ursy adalah memperkenalkan kepada masyarakat
bahwa pasangan tersebut telah sah menikah, sehingga mereka dapat memulai kehidupan
berumah tangga sesuai dengan ajaran agama Islam dan terhindar dari perilaku yang tidak
diinginkan. Penting untuk menyingkirkan pemahaman bahwa walimatul 'ursy hanya
merupakan tren atau kebiasaan yang harus diikuti. Sebaliknya, perlu dikembalikan kepada
praktik sunnah Rasulullah SAW. Dalam Islam, walimah memiliki dasar hukum dan aturan
yang jelas yang harus diikuti. Hal ini menjadi upaya untuk mengikuti ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah SAW.

4
Tihami, H. M. A., & Sahrani, S. (2010). Fikih munakahat: Kajian fikih nikah lengkap. Rajawali Pers.
5
Muhtadin, A., Antasari, R., & Nurmala, H. A. K. (2022). PERGESERAN MAKNA ESENSI WALIMATUL
‘URS. Usroh: Jurnal Hukum Keluarga Islam, 6(1), 1-15.
6
Al-Asqalani, A. H. I. H. (2016). Terjemah Kitab Bulughul Maram: Hadist Fikih dan Akhlak. Shahih.

Anda mungkin juga menyukai