Puji dan syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah HUKUM PERKAWINAN ISLAM 1.
Shalawat serta salam kita panjatkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW., yang
telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan Sunnah sehingga membawa
kita dari alam kegelapan kepada alam yang penuh ilmu.
Seraya mengucapkan syukur Alhamdulillah, makalah yang berjudul
“KHITBAH/PEMINANGAN” ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Membahas tentang khitbah, ketika seseorang ingin melangsungkan pernikahan,
maka sebelumnya akan dilaksanakannya khitbah/peminangan. Namun, permasalahan
khitbah sering dianggap sepele oleh masyarakat tanpa mengacu kepada hukum-hukum
Islam yang ada.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini, kami selaku kelompok 2 akan membahas
mengenai pengertian khitbah, hukum khitbah, lafal khitbah, batasan aurat dalam
khitbah, wanita yang halal dan haram di khitbah, keabsahan mengkhitbah wanita yang
telah dikhitbah orang lain dan bagaimana hubungan antara khitbah dan tunangan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam
penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
1
PEMBAHASAN
1
KHI (Kompilasi Hukum Islam), Bandung: Citra Umbara, cetakan VI April 2015. Hlm. 326.
2
S.A.H (Sudahi atau Halakan); @NikahAsik, Jakarta: Wahyu Qolbu, 2016. Hlm. 42
3
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, cetakan ke 49, 2010. Hlm. 380
2
Peminangan dalam ilmu fiqh disebut Khitbah, artinya permintaan.
Menurut istilah artinya pernyataan atau permintaan dari seorang laki-laki
kepada seorang perempuan untuk mengawininya, baik dilakukan oleh laki-laki
itu secara langsung atau dengan perantara pihak yang dipercayainya sesuai
dengan keetentuan-ketentuan agama4. Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam)
Pasal 11 “Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak
mencari pasangan jodoh, tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat
dipercaya.”5
عن جابر قال قال رسول هللا صلي هللا عليه وسلم اذا خطب احدكم المراة فان استطاع ان ينظر الي ما
( يدعوه الي نكاحها فليفعل ) رواه ابوا داود
“Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang dari kalian
meminang seorang wanita, maka bila dia mampu (mendapat kesempatan untuk
) melihat apa yang menarik hatinya untuk dapat mengawininya, dia harus mel
akukan itu.”
4
Djaman Nur, Fiqih Munakahat, Semarang: Dina Utama, 1993. Hlm. 13
5
KHI (Kompilasi Hukum Islam), Bandung: Citra Umbara, cetakan VI April 2015. Hlm. 326.
3
beliau menunduk. Setelah wanita itu mengetahui bahwa Rasulullah tidak
berkenan dengannya, ia pun tunduk.
Maka seorang pria dari kalangan sahabat Nabi berdiri, “Wahai Rasulullah,
kalau engkau tidak berkenan dengannya , tolong nikahkanlah aku
kepadanya.”Beliau bersabda : apa-apaan engkau memiliki sesuatu?” “Demi
Allah, tidak, wahai Rasulullah!” Rasulullah SAW pun bersabda kepadanya, “
Carilah, meskipun itu hanya sebuah cincin dari besi.”
Pria itu lalu pergi. Tidak lama ia kembali lagi dan berkata, “ Wahai
Rasulullah, demi Allah, aku tidak menemukan apa-apa, meskipun itu hanya
sebuah cincin dari besi.” “apa yang kamu bisa didalam Al-Quran?” tanya
beliau. “aku mampu membaca surat ini dan surat ini, “jawab pria itu. “
apakah kamu membacanya diluar kepala?”tanya beliau lagi. “Ya,”jawab pria
itu singkat. Akhirnya beliau bersabda,”pergilah, aku telah menikahkan kamu
kepadanya dengan mahar hafalan Al-Quran yang kamu kuasai6.
Pendapat yang dapat dijadikan dalil dari hadits diatas adalah, bahwa
Nabi SAW. menikahkan pria itu kepada seorang wanita tanpa melalui
pinangan (Khitbah). Dengan demikian, pendapat yang mengatakan bahwa
pinangan adalah mubah dapat dibenarkan.
6 Hadits Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5149), HR. Muslim, (no. 1425).
7
Hadits Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5081).
8
Hadits Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5122)
4
Dalam kitab Raudhah At-Thalibin dikatakan bahwa tidak ada seorang
pun ulama yang menghukumi pinangan sebagai suatu kewajiban. Memang
Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa pinangan adalah sunnah, tetapi Imam
An-Nawawi menegaskan, “Pendapat dalam madzhab Asy-Syafi’i
menghukuminya sebagai suatu kebolehan9.
B. LAFAL KHITBAH
Dalam melakukan khitbah tidak terdapat keterangan tertentu tentang
bagaimana lafal khitbah, malah penetapan lafal tertentu bisa tergolong bid’ah.
Namun ada beberapa macam cara peminangan, diantaranya:
Secara langsung, yaitu menggunakan ucapan yang jelas dan terus
terang seperti ucapan,”saya berkeinginan untuk menikahimu”.
Secara tidak langsung (ta’rif), yaitu dengan ucapan yang tidak jelas dan
tidak terus terang atau dengan istilah Kinayah. Denngan perngertian lain,
ucapan itu dapat dipahami dengan maksud lain, seperti ucapan. “tidak ada
orang yang tidak sepertimu”
Firman Allah SWT.,
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran.... (Q.S. Al- Baqarah : 235)11
Adapun sindiran selain ini yang dipahami oleh wanita bahwa laki-laki
tersebut berkeinginan menikah dengannya, maka semua diperbolehkan asal
sesuai syari’at.
Adapun peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW, adalah yang
dilakukan oleh sahabat beliau, Abdurrahman bin ‘Auf yang mengkhitbah
Ummu Hakim Qarizh.
5
“Abdurrahman bin ‘Auf berkata kepada Ummu Hakim Binti Qarizh:
”Maukah kamu menyerahkan urusanmu kepadaku?” Ia menjawab “Baiklah!”,
maka Ia (Abdurrahman bin ‘Auf berkata: “Kalau begitu, baiklah kamu saya
nikahi.” (HR. Bukhari)
ار ِه ْم
ِ صَ قُل ِل ْل ُمؤْ ِمنِينَ يَغُضُّوا ِم ْن أَ ْب
Disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang dan boleh melihat apa-
apa yang mendorong si muslim untuk menikahi wanita itu. Rasulullah SAW
Bersabda:
َاح َها فَ ْليَ ْفعَ ْل ُ ع أ َ ْن يَ ْن
ِ ظ َر ِم ْن َها َما يَدْعُوهُ إِلَى نِك َ َ ب أَ َحد ُ ُك ُم ْال َم ْرأَة َ فَإ ِ ْن اِ ْست
َ طا َ إِذَا َخ
َ ط
12
AL-Qur’an al-Karim
13
Ibnu Hajar al-Asqolani, Bulugul Maram, Haramain: Singapura. Hlm. 209-210.
6
“Jika seseorang di antara kalian meminang seorang wanita apabila dia bisa
melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka
lakukanlah!”14
Al-Mughirah bin Syu’bah r.a pernah meminang seorang wanita, maka
Nabi berkata kepadanya:
َْ َ أ ُ ْنظُ َْر فَإِنَّ َه ُ أَحْ َرى أ،إِلَ ْي َها
ن يُؤْ َد ََم بَ ْينَ ُك َما
“lihatlah wanita tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan cinta
kasih antar kalian berdua.”15
Tentang batasan aurat wanita yang dikhitbah, terjadi ikhtilaf (perbedaan
pendapat) di kalangan ulama. Ada yang berpendapat boleh melihat selain
muka dan kedua telapak tangan yaitu melihat rambut, betis, dan selainnya.
Namun yang disepakati ialah muka dan kedua tangannya. Rasulullah Saw
bersabda:
“Apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang perempuan, maka
tidak berhalangan atasnya untuk melihat perempuan itu, asal saja melihatnya
semata-mata untuk mencari perjodohan, baik diketahui oleh perempuan itu
ataupun tidak.”
(H.R Ahmad)
14
Hadits shahih: HR. Ahmad (III/334,360), Abu Dawud (no. 2082), dan al-Hakim (II/165) dari Jabir
bin Abdillah.
15
Hadits shahih: HR. At-Timidzi (no. 1087), an-Nasa’i (VI/69-70), al-Darimi (II/134), dan yang
lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1511).
16
KHI (Kompilasi Hukum Islam), Bandung: Citra Umbara, cetakan VI April 2015. Hlm. 326.
7
2. Wanita yang haram dikhitbah
Khitbah yang diharamkan adalah khitbah yang diajukan kepada wanita
yang tidak boleh dikhitbah, diantaranya:
a. yang masih mahramnya sendiri,
b. khitbah kepada wanita yang masih bersuami,
c. khitbah kepada wanita yang sudah tidak bersuami namun masih dalam
masa iddah. KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 12 ayat (2) “Wanita
yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah raj”iah, haram
dan dilarang untuk dipinang.”17
d. khitbah kepada wanita yang sedang dikhitbah orang lain,
Ibnu Umar r.a menuturkan:
Nabi SAW melarang seseorang membeli barang yang sedang ditawar
(untuk dibeli) saudaranya, dan melarang seseorang meminang wanita
yang telah dipinang sampai orang yang meminang itu
meninggalkannya atau mengizinkannya.”18
KHI (kompilasi Hukum Islam) Pasal 12 ayat (3) “Dilarang juga
meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain, selama
pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan dan
pihak wanita.”19
e. dan khitbah yang dilakukan pada saat menjalankan ihram.
َطبُ َوالَ يُ ْن َك ُح َوالَ ْال ُمحْ ِر ُم يَ ْن ِك ُح ال
ُ يَ ْخ
Dari Utsman bin Al-Affan r.a yang diriwayatkan secara marfu’,
“Janganlah orang yang sedang berihram menikahkan orang atau
menikah untuk dirinya sendiri, dan jangan pula melakukan khitbah”.
(HR. Muslim)
17
Ibid. Hlm 326.
18
Hadits shahih: HR. AL-Bukhari (no.5141) dan Muslim (no. 1412) dari Ibnu Umar. Lafazh ini milik
al-Bukhari.
19
KHI (Kompilasi Hukum Islam), Bandung: Citra Umbara, cetakan VI April 2015. Hlm. 326.
8
si wanita menerima lamarannya, maka lelaki lain tidak boleh melamarnya,
kecuali apabila lamaran yang pertama dibatalkan oleh salahsatu pihak. Kecuali
apabila seorang lelaki melamar seorang wanita, namun si wanita belum
menerima lamaran itu (masih memikirkan), maka lelaki lain boleh maju
melamarnya.
Ibnu Umar r.a menuturkan:
ْ ِعلَى خ
َحتَّى، طبَ َِة أَخِ ْي َِه َُ الر ُج
َ ل َّ بََ ُلَ يَ ْخط
َ بَ ْعضَ َو، علَى بَي َِْع
َ ض ُك َْم ََب
ُ ن يَبِ ْي ََع ْع َْ َ سلَّ ََم أ
َ علَ ْي َِه َو َ صلَّى
َ ُللا َ
َيَتْ ُركََ ْالخَاطِ بَُ قَ ْبلَ َه ُ أَيَ َْو أْذَنََ لَ َه ُ ْالخَاطِ بَُ نَ َهى النَّبِي
“Nabi SAW melarang seseorang membeli barang yang sedang ditawar (untuk
dibeli) saudaranya, dan melarang seseorang meminang wanita yang telah
dipinang sampai orang yang meminang itu meninggalkannya atau
mengizinkannya.”20
“Mukmin itu saudara bagi mukmin lainnya. Oleh karena itu tidak halal
bagi seorang mukmin membeli atas pembelian saudaranya dan tidk pula
meminang atas pinangan saudaranya hingga dia meninggalkannya.”21
20
Hadits shahih: HR. AL-Bukhari (no.5141) dan Muslim (no. 1412) dari Ibnu Umar. Lafazh ini milik
al-Bukhari.
21
Hadits shahih: HR. AL-Bukhari (no.5142).
9
Rasulullah SAW., bersabda: “Siapa yang meneyrupai suatu kaum, maka
dia termasuk bagian dari merka.” (H.R Abu Dawud)
2. Meyakini bahwa dengan bertukar cincin bisa menumbuhkan cinta dan
keharmonisan hubunganm maka hal itu bisa dikategorikan keyakinan
jahiliyah.
3. Cincin untuk pihak laki-laki tidak terbuat dari emas, karena laki laki
diharamkan memakai emas.
“Dua perkara ini (emas dan sutra) haram bagi laki-laki umatku.”
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
4. Pihak laki-laki sengaja memakaikan cincin kepada si wanita yang belum
halal.
Aisyah berkata: “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh
tangan perempuan (asing), sama sekali.” (HR. Bukhari dan Muslim)22
Diusahakan jarak antara khitbah dan akad pernikahan tidak terlalu lama
22
S.A.H (Sudahi atau Halakan); @NikahAsik, Jakarta: Wahyu Qolbu, 2016. Hlm. 43
23
Ibid. Hlm. 49
10
KHITBAH
11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al Karim
Ahmad bin Abdul Aziz. Zawaj Mubarak (Risalah Nikah). (Jakarta: Darul Haq, 2013).
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, cetakan ke 49, 2010.
KHI (Kompilasi Hukum Islam), Bandung: Citra Umbara, cetakan VI April 2015
Muhamad Fauzi, Abu Buraidah. Meminang Dalam Islam. (Jakarta Timur: Pustaka
Alkautsar, 2009)
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid II. (Beirut: Darul Fikri, 2005).
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Panduan Keluarga Sakinah, Jakarta: Pustaka Imam Asy-
Syafi’i, 2011.
12