Anda di halaman 1dari 3

Pernikahan & Walimah (Resepsi Pernikahan) Dalam

Islam
Oleh. M. Najmuddin Huda

A. Definisi Nikah
Kata nikah secara bahasa bermakna kumpul atau berkumpul. Sedangkan arti
nikah secara istilah menurut para fuqoha’ adalah “aqad yang mengandung ketentuan
ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau tazwij atau
yang semakna dengan keduanya” (Al-Ghamrawi, tt: 319). Sedangkan M. Abu Israh
memberikan definisi nikah yang hampir mirip dengan Al-Ghamrawi, yaitu “aqad
yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-
istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan meberi batas hak
hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masingnya”(Depag,
1983: 49).
Pernikahan atau perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun
1974 adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum
Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Para ulama telah menetapkan tentang 5 rukun nikah yang apabila telah
terpenuhi semuanya maka sebuah pernikahan sudah dianggap sah oleh agama. Rukun
tersebut adalah
a. Dua orang yang saling melakukan akad pernikahan, yaitu mempelai laki-laki
dan perempuan.
b. Adanya wali.
c. Adanya 2 orang saksi.
d. Dilakukan dengan sighat tertentu (Depag, 1983: 49).

B. Dalil Nikah
Diantara dalil nikah adalah
a. Surat an-Nisa’ ayat 1
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan isterinya; dan dari
pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."

b. Surat an-Nahl ayat 72


"Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil
dan mengingkari nikmat Allah ?"

c. Surat Ar-Rum ayat 21


"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir."

d. Hadis Riwayat Bukhori Muslim


‫يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج‬
Hai para pemuda, barangsiapa telang sanggup diantaranya untuk nikah, maka
menikahlah, karena sesungguhnya nikah itu dapat mengurangi pandangan yang
(yang liar) dan dapat lebih mejnaga kehormatan.

C. Walimah Dalam Islam


Walimah atau resepsi pernikahan secara bahasa artinya adalah berkumpul.
Sedangkan secara istilah Sayyid Sabiq (2002:184) memberikan definisi “makanan
pesta pengantin atau setiap makanan untuk undangan dan lain sebagainya”. Adapun
dalil walimah seperti yang diriwayatkan dari Bukhori Muslim
‫أومل ولو بشاة‬
“Lakukanlah walimah sekalipun dengan seekor kambing”
Sedangkan hukum dari sebuah walimah menurut jumhurul ulama sunnah
muakkadah. Ini berdasarkan ijtihad ulama’ terhadap hadis diatas. Dan hukum
menghadirinya sendiri adalah wajib karena bertujuan untuk menggembirakan,
memerihakan dan menunjukkan perhatian. Akan tetapi jika undangan bersifat umum
dan tidak tertuju kepada orang tertentu maka hukumnya tidak wajib dan tidak sunnah.
Walimah sendiri dapat dilaksanakan ketika akad nikah atau ketika hari perkawinan.
Dalam hal waktunya syara’ lebih mengutmakan kepada adat dan kebiasaan yang
berlangsung di daerah tersebut.
Islam sendiri tidak menentukan cara dan metode bagaimana sebuah walimah itu
harus dilaksnakan. Semuanya dikembalikan kepada adat-istiadat yang berlangsung di
daerah yang bersangkutan. Islam hanya memberikan batas-batasan terhadap hal-hal
yang tidak diperbolehkan ketika melaksanakan sebuah upacara pernikahan dan
memberikan beberapa anjuran di dalamnya (Sabiq, 2002:184-186).
Termasuk kegiatan yang diperbolehkan dan disenangi oleh Islam adalah
bernyanyi-nyanyi ketika upacara pernikahan, guna menyenangkan dan membuat
pengantin perempuan giat, asal saja hiburannya sehat. Pesta perkawinan ini wajib
dijauhkan dari acara yang tidak sopan dan porno, campur gaul antara laki-laki dan
perempuan. Begitu pula perkataan yang keji dan tak pantas didengarkan.
Dalam sebuah riwayat Amir bin Sa’ad, ia berkata saya masuk ke rumah
Quradhah bin Ka’ab ketika hari perkawinan Abu Mas’ud Al-Anshari. Tiba-tiba
beberapa anak perempuan bernyanyi-nyanyi. Lalu saya bertanya: “Bukankah anda
berdua adalah sahabat Rasulullah dan Pejuang badr, mengapa ini terjadi di hadapan
anda ?”. Maka jawab mereka: “Jika anda suka, maka boleh mendengarnya bersama
kami dan jika anda tak suka maka boleh anda pergi. Karena kami diberi
kelonggaran untuk mengadakan hiburan pada acara perkawinan”. Hadis ini
diriwayatkan oleh An-Nasa’I dan Hakim (Sabiq, 2002:179).
Syariat nikah dalam Islam sebenarnya sangatlah simpel dan tidak terlalu rumit.
Apabila sebuah ritual pernikahan telah memenuhi rukun dan persyaratannya, maka
sebuah pernikahan sudah dianggap sah. Namun karena paradigma budaya yang
terlalu disakralkanjustru malah menimbulkan kerumitan-kerumitan, baik sebelum
pernikahan ataupun pada saat pernikahan. Hal ini disebabkan diantaranya karena
sesuatu yang telah menjadi budaya atau adat istiadat (LBM Al-Ma’ruf, tt:18).

Anda mungkin juga menyukai