Anda di halaman 1dari 2

UJIAN AKHIR SEMESTER SOSIOLOGI

UNIVERSITAS JAKARTA
NAMA : BUDI ARYANTO

NIM : 03210014

KELAS :2A

FAKULTAS : ILMU HUKUM

DOSEN PENGAMPU : BAPAK FAKHRUDIN, S.Fil.,M.Ud.

FENOMENA CITAYAM FASHION WEEK (CFW) DILIHAT DARI SUDUT PANDANG TEORI
SOSIOLOGI DRAMATURGI (ERVING GOFFMAN)

Istilah Citayam Fashion Week (CFW) beberapa waktu belakangan ini jadi perbincangan hampir
semua kalangan,mulai dari khalayak umum, generasi muda, hingga kalangan artis, bahkan
pejabat pemerintah dan politisi. Nama yang merujuk pada aktivitas anak-anak muda, yang
terutama melibatkan kegiatan semacam peragaan busana ala-ala model berjalan di zebra
cross salah satu ruas jalan utama jakarta.
Membawa nama Citayam sebagai kawasan asal domisili sebagian anak-anak muda yang
mengawali aktifitas ini, CFW bahkan sudah menular ke berbagai daerah di Indonesia, hingga
ada seorang selebritis mencoba mengambil kesempatan dengan mendaftarkan ke Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI) entah ada maksud apa, namun bagaimana sebenarnya soal CFW
itu , apakah ada hubungannya dengan krisis identitas pada anak muda kita, atau hanya
sekedar fenomena semata, disini saya akan sedikit membahas hal tersebut dilihat dari sudut
pandang sosiologi, teori sosiologi dramaturgi khususnya.

Teori Dramaturgi di buat oleh seorang sosiolog asal Kanada yang bernama Erving Goffman,
menurut Erving Goffman Dramaturgi adalah “sandiwara kehidupan yang disajikan oleh
manusia, dimana situasi dramatik yang seolah-olah terjadi diatas panggung sebagai ilustrasi
untuk menggambarkan individu-individu dan interaksi yang dilakukan mereka sehari-hari.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dramaturgi merupakan pandangan tentang kehidupan sosial
sebagai alur cerita pertunjukan drama dalam sebuah pentas”.
Jadi saya melihat fenomena Citayam Fashion Week ini dimana tokohnya seperti Bonge, Jeje,
Roy dan juga Kurma sedang memerankan sebuah karakter atau tokoh, dalam hal ini mereka
mencoba mengekspresikan diri mereka sebagai seorang model yang berpenampilan
fashionable , mereka yang bisa dibilang jauh dari domisili mereka yang notabene disebut
kaum pinggiran didaerah Citayam berusaha hadir ke Jakarta yang mana budaya kemapanan
atau dibilang kelas sosial elite.
Anak-anak jakarta yang rata-rata outfitnya mewah dan branded mereka jadikan patokan, ya
tentunya dengan gaya mereka yang khas dan nyentrik, tak perlu branded dan mahal yang
penting fashionable. Saya melihat dari teori dramaturgi dikawasan Dukuh atas ini oleh mereka
(Bonge, Jeje,Roy,Kurma) sebagai ‘Front Stage’ atau panggung depan dimana mereka sedang
memainkan perannya sebagai anak muda Jakarta yang nongkrong dikawasan elite, layaknya
seorang model papan atas mereka memakai pakaian yang keren dan nyentrik, berjalan
mondar-mandir dikawasan itu untuk berinteraksi dengan teman-teman mereka dan juga
masyarakat. Saat berinteraksi di kawasan inilah mereka sedang memainkan peran mereka di
Front Stage sebagai anak gaul elite dan juga model ,serta memantaskan diri mereka dengan
menggunakan pakaian selayaknya yang mereka perankan sesuai selera fashionnya. Lalu Back
Stagenya? , ketika kembali kerumahlah mereka kembali menjadi individu yang berbeda,
dimana mereka lebih santai, berlaku apa adanya beda dengan saat mereka berada di Stasiun
Dukuh atas atau SCBD . Seperti layaknya seorang aktor bila dibelakang panggung tentu
mereka berbeda dengan saat mereka di depan panggung, di ‘Back Stage’ mereka menjadi
dirinya mereka sendiri. Jadi jangan heran bila para artis atau model fenomenal dadakan
Citayam Fashion Week (CFW) ini berbeda saat di Front Stage dengan di Back Stage, karena
mereka sedang memerankan karakter masing-masing sesuai kebutuhan.
Jadi demikianlah pandangan saya dilihat dari Teori Sosiologi Dramaturgi tentang CFW ini,
setiap individu baik sadar ataupun tanpa sadar sedang memainkan perangnya masing-masing
termasuk kita ini. Teori Dramaturgi ini sangat bermanfaat bagi kita untuk bisa memposisikan
diri sesuai dengan sikon (Situasi dan Kondisi) yang ada.
Kita jadi lebih bijak serta paham bagaimana berpenampilan atau bersikap ketika bertemu
orang penting seperti pejabat, klien kerja, dosen atau teman kuliah dan juga teman
nongkrong serta keluarga. Disituasi yang formal kita harus memahami bagaimana kebijakan
serta nilai dan juga norma yang ada pada situasi tersebut.

Baik buruknya individu dilihat oleh orang itu tergantung dirinya , tergantung nilai dan norma
lingkungannya, hidup memang drama, memainkan peran dan melakukan personal branding.
Jadi pertimbangkan jika kamu ingin berpenampilan, sesuaikan dengan keadaan.
Sekian
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai