Anda di halaman 1dari 10

kitab-kuneng

Para Ulama adalah Waritsatul Anbiya, maka pahamilah agama melalui karya-karyanya

Beranda ▼

Minggu, 08 Januari 2012

Tajdid Nikah

Secara bahasa perkataan tajdid nikah


berasal dari  kata,   Jaddada – Yujaddidu –
Tajdiidan    yang
artinya      pembaharuan. Yang dimaksud pembaharuan disini
adalah
memperbaharui nikah, dengan arti sudah pernah terjadi akad nikah yang
sah menurut
syara’, kemudian dengan maksud sebagai ihtiyath (hati-hati) dan
membuat kenyamanan
hati maka dilakukan akad nikah sekali lagi atau lebih.
Tajdid nikah dalam pengertian di
atas, menurut hemat kami sah-sah saja
dilakukan dan tindakan tersebut tidak
mengakibatkan batal akad nikah sebelumnya.
Kesimpulan ini berdasarkan argumentasi
sebagai berikutt :

1.             
Tajdid nikah merupakan tindakan
sebagai langkah membuat kenyamanan hati dan
 ihtiyath (kehati-hatian) yang diperintah
dalam agama sebagaimana kandungan sabda
Nabi SAW yang berbunyi :

‫َف َم ِن
اَّتَق ى اْلُم َش َّب َه اِت‬ ‫اْلَح َالُل َب ِّي ٌن َو اْلَح َر اُم
َب ِّي ٌن َو َب ْي َن ُه َم ا ُم َش َّب َه اٌت َال َي ْع َلُم َه ا َكِث يٌر ِم َن الَّناِس‬
‫اْس َت ْب َر َأ ِلِد ِي ِنِه َو ِع ْر ِض ِه‬
Artinya : Yang halal
itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat
hal-hal
musyabbihat/samar-samar, yang tidak diketahui oleh kebanyakan
manusia. Maka barangsiapa
yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah
membersihkan agama dan
kehormatannya. (H.R. Bukhari)[1]

2.       
Hadist Salamah, beliau berkata :
‫َباَي ْع َنا الَّن ِب َّي صلى اهلل عليه وسلم
َت ْح َت الَّش َج َر ِة َف َق اَل ِل ي َي ا َس َلَم ُة َأ َال ُت َب اِي ُع ُق ْلُت َي ا َر ُس وَل
اِهلل َق ْد‬
‫َباَي ْع ُت ِف ي اَألَّو ِل َق اَل َو ِف ي الَّث اِن ي‬
       Artinya : Kami melakukan bai’at
kepada Nabi SAW di bawah pohon kayu. Ketika itu, Nabi
SAW menanyakan kepadaku :
“Ya Salamah, apakah kamu tidak melakukan
bai’at ?. Aku menjawab : “Ya
Rasulullah, aku sudah melakukan bai’at pada
waktu pertama (sebelum ini).” Nabi
SAW berkata : “Sekarang kali kedua.” (H.R.
Bukhari)[2]
       Dalam hadits ini diceritakan bahwa Salamah sudah pernah
melakukan bai’at kepada
Nabi SAW, namun beliau tetap menganjurkan Salamah
melakukan sekali lagi bersama-
sama dengan para sahabat lain dengan tujuan
menguatkan bai’at Salamah yang
pertama sebagaimana disebutkan oleh al-Muhallab.[3]
Karena itu, bai’at Salamah kali
kedua ini tentunya tidak membatalkan bai’atnya
yang pertama. Tajdid nikah dapat
diqiyaskan kepada tindakan Salamah mengulangi
bai’at ini, mengingat keduanya
sama-sama merupakan ikatan janji antara
pihak-pihak. Pendalilian seperti ini telah
dikemukakan oleh Ibnu Munir
sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalany
dalam Fathul Barri. Ibnu Munir
berkata :
       “Dipahami dari hadits ini (hadits di atas) bahwa mengulangi
lafazh akad nikah dan akad
lainnya tidaklah menjadi fasakh bagi akad pertama,
ini berbeda dengan pendapat ulama
Syafi’iyah yang berpendapat demikian
(mengakibatkan fasakh).”

Mengomentari pernyataan Ibnu


Munir yang mengatakan bahwa ulama Syafi’iyah
berpendapat mengulangi akad nikah
dan akad lainnya dapat mengakibatkan fasakh
akad pertama, Ibnu Hajar
al-Asqalany mengatakan :
“Aku mengatakan : “Yang
shahih di sisi ulama Syafi’iyah adalah mengulangi akad nikah
atau akad lainnya tidak
mengakibatkan fasakh akad pertama, sebagaimana pendapat
jumhur ulama.”[4]

Kesimpulan bahwa ulama Syafi’iyah berpendapat


mengulangi akad nikah atau akad
lainnya tidak mengakibatkan fasakh akad
pertama, sebagaimana pendapat jumhur ulama
dapat juga dipahami dari nash kitab
dari kalangan ulama Syafi’iyah, antara lain :
1.       
Zakariya al-Anshari dalam kitab beliau,
Fath al-Wahab mengatakan :
“Kalau seseorang melakukan akad nikah secara sir
(sembunyi-sembunyi) dengan mahar
seribu, kemudian diulang kembali akad itu
secara terang-terangan dengan mahar dua
ribu dengan tujuan tajammul
(memperindah), maka wajib maharnya adalah seribu.”[5]

Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Jalaluddin


al-Mahalli dalam Syarah al-
Mahalli ‘ala al-Minhaj.[6]
Di sini, kedua ulama di atas mengakui bahwa akad nikah
kedua tidak membatalkan
akad nikah pertama. Buktinya, beliau berpendapat bahwa
kewajiban mahar
dikembalikan menurut 
yang disebutkan dalam akad yang pertama. Kalau akad yang
kedua
membatalkan akad yang pertama, maka tentunya jumlah mahar tidak
dikembalikan
kepada akad yang pertama. Oleh karena itu, dipahami bahwa akad yang
kedua
hanyalah dengan tujuan memperindah saja.
2.       
Ibnu Hajar al-Haitamy mengatakan :
“Dipahami daripada bahwa akad apabila diulangi,
yang dii’tibar adalah akad yang
pertama,……… dan seterusnya s/d beliau
mengatakan, sesungguhnya semata-mata
muwafakat suami
melakukan bentuk aqad nikah yang kedua (misalnya), bukanlah
merupakan pengakuan
habisnya tanggung jawab (pengakuan thalaq) atas  nikah yang
pertama, dan juga bukan merupakan
kinayah dari pengakuan tadi dan itu dhahir … s/d
beliau mengatakan, sedangkan
apa yang dilakukan suami di sini (dalam
memperbaharui nikah) semata-mata keinginannya
untuk memperindah atau berhati-
hati.”[7]

       Radaksi di
atas dalam Bahasa Arab, lengkapnya :
‫َو َلْو َت َو اَف ُق وا ) َأ ْي الَّز ْو ُج َو اْلَو ِل ُّي َو الَّز ْو َج ُة
الَّر ِش يَد ُة َف اْلَج ْم ُع ِب اْع ِت َب اِرَها َأ ْو ِب اْع ِت َب اِر َم ْن َي ْن َض ُّم‬
‫ِل ْلَف ِر يَق ْي ِن َغ اِل ًب ا ( َع َلى َم ْه ٍر ِس ًّر ا َو َأ ْع َلُنوا ِب ِز َي اَد ٍة
َف اْلَم ْذ َه ُب ُو ُج وُب َم ا ُع ِق َد ِب ِه ) َأ َّو اًل إْن َت َكَّر َر َع ْق ٌد‬
‫َق َّل
َأ ْو َكُث َر اَّت َح َد ْت ُش ُه وُد الِّس ِّر َو اْلَع َلِن َأ ْم اَل َأِلَّن اْلَم ْه َر
إَّن َم ا َي ِج ُب ِب اْلَع ْق ِد َف َلْم ُي ْن َظ ْر ِل َغ ْي ِر ِه َو ُي ْؤ َخ ُذ‬
‫[
َأ َّن َق ْو َل الَّز ْو ِج ِلَو ِل ِّي‬8] ‫ِم ْن َأ َّن
اْلُع ُق وَد إَذ ا َت َكَّر َر ْت ُا ْع ُت ِب َر اَأْلَّو ُل َم َع َم ا َي ْأ ِت ي َأ َو اِئ َل
الَّط اَل ِق‬
‫َل‬ ‫َف‬ ‫َأ‬ ‫َف‬ ‫ٌة اَل‬
‫َز ْو َج ِت ِه َز ِّو ْج ِن ي ِك َناَي ِب ِخ ِف َز وجَه ا
ِإ َّن ُه َص ِر يٌح َّن ُم َج َّر َد ُم َو ا َق ِة الَّز ْو ِج َع ى ُص وَرِة َع ْق ٍد
َث اٍن‬
‫َم َث اًل اَل َي ُكوُن اْع ِت َر اًف ا ِب اْن ِق َض اِء اْلِع ْص َم ِة اُأْلوَلى َب ْل
َو اَل ِك َناَي َة ِف يِه َو ُه َو َظ اِه ٌر َو اَل ُي َناِف يِه َم ا َي ْأ ِت ي‬
‫[
َأ َّن ُه َلْو َق اَل َكاَن الَّث اِن ي َت ْج ِد يَد َلْف ٍظ اَل َع ْق ًد ا َلْم ُي ْق َب ْل
َأِلَّن َذ اَك ِف ي َع ْق َد ْي ِن َلْي َس‬9] ‫ُق َبْي َل
اْلَو ِل يَم ِة‬
‫ُق‬ ‫ِّل ْل‬ ‫ُل ْق‬ ‫َف‬ ‫َل‬ ‫َف‬ ‫َل‬ ‫َث‬
‫ِف ي اِن يِه َم ا َط ُب َت ْج ِد يٍد َو ا َق
َع ْي ِه الَّز ْو ُج َكاَن اَأْلْص ا ِت َض اَء ُك ا َم ْه ِر َو َح َكْم َنا
ِب ُو وِع‬
‫َط ْلَق ٍة اِل ْس ِت ْلَز اِم الَّث اِن ي َلَه ا َظ اِه ًر ا َو َم ا ُه َنا ِف ي
ُم َج َّر ِد َط َلٍب ِم ْن الَّز ْو ِج ِل َت َح ُّم ٍل َأ ْو اْح ِت َي اٍط َف َت َأ َّم ْله‬

          Ulama Syafi’iyah yang berpendapat bahwa tajdid


nikah dapat membatalkan nikah
sebelumnya, antara lain Yusuf
al-Ardabili al-Syafi’i, ulama terkemuka mazhab Syafi’i
(wafat 779 H) sebagaimana
perkataan beliau dalam kitabnya, al-Anwar li A’mal al-Anwar
sebagai berikut :
“Jika seorang suami memperbaharui
nikah kepada isterinya, maka wajib memberi
  mahar lain, karena ia mengakui perceraian dan memperbaharui nikah
termasuk
mengurangi (hitungan) talaq. Kalau dilakukan sampai tiga kali, maka
diperlukan
muhallil.”[10]

[1]
Bukhari, Shahih
Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 20, No. Hadits : 52
[2] Bukhari, Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. IX, Hal.
98, No. Hadits : 7208
[3] Ibnu Bathal, Syarah
Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. XV, Hal. 301
[4] Ibnu
Hajar al-Asqalany, Fathul Barri, Maktabah Syamilah, Juz.  XIII, Hal. 199
[5] Zakariya
al-Anshari, Fath al-Wahab, Dicetak pada hamisy Bujairumy ‘ala
Fath al-
Wahab, Dar Shadir, Beirut, Juz. III, Hal. 413
[6] Jalaluddin al-Mahalli, Syarah al-Mahalli  ‘ala al-Minhaj, dicetak pada hamisy
Qalyubi wa Umairah, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. III, Hal.
281
[7] Ibnu Hajar
al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, dicetak pada hamisy Hawasyi
Syarwani
‘ala Tuhfah al-Muhtaj,  Mathba’ah
Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. VII, Hal. 391.
[8]
Lihat Ibnu
Hajar al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, dicetak pada hamisy Hawasyi
Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, Mathba’ah Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. VIII,
Hal. 16
[9]
Lihat Ibnu
Hajar al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, dicetak pada hamisy Hawasyi
Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, Mathba’ah Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. VII,
Hal. 421
[10] Yusuf al-Ardabili al-Syafi’i, al-Anwar li A’mal al-Anwar, Dar
al-Dhiya’, Juz. II,
Hal. 441
Tgk Alizar Usman
di
19.14

Berbagi

27 komentar:

radja muda 14 Desember 2013 21.23


assalmu'alaikum Tgk

Tolong penjelasan tentang kalimat yang kita ucapkan sewaktu akad nikah?

Ada yang mengatakan apa bila kita ucapkan "ka loen teurimoeng " nikahnya tidak sah.tapi
harus dengan kata "loen teurimoeng"yang jadi masalah kalimat sudah saya terima dan saya
terima

mohon penjelasannya kalau boleh beserta referensinya

wassalam
Balas

Balasan

Tgk Alizar Usman 15 Desember 2013 00.08


menurut hemat kami kedua kalimat tersebut sah menjadi lafazh qabul. karena kata
""ka loen teurimoeng " tidak dimaknai oleh orang yg mengucapkan sebagai berita
telah terjadi penerimaan , tetapi menjadikan lafazh tersebut sebagai tanda diterima
akad tsb. dalam ushul fiqh (kitab ghayatul wushul) yg seperti ini sebut lafazh
insyaiyah, jadi tidak dii'tibar zamannya yg dipahami dari perkataan "ka". contoh-
contoh lafazh akad nikah dalam kitab2 mu'tabar juga menggunakan fi'l al-mazhi
(perkataan yg menunjukan telah terjadi/pastense)

wassalam

Balas

radja muda 20 Desember 2013 15.48


terimakasih Tgk atas penjelasannya.

Dalam acara akad nikah saksi dan wali adalah syarat wajib sahnya pernikahan.

Apakah syarat2 wali dan saksi,khususnya wali dari mempelai wanita.

Wassalam
Balas

Balasan

Tgk Alizar Usman 20 Desember 2013 17.02


syarat2 wali calon isteri :

1. islam

2. adil (tidak berdosa besar dan berkekalan dgn dosa kecil)

3. merdeka (bukan hamba sahaya)

4. mukallaf (bukan belum baligh, tidak gila)

5. laki2

(I'anah III/305-306)

syarat 2 saksi adalah :

1. merdeka

2. laki2

3. adil

4. islam

5. mukallaf

6. bisa mendengar

7. bisa berbicara dan melihat

(I'anah III/298-299)

Balas

radja muda 21 Desember 2013 00.53


Apakah seorang wali calon isteri merasa dirinya masih berbuat dosa besar misalnya sering
meninggalkan shalat,dsb,apakah boleh mengwakilkan begitu saja{tampa syarat} kepada
orang lain atau kepada penghulu??

mohon penjelasannya

wassalam
Balas

Balasan

Tgk Alizar Usman 21 Desember 2013 04.31


1. syarat mewakilkan kepada orang lain adalah apabila sah dilakukan sendiri. jadi
kalau tidak sah dilakukan sendiri, maka tidak sah diwakilkan kepada orang lain.

2. maka kalau wali yg lebih dekat fasiq, maka walinya berpindah kepada yang lebih
jauh. misalnya kalau ayah fasiq, maka walinya adalah kakek yang tidak fasiq.

wassalam

Balas

radja muda 21 Desember 2013 05.25


Di daerah kami wali nikah umumnya di wakilkan oleh kadhi(pak kuaket)

Bagaimanakah status nikah yg di wakilkan oleh Tgk kadhi karna semua wali fasiq

Tolong tanggapannya

Wassalam
Balas
Balasan

Tgk Alizar Usman 21 Desember 2013 07.15


1. kalau memang walinya fasiq, tentu gak sah diwakilkan kepada KUA.

2. namun tentu kita gak boleh berburuk sangka kepada orang dgn menyebut semua
orang fasiq. apalagi orang bisa saja pada waktu menikahkan atau mewakilkan nikah
kepada orang lain sudah taubat. urusan taubat itu benar2 atau pura2 , itu hanyalah
urusan orang itu dgn tuhannya. kita menghukum dgn patokan dhahirnya saja.

wassalam

Balas

Anonim 7 September 2015 06.29


ustad mohon penjelasannya bagaimana jika pada waktu akad nikah si calon istri mendengar
ijab kabul suami"saya terima nikahnya fulanah bin fulan dgn mas kawin..."kemudian di
sahkan oleh para saksi dan petugas KUAnya.apakah pernikahan tsb sah/tdk?kata yg
diucapkan calon suami bin bukan binti
Balas

Balasan

Tgk Alizar Usman 7 September 2015 19.35


kekeliruan menyebut bin/binti tdak mempengaruhi ke absahan akad nikah, asal
calon suami tersebut meniat kan calon isteri di maksudnya. lihat : http://kitab-
kuneng.blogspot.com/2015/08/kekeliruan-menyebut-nama-dalam-akad.html

Balas

Unknown 13 November 2015 05.15


Assalamualaikum..

Ustadz saya mau tanya

1. jika suami tidak menafkahi materi slma 3 bulan berturut2 apakah sdh jatuh talak?

2. Suami ingin memperbarui nikah kita dg alasan memperbaiki. apa saja syarat yg harus kita
lakukan??

Terima kasih. Wassalamualaikum..


Balas

Balasan

Tgk Alizar Usman 13 November 2015 22.02


1. tidak jatuh thalaq. cuma berdosa karena tidak menafkahkan isterinya. tapi jika
isterinya rela tdk dinafkahi, maka tidak berdosa.

2. memperbaharui nikah tidak ada syarat2 apa, lakukan saja nikah sperti nikah
biasanya. ada wali, 2 orang saksi, ada suami. ada lafazh ijab kabul , sebagaimana
halnya nikah pada biasanya.

Balas

Unknown 19 Mei 2016 23.04


assalamu'alaikum Wr.Wb

ustadz mohon penjelasannya, bagaimana pandangan ustadz terhadap pengulangan nikah/


akad dua kali bagi pasangan kawin hamil, akad yang pertama dilaksanakan di depan pegawai
pencatat nikah/ KUA, dan akad yang kedua dilaksanakan setelah 7 hari / 40 hari anak yang di
kandung lahir tanpa sepengetahuan pihak KUA/ secara diam-diam. mohon penjelasannya.

Balas

Balasan

Tgk Alizar Usman 20 Mei 2016 21.12


1. pada dasarnya nikah pertama sudah sah, jadi tidak perlu di ulang lagi. lihat :
http://kitab-kuneng.blogspot.co.id/2011/12/nikah-dengan-wanita-hamil-karena-
zina_02.html

2. kalaupun di ulang harus sebagai niat memperbahurui nikah pertama (tajdid


nikah). hukum tajdid sdh kami jelaskan di atas.

3. nikah tdk wajib di laksanakan di depan KUA. yang penting nikah itu sdh ada
rukun dan syaratnya sesuai dgn syara', seperti ada wali dan 2 saksi, maka sdh sah,
baik di laksanakan di KUA atau dilakukan sendiri oleh walinya. nikah di KUA atau
dicatat oleh KUA itu hanya kewajiban negara saja.

wassalam

Balas

Unknown 17 November 2016 08.08


Mohon info....berapa kali boleh melakukan tajdidun nikah
Balas

Unknown 17 November 2016 08.09


Berapa kali bolehnya tajdidun nikah
Balas

Tgk Alizar Usman 18 November 2016 02.31


tidak ada pembatasan dlm syara' ttg kebolehan tajdid nikahh. karena tidak ada dalil yg
membatasinya
Balas

DD 16 Oktober 2017 02.23


Ustad, bagaimana jika ingin memperbarui akad tapi tidak memungkinkan melakukannya
kecuali memberi tau alasan Sebenarnya kepada wali? Misalkan jika memperbarui akad
karena dahulinya suami dan istri sebelum menikah pernah berzina?
Balas

DD 16 Oktober 2017 02.44


Assalamualaikum ustad, saya mau bertanya

Bgaimana jika ingin memperbarui akad tetapi tdak memungkikan untuk dilaksanakan kecuali
dengan memberitau telah terjadinya hbungan haram sebelum menikah tetapi tdk hamil
kepada wali?

apakah diperbolehkan untuk tidak memperbarui akadnya dan apakah akad yg pertama
menjadi sah?
Balas

Balasan

Tgk Alizar Usman 18 Oktober 2017 05.34


1. akad pertama selama memenuhi syarat dan rukunnya sdh sah. artinya zina
apakah hamil atau tidak, tidak mempengaruhi sah nikah. coba buka link ini :

http://kitab-kuneng.blogspot.co.id/2011/12/nikah-dengan-wanita-hamil-karena-
zina_02.html

2. mempembaharui nikah (tajdid), itu maksudnya melakukan akad nikah lagi,


sedangkan akad nikah pertama sdh sah, jadi memperbaharui itu, tujuannya utk
kehati-hatian saja. supaya mantap perasaan hati.lihat lagi posting di atas.

3. aib yg pernah dilakukan tidak perlu di ungkit2 lagi, apalagi menyampaikan kpd
orang yg menimbulkan masalah baru. yg penting sdr taubat dan bercita-cita tdk
melakukan lagi serta minta ampun kpd Allah dan banyak2lah beribadah kpd -Nya.

wassalam

Tgk Alizar Usman 18 Oktober 2017 05.39


kalau semata-mata alasan karena pernah berzina sebelum nikah, saran kami tdk
usah mengulang kembali akad nikah (tajdid nikah), kalau harus berterus terang kpd
wali, karena hal itu dpt menimbulkan fitnah dan masalah baru. sebeb nikah
pertama sdh sah

DD 18 Oktober 2017 09.54


Ustad, bagaimana dengan pendapat jika wanita pezina belum bertaubat sebelum
akad maka nikahnya tidak sah

Apakah taubat dari wanita pezina sebelum akad itu termasuk syarat dan rukun
nikah?

Bagaimana jika sebelum akad ia blm bertaubat tetapi dlm hati ia menginginkan
menikah agar terhenti dari perbuatan zina, maksud saya ia bermaksud
mengehntikan perzinaan antara dia dan lelaki yg kini menjadi suaminya dengan
cara menikah, apakah itu bisa dikatakan taubat nya? Sah kah pernikahan yg
dilakukannya?

Tgk Alizar Usman 19 Oktober 2017 05.33


taubat dari zina hukumnya wajib, akan tetapi bukan syarat sah nikah. artinya nikah
tetap sah meskipun dia tidak bertaubat dari zina. kami blom pernah mendengar ada
ulama yg berpendapat wanita penzina harus taubat dahulu sebelum nikah.

Balas

bagas 17 Juli 2018 19.56


Assalamuallaikum ustad...

Ustad apabila spasang suami istri telah menikah,,diwalikan ayah kandung pihak mpelai
wanita..namun setelah menikah dan punya anak,, si ibu mertua mengatakan kalo dl mereka
menikah saat mngandung 2 bln, tp krn si bapak mertua beragapan bahwa nasabnya
nyambung menurut bbrp ustad n fiqh(krn anak lahir 6bln stelah akad) makanya si bapak
bersikeras mjdi wali,dan mengatakan kalau sampai si ibu mebongkar sama saja membuka
aib,,oleh krn itu ibu mertua tidak brani mengatakan apa2 saat tjd pernikahan anaknya
diwalikan si bapak. Namun stelah beberapa tahun baru mengatakan yang sebenarnya pd si
mantu dan anak tp tanpa spengetahua bapak mertua. Karena ibu mertua merasa was was
takut apabila pernikahan anaknya dikatakan tdk sah. Ibu mertua ingin anak dan mantu
menikah ulang.

Pertanyaannya:

1.haruskah mantu dan anaknya menikah ulang?utk menenangkan hati ibu mertua.

2.jika akhirnya menikah ulang, bagaimana status anak yg telah lahir dr prnikahan yg
diwalikan ayah mpelai wanita, apakah disebut anak zina, mengingat pasangan ini tdk tahu
sama sekali ttg masa lalu ortu mpelai wanita.

3.jika yang pertama sudah sah (spt apa yg dkatakan bpk mertua) dan kami ttap mengulang
pernikahan tanpa berwalikan ayah mertua melainkan berwali hakim,,bukankan malah
pernikahan kedua ini yg mjdi tidak sah karena berwalikan hakim sedangkan ayah mertua
masih ada..

Mohon ustad sy sangat butuh jawabannya..terimakasih


Balas

Balasan

Risma 17 September 2019 09.26


Ustadz, tlg di jawab, karna saya juga ingin mempertayakan perihal ini . Terimakasih

Balas
Benat 18 Juli 2018 18.35
Assalamualaikum...

Pak ustad... apakah seorg anak perempuan dr hasil dluar nikah blh dwalikan ayahnya? Ato
hanya bs dwalikan walihakim saja?
Balas

Unknown 8 Februari 2020 20.53


asslamualaikum, pak ustdz kalau mau tajidud nikah, apakah sah kalau walinya ke orang lain
lantaran jauh
Balas

Masukkan komentar Anda...

Beri komentar sebagai:


moh.lukman Logout

Publikasikan Pratinjau
Beri tahu saya

‹ Beranda ›
Lihat versi web

Mengenai Saya

Tgk Alizar Usman


Banda Aceh, Aceh, Indonesia
Riwayat pendidikan : Dayah/Pesantren Darul Muarrif Lam-Ateuk Aceh Besar (1986-
1996),- S1, Fak. Syari'ah IAIN ar-Raniry (1996-2000),- S2, Ilmu Hukum USU (2000-2003)
Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai