Anda di halaman 1dari 10

Ainul yaqin

Ainul yaqin
SAYA MENULIS KARENA SAYA ADA... terima kasih.... Telah berkunjung di wabset
saya...

isim adad
Mei 29, 2017

ISIM 'ADAD  dan MA’DUD

ISIM 'ADAD  (BILANGAN, HITUNGAN) DAN BENDA YANG DIHITUNG (MA’DUD).

1.      Hitungan 1 &2  disebut dengan adad khas karena adad dan ma’dudnya selalu sama akan tetapi posisi
adad sesudahnya menjadi sifat. Contoh : ‫ ﺳﻴﺎرﺗﺎن اﺛﻨﺘﺎن‬،‫ﻛﺘﺎب واﺣﺪ‬  -  Namun yang masyhur 

menggunakan sighat mufrod atau tatsniyahnya saja. Contoh : ‫ﺳﻴﺎرﺗﺎن‬    -   ‫ﺳﻴﺎرة‬
    2.      Hitungan 3 – 10  harus memenuhi ketentuan berikut ini :

a.    Adad selalu berlawanan denga ma’dudnya yaitu apabila ma’dudnya muannats, maka adad harus
mudzakkar begitu pula sebaliknya.

b.   Ma’dud berbentuk jama’ dan dijirkan menjadi modhof ilaih.

c.   Adad ini disebut ‘ADAD MUDHAF. Contoh :

‫اﻟﻤﺆﻧﺚ‬ ‫اﻟﻤﺬﻛﺮ‬
‫اﻟﻤﻌﺪود‬ ‫اﻟﻌﺪد‬ ‫اﻟﻤﻌﺪود‬ ‫اﻟﻌﺪد‬
‫ﻛﺮاﺳﺎت‬ ‫ﺛﻼث‬ ‫اﻗﻼم‬ ‫ﺛﻼﺛﺔ‬
‫ﺳﺒﻮرات‬ ‫ﺧﻤﺲ‬ ‫ﻛﺮاﺳﻲ‬ ‫ﺧﻤﺴﺔ‬
‫ﺳﻴﺎرات‬ ‫ﺗﺴﻊ‬ ‫ﻛﺘﺐ‬ ‫ﺗﺴﻌﺔ‬
‫ﻃﺎﻟﺒﺎت‬ ‫ﻋﺸﺮ‬ ‫ﻃﻼب‬ ‫ﻋﺸﺮة‬
 3. Hitungan 11 &12 ini mudah untuk dipraktekkan karena adad dan ma’dudnya selalu sama,  baik satuan
maupun puluhannya, namun MA’DUD berbentuk MUFRAD dan MANSHUB menjadi TAMYIZ dengan
memakai , ‫ إﺣﺪى‬- ‫أﺣﺪ‬dan ‫ اﺛﻨﺘﺎن‬  - ‫اﺛﻨﺎن‬  yang i’rabnya sama dengan isim tatsniyah. Contoh

: ‫ﺟﺮﻳﺪة‬ ‫ اﺛﻨﺘﺎ ﻋﺸﺮة‬، ‫اﺣﺪ ﻋﺸﺮ ﻛﻮﻛﺒﺎ‬ 


4. Hitungan 13 – 19  harus memperhatikan syarat berikut :
a. Adad satuan selalu berlawanan dengan ma’dudnya (mudzakkar/ muannats).
b.  Adad puluhan selalu sama denga ma’dud.
c. Ma’dud bersighat mufrad dan nashab menjadi tamyiz.
d. Untuk hitungan 11-19 Mabni Fathah. Contoh:  ‫ ﻋﺸﺮ ﻣﺴﺠﺪا‬ ‫ ﺛﻤﺎﻧﻴﺔ‬-‫ﺛﻼث ﻋﺸﺮة رﺳﺎﻟﺔ‬-‫ﺧﻤﺴﺔ ﻋﺸﺮ ﻧﻌﻼ‬ 
kecuali adad satuan pada hitungan 12 karena bertemu isim tatsniyah.
 kecuali adad satuan pada hitungan 12 karena bertemu isim tatsniyah.  

Ainul yaqin
5. Hitungan 20 – 90  i’rabnya sama dengan jama’ mudzakkar salim, ma’dudnya mufrad dan nashab
menjadi  tamyiz dan ma’dudnya boleh mudzakkar dan boleh mu’annats. Contoh:
    ‫ﺟﻴﺸﺎ‬ ‫ ﺛﻤﺎﻧﻮن‬ - ‫ﻋﺸﺮون ﻃﺎﺋﺮة‬
6. Hitungan 21 – 99. - Untuk hitungan puluhan yang satuannya 1&2 adad dan ma’dud selalu sama antara
mudzakkar dan muannatsnya dengan menggunakan ‫واﺣﺪ‬untuk mudzakkar dan ‫واﺣﺪة‬untuk

muannats.        ‫ اﺛﻨﺎن وﺳﺒﻌﻮن ﻃﻴﺮا‬،‫واﺣﺪة وﻋﺸﺮون ﺟﻮاﻟﺔ‬  - Untuk hitungan puluan yang

satuannya 3-9 adad dan ma’dud harus berlawanan antara mudzakkar dan muannatsnya.    ‫ﺗﺴﻊ‬
  ‫ ﺧﻤﺴﺔ وﺛﻼﺛﻮن رﺟﻼ‬،‫وﺗﺴﻌﻮن اﻣﺮأة‬

7. Hitungan 100 – 1000 - Adad ini ma’dudnya selalu mufrad dan dijirkan menjadi mudhaf ilaih.‫ﺳﻨﺔ‬ ‫ﻣﺎﺋﺔ‬

8. Bilangan Tingkat. Untuk membuat bilangan ini isim adad diikutkan wazan ‫ﻓﺎﻋﻞ‬  dengan menambah

ta’(‫ )ة‬ketika muannats, kecuali ‫اول‬dan ‫أوﻟﻰ‬untuk muannas.‫ﻣﺨﻄﻮﺑﺘﻲ‬ ‫ ﻫﺬه‬-  ‫ﻫﺬا ﺑﻴﺘﻲ اﻟﺜﺎﻧﻲ‬
‫اﻟﺨﺎﻣﺴﺔ‬

‫اﻟﻌﺪد‬
Bab ‘Adad (Bilangan/Hitungan)

ُ َ‫ﻓﻲ ﻋَ ﺪ َﻣﺎ آﺣ‬ ¤ 


‫ﺎد ُه‬ ِ ‫ﻠﻌﺸﺮَ ْه‬ َ ‫ﺎء ُﻗ ْﻞ ِﻟ‬
ِ ‫َﺛ َﻼ َﺛ ًﺔ ِﺑﺎﻟﺘ‬
‫ﻣُ َﺬﻛّﺮَ ْه‬
Ucapkan angka Tsalatsatun (tiga) sampai ‘Asyarotun (sepuluh) dg
menggunakan Ta’ didalam menghitung sesuatu yg mufrodnya
Mudzakkar. 

‫ﻆ ِﻗﻠ ٍﺔ‬ ً ‫ﺟَ ْﻤ‬ ¤ ‫اﺟﺮُ ر‬


ِ ‫ﻌﺎ ِﺑﻠَ ْﻔ‬ ْ َ
‫ﺰ‬ ‫ﻴ‬‫ﻤ‬َ ُ‫ﻤ‬ ْ ‫ﻓﻲ اﻟﻀﺪ ﺟَ ﺮ ْد َو‬
‫اﻟ‬
ِ
‫ِﻓﻲ اﻷﻛْ َﺜ ِﺮ‬
Sebaliknya buanglah Ta’nya (pada mufrod ma’dud muannats).
Jarkanlah! Lafazh Mumayyiz/Ma’dud yg jamak qillah pada
kebanyakannya (daripada yg jamak katsrohnya). 
ً ‫ﺎﺋ ٌﺔ ﺑﺎﻟﺠَ ْﻤﻊ َﻧ ْﺰ‬
‫را‬ َ ‫و ِﻣ‬ ¤ 
َ ‫ﻒ‬ ْ ‫أﺿ‬
ِ ‫د‬
ِ ْ‫ﺮ‬‫ﻔ‬ َ ‫َو ِﻣ‬
َ ‫ﺎﺋ ًﺔ َواﻻ ْﻟ َﻒ ِﻟ ْﻠ‬
ِ ِ
‫َﻗ ْﺪ رُ ِد ْف‬
Terhadap angka Mi’atun (seratus) dan Alfun (seribu) mudhafkan pada
Isim Mufrod. Dan angka Mi’atun (seratus) jarang diikuti oleh Jamak
(jarang dimudhafkan pada jamak). 
–·•Ο•·–
Sebelumnya perlu diketahui, bahwa Isim Adad (kata bilangan/hitungan)
menurut istilah Ulama’ Nahwu terbagi menjadi 4 bagian.
g j g
1. “Adad Mufrad”
Ainul yaqin
Adalah Isim Adad yg kosong dari Tarkib dan ‘Athaf. Yaitu bilangan dari
Wahidun (satu) sampai ‘Asyarotun (sepuluh), Bidh’un (sejumlah antara 3-9),
Mi’atun (seratus), dan Alfun (seribu).
Sebagian Nuhat menyebutnya “Adad Mudhaf” karena dapat dimudhafkan
pada Tamyiznya/Ma’dudnya, yang selain wahidun (satu) dan Itsnani (dua).
2. “Adad Murakkab”
Adalah Isim Adad susunan dua bilangan menjadi satu dengan susunan Tarkib
Mazji. Yaitu bilangan dari Ahada ‘Asyaro (sebelas) sampai Tis’ata ‘Asyaro
(Sembilan belas).
3. “Adad ‘Aqd”
Adalah Isim Adad puluhan/kelipatan sepuluh. Yaitu bilangan dari ‘Isyruuna
(dua puluh) sampai Tis’uuna (sembilan puluh).
Sebagian Nuhat menyebutnya “Adad Mufrod” karena tidak Mudhaf juga tidak
Murokkab.
4. “Adad Ma’thuf”
Adalah Isim Adad susunan Athaf. Yaitu bilangan yg ada diantara dua Adad Aqd
(angka yg ada diantara 20>…<30, 30>…<40, dst.). Contoh Wahidun wa ‘Isyruuna
(dua puluh satu), Itsnaani wa Isyruuna (dua puluh dua), dst. Hingga Tis’atun
wa Tis’uuna (sebilan puluh Sembilan).
Insyaallah 4 bagian diatas akan diterangkan menurut penerangan Kitab
Alfiyah pada tiga bahasan sebagai berikut:

Hukum Mudzakkar&Muannatsnya
Hukum Tamyiznya/Ma’dudnya
Hukum I’robnya

I. ‘ADAD MUFROD
A. WAHIDUN (SATU) dan ITSNAANI (DUA)
I. Hukum Mudzakkar & Muannatsnya : harus mencocoki pada Ma’dudnya.
Contoh:

‫ﻓﻲ اﻟﻘﺮﻳﺔ ﻣﺴﺠﺪ واﺣﺪ‬


FIL-QORYATI MASJIDUN WAAHIDUN = Di desa itu hanya ada satu masjid.

‫ﻓﻲ اﻟﻘﺮﻳﺔ ﻣﺪرﺳﺔ واﺣﺪة‬


FIL-QORYATI MADROSATUN WAAHIDATUN = Di desa itu hanya ada satu
Madrasah.

‫اﺷﺘﺮﻳﺖ ﻛﺘﺎﺑﻴﻦ اﺛﻨﻴﻦ‬


ISYTAROITU KITAABAINI ITSNAINI = Aku telah membeli dua kitab.

‫اﺷﺘﺮﻳﺖ ﻛﺮاﺳﺘﻴﻦ اﺛﻨﺘﻴﻦ‬


ISYTAROINI RURROOSATAINI ITSNAINI = Aku telah membeli dua buku
tulis.
II. Hukum Tamyiznya/Ma’dudnya : harus disebutkan setelah ma’dudnya
seperti contoh-contoh diatas. Dan tidak boleh menyebutkan ma’dud
seperti contoh contoh diatas. Dan tidak boleh menyebutkan ma dud
sebelumnya, maka tidak boleh mengatakan :
Ainul yaqin
‫ﻣﺴﺠﺪ‬
ٍ ُ
‫واﺣﺪ‬ ‫ﻓﻲ اﻟﻘﺮﻳﺔ‬
FIL-QORYATI WAAHIDU MASJIDIN.

‫اﺷﺘﺮﻳﺖ اﺛﻨﻲ ﻛﺘﺎﺑﻴﻦ‬


ISYTAROITU ITSNAIY KITAABAINI.
Karena cukup penyebutan ma’dud secara langsung sudah mencukupi jumlah
yg dimaksud (mufrad/mutsanna = satu/dua). Maka tidak perlu untuk menyebut
‘adad pada sebelum ma’dudnya.
III. Hukum I’robnya : disesuaikan menurut posisinya pada susunan kalam.
Sedangkan I’rob ma’dudnya mengikuti irob ‘adad sebelumnya yakni sebagai
Tabi’ Taukid.
B. TSALATSATUN (TIGA) sampai ‘ASYAROTUN (SEPULUH) dan
BIDH’UN/BIDH’ATUN (sejumlah 3-9)
I. Hukum Mudzakkar & Muannatsnya : kebalikan dari ma’dudnya, yakni
dimudzakkarkan apabila ma’dudnya mu’annats, dan dimuannatskan apabila
ma’dudnya mudzakkar,.
Contoh :
ُ
‫ﺳﺒﻌﺔ رﺟﺎل‬ ‫ﻋﻨﺪي‬
INDIY SAB’ATU RIJAALIN = disisiku tujuh pria.

‫ﻧﺴﻮة‬
ٍ ُ
‫ﺛﻼث‬ ‫ﻋﻨﺪي‬
INDIY TSALAATSU NISWATIN = disisiku tiga wanita.

‫ﺻﺎﻓﺤﺖ ﺑﻀﻌﺔ رﺟﺎل‬


SHOOFAHTU BIDH’ATA RIJAALIN = aku berjabat tangan dengan beberapa
pria.

‫ﻧﺼﺤﺖ ﺑﻀﻊ ﻧﺴﺎء‬


NASHOHTU BIDH’A NISAA’IN = aku menasehati beberapa wanita.
Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

‫ﻮﻣﺎ‬ ٍ ‫ﺎل َو َﺛ َﻤﺎ ِﻧ َﻴ َﺔ اﻳ‬


ً ‫ﺎم ُﺣ ُﺴ‬ ‫ﻴ‬َ َ‫َﺳﺨﺮَ َﻫﺎ ﻋَ ﻠَ ْﻴﻬ ْﻢ َﺳ ْﺒ َﻊ ﻟ‬
ٍ ِ
SAKHKHOROHAA ‘ALAIHIM SAB’A LAYAALIN WA TSAMAANIYATA
AYYAAMIN HUSUUMAN = yang Allah menimpakan angin itu kepada
mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus (QS Al-
Haaqqah : 7)
>> lafazh LAYAALIN = Ma’dud mu’annats karena mufrodnya LAILATIN, maka
menggunakan ‘adad mudzakkar SAB’A.
>> lafazh AYYAAMIN = Ma’dud mudzakkar karena mufrodnya YAUMIN, maka
menggunakan ‘adad muannats TSAMAANIYATA.

‫ات‬
ٍ ‫ﺎد‬ َ ‫َﻓ َﺸ َﻬ‬
َ ‫ﺎد ُة اﺣَ ِﺪ ِﻫ ْﻢ ارْ َﺑ ُﻊ َﺷ َﻬ‬
Ainul yaqin
FA SYAHAADATU AHADIHIM ARBA’U SYAHAADAATIN = maka persaksian
orang itu ialah empat kali bersumpah (QS. An-Nuur : 6)

َ ‫ُﺛﻢ ﻟَ ْﻢ َﻳﺎ ُﺗﻮا ِﺑﺎرْ َﺑ َﻌ ِﺔ ُﺷ َﻬ َﺪ‬


‫اء‬
TSUMMA LAM YA’TUU BI ARBA’ATI SYUHADAA’A = dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi (QS. An-Nuur : 4)
>> lafazh SYAHADAATIN = ma’dud mu’annats karena mufrodnya
SAHAADATIN, maka menggunakan ‘adad mudzakkar ARBA’U.
>> lafazh SYUHADAA’A = ma’dud mudzakkar karena mufrodnya
SYAAHIDUN/SYAHIIDUN, maka menggunakan ‘adad mu’annats ARBA’ATI.
Dengan demikian, yang dipandang mudzakkar dan muannatsnya dalam hal ini
bukan pada bentuk lafazh jamaknya, akan tetapi yg dipandang adalah bentuk
isim mufrodnya. contohnya lagi :

‫ﺟﺎء ﺧﻤﺴﺔ ﻓﺘﻴﺔ‬


JAA’A KHOMSATU FITYATIN = lima orang pemuda telah datang.
>> Lafazh “FITYATIN” mempunyai bentuk mufrod “FATAA” adalah ma’dud
mudzakkar, makanya menggunakan ‘adad mu’annats (KHOMSATU). Tidaklah
memandang bentuk lafazh jamaknya yg mu’annats (FITYATIN).
Apabila terdapat dua ma’dud dalam satu ‘adad. Yang satu mudzakkar dan yg
lain muannats, maka yg dipandang muannats dan mudzakkarnya adalah pada
ma’dud yg disebut pertama kali.
Contoh:

‫ﺣﻀﺮ ﺳﺒﻌﺔ رﺟﺎل وﻧﺴﺎء‬


HADHORO SAB’ATU RIJAALIN WA NISAA’IN = tujuh orang pria dan wanita
telah hadir.

‫ﻧﺴﺎء ورﺟﺎل‬
ٍ ‫وأﻗﺒﻞ ﺧﻤﺲ‬
AQBALA KHOMSATU NISAA’IN WA RIJAALIN = lima orang wanita dan
pria telah menghadap.
Akan berbeda nanti hukum mudzakkar dan mu’annatsnya apabila adad-adad
mufrad tersebut diatas dibentuk menjadi ‘Adad Murokkab atau ‘Adad Ma’thuf
yg insyaAllah akan dijelaskan pada bait-bait selanjutnya.
II. Hukum I’robnya : disesuaikan menurut posisinya pada susunan kalam.
III. Hukum Tamyiznya/Ma’dudnya :
A. Dijadikan mudhaf ilaih dg susunan idhofah, yakni memudhofkan adad
kepada ma’dud yg dibutuhkan sebagai tamyiznya, seperti pada contoh-contoh
diatas. Dan terkadang tidak dimudhofkan kepada tamyiznya tapi cukup
dimudhofkan langsung kepada siempunya tamyiz/ma’dud. Kerena dalam hal
ini si pembicara sudah memaklumi akan jenis/bentuk ma’dud. Sehingga tidak
perlu ditamyizi. Semisal contoh:
ُ
‫ﺧﻤﺴﺔ ﻣﺤﻤﺪ‬ ‫ﻫﺬه‬
HADZIHI KHOMSATU MUHAMMADIN = ini adalah limanya Zaid (yakni,
y (y ,
ini lima barang punya zaid)
Ainul yaqin
‫ﺧﺬ ﺳﺒﻌﺘﻚ‬
KHUDZ! SAB’ATAKA = ambillah! Tujuhmu. (yakni, ambilah tujuh
barangmu)
B. Ma’dudnya berbentuk jamak, yg sering digunakan adalah dalam bentuk
Jamak Taksir Qillah. Dan diketahui juga bahwa maksud jamak dalam ma’dud
di sini tidak harus berupa bentuk jamak dalam istilah, tapi juga bisa masuk
kepada semua jenis isim yg menunjukkan jamak, seperti Isim Jamak dan Isim
Jinsi Jam’i, yg dalam penggunaannya banyak menyertakan huruf jar MIN.
contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

‫َﻓ ُﺨ ْﺬ ارْ َﺑ َﻌ ًﺔ ِﻣﻦَ اﻟﻄ ْﻴ ِﺮ‬


FA KHUDZ! ARBA’ATAN MINATH-THOIRI = ambillah empat ekor burung
(QS. Al-Baqoroh : 260)

‫ﺟﺎء ﺛﻼﺛﺔ ﻣﻦ اﻟﻘﻮم‬


JAA’A TSALAATSATUN MINAL QOUMI = telah datang tiga kaum.

‫ﻓﻲ اﻟﻤﺰرﻋﺔ ﺳﺒﻊ ﻣﻦ اﻟﻨﺨﻞ وﺗﺴﻊ ﻣﻦ اﻟﺸﺠﺮ‬


FIL MAZRO’ATI SAB’UN MINAN-NAKHLI WA TIS’UN MINAS-SYAJARI = di
ladang itu ada tujuh pohon kurma dan Sembilan pepohonan.
Terkadang juga langsung disusun secara idhofah. Contoh dalam Ayat Al-Qur’an
:

ٍ ‫َوﻛَﺎنَ ِﻓﻲ ْاﻟ َﻤ ِﺪﻳ َﻨ ِﺔ ِﺗ ْﺴ َﻌ ُﺔ رَ ْﻫ‬


‫ﻂ‬
WA KAANA FIL-MADIINATI TIS’ATU ROHTHIN = Dan adalah di kota itu
sembilan orang laki-laki (QS. An-naml:48).
Yang berbeda dengan tiga hal diatas dalam hukum penggunaan ma’dudnya
yakni : 1. Jamak. 2. Jamak Taksir. 3. Jamak Taksir Qillah. Adalah :
1. Menggunakan bentuk isim mufrod, apabila adad-adad tersebut diatas
bertamyiz pada lafazh MI’ATUN. Contoh :

‫ﻓﻲ اﻟﻤﻌﻬﺪ ﺛﻠﺜﻤﺎﺋﺔ ﻃﺎﻟﺐ وأرﺑﻌﻤﺎﺋﺔ ﻣﻘﻌﺪ‬


FIL-MA’HADI TSALATSUMI’ATI THOOLIBIN WA ARBA’UMI’ATI MAQ’ADIN =
di lembaga itu ada 300 siswa dan 400 bangku.
2. Menggunakan bentuk jamak shohih, apabila tidak terdapat dalam bentuk
jamak taksirnya. Contoh:

‫ﺧﻤﺲ ﺻﻠﻮات‬
KHOMSU SHOLAWAATIN = lima sholat.
Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

‫اﻻرْ ِض‬ ْ َ‫ات َو ِﻣﻦ‬ َ ‫ا ُ اﻟ ِﺬي َﺧﻠَ َﻖ َﺳ ْﺒ َﻊ َﺳ َﻤ‬


ٍ ‫ﺎو‬
‫ﻣﺜﻠَ ُﻬﻦ‬
ْ
‫ِﻣﺜﻠﻬﻦ‬
Ainul yaqin
ALLAHUL-LADZII KHOLAQO SAB’A SAMAAWAATIN WA MINAL-ARDHI
MITSLAHUNNA = Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu
pula bumi (QS. Ath-Tholaaq : 12)
>> Lafazh “SAMAWAATIN” = menggunakan jamak shohih (jamak muannats
salim) karena tidak mempunyai bentuk jamak lain selain itu.

‫ات ﻟﻜُ ْﻢ‬ ُ ‫َﺛ َﻼ‬


ٍ َ‫ث ﻋَ ْﻮر‬
TSALAATU ‘AUROOTIN = tiga ‘aurat bagi kamu (QS. An-Nur : 58)
>> lafazh “‘AUROOTIN” = jamak shohih sebab juga tidak ada dalam bentuk
jamak taksirnya.
Demikian juga menggunakan jamak shohih, apabila bentuk jamak taksirnya
jarang digunakan. Semisal contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

ٍ ‫ِﻓﻲ ِﺗ ْﺴ ِﻊ آ َﻳ‬
‫ﺎت‬
FII TIS’I AAYAATIN = termasuk sembilan buah mukjizat (QS. An-Naml : 12)
>> lafazh “AAYAATIN” = jamak shohih dari “AAYATIN” ditemukan dari bangsa
arab menggunakan jamak taksirnya yaitu AAYUN tapi tidak banyak digunakan
(lihat Al-Mishbahul Munir hal. 23).
Demikian juga menggunakan bentuk jamak shohih apabila digunakan
bersamaan dengan jamak yg tidak ada bentuk jamak taksirnya, seperti contoh:

‫ات‬ ٍ َ‫ﻳﻖ ا ْﻓ ِﺘ َﻨﺎ ِﻓﻲ َﺳ ْﺒ ِﻊ َﺑ َﻘﺮ‬ُ ‫ﻮﺳ ُﻒ اﻳ َﻬﺎ اﻟﺼﺪ‬ ُ ‫ُﻳ‬


‫ﻀ ٍﺮ‬ ْ ‫ت ُﺧ‬ ٍ ‫ﺎف َو َﺳ ْﺒ ِﻊ ُﺳ ْﻨ ُﺒ َﻼ‬ٌ َ‫ِﺳ َﻤﺎن َﻳﺎﻛُ ُﻠ ُﻬﻦ َﺳ ْﺒ ٌﻊ ِﻋﺠ‬
ٍ
‫ﺎت‬ ِ ‫َوا َﺧﺮَ َﻳ‬
ٍ ‫ﺎﺑ َﺴ‬
YUUSUFU AYYUHASH-SHIDDIIQU AFTINAA FII SAB’I BAQOROOTIN
SIMAANIN YA’KULUHUNNA SAB’UN ‘IJAAFUN WA SAB’I SUNBULAATIN
KHUDHRIN WA UKHORU YAABISAATIN = (Setelah pelayan itu berjumpa
dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya,
terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-
gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan
tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering (QS.
Yusuf : 46)
>> lafazh SAB’I “SUNBULAATIN” = menggunakan jamak shohih karena
berdampingan dengan lafazh sebelumnya yaitu SAB’I “BAQOROOTIN” yg tidak
diketahui bentuk jamak taksirnya.
Sedangkan apabila tidak berdampingan dengan jamak shohih yg tidak ada
bentuk jamak taksirnya, maka menggunakan bentuk jamak taksirnya yaitu
“SANAABILA”, contoh dalam Ayat :

ِ ‫ﻴﻞ ا‬ ‫ﺒ‬
ِ ‫ﺳ‬
َ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ِ ‫ﻢ‬
ْ ُ
‫ﻬ‬ َ‫َﻣ َﺜ ُﻞ اﻟ ِﺬﻳﻦَ ُﻳ ْﻨ ِﻔ ُﻘﻮنَ ا ْﻣﻮَ اﻟ‬
ِ
‫ﺎﺑ َﻞ ِﻓﻲ ﻛُﻞ ُﺳ ْﻨ ُﺒﻠَ ٍﺔ‬
ِ ‫ﻛ َ َﻤ َﺜ ِﻞ ﺣَ ﺒ ٍﺔ ا ْﻧ َﺒ َﺘ ْﺖ َﺳ ْﺒ َﻊ َﺳ َﻨ‬
Ainul yaqin
‫ﺎﺋ ُﺔ ﺣَ ﺒ ٍﺔ‬
َ ‫ِﻣ‬
MATSALUL-LADZIINA YANFIQUUNA AMWAALAHUM FII SABIILILLAAHI
KAMATSALI HUBBATIN ANBATAT SAB’A SANAABILA FII KULLI
SUNBULATIN MA’ATU HABBAH. = Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. (QS. Al-Baqoro : 261).
3. Tetap menggunakan bentuk Jamak Taksir Katsroh sekalipun ada dalam
bentuk Jamak Taksi Qillahnya, contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

ٍ ُ‫ﺼﻦَ ِﺑﺎ ْﻧ ُﻔ ِﺴ ِﻬﻦ َﺛ َﻼ َﺛ َﺔ ُﻗﺮ‬


‫وء‬ ُ ‫َو ْاﻟﻤُ َﻄﻠ َﻘ‬
ْ ‫ﺎت َﻳ َﺘﺮَ ﺑ‬
WAL-MUTHOLLAQOOTU YATAROBBASHNA BI ANFUSIHINNA
TSALAATSATA QURUU’IN = Wanita-wanita yang ditalak handaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (QS. Al-Baqoroh : 228)
>> ‘Adad TSALAATSATA dimudhofkan kepada ma’dudnya lafazh “QURUU’IN”
yg berupa Jamak Taksir Katsroh, beserta ia mempunyai bentuk Jamak Taksir
Qillah yaitu “AQROO’IN”.
C. MI’ATUN (SERATUS) dan ALFUN (SERIBU)
I. Hukum Mudzakkar & Muannatsnya : Tetap dalam bentuknya baik
ma’dudnya Mudzakkar atau Mu’annats.
II. Hukum Tamyiznya/Ma’dudnya : Pada umumnya harus berupa Isim
Mufrod yg dijarkan menjadi mudhaf ilaih.
Contoh :

‫ﺳﻨﺔ‬
ٍ ‫ﻗﻞ ﻣﻦ ﻳﻌﻴﺶ ﻣﺎﺋﺔ‬
QOLLA MA YA’IISYU MI’ATA SANATIN = Jarang orang yg hidup seratus
tahun.
Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :
َ ‫اﺣ ٍﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻬ َﻤﺎ ِﻣ‬
‫ﺎﺋ َﺔ‬ ْ ‫اﻟﺰا ِﻧ َﻴ ُﺔ َواﻟﺰا ِﻧﻲ َﻓ‬
ِ ‫ﺎﺟ ِﻠ ُﺪوا ﻛُﻞ َو‬
‫ﺟَ ْﻠ َﺪ ٍة‬
AZZAANIYATU WAZ-ZAANIY FAJLIDUU KULLA WAAHIDIN MINHUMAA
M’ATA JALDATIN = Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina,
maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera (QS. An
Nuur : 2)

‫َﻳﻮَ د اﺣَ ُﺪ ُﻫ ْﻢ ﻟَ ْﻮ ُﻳ َﻌﻤﺮُ ا ْﻟ َﻒ َﺳ َﻨ ٍﺔ‬


YAWADDU AHADUHUM LAW YU’AMMARU ALFA SANATIN = Masing-
masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun (QS. Al-Baqarah : 96)
Terkadang menggunakan ma’dud/tamyiz bentuk jamak majrur dari ‘adad
MI’ATUN, contoh dalam Ayat AL-Qur’an :
Ainul yaqin
‫ادوا‬ َ ‫ث ِﻣ‬
ْ ‫ﺎﺋ ٍﺔ ِﺳ ِﻨﻴﻦَ َو‬
ُ ‫از َد‬ َ ‫َوﻟَ ِﺒ ُﺜﻮا ِﻓﻲ ﻛ َ ْﻬ ِﻔ ِﻬ ْﻢ َﺛ َﻼ‬
‫ِﺗ ْﺴ ًﻌﺎ‬
WA LABITSUU FIY KAHFIHIM TSALAATSA MI’ATIN SINIINA WAZDAADUU
TIS’AN = Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan
ditambah sembilan tahun (lagi). (QS. Al-Kahfi 25).
>> karena dalam ayat ini oleh bacaan salah satu qiro’ah sab’ah (Hamzah dan
Al-Kasa’iy) memudhofkan lafazh MI’ATIN pada lafazh SINIINA menjadi “MI’ATI
SINIINA”

Masukkan komentar Anda...

Postingan populer dari blog ini

perbedaan undangan resmi dan tidak resmi


November 09, 2016

Gambar
AGAR TIDAK PENASARAN....

BATAS AWAL DAN AKHIR PENDIDIKAN


November 16, 2017

AGAR TIDAK PENASARAN....

kumpulan pidato kocak dan lucu


Maret 30, 2017
AGAR TIDAK PENASARAN....
Ainul yaqin

Diberdayakan oleh Blogger

Gambar tema oleh Radius Images

mas faroby

YAQIN

KUNJUNGI PROFIL

tulisan

Label

Laporkan Penyalahgunaan

Anda mungkin juga menyukai