PENDAHULUAN
Dalam makalah yang singkat ini penulis mencoba untuk menjabarkan ‘Adad sebagai
salah satu objek kajian dalam Ilmu Bayan yang menjadi salah satu dari ketiga Ilmu Balagah atau
lebih dikenal Semantik Arab.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan ‘Adad ?
Bagaimana Menemukan adad dalam teks keagaaman ?
C. Tujuan Masalah
PEMBAHASAN
Dalam pelajaran kaidah-kaidah 'Adad dan Ma'dud, biasanya 'Adad dibedakan kedalam
beberapa bagian , yaitu 'Adad idhafah, 'Adad murokkab, 'Adad ‘Ataf ma’thuf, dan 'Adad ‘uqud.
Adapun kaidah-kaidahnya sebagai berikut:
'Adad Idhafah
Yang dimaksud 'Adad idhafah adalah bilangan yang dimulai dari angka 3 (tiga) - 10
(sepuluh). Jika 'adad –'adad tersebut disambungkan atau dimudhafkan dengan suatu isim, maka
akan memiliki kaidah-kaidah tertentu, sebagai contohnya adalah sebagai berikut:
Dari contoh pertama dan kedua tersebut bisa kita lihat, bahwa kedua 'Adad tersebut,
yakni kata ثالثةdan ثالثdibentuk dengan jenis yang berbeda, contoh yang pertama menggunakan
ta’ marbuthah ( mu’annast ),dan ma’dudnya berasal dari isim mudzakkar ( أقالم, ) رجال,
sedangkan contoh yang kedua tidak menggunakan ta’ marbuthah ( mudzakkar ), dan ma’dudnya
berasal dari isim mu’annats ( أيد, )نساء, selain itu ma'dud kedua contoh tersebut dalam bentuk
jama’ , dan dibaca jer . Maka dapat kita simpulkan paling tidak ada tiga kaidah yang bisa kita
ketahui, yaitu :
a. Antara 'adad dan ma'dud dalam 'adad idahafah selalu berlawanan dalam hal mudzakkar
dan mu’annats
b. Ma'dud dalam 'adad idhafah harus selalu dibentuk menjadi isim jama’ dan selalu dibaca
jer
c. Ketika melihat ma'dud apakah mudzakkar atau mu'annast , hendaklah dilihat ketika
mufradnya, contoh kata جنيهاتbukanlah mu'annast, tapi kita anggap mudzakkar, sebab
mufradnya adalah جنيه, jadi bukan ثالث جنيهاتtapi yang benar adalah ثالثة جنيهات.
d. Sedangkan untuk bilangan 1 ( satu ) dan 2 ( dua ), selamanya harus sesuai dengan ma’dud
dalam hal mudzakkar dan mu’annats, contoh : إمراتان اثنتان, رجالن اثنان, إمرأة واحدة, رجل واحد.
Jadi, untuk bilangan 1 (satu ) yakni واحد, mu'annastnya adalah واحدة, sedangkan bilangan 2
( dua ), yakni اثنانuntuk mudzakkar , dan اثنتانuntuk mu'annats, dan keduanya jika harus
dibaca rafa’ , sedangkan jika dibaca nasab dan jer , ( اثنينuntuk mudzakkar ) dan ( اثنتين
untuk mu'annast ).
‘Adad Murokkab
‘Adad murokkab dimulai dari bilangan 11 (sebelas) – 19 ( sembilanbelas ). Tarkib inipun
memiliki aturan-aturannya sendiri, kita ikuti dulu contoh berikut ini :
Kata أربعة عشرdan kata خمس عشرةtersusun dengan pola yang berbeda dalam hal
mudzakkar dan mu’annastnya, padahal keduanya sama-sama masuk kategori ‘adad murokkab ,
hal ini karena masing-masing memilki ma’dud yg berbeda, yakni pola pertama ( ) يوما
mudzakkar, sedangkan pola kedua ma’dudnya ( ) ليلةmu’annats . demikian juga terjadi pada
puluhannya, yaitu عشرdan عشرة. Maka aturan-aturan itu bisa kita simpulkan sebagaiberikut :
a. Satuan selalu berlawanan dengan ma’dud, yakni jika ma’dudnya mudzakkar maka
satuannya menggunakan ta’ marbuthah, sebaliknya jika, jika ma’dudnya mu’annasts,
maka satuannya tanpa ta’ marbuthah.
b.Berdeda dengan satuannya, puluhan selalu sesuai dengan ma’dudnya dalam hal mudzakkar
dan mu’annats .
Tidak berbeda dengan ‘adad yang sebelumnya, bahwa satuannya selalu bertentangan
dengan ma’dud. Yang membedakan dengan ‘adad murokkab adalah terdapatnya واو العطفyang
berada diantara satuan dan puluhan. Untuk puluhannya kita lihat contoh yang pertama dibaca
rafa’, sedang contoh yang kedua dibaca nasab, ini karena puluhan tersebut i’rabnya mengikuti
i’rab satuan. Artinya jika satuannya dibaca rafa’ , maka puluhan juga dibaca rafa’ , demikian
juga jika satuannya di baca nasab / jer , maka puluhan juga dibaca nasab / jer . Jadi kaidah-
kaidah yang bisa kita tarik adalah :
a. Sama seperti ‘adad sebelumnya, bahwa satuan selalu berlawanan dengan ma’dudnya
dalam hal mudzakkar dan mu'annats
‘Adad ‘Uqud
‘Adad ini berupa puluhan, mulai dari 20, 30, 40, 50 - 90. Sebelum kita lihat aturan-
aturannya kita lihat dahulu contohnya :
Puluhan-puluhan yang ada dalam kedua contoh tersebut , dibaca berbeda, contoh yang
pertama puluhan dibaca nasab , sedang contoh yang kedua puluhan dibaca rafa’, hal ini karena
masing-masing puluhan tersebut menempati kedudukan yang berbeda dalam kalimat. Pada
ma’dud kita lihat dalam bentuk mufrad dan dibaca nasab. Maka kaidahnya adalah :
a. Pada puluhan berlaku hukum jama’ mudzakkar salim dalam hal ‘I’rabnya, yakni jika
harus dibaca rafa’ , maka menggunakan tanda ) ثالثون ( ون, tapi jika harus dibaca nasab /
jer, maka tandanya adalah ) ثالثين ( ين. Sedangkan cara menentukan i’rabnya, tergantung
kedudukannya dalam kalimat.
b. Ma’dud selamanya berupa isim mufrad dan dibaca nasab.
Dari kaidah-kaidah tersebut, kalau kita cermati sebenarnya aturan yang ada pada tarkib
ini, pada dasarnya hanyalah seputar mudzakkar dan mu'annatsnya antara ‘adad dan ma’dudnya
saja, selebihnya adalah aturan-aturan lain yang memang telah ada, misalnya tentang tamyiz yang
ada pada ma’dud tarkib ‘adad murakkab dan athaf ma’thuf, tentang idhafah yang terdapat pada
‘adad idhafah, tentang waw athaf, yang terdapat pada tarkib ‘adad ‘athaf ma’thuf, dan tentang
hukum jama’mudzakkar salim, yang terdapat pada tarkib ‘adad ‘athaf ma’thuf dan ‘adad ‘uqud.
Walaupun hanya tentang mudzakkar dan mu'annast, masih sangat terasa betapa banyak
aturan yang ada yang terdapat dalam kaidah-kaidah tersebut . Kaidah-kaidah itu hanyalah
sebagian dari kaidah-kaidah yang ada, karena sebenarnya masih banyak hal-hal yang belum
disampaikan, misalnya tentang bagaimana mudzakkar dan mu'annastnya bilangan satu dan dua,
bagaimana kalau ma’dudnya dua, dan terdiri dari mudzakkar dan mu'annast, dan sebaliknya,
serta bilangan seratus, seribu dan seterusnya. Hal ini dari sisi pengajaran, tentu bisa
menyebabkan kesan bagi siswa, bahwa bahasa Arab itu susah, apalagi jika disampaikan oleh
guru yang kurang kompeten dibidangnya.
“Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu?. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak
membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Dan di atasnya ada sembilan
belas (malaikat penjaga).” (Al-Muddatstsir: 27-30)
ٌ ح ُر
م ٌ َاْلَرْضَ ِم ْنهَا أَ ْربَ َع
ُ ة ْ السمَاوَاتِ و
َّ َ َ خل
ق َ م ِ َّ ِش ْه ًرا فِي كِتَاب
َ ّللا يَ ْو َ ش َر
َ ع ْ ّللا
َ اث َنا ِ َّ ع ْن َد ُّ
ِ ِالش ُهور ع َّد َة َّ ِإ
ِ ن -
)۰٦ :(التوبة
"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram". (At-Taubah: 36).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
'Adad adalah sesuatu yang menunjukkan bilangan, satu, dua, tiga dan seterusnya. Sedangkan
Ma'dud adalah yang menunjukkan “sesuatu” yang terhitung. Hal ini sebagaimana yang
dikemukakan oleh Syauqi Dhaoyf , bahwa 'Adad adalah setiap kata benda atau kata sifat yang
menunjukkan jumlah sesuatu, atau yang menunjukkan sebuah urutan.
B. Saran
Dari awal pengkajian materi makalah ini yang saya utarakan hingga pada penyampaian
saran ini, saya berharap kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi
yang membaca sebagai acuan pengenalan ‘Adad .
Semua uraian materi Makalah ini banyak kekurangan yang ditemukan maupun banyak
penjelasan yang kurang tepat baik dari segi bahasanya maupun dari segi penyusunanya. Oleh
karena itu, masukan yang bersifat membangun dan berupa saran, kritik, sanggahan, maupun yang
lainnya saya terima dengan senang hati sebagai bahan penyempurnaan makalah ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ma’arif syamsul, Nahwu kilat: perpaduan antara teori dan praktek ,Bandung: Nuansa Aulia
,2008. Diakses pada hari Jumat, 01 Mei 2020 Pukul 08:00 WIB.
https://bukablogdikdik.wordpress.com/2015/03/06/makalah-bahasa-arab-mengenai-adad-madud/
Diakses pada hari Jumat, 01 Mei 2020 Pukul 08:10 WIB.
https://tulisanterkini.com/artikel/bahasa-arab/nahwu/10543-tentang-adad-bilangan-dan-ma-dud-yang-
dibilang.html Diakses pada hari Jumat, 01 Mei 2020 Pukul 08:45 WIB.