Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ETIKA PENYELESAIAN KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA DALAM


PERSPEKTIF AL-QUR'AN

DOSEN PEMBIMBING
Usman, SHI, MA

Disusun Oleh :

Riri Huriyyah Hana

No BP: 20101152610036

SISTEM INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA YPTK

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat, karunia serta
kasih sayangNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Etika Penyelesaian Konflik
Dalam Rumah Tangga Dalam Pesrpektif Al-qur'an. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah
kita, Nabi Muhammad SAW. tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bapak
Usman,SHI, MA. Selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku penulis.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki
kesalahan sebagaimana mestinya.

Padang Panjang , 11 Januari 2021,

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..ii

BAB 1 : PENDAHULUAN…………………………………………………1

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Masalah

BAB 2 : PEMBAHASAN………………………………………...4

A. ETIKA BERKELUARGA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN …………………………4

B. GANGGUAN - GANGGUAN YANG TERJADI DALAM RUMAH TANGGA………………………………10

C. ETIKA PENYELESAIAN KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA.......................................12

D. CARA MENGATASI MASALAH RUMAH TANGGA SECARA ISLAM................15

BAB 3 : PENUTUP

A. KESIMPULAN……………………………………………….19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan merupakan bersatunya antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri untuk
membentuk keluarga. Masing-masing pihak telah memiliki kepribadian sendiri yang sudah
terbentuk, oleh karena itu untuk menyatukan dua individu diperlukan adanya pengertian, saling
penyesuaian, pengorbanan dan hal tersebut harus disadari oleh masing-masing pihak

(Walgito, 2010)

Menurut ajaran Islam, perkawinan adalah ikatan suci, agung dan kokoh, antara seorang pria dan
wanita sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Allah SWT, untuk hidup bersama sebagai suami-
isteri. Al-Qur’an menyebutkan dengan kata-kata “Mitsaaqan ghaliza” yakni perjanjian yang suci dan
mulia, yang setara dengan perjanjian Allah dengan para Nabi. Hanya tiga kali Allah memakai kata
tersebut dalam Al-Qur’an, yaitu:

Dalam surah Al-Ahzab ayat 7:

‫يس ى ۡٱب ِن‬ َ ‫وح َوإِ ۡب ٰ َر ِهي َم َو ُم‬


َ ‫وس ٰى َو ِع‬ َ ‫َوإِ ۡذ أَ َخ ۡذنَا ِم َن ٱلنَّبِ ۧ‍يِّ َن ِمي ٰثَقَهُمۡ َو ِمن‬
ٖ ُّ‫ك َو ِمن ن‬
٧ ‫يظا‬ٗ ِ‫َم ۡريَ ۖ َم َوأَ َخ ۡذنَا ِم ۡنهُم ِّمي ٰثَقًا َغل‬

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari
Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang
teguh.”

Maksudnya: perjanjian yang teguh ialah kesanggupan menyampaikan agama kepada umatnya masing-
masing.

Ada sebuah hadits yang derajatnya hasan dalam pandangan Abu Isa


namun shahih menurut al-Bani yang menjelaskan tentang nasihat Rasulullah Muhammad saw
kepada Uqbah mengenai tata cara meraih sukses dalam berumah tangga :

1
‫اركِ َو َح َّد َث َنا س َُو ْي ُد بْنُ َنصْ ٍر أَ ْخ َب َر َنا‬ َ ‫هللا بْنُ ْال ُم َب‬
ِ ‫هللا َح َّد َث َنا َع ْب ُد‬
ِ ‫صالِ ُح بْنُ َع ْب ِد‬ َ ‫َح َّد َث َنا‬
‫ْن َي ِزي َد َع ِن‬ ِ ‫ْن َزحْ ٍر َعنْ َعلِىِّ ب‬ ِ ‫ُّوب َعنْ ُع َب ْي ِد‬
ِ ‫هللا ب‬ َ ‫ْن أَي‬ ِ ‫اركِ َعنْ َيحْ َيى ب‬ َ ‫ابْنُ ْال ُم َب‬
ُ
‫هللا َما ال َّن َجاةُ َقا َل‬
ِ ‫ت َيا َرسُو َل‬ ُ ‫ْن َعام ٍِر َقا َل قُ ْل‬ ِ ‫ْال َقاسِ ِم َعنْ أَ ِبى أ َما َم َة َعنْ ُع ْق َب َة ب‬
}‫ك» {رواه الترمذى‬ َ ‫ك َوا ْبكِ َع َلى َخطِ ي َئ ِت‬ َ ْ‫ك َو ْل َي َسع‬
َ ‫ك َب ْي ُت‬ َ ‫«أَ ْمسِ كْ َع َلي‬
َ ‫ْك لِ َسا َن‬
 Artinya : “Disampaikan kepada kami oleh Shalih bin Abdullah, disampaikan kepada kami oleh
Abdullah bin al-Mubarak, disampaikan kepada kami oleh Suwaid bin Nashr, diberitahukan kepada
kami oleh ibnu al-Mubarak dari Yahya bin Ayyub dari Ubaidillah bin Zahr dari Ali bin Yazid dari al-
Qasim dari Abi Umamah dari Uqbah bin Amir berkata; (Uqbah) aku berkata wahai Rasulullah apa
yang disebut dengan sukses (dalam rumah tanggga) ? Rasul menjawab; jagalah lisanmu maka
rumahmu akan terasa luas, dan menangislah ketika engkau berbuat salah.” [HR. al-Turmudzi]

Hadits di atas menjadi pijakan awal dalam kajian tentang etika berkeluarga dalam perspektif
al-Qur’an, karena tidaklah mungkin ada ungkapan dari sang penyampai wahyu Allah kecuali
semuanya bersumber dari Allah itu sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Aisyah
ketika ditanya oleh Sa’ad bin Hisyam tentang bagaimana melihat akhlak (etika) Rasulullah, maka
Aisyah menjawab bahwa “akhlaknya adalah al-Qur’an”.
Melalui penelaahan terhadap profil Rasulullah Muhammad saw, maka akan terlihat spesifikasi kalam
Allah yang bersifat mujmal dan terasa relevan serta responsif di manapun dan kapanpun al-Qur’an
itu dikaji. Adapun yang menjadi kajian penting dalam makalah ini adalah, menelaah tentang etika
berkeluarga dari awal menciptakan keluarga, kemudian dalam perjalanan berkeluarga, yakni antara
suami dan istri, orang tua dengan anak, dan yang terkahir etika penyelesaian permasalahan dalam
keluarga.

Adapun alat ukur dalam kajian di atas, lebih banyak terfokus pada bacaan terhadap firman-
firman Allah baik terangkai di dalam al-Qur’an, juga melalui kalam-Nya yang tidak tertulis
yakni sunnah Rasulullah Muhammad saw. Bacaan terhadap kalam Tuhan tersebut penulis raih dari
dua sumber, yakni sumber transmisi keilmuan Islam (riwayat) dan sumber telaah sosial (ijtihad).

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah antara lain :

1. Bagaimana cara beretika dalam rumah tangga menurut pandangan Agama Islam?
2. Apa saja yang bentuk gangguan yang terjadi didalam rumah tangga, yang menyebabkan
konflik di rumah tangga tersebut?
3. Bagaimana etika penyelesaian konflik di rumah tangga dalam perspektif Al-quran?
4. Bagaimana cara mengatasi masalah rumah tangga secara islam?

1.3 Tujuan Masalah

Bersumber pada rumusan masalah yang disusun oleh penulis diatas, hingga tujuan dalam
penyusunan makalah ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana Agama Islam mengatur kehidupan dalam berumah tangga.
2. Untuk mengetahui apa saja bentuk gangguan di dalam rumah tangga yang menyebabkan
konflik dirumah tangga tersebut.
3. Untuk mengetahui bagaimana etika menyelesaikan konflik di rumah tangga dalam perspektif
Al-Qur’an.
4. Untuk mengetahui cara mengatasi masalah yang terjadi di rumah tangga.

BAB 2

PEMBAHASAN

3
A. Etika Berkeluarga Dalam Perspektif Al- Qur'an

Perselisihan yang sering terjadi dalam rumah tangga dianggap hal yang biasa. Masing-masing

pihak masih membawa egonya sendiri. Oleh karena itu tujuan perkawinan yang semula untuk saling

membahagiakan berubah menjadi saling mencelakakan. Upaya untuk membangun keluarga yang

tentram, sakinah mawaddah dan rahmah tumbuh dari pribadi-pribadi keluarga, juga perlu

ditumbuhkan oleh lingkungan keluarga.

            Dalam upaya membina keluarga sakinah, pasangan suami istri hendaknya melaksanakan

etika, antara lain sebagai berikut:

  1.    Etika Tanggungjawab Dalam Keluarga

Berkenaan dengan tanggung jawab dalam keluarga, Allah berfirman:

ۚۡ‫وا ِم ۡن أَمۡ ٰ َولِ ِهم‬


ْ ُ‫ضهُمۡ َعلَ ٰى بَ ۡعض َوبِ َمٓا أَنفَق‬
ٖ َ ‫ون َعلَى ٱلنِّ َسٓا ِء بِ َما فَض ََّل ٱهَّلل ُ بَ ۡع‬ َ ‫ٱلرِّجا ُل قَ ٰ َّو ُم‬ َ
ٰ
‫ون نُ ُش و َزهُ َّن فَ ِعظُ وهُ َّن‬ َ ُ‫ب بِ َم ا َحفِ ظَ ٱهَّلل ۚ ُ َوٱلَّتِي تَ َخ اف‬ ِ ‫ت لِّ ۡل َغ ۡي‬ٞ َ‫ت ٰ َحفِ ٰظ‬
ٌ َ‫ت ٰقَنِ ٰت‬ َّ ٰ َ‫ف‬
ُ ‫ٱلص لِ ٰ َح‬
َ ‫وا َعلَ ۡي ِه َّن َس بِياًل ۗ إِ َّن ٱهَّلل‬ َ َ‫ٱض ِربُوهُ ۖ َّن فَ إِ ۡن أ‬
ْ ‫ط ۡعنَ ُكمۡ فَاَل تَ ۡب ُغ‬ ۡ ‫اج ِع َو‬ ِ ‫ض‬ َ ‫ٱه ُجرُوهُ َّن فِي ۡٱل َم‬ ۡ ‫َو‬
٣٤ ‫يرا‬ ٗ ِ‫ان َعلِ ٗيّا َكب‬ َ ‫َك‬

Artinya:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka
mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha besar. (Qs. An-Nisaa’: 34)

Dalam ayat tersebut terkandung beberapa hukum sebagai berikut:

 Suami adalah sebagai pemimpin (kepala keluarga)

4
        Menurut Jawad Mugniyah, maksud dari ayat itu tidak menunjukkan perbedaan antara laki-

laki/suami dan wanita/istri, tetapi keduanya adalah sama. Ayat tersebut hanya ditujukan

bahwa laki-laki sebagai suami dan wanita sebagai istri, keduanya adalah rukun kehidupan,

tidak satupun bisa hidup tanpa yang lain, keduanya saling melengkapi. Ayat ini bisa ditujukan

untuk kepemimpinan suami dalam memimpin istrinya. Bukan untuk menjadi penguasa yang

otoriter.

        Dalam ayat ini adalah tugas suami adalah melindungi, menjaga, membela, bertindak sebagai

wali, memberi nafkah, dan lain-lain. Kelebihan kaum laki-laki dalam hal kemampuan mencari

nafkah dan kekuatan memberikan perlindungan telah menjadikan kaum perempuan lebih

mudah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan fitrahnya, yaitu: hamil, melahirkan.

Serta mengasuh anak. Maka dengan ini, kaum perempuan (para istri) dapat tentram dan

sejahteraserta tercukupi seluruh kebutuhannya. Itulah sebabnya suami dijadikan sebagai

pemimpin dalam keluarga. Jadi bukan karena diskriminasi antara laki-laki dan perempuan.

 Suami sebagai penanggungjawab utama nafkah keluarga

َ ‫ض ۡع َن أَ ۡو ٰلَ َدهُ َّن َح ۡولَ ۡي ِن َكا ِملَ ۡي ۖ ِن لِ َم ۡن أَ َرا َد أَن يُتِ َّم ٱلر‬
‫َّضا َع ۚةَ َو َعلَى‬ ِ ‫ت ي ُۡر‬ ُ ‫۞ َو ۡٱل ٰ َولِ ٰ َد‬
ُ‫ض ٓا َّر ٰ َولِ َد ۢة‬َ ُ‫ف نَ ۡفسٌ إِاَّل ُو ۡس َعهَ ۚا اَل ت‬ ِ ۚ ‫ۡٱل َم ۡولُو ِد لَهۥُ ِر ۡزقُه َُّن َو ِك ۡس َوتُه َُّن بِ ۡٱل َم ۡعر‬
ُ َّ‫ُوف اَل تُ َكل‬
‫اض‬ ٖ ‫ص ااًل َعن تَ َر‬ َ ِ‫ك فَ إِ ۡن أَ َرا َدا ف‬ َ ۗ ِ‫ث ِم ۡث ُل ٰ َذل‬ِ ‫ار‬ ۡ
ِ ‫ود لَّهۥُ بِ َولَ ِدۦۚ ِه َو َعلَى ٱل َو‬
ٞ ُ‫بِ َولَ ِدهَا َواَل َم ۡول‬
ۡ‫ض ع ُٓو ْا أَ ۡو ٰلَ َد ُكمۡ فَاَل ُجنَ ا َح َعلَ ۡي ُكم‬
ِ ‫اح َعلَ ۡي ِه َم ۗا َوإِ ۡن أَ َردتُّمۡ أَن تَ ۡستَ ۡر‬ َ َ‫ِّم ۡنهُ َما َوتَ َشا ُو ٖر فَاَل ُجن‬
٢٣٣ ‫ير‬ ٞ ‫ص‬ِ َ‫ون ب‬ َ ُ‫ٱعلَ ُم ٓو ْا أَ َّن ٱهَّلل َ بِ َما تَ ۡع َمل‬
ۡ ‫وا ٱهَّلل َ َو‬ ِ ۗ ‫إِ َذا َسلَّمۡ تُم َّمٓا َءاتَ ۡيتُم بِ ۡٱل َم ۡعر‬
ْ ُ‫ُوف َوٱتَّق‬

Artinya:

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu
dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,
dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu

5
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah          bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Baqarah: 233)

Dalam ayat tersebut bahwa suami berkewajiban memberi nafkah kepada istri dan anak-

anak. Nafkah yang dimaksud ialah memenuhi kebutuhan makan dan minum, pakaian, tempat

tinggal, pengobatan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya, sesuai dengan kemampuan suami.

Karena tanggungjawab penyedia nafkah inilah diantara alasan mengapa suami menjadi pemimpin

rumah tangga.

Walaupun nafkah rumah tangga dilimpahkan pada suami, tetapi wanita pun boleh

membantunya dalam hukum islam asal dengan persetujuan suaminya dan tidak mengganggu

pelaksanaan kewajibannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Wanita diperbolehkan mencari

nafkah kepada suami, anak dan rumah tangganya dari hasil jerih payahnya, meskipun menafkahi

keluarga itu adalah bukan kewajiban istri.

2. Kerjasama Dalam Keluarga

Allah berfirman dalam surah Al-Lail ayat 3-4, yaitu:

َّ ‫) إِ َّن َس ۡعيَ ُكمۡ لَ َش‬٣ (‫ق ٱل َّذ َك َر َوٱأۡل ُنثَ ٰ ٓى‬


) ٤ٰ(‫ت‬ َ َ‫َو َما َخل‬
Artinya:

“Demi penciptaan laki-laki dan perempuan, sungguh usahamu memang beraneka macam”.  (Qs. Al

Lail:3-4)[10]

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan fungsinya yang berbeda. Namun,

fungsi masing-masing dari mereka itu sama-sama penting dan semuanya dibutuhkan, karena saling

melengkapi dan saling menyempurnakan suatu kerjasama.

Rumah tangga yang aman dan damai adalah gabungan diantara tegapnya laki-laki dan

halusnya perempuan. Laki-laki mencari nafkah dan perempuan mengurus rumah tangga. Rumah

tangga tidak bisa berdiri kalau hanya kemauan laki-laki saja yang berlaku, atau kalau hanya

kehalusan dan lemah lembut perempuan saja. Penggabungan laki-laki (suami) dan perempuanlah

6
(istri) yang menimbulkan keturunan. Dari kasih tiba gilirannya, mereka pula yang mendirikan rumah

tangga serta melanjutkan keturunan.

Tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga adalah menjaga, membela, bertindak

sebagai wali memberi nafkah dan sebagainya. Lain halnya dengan istri, ia justru mendapat jaminan

keamanan dan nafkah. Itulah sebabnya kaum laki-laki memperoleh warisan dua kali lipat dari bagian

perempuan.

3. Etika Pergaulan Dalam Rumah Tangga

Menurut Yusuf al-Qardawi, ciri-ciri yang menonjol di keluarga muslim tetaplah dominan

kesetiaan, ketaatan, kasih sayang dan membina silaturahmi. Disamping itu dalam keluarga muslim

mempunyai ciri-ciri menjaga akhlak mulia yang senantiasa mengikuti tuntunan Al-Quran dan Hadis

Rasulullah SAW.

Ungkapan Yusuf al-Qardawi tersebut bisa tampak jika suatu keluarga dapat menciptakan

suatu rumah tempat tinggal seperti yang dikatakan oleh Nabi SAW, “Rumahku adalah surgaku”.

Ciri-cirinya adalah menurut Prof. Dr. Husni Rahim, bahwa setiap anggota keluarga merasa senang,

bahagia, aman, saling mencintai, saling menjaga, setiap anggota keluarga selalu terpanggil dan ingin

pulang ke rumah, karena rumah bukan hanya sekedar tempat berteduh ketika hujan dan panas tapi

juga lebih dari semuanya itu rumah adalah tempat menenangkan hati yang gelisah, tempat

pembinaan keluarga serta tempat menumbuhkan ikatan batin antara penghuninya. Oleh karena itu

tata dan aturlah rumah agar menyenangkan semua anggota keluarga. Diskusikan bersama mengenai

warna dan tata letak perabot rumah tangga yang akan menyenangkan semua anggota. Maksudnya

ialah agar rumah menjadi surga untuk suami dan anak-anak pun betah dirumah. Mewujudkan

suasana surgawi itu memang tidaklah mudah, namun dengan cinta hal itu bisa diwujudkan.

4.        Etika Suami Istri

Diantara bermacam-macam kebutuhan manusia dalam hidup dan kehidupannya, kebutuhan

kepada perkawinan termasuk kebutuhan vital. Kehendak ingin berhubungan akrab termasuk motif

7
bagi manusia, atau termasuk kebutuhan vital biologis, yaitu kehendak naluriah setiap makhluk hidup

untuk melanjutkan hidupnya berketurunan dan berkembangbiak.

5.        Etika Dalam Upaya Membentuk Keluarga Muslim Yang Sakinah, Mawaddah, dan

Warahmah

Untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah, diupayakan agar suami istri

dan anak-anak dalam suatu rumah tangga melakukan, antara lain sebagai berikut:

a. Setia, saling mencintai dan saling menyayangi seperti dalam ayat berikut:  

‫ق لَ ُكم ِّم ۡن أَنفُ ِس ُكمۡ أَ ۡز ٰ َو ٗجا لِّتَ ۡس ُكنُ ٓو ْا إِلَ ۡيهَا َو َج َع َل بَ ۡينَ ُكم‬ َ َ‫َو ِم ۡن َءا ٰيَتِ ِٓۦه أَ ۡن َخل‬
٢١ ‫ُون‬ َ ‫ت لِّقَ ۡو ٖم يَتَفَ َّكر‬ ٖ َ‫ك أَل ٓ ٰي‬َ ِ‫َّم َو َّد ٗة َو َر ۡح َم ۚةً إِ َّن فِي ٰ َذل‬

Artinya:

              Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar-Ruum: 21)[14]

b. Saling menghormati dan saling menghargai, percaya mempercayai, bantu membantu, dan

seiya sekata dalam memikul tugas kerumahtanggaan

c. Saling pengertian dan saling memahami

d. Saling menghormati keluarga masing-masing

e. Pasangan suami istri menjadi teladan bagi anak-anak dan keluarga lainnya yang ada dalam

rumah

f. Suami istri hendaklah bermusyawarah dan transparan dalam segala hal. Jika ada kesulitan

hendaklah dibicarakan dengan hati terbuka, tidak segan meminta maaf jika merasa diri

bersalah, karena yang demikian itu akan menambah kalahnya hubungan cinta kasih.

g. Melaksanakan ibadah dengan baik dan membiasakan shalat berjamaah dengan keluarga

h. Menyiapkan rumah yang memenuhi kesehatan, agar suami dan anak-anak betah dirumah.

8
i. Menjadikan rumah dapat berperan untuk membina generasi muda

j. Menjadikan rumahtangga yang dapat mengelola keuangan keluarga dengan baik, sesuai

dengan pendapatan, tidak boros dan tidak kikir

k. Tidak egois, dan dapat memahami kelemahan dan kekurangan masing-masing.

6.        Etika pemecahan problematika dan kenanggulangan konflik dalam keluarga

a. Pernikahan harus diawali dengan niat karena Allah. Bagi mereka yang akan memasuki

jenjang kehidupan rumah tangga hendaknya diawali dan diingat bahwa membina

rumahtangga merupakan ibadah.

b. Penataan kembali rumahtangga sebelum hancur berantakan jatuh ke jurang kesengsaraan

lahir dan batin dengan berbagai upaya antara lain:

 Mengadakan introspeksi, evaluasi, dan musyawarah seluruh anggota keluarga yang bisa

diajak bicara, mencoba mencari titik temu, dan mengembangkan persamaan persepsi tanpa

mengungkit perbedaan satu sama lain.

 Memperbaiki dan meningkatkan semangat kerja dan memperbaiki ekonomi rumahtangga.

Ekonomi rumah tangga adalah tulang punggung keluarga. Dukungan kesejahteraan ekonomi

tidak sedikit andilnya dalam membina kerukunan rumah tangga, walaupun tidak selalu

esensial.

 Meminta orangtua mereka yang dianggap bijaksana, ikut menengahi dan memberikan

pandangan, tetapi harus disertai kesediaan semua anggota keluarga. Orang tua jang

menyalahkan atau mencari kesalahan salah satu pihak, tetapi hendaknya memberi arahan

yang tidak membingungkan dan menjunjung norma-norma kemanusiaan serta norma agama

dengan cara yang menumbuhkan optimis.

 Meminta nasehat para ulama, kiai, atau ustadz. Mereka biasanya lebih paham dan

menyampaikannya dengan kasih sayang. Juga hendaknya tidak berprasangka buruk.

 Meminta nasehat pada badan penyuluh, penasihat perkawinan, dan perceraian (BP4),

pengalaman mereka bisa dijadikan nasehat untuk kerukunan keluarga.

9
 Meminta nasihat Lembaga Bantuan Hukum dan Keluarga.

  Konsultasi dengan  psikolog, dalam keadaan tertentu psikolog perlu dimintai

pertimbangannya, bagaimana menganalisis dan memecahkan masalah kehidupan rumah

tangga dengan baik, jelas dengan mengetahui karakter anggota keluarga, kemungkinan

memahami dan menyelesaikan akan lebih terarah.

  Konsultasi dengan dokter ahli jiwa jika diperlukan bila mana salah satu pihak terganggu

kejiwaannya. Demi rukun kembali bisa dirujuk.

       Semua keluarga menemukan berbagai problem dan mengalami konflik pribadi, maupun

problem dan konflik antar keluarga. Hal ini wajar, apalagi latar belakang kedua pasangan berbeda

adat dan kepribadiannya. Untuk mewujudkan keluarga sakinah dan bahagia masing-masing harus

berupaya memecahkan problem dan menyelesaikan konflik itu dengan baik, atau setidaknya

memperkecil konflik itu dengan baik sehingga tidak meluas.

B. Gangguan-gangguan yang sering terjadi dalam Rumah Tangga

1. Gangguan-Gangguan Atas Kerukunan

            Banyak suami dan istri benar-benar sungguh dalam keinginan mereka untuk membina dan

mempertahankan suasana rukun dan damai serta serasi diantara mereka. Dan banyak dari mereka

melakukan usaha kearah terwujudnya situasi yang diidam-idamkan itu, walaupun usaha tersebut

biasanya dilakukan tanpa rencana, tanpa ilmu dan tanpa pengalaman. Walaupun keinginan dan

usaha itu serius, namun dalam kenyataannya kerukunan itu kadang-kadang tidak berhasil diciptakan

dan kalau sudah ada, sering mengalami gangguan. Kerukunan dan keserasian dalam rumah tangga

ada kalanya terancam oleh gangguan-gangguan hingga timbul keinginan untuk bercerai.

            Meski demikian, cerai itu diperbolehkan dalam islam. Rasulullah saw, menyatakan bahwa

perceraian itu diperbolehkan meski dibenci Allah. Pertanyaannya sekarang adalah mengapa cerai

ada dan dibolehkan oleh islam? kita tahu bahwa setiap perintah dan larangan yang ada dalam islam

pasti mengandung hikmah (blessing in disguise), ada pesan moral yang disampaikan oleh Allah SWT

kepada kita umatnya, tidak terkecuali permasalahan cerai ini.

10
Gangguan atau problem rumah tangga yang terjadi 

 Pertama, ketika si dia berbeda setelah menikah, ketika dulu saat berpacaran, yang tampak

adalah sesuatu yang baik, yang menyenangkan, yang penuh dengan cinta, namun bisa jadi

dalam perjalanan rumah tangga hal itu bisa saja berubah.

 Kedua, mudah dipengaruhi orang lain. Ini juga bisa jadi masalah. Pasangan suami-istri jangan

mudah termakan oleh omongan orang lain, jika salah satu pasangan mudah terpancing maka

bisa jadi rumah tangga akan penuh dengan prahara. Pasangan anda akan mendadak

berubah karena anda lebih mempercayai orang lain ketimbang suami atau istrinya sendiri.

  Ketiga, bisa jadi pasangan merasa bosan, masalah-masalah kecil seperti mencuci piring, atau

hanya sekedar pakaian kotor pun bisa menjadi masalah yang besar jika tidak segera

ditangani.

  Keempat, berubahnya pasangan bisa dikarenakan kurang bagusnya melayani nafkah batin.

  Kelima,   pasangan juga dapat berubah bisa disebabkan terjangkiti oleh penyakit hedonis-

matrealistik yang memandang segala sesuatu dari undur kebendaan dan materi.

  Keenam,  punya wanita idaman lain ata pria idaman lain, jika sudah menikah dan

membangun hidup bersama, maka kisah cinta masa lalu yang pernah terjadi baik suami

maupun istri harus benar-benar dikubur dalam-dalam. Jangan pernah diungkit-ungkit lagi.

Jika masih sering menyebut mantan pacar atau mantan istri sebelumnya, maka tidak

menutup kemungkinan akan memunculkan kecemburuan dan rumah tangga pun akan

goyah.

Ada beberapa tahapan dalam perselingkuhan, yaitu:

1. Tahapan ketertarikan,

        Ketertarikan disini bisa jadi tertarik dengan fisiknya, ataupun kepribadiannya, atau mungkin

mirip masalalunya.

2. Timbul rasa ketergantungan

11
        Setelah tertarik lalu timbul rasa ketergantungan, karena dia WIL/PIL ini selalu bersikap

ramah, sopan, juga welcome atau memberikan lampu hijau untuk dekat dengannya. Akhirnya rasa

itu muncul dalam diri untuk selalu ingin didekatnya, lama kelamaan rasa cinta dari hubungan

terlarang itu terus melekat dan bisa menjerumuskan dalam lembah kenistaan.

 Ketujuh  Karena sama-sama sibuk, biasanya suami yang sering dinas diluar kota atau

seorang pembisnis yang urusannya selalu keluar, atau seumpama karyawan dikantor,

dalam perkumpulan, atau dalam asrama. Kedua pasangan harus sama-sama saling

mengerti juga memahami, menyesuaikan pasangan dengan keadaan, asal jangan ada yang

merasa paling berjasa dalam rumah tangga.

  Kedelapan,  komunikasi eror, carilah istri yang pintar secara intelektual karena istri yang

pintar mampu menjalin komunikasi yang bagus, tapi jika istri kurang bagus dalam

intelektual mereka cenderung wait and see  menunggu dan melihat saja dan menunggu

kebijakan suami. Ia cenderung menurut dan  sami’na wa atha’na atas apa saja yang

diputuskan oleh suami.

Masalahnya jika hasil dari kebijakan suami yang tidak sesuai dengan harapan istri. Padahal

ketika suami mengajak musyawarah, diskusi, istri tidak nyambung. Giliran wujud dari

kebijakan suami, istri tidak mau menerima. Jika sudah begini, muncul ketidakharmonisan

dalam rumah tangga.

Selain itu komunikasi yang error juga dikarenakan ketertutupan masing-masing pihak. Istri

merasa bahwa masalah-masalah yang ada dalam rumah tangga tidak harus diungkapkan

pada suami. Sebaliknya, anda sebagai suami juga menganggap bahwa masalah-masalah

anda tidak harus diutarakan pada istri. Akhirnya, masing-masing pihak sama-sama terdiam

dalam kebisuan.

C. Etika Penyelesaian Konflik Dalam Rumah Tangga

Ada dua permasalahan penting yang harus dituangkan prinsip etika di dalam penyelesaian
problem keluarga, yakni masalah cemburu, dan masalah perceraian. Kedua permaslahan ini, sering
kali diselesaikan oleh suami dan istri dengan mendahulukan nafsu amarah sehingga menghilangkan

12
nilai-nilai logis sebagai manusia. Bukan kemaslahatan dan rahmat Allah yang muncul, akan tetapi
murka dan azab Allah yang akan datang.

1) Masalah Cemburu.

Cemburu adalah sifat alamiah seorang manusia, baik pria ataupun wanita, bahkan istri-istri
nabi sendiri selalu saling cemburu berkenaan dengan hubungan mereka dengan Rasulullah
Muhammad saw. Bint asy-Syathi menyebutkan, bahwa karena cemburu merupakan watak logis dan
sehat, maka Rasulullah saw mengizinkan istri-istrinya mengisi dunia pribadinya dengan kehangatan,
emosi dan kegembiraan, menentang semua stagnasi, kelesuan, dan sifat yang membosankan.
Bahkan Nabi tidak dengan sendirinya selalu meluangkan waktu untuk melihat dan mengamati
peperang-perangan kecil yang terjadi di antara istri-istrinya, dan sebagai seorang manusia, Nabi pun
merasa “senang” karena mereka salaing cemburu karena cinta mereka kepada suami mereka yakni
Rasulullah Muhammad saw.
Adapun dalam memberikan hukuman bagi yang membangkang, Nabi menarik mereka dari kontak
sosial dan seksual. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt  ;

ْ‫ضا ِج ِع َواضْ ِربُوهُنَّ َفإِن‬ ُ ‫وزهُنَّ َفع‬


َ ‫ِظوهُنَّ َواهْ ُجرُوهُنَّ فِي ْال َم‬ َ ‫ش‬ ُ ‫ون ُن‬ َ ُ‫…والالَّتِي َت َخاف‬ َ
}34 : ‫ان َعلِ ًّيا َك ِبيرً ا{النساء‬ َ َّ‫أَ َطعْ َن ُك ْم َفالَ تَ ْب ُغوا َع َلي ِْهنَّ َس ِبيالً إِن‬
َ ‫هللا َك‬

 Artinya : “…Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar.” [QS. An-Nisa’ : 34]

2) Masalah Perceraian.

Masalah perceraian merupakan perbuatan yang mubah (boleh) namun dibenci Allah swt.


Akan tetapi meskipun ia dibenci Tuhan akan tetapi Islam memberikan peluang untuk dapat
melakukan perceraian jika jalan perdamaian dengan “al-ma’ruf” atau kebaikan sudah tidak bisa
menjadi solusi. Dalam hal ini, Allah mengajarkan kepada umat Islam agar menjadikan pengadilan

13
sebagai sarana perceraian agar fitnah dan kemaksiatan tidak merajalela, sebagaimana firman Allah
swt ;

‫ق بَ ْينِ ِه َما فَا ْب َعثُوا َح َك ًما ِم ْن أَ ْهلِ ِه َو َح َك ًما ِم ْن أَ ْهلِهَا إِ ْن ي ُِري َدا إِصْ الَحًا‬
َ ‫َوإِ ْن ِخ ْفتُ ْم ِشقَا‬
ِ ِّ‫ي َُوف‬
َ ‫ق هللاُ بَ ْينَهُ َما إِ َّن هللاَ َك‬
}35 : ‫ان َعلِي ًما َخبِيرًا{النساء‬

 Artinya : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang
hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam
itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. An-Nisa’ : 35]

Melalui firman Allah di atas, maka Muhammad Sahrur dengan tegas menyebutkan bahwa semua
penyelesaian perceraian harus di depan pengadilan. Hal ini bagi hemat penulis berguna untuk
menutup semua aib yang ada pada masa pernikahan dan harus tetap dijaga pasca perceraian.

‫الطالق بين الرجل والمرأة ال يكون إال عن طر يق القضاء حصرا‬


Artinya : “Perceraian antara suami-istri secara tegas harus diselesaikan melalui jalur persidangan.”

Prinsip lain yang juga terjaga dengan mengedepankan nilai etik di atas adalah terselesaikannya
seluruh kasus-kasus harta pasca perceraian, seperti kasus yang dituangkan oleh Allah di dalam al-
Qur’an ;

‫ان َوالَ يَ ِحلُّ لَ ُك ْم أَ ْن تَأْ ُخ ُذوا ِم َّما‬


ٍ ‫ْري ٌح بِإِحْ َس‬ِ ‫ُوف أَ ْو تَس‬
ٍ ‫ك بِ َم ْعر‬ ٌ ‫ان فَإِ ْم َسا‬
ِ َ‫ق َم َّرت‬ ُ َ‫الطَّال‬
َ َ‫آَتَ ْيتُ ُموهُ َّن َش ْيئًا إِالَّ أَ ْن يَ َخافَا أَالَّ يُقِي َما ُح ُدو َد هللاِ فَإِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَالَّ يُقِي َما ُح ُدو َد هللاِ فَالَ ُجن‬
‫اح‬
َ ‫هللا َفأُو َل ِئ‬
‫ك ُه ُم‬ ِ َ‫هللا َفالَ َتعْ َت ُدو َها َو َمنْ َي َت َع َّد ُح ُدود‬ َ ‫دَت ِب ِه ت ِْل‬
ِ ‫ك ُح ُدو ُد‬ ْ ‫َعلَ ْي ِه َما فِي َما ا ْف َت‬
}229 : ‫ُون {البقرة‬ َ ‫الظالِم‬ َّ

 Artinya : “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat

14
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
zalim.” [QS. al-Baqarah : 229]

D. Cara Mengatasi Masalah Rumah Tangga Secara Islam

1. Berpedoman Pada Al-qur'an

Cara mengatasi masalah rumah tangga yang pertama adalah selalu berpedoman pada Al-
Qur'an dan As-Sunnah. Apapun masalahnya kembalikan pada syriat agama. Dengan ini akan
membantu untuk menyelesaikan segala perkara degan cara terbaik

2. Diselenggarakan Lewat Kasih Sayang

Setiap masalah yang terjadi dalam rumah tangga tidak harus diselesaikan dengan
pertengkaran, melainkan dengan cara yang lemah lembut danpenuh kasih sayang. Misalnya,
mengajak pasangan bercanda, berbelanja bersama, memasak makanan bersama atau jalan-jalan
ke Taman dan sebagainya.

Allah ta’ala berfirman:

‫ف‬ ۡ َ‫ك ف‬
ُ ‫ٱع‬ َ ۖ ِ‫وا ِم ۡن َح ۡول‬ ْ ُّ‫ب ٱَلنفَض‬ ِ ‫نت فَظًّا َغلِيظَ ۡٱلقَ ۡل‬َ ‫نت لَهُمۡۖ َولَ ۡو ُك‬
َ ِ‫فَبِ َما َر ۡح َم ٖة ِّم َن ٱهَّلل ِ ل‬
َ ۡ‫او ۡرهُمۡ فِي ٱأۡل َمۡ ۖ ِر فَإِ َذا َع َزم‬
ُّ‫ت فَتَ َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ۚ ِ إِ َّن ٱهَّلل َ يُ ِحب‬ ِ ‫ٱستَ ۡغفِ ۡر لَهُمۡ َو َش‬ ۡ ‫َع ۡنهُمۡ َو‬
١٥٩ ‫ين‬ َ ِ‫ۡٱل ُمتَ َو ِّكل‬
 “Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka,
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu.” (Qs. Ali-Imran: 159)

3. Saling Memberi Nasehat

Ketika ada masalah didalam rumah tangga, misalnya seorang istri marah kareana sebab
tertentu maka sebagai suami janganlah ikutan marah. Tindakan tersebut akan membuat
masalah semakin runyam. Sebaliknya, kewajiban suami terhadap istri dalam islam
adalah memberikan nasehat yang baik kepada istri tenang peran wanita dalam islam,
fungsi ibu rumah tangga dalam islam, dan kewajiban wanita setelah menikah.

Allah Ta’ala Berfirman:

15
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di termpat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian
jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Dan jika kamu khawatir ada
persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (An Nisa’ :34-35).

4. Fokus Terhadap Masalah

Untuk menyelesaiakan suatu masalah tentunya harus mencari tahu penyebabnya terlebih
dahulu, etelah tahu sebabnya maka fokuslah ke inti permasalahannya.kemudian
permasalahan tersebut bisa diselesaikan dengan bermusyawarah untuk menemukan jalan
keluar yang adil.

5. Menghindari Sikap Egois

Sebagai seseorang yang beriman dan bertakwa, hendaklah menjauhi sikap egois, yang mana
sikap tidak ingin mengalah ,tidak mau mengakui kesalahan sendiri dan merasa paling benar.
Ketika sudah berumah tangga, janganlah sampai egois terhadap pasangan sendiri. Karena
sikap egois bisa menjadi pemicu terjadinya pertengkaran secara terus menerus.

6. Saling Terbuka

Setelah menikah sebaiknya jangan ada rahasia diantara pasangan. cobalah untuk bersikap
terbuka. Segala masalah yang ada dihati akan lebih baik diceritakan, jangan hanya dipendam
sendiri ataupun menyembunyikan sesuatu. Itu akan menjadi pemicu kesalah pahaman yang
berimbas pada hancurnya rumah tangga.

7. Bersikap Dewasa

Masalah tidak akan terselesaikan dengan sikap kekanak- kanakan. Setiap masalah maka
selesaikanlah dengan kepala dingin dan tenang. Berdiskusi secara baik-baik tidak perlu saling
membentak. Selain itu, harus menanamkan sikap bertanggung jawab dalam diri sndiri.

8. Saling Memaafkan

Masalah tidak akan terselesaikan jika sama-sama bersikap keras kepala dan tidak mau
meminta maaf duluan. Memaafkan tidak berarti menjatuhkan harga diri seseorang.
Memaafkan adalah salah satu sikap yang disenangi Allah Ta'ala. Dan orang- orang yang mau
memaafkan kesalahan orang lain maka baginya balasan yang indah disisi Allah Ta'ala.

٢٦٣ ‫يم‬ٞ ِ‫ص َدقَ ٖة يَ ۡتبَ ُعهَٓا أَ ٗذ ۗى َوٱهَّلل ُ َغنِ ٌّي َحل‬
َ ‫ر ِّمن‬ٞ ‫ُوف َو َم ۡغفِ َرةٌ َخ ۡي‬
ٞ ‫ل َّم ۡعر‬ٞ ‫۞قَ ۡو‬
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”
(QS. Al-Baqarah : 263)

16
9. Bermusyawah

Dengan bermusyawarah bisa mendapatkan keputusan yang adil dan mufakat. Sebab dengan
saling menukar fikiran maka proses pemecahan masalah akan lebih mudah.

Perintah musyawarah juga dijelaskan dalam Al-Quran:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali Imran: 159)

10. Mengendalikan Emosi

Menghadapi masalah lebih baiknya diselesaikan dengan bisa mengontrol emosi dan tidak
selalu menuruti emosi. Orang yang tidak suka marah juga dijanjikan surga oleh Allah Ta'ala.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah
k akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk
memilih bidadari yang ia sukai.” (HR.Ahmad, Dawud, Tirmidzi, dan Ibu Majah)

“Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga.” (HR. At-Thabrani)

11. Menjaga Komunikasi

Komunikasi yang lancar perlu dijaga untuk menghindari ataupun mengatasi masalah rumah
tangga. Dengan berkomunikasi maka salah paham bisa dihindari. Perkara apapun itu, besar
kecilnya sebaiknya selalu dikomunikasikan dengan pasangan.

12. Saling Percaya

Untuk mengatasi masalah rumah tangga juga diperlukan sikap saling percaya. Apabila
kepercayaan sudah hilang maka apapun yang dilakukan pasangan pasti dianggap salah.
Sebisa mungkin hindari sikap suudzon atau prasangka buruk karena bisa menyesatkan hati.

17
ْ ‫َّس‬
‫وا‬ ُ ‫ۖم َو اَل تَ َجس‬ٞ ‫ض ٱلظَّنِّ إِ ۡث‬ َ ‫يرا ِّم َن ٱلظَّنِّ إِ َّن بَ ۡع‬ ٗ ِ‫وا َكث‬ْ ُ‫ٱجتَنِب‬
ۡ ‫وا‬ ْ ُ‫ين َءا َمن‬ َ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
ُ‫ض ۚا أَيُ ِحبُّ أَ َح ُد ُكمۡ أَن يَ ۡأ ُك َل لَ ۡح َم أَ ِخي ِه َم ۡي ٗت ا فَ َك ِر ۡهتُ ُم و ۚه‬
ً ‫ض ُكم بَ ۡع‬ ُ ‫َواَل يَ ۡغتَب ب َّۡع‬
١٢ ‫يم‬ٞ ‫َّح‬ ِ ‫اب ر‬ ْ ُ‫َوٱتَّق‬
ٞ ‫وا ٱهَّلل ۚ َ إِ َّن ٱهَّلل َ تَ َّو‬

:Allah Ta’ala berfirman

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya “


sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-car kesalahan
orang lain.” (Al-Hujurat: 12)

13. Bersikap Jujur

Ketika ada masalah janganlah malah berbohong hanya karna menghianati amarah pasangan.
Lebih baik berkata jujur, karena jujur itu adalah sifat mulia yanh disukai Allah dan bisa
mempermudah penyelesaian masalah.

14. Sabar Dan Ikhlas

Untuk mengatasi masalah rumah tangga secara islam berikutnya adalah menerapkan sabar
dan ikhlas . Bersabar dengan perkara yang menimpa maka kelak Allah akan mendatangkan
kebahagian dan pahala.

15. Menyadari Bahwa Hidup Sementara

Masalah yang datang dikehidupan, entah itu masalah rumah tangga ataupun lainnya
hendaknya tidak dipandang terlalu serius. Pahamilah bahwa hidup cuma sementara. Apabila
ditimpa musibah maka kembalilah pada Allah ta'ala.

18
BAB 3

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Menikah merupakan ibadah yang dianjurkan oleh Allah Ta’ala dan dicontohkan oleh Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera, harmoni, kekal,
kehidupannya lebih tenang dan tentram, memperteguh kelanggengan rasa cinta dan kasih
sayang, serta membentuk suasana menjadi damai dan saling toleransi.

Tetapi adakalanya kehidupan dalam berumah tangga itu dilanda permasalahan, hal ini
sangat wajar terjadi dalam rumah tangga, karena perbedaan pendapat diantara keduanya
ataupun ada sesuatu hal yang membuat keduanya terpecah belah.

Berdasarkan penjelasan dan pemahaman diatas, dapat disimpulkan bahwa:


A. Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami atau isteri harus saling memahami
kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajiban serta
memahami tugas dan fungsinya masing-masing.

B. Etika di dalam perjalan berkeluarga antara suami dan istri yakni dengan menjadikan
pasangan sebagai bagian dari dirinya (min nafs al-wahidah) dan menempatkan tugas
masing-masing secara proposional.

C. Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga, maka harus ada upaya ishlah
(mendamaikan). Yang harus dilakukan pertama kali oleh suami dan isteri adalah
lebih dahulu saling intropeksi, menyadari kesalahan masing-masing, dan saling
memaafkan, serta memohon kepada Allah agar disatukan hati, dimudahkan urusan
dalam ketaatan kepadaNya, dan diberikan kedamaian dalam rumah tangganya. Jika
cara tersebut gagal, maka harus ada juru damai dari pihak keluarga suami maupun
isteri untuk mendamaikan keduanya.

D. Dalam menyelesaikan permasalahan perkawinan, al-Qur’an mengajarkan agar


menghukum pasangan dengan menarik mereka dari kontak sosial dan seksual. Dan
jika harus dengan jalan perceraian maka semua harus diselesaikan di muka
persidangan.

19
DAFTAR PUSTAKA
https://dalamislam.com/info-islami/cara-mengatasi-masalah-rumah-tangga-secara-islam

al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah., al-Jami’ al-Shahih al-Mukhtashar, Beirut: Dar Ibnu
Katsir, 1987

al-Darimi, Adullah bin Abd al-Rahman Abu Muhammad., Sunan al-Darimi, Beirut: Dar al-Kitab al-
Arabi, 1407 H

al-Ja`iri, Abu Bakr Jabir., Minhaj  al–Muslim, Beirut: Dar al-Fikr, 1999


Al Munawar, Said Aqil Husin., al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta: Ciputat Press,
2003

al-Quzhawaini, Muhammad bin Yazid Abu Abdillah., Sunan Ibnu Majah, Beirut:  Dar al-Fikr, t.th.

al-Syaibani, Ahmad bin Hanbal Abu Abdillah., Musnad al-Imam Ahmad binHanbal, Kairo: Mu`assasah
Qurthubah, t.th.

https://ahmadrajafi.wordpress.com/2012/11/11/etika-berkeluarga-dalam-perspektif-al-quran/

https://kalam.sindonews.com/read/87672/72/bagaimana-islam-mengatur-konflik-di-dalam-rumah-
tangga-1593612426?showpage=all

Wannimaq Habsul,perkawianan terselubung diantara berbagai pandangan,( Jakarta: Golden


Terayon Prese, 1994),hlm 1

20

Anda mungkin juga menyukai