Anda di halaman 1dari 16

Akhlak Nabi terhadap Keluarga, Tetangga,

Tamu, dan Non-Muslim


Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Dakwah

Dosen Pengampu: Ahmad Asrof Fitri S.H.I., M.E.Sy.

Oleh:

1. Azkah Riskiyah (1190302037)


2. Hanifah Azzahraa (1190302049)

PROGRAM STUDI
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AZ-ZAYTUN INDONESIA
(IAI AL-AZIS)
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW. yang
kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Hadits Dakwah dengan judul “Akhlak
Nabi terhadap Keluarga, Tetangga, Tamu, dan Non-Muslim”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna dan
masih terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Ustadz
Ahmad Asrof Fitri S.H.I., M.E.Sy. yang telah membimbing dan mengarahkan agar kami bisa
memperoleh ilmu yang lebih luas lagi.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penyusun

Indramayu, 26 Maret 2021


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Diantara perintah Allâh Azza wa Jalla kepada kita adalah perintah agar kita
mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allâh” (al-Ahzâb/33:21).
Untuk meneladani dan mengikuti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita
terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
kehidupannya. Maka pada hari ini, kita akan sedikit saling mengingatkan tentang
keagungan pribadi dan akhlak Muhammad Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
terhadap keluarga, tetangga, tamu, dan non-muslim. Semoga dengan mengenal dan terus
mengingatnya, kita akan semakin terpacu untuk mengikuti beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Pribadi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pribadi yang sangat
agung, yang menjunjung tinggi akhlak mulia. Akhlak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memadukan antara pemenuhan terhadap hak Allâh, sebagai Rabbnya dan penghargaan
kepada sesama manusia. Dengannya, hidup menjadi bahagia dan akhirnya berbuah manis.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap keluarga?
2. Bagaimana akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap tetangga?
3. Bagaimana akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap tamu?
4. Bagaimana akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap non-muslim?
5. Apa tujuan makalah ini dibuat?

3. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap keluarga.
2. Untuk mengetahui akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap tetangga.
3. Untuk mengetahui akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap tamu.
4. Untuk mengetahui akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap non-muslim.
5. Untuk belajar bersama dan memenuhi tugas mata kuliah Hadits Dakwah.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Keluarga

Panutan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam sabdanya,

‫خَ ْي ُر ُك ْم َخ ْي ُر ُك ْم أِل َ ْهلِ ِه َوأَنَا َخ ْي ُر ُك ْم أِل َ ْهلِي‬

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang
paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” (H.R. Tirmidzi dan
beliau mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih. Ibnu Hibban dan al-Albani menilai
hadits tersebut sahih).

ِ ‫ب َح َّدثَنَا َع ْب َدةُ بْنُ ُسلَ ْي َمانَ ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َع ْم ٍرو َح َّدثَنَا أَبُو َسلَ َمةَ ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا أَبُو ُك َر ْي‬
ٍ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْك َم ُل ْال ُم ْؤ ِمنِينَ إِي َمانًا أَحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا َو ِخيَا ُر ُك ْم ِخيَا ُر ُك ْم لِنِ َسائِ ِه ْم ُخلُقًا قَا َل َوفِي ْالبَاب ع َْن عَائِ َشةَ َواب ِْن َعبَّا‬
‫س‬ َ
ٌ ‫يث أَبِي هُ َري َْرةَ هَ َذا َح ِد‬
َ ‫يث َح َس ٌن‬
‫ص ِحي ٌح‬ ُ ‫قَا َل أَبُو ِعي َسى َح ِد‬

"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap para istrinya." Abu Isa berkata, "Hadits
semakna diriwayatkan dari Aisyah dan Ibnu Abbas." Dia menambahkan, "Hadits Abu
Hurairah merupakan hadits hasan sahih." (HR. Tirmidzi: 1082)

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan berakhlak baik dalam sikap
dan perbuatan, karena hal ini digandengkan dengan kesempurnaan iman. Ini berarti, akhlak
yang baik merupakan konsekuensi iman yang benar. [kitab Tuhfatul Ahwadzi, 4/273].
Sebagaimana hadits ini juga menunjukkan bahwa sikap dan perbuatan baik ini lebih utama
untuk ditujukan kepada keluarga dan orang-orang yang terdekat dengan kita. [kitab Bahjatun
Nâzhirîn, 1/363].

Beberapa potret kemuliaan akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap


keluarganya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menasehati istri dan keluarga.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

‫أَالَ َوا ْستَوْ صُوْ ا بِالنِّ َسا ِء َخ ْيرًا‬


“Ingatlah, hendaknya kalian berwasiat yang baik kepada para istri.” (H.R. Tirmidzi
dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani).

Turut membantu urusan ‘belakang’

Secara hukum asal, urusan dapur dan urusan lain di dalamnya memang merupakan
kewajiban istri. Namun, meskipun demikian, hal ini tidak menghalangi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk ikut turun tangan membantu pekerjaan para istrinya. Dan ini tidak
terjadi melainkan karena sedemikian tingginya kemuliaan akhlak yang beliau miliki.

ِ ‫ت لِ َعائِ َشةَ يَا أُ َّم ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ أي َش ْي ٌء َكانَ يَصْ نَ ُع َرسُوْ ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم إِ َذا َكانَ ِع ْن َد‬
‫ك؟‬ ُ ‫ع َْن عُرْ َوةَ قَا َل قُ ْل‬
ُ‫صفُ نَ ْعلَهُ َوي ُِخ ْيطُ ثَوْ بَهُ َويَرْ فَ ُع د َْل َوه‬
ِ ‫ “ َما يَ ْف َع ُل أَ َح ُد ُك ْم فِي ِم ْهنَ ِة أَ ْهلِ ِه يَ ْخ‬:‫ت‬ ْ َ‫”قَال‬

Urwah bertanya kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah
menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika
sedang membantu istrinya. Beliau mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air
di ember.” (H.R. Ibnu Hibban).

Teladan Nabi pada Cucu Beliau

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,

ُ ‫ فَقَا َل األ ْق َر‬، ‫س التَّ ِمي ِم ُّى َجالِسًا‬


‫ إِ َّن لِى‬: ‫ع‬ ُ ‫ َو ِع ْن َدهُ األ ْق َر‬، ‫قَب ََّل النَّبِ ّى صلى هللا عليه وسلم ْال َح َسنَ ْبنَ َعلِ ٍّى‬
ٍ ِ‫ع بْنُ َحاب‬
‫ َم ْن ال يَرْ َح ُم ال يُرْ َح ُم‬: ‫ ثُ َّم قَا َل‬،‫ فَنَظَ َر إِلَ ْي ِه َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم‬، ‫ت ِم ْنهُ ْم أَ َحدًا‬ ُ ‫َع َش َرةً ِمنَ ْال َولَ ِد َما قَب َّْل‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin ‘Ali, dan di sisi Nabi ada
Al-Aqro’ bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro’ berkata, ‘Aku punya
10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium.’ Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melihat kepada Al-‘Aqro’ lalu beliau berkata, “Barangsiapa
yang tidak menyayangi maka ia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari, no. 5997 dan Muslim,
no. 2318).

Kemudian dalam riwayat yang lain ketika Al-Hasan menaiki pundak Nabi yang dalam
kondisi sujud. Nabi pun memanjangkan sujudnya. Hal ini menjadikan para sahabat heran
mereka berkata,

َ ‫ أَوْ أَنَّهُ يُو َحى ِإلَ ْي‬،ٌ‫َث أَ ْمر‬


‫ك‬ َ ‫ فَظَنَنَّا أَنَّهُ قَ ْد َحد‬،‫هَ ِذ ِه َسجْ َدةٌ قَ ْد أَطَ ْلتَهَا‬
“Wahai Rasulullah, engkau telah memperpanjang sujudmu, kami mengira telah terjadi
sesuatu atau telah diturunkan wahyu kepadamu.”

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka,

ِ ‫ت أَ ْن أُ َع ِّجلَهُ َحتَّى يَ ْق‬


ُ‫ض َي َحا َجتَه‬ ُ ‫ فَ َك ِر ْه‬،‫ َولَ ِك َّن ا ْبنِي ارْ تَ َحلَنِي‬،‫َذلِكَ لَ ْم يَ ُك ْن‬

“Bukan. Akan tetapi cucuku ini menjadikan aku seperti tunggangannya, maka aku
tidak suka menyegerakan dia hingga ia menunaikan kemauannya.” (HR. Ahmad, no. 16033
dengan sanad yang shahih dan An-Nasa’i, no. 1141 dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Kepada Sanak Keluarga

Waktu itu Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬membantu pamannya mengurusi salah


satu anaknya. Dibawalah Ali bin Abi Thalib ke rumahnya untuk diasuh supaya meringankan
beban beban Abu Thalib. Menjelang kematian pun, beliau ‫ ﷺ‬berusaha dengan
keras membantu pamannya agar pengorbanan yang selama ini dilakukan tidak sia-sia. Meski
pada akhirnya Abu Thalib mati dalam keadaan kafir. Beliau pun sempat memintakan ampun,
sampai pada akhirnya beliau ditegur Allah. Dialah yang memberi petunjuk, Muhammad
‫ ﷺ‬hanya bertugas sebagai penyampai.

Interaksi beliau ‫ ﷺ‬bukan saja kepada sanak keluarga dekat, di sisi lain
beliau juga sangat peduli terhadap kerabat dan teman akrab istri. Setiap kali Rasulullah
‫ ﷺ‬menyembelih kambing, ia berkata: ‘Kirimkan sebagiannya kepada teman-
teman Khadijah.’ (HR. Muslim).
2. Akhlak Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam terhadap Tetangga

‫ب ع َْن أَبِي ِه ع َْن َج ِّد ِه‬


ٍ ‫ْث ع َْن يَ ِزي َد يَ ْعنِي ا ْبنَ ْالهَا ِد ع َْن َع ْم ِرو ب ِْن ُش َع ْي‬ ٌ ‫َاع ُّي قَااَل َح َّدثَنَا لَي‬ ِ ‫َح َّدثَنَا يُونُسُ َوأَبُو َسلَ َمةَ ْال ُخز‬
َّ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل أَاَل أُ ْخبِ ُر ُك ْم بِأ َ َحبِّ ُك ْم إِل‬
‫ي َوأَ ْق َربِ ُك ْم ِمنِّي َمجْ لِسًا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة فَ َسكَتَ ْالقَوْ ُم فَأَعَا َدهَا َم َّرتَي ِْن‬ َّ ِ‫أَنَّهُ َس ِم َع النَّب‬
َ ‫ي‬
‫أَوْ ثَاَل ثًا قَا َل ْالقَوْ ُم نَ َع ْم يَا َرسُو َل هَّللا ِ قَا َل أَحْ َسنُ ُك ْم ُخلُقًا‬

"Maukah kalian aku kabarkan tentang orang yang paling aku suka dari kalian, dan
pada hari kiamat tempat duduknya paling dekat dengan aku?" Orang-orang semuanya diam,
maka beliau mengulangi kata-katanya tersebut sampai dua atau tiga kali. Akhirnya mereka
pun menjawab, "Mau wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Yaitu orang yang akhlaqnya
paling baik di antara kalian." (HR. Ahmad: 6447)

Kedudukan Tetangga

Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia.
Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ُ‫َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم َجا َره‬

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan
tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)

Bahkan besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah
ditekankan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ُ‫ت أَنَّهُ َسيُ َو ِّرثُه‬ ِ ‫ص ْينِ ْي بِ ْالـ َج‬


ُ ‫ار َحتَّى ظَنَ ْن‬ ِ ْ‫َما زَ ا َل ِجب ِْر ْي ُل يُو‬

“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga
itu akan mendapat bagian harta waris” (HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Bukan berarti dalam hadits
ini Jibril mensyariatkan bagian harta waris untuk tetangga karena Jibril tidak memiliki hak
dalam hal ini. Namun maknanya adalah beliau sampai mengira bahwa akan turun wahyu
yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian waris. Ini menunjukkan betapa ditekankannya
wasiat Jibril tersebut kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam” (Syarh Riyadhis Shalihin,
3/177).

Kitab Berbakti dan menyambung silaturrahim


‫ك ع َْن أَبِي َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن‬ ٍ ‫ْح ع َْن ُش َرحْ بِي َل ْب ِن َش ِري‬ ٍ ‫ك ع َْن َح ْي َوةَ ْب ِن ُش َري‬ ِ ‫َح َّدثَنَا أَحْ َم ُد بْنُ ُم َح َّم ٍد َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ ْال ُمبَا َر‬
‫صا ِحبِ ِه َوخَ ْي ُر‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َخ ْي ُر اأْل َصْ َحا‬
َ ‫ب ِع ْن َد هَّللا ِ َخ ْي ُرهُ ْم ِل‬ َ ِ ‫ْال ُحبُلِ ِّي ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫َريبٌ َوأَبُو َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْال ُحبُلِ ُّي ا ْس ُمهُ َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ يَ ِزي َد‬ ٌ ‫ال أَبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد‬
ِ ‫يث َح َس ٌن غ‬ ِ ‫ْال ِجي َرا ِن ِع ْن َد هَّللا ِ َخ ْي ُرهُ ْم لِ َج‬
َ َ‫ار ِه ق‬

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad, telah menceritakan


kepada kami Abdullah bin Al Mubarak dari Haiwah bin Syuraih dari Syurahbil bin
Syarik dari Abu Abdurrahman Al Hubuli dari Abdullah bin Amr ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah seorang yang
terbaik terhadap sahabatnya. Dan tetangga yang paling terbaik di sisi Allah adalah seorang
yang paling baik baik terhadap tetangganya." Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan gharib.

Berbagi dengan Tetangga

Bentuk akhlak yang baik adalah sikap yang selayaknya diberikan kepada tetangga
kita. Diantaranya adalah bersedekah kepada tetangga jika memang membutuhkan. Bahkan
anjuran bersedekah kepada tetangga ini sangat ditekankan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam :

‫ْس ْالـ ُم ْؤ ِمنُ الَّذيْ يَ ْشبَ ُع َو َجا ُرهُ َجائِ ٌع إلَى َج ْنبِ ِه‬
َ ‫لَي‬

“Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya


kelaparan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani dalam
Silsilah Ash Shahihah 149)

Beliau juga bersabda:

ِ َ ‫ك فَأ‬
ٍ ْ‫ص ْبهُ ْم ِم ْنهَا بِ َم ْعرُو‬
‫ف‬ ٍ ‫ ثُ َّم ا ْنظُرْ أَ ْه َل بَ ْي‬، ُ‫إِ َذا طَبَ ْختَ َم َرقًا فَأ َ ْكثِرْ َما َءه‬
َ ِ‫ت ِم ْن ِج ْي َران‬

“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga


tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik” (HR. Muslim
4766)

Dan juga segala bentuk akhlak yang baik lainnya, seperti memberi salam,
menjenguknya ketika sakit, membantu kesulitannya, berkata lemah-lembut, bermuka cerah di
depannya, menasehatinya dalam kebenaran, dan sebagainya.
3. Akhlak Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam terhadap Tamu

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ألخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬


ُ‫ض ْيفَه‬ ِ ‫َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم ْا‬

“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia
memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)

َ ِ ‫ْح ْال َك ْعبِ ِّي أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬


َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
‫ال‬ ٍ ‫ي ع َْن أَبِي ُش َري‬ ِّ ‫و َح َّدثَنِي ع َْن َمالِك ع َْن َس ِعي ِد ب ِْن أَبِي َس ِعي ٍد ْال َم ْقب ُِر‬
ِ ‫ت َو َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم َجا َرهُ َو َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل‬
ْ ‫َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا أَوْ لِيَصْ ُم‬
‫ي ِع ْن َدهُ َحتَّى‬ َ ‫ص َدقَةٌ َواَل يَ ِحلُّ لَهُ أَ ْن يَ ْث ِو‬
َ ‫ضيَافَتُهُ ثَاَل ثَةُ أَي ٍَّام فَ َما َكانَ بَ ْع َد َذلِكَ فَهُ َو‬
ِ ‫ض ْيفَهُ َجائِ َزتُهُ يَوْ ٌم َولَ ْيلَةٌ َو‬ َ ‫َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
ُ‫يُحْ ِر َجه‬

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya dia berkata yang baik
atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya dia memuliakan
tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir maka hendaknya dia
memuliakan tamunya; yang wajib yaitu sehari semalam, sedang hak bertamunya adalah tiga
hari, adapun selebihnya maka itu adalah sedekah. Tidak halal bagi (tamu) untuk tinggal di
rumah pemiliknya, hingga membuat pemiliknya susah. " (HR. Malik: 1454)

Ikram dalam hadits yang dimaksudkan adalah memuliakan dengan sebaik-baiknya,


yaitu memuliakan dengan sempurna pada tetangga dan tamu. [Al-Ihya’, 2:213, dinukil dari
Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 16: 219]

Hadits Shahih Muslim No. 3257 - Kitab Barang temuan

‫ـر ع َْن‬ِ ‫ب ع َْن أَبِي ْال َخ ْيـ‬ ٍ ‫ْث ع َْن يَ ِزيـ َد ب ِْن أَبِي َحبِي‬ ُ ‫ح أَ ْخبَ َرنَا اللَّي‬
ٍ ‫ْث ح و َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ُر ْم‬ ٌ ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْنُ َس ِعي ٍد َح َّدثَنَا لَي‬
‫صـلَّى هَّللا ُ َعلَ ْيـ ِه َو َسـلَّ َم‬ َ ِ ‫ال لَنَا َر ُسـو ُل هَّللا‬َ َ‫ك تَ ْب َعثُنَا فَنَ ْن ِز ُل بِقَوْ ٍم فَاَل يَ ْقرُونَنَا فَ َما تَ َرى فَق‬ َ َّ‫ال قُ ْلنَا يَا َرسُو َل هَّللا ِ إِن‬ َ َ‫ُع ْقبَةَ ْب ِن عَا ِم ٍر أَنَّهُ ق‬
‫ْف الَّ ِذي يَ ْنبَ ِغي لَهُ ْم‬ ِ ‫ضي‬ َّ ‫ق ال‬ َّ ‫ْف فَا ْقبَلُوا فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْف َعلُوا فَ ُخ ُذوا ِم ْنهُ ْم َح‬
ِ ‫ضي‬ َّ ‫إِ ْن نَ َز ْلتُ ْم بِقَوْ ٍم فَأ َ َمرُوا لَ ُك ْم بِ َما يَ ْنبَ ِغي لِل‬

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami
Laits. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh
telah mengabarkan kepada kami Laits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu Al Khair dari
'Uqbah bin 'Amir bahwa dia berkata, "Kami pernah bertanya, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya anda mengirim kami, lalu kami singgah di suatu kaum sebagai tamu, akan
tetapi mereka tidak melayani kami sebagaimana layaknya, bagaimana menurut anda?" maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada kami: "Jika kalian singgah di suatu
kaum, lalu mereka melayani kalian sebagaimana layaknya seorang tamu maka terimalah
layanan mereka. Jika mereka tidak melayani kalian, maka kalian boleh mengambil dari
mereka hak tamu yang pantas mereka berikan."

Hadits Shahih Muslim No. 3255 - Kitab Barang temuan

ْ ‫ْص َر‬
‫ت‬ َ ‫ي َوأَب‬ َ ‫ت أُ ُذنَا‬
ْ ‫ال َس ِم َع‬ َ َ‫ْح ْال َعد َِويِّ أَنَّهُ ق‬ٍ ‫ْث ع َْن َس ِعي ِد ب ِْن أَبِي َس ِعي ٍد ع َْن أَبِي ُش َري‬ ٌ ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْنُ َس ِعي ٍد َح َّدثَنَا لَي‬
ُ‫ض ْيفَهُ َجائِ َزتَهُ قَالُوا َو َما َجائِ َزتُه‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
َ ِ ‫ي ِحينَ تَ َكلَّ َم َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫َع ْينَا‬
‫ص َدقَةٌ َعلَ ْي ِه َوقَا َل َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر‬َ ‫ضيَافَةُ ثَاَل ثَةُ أَي ٍَّام فَ َما َكانَ َو َرا َء َذلِكَ فَهُ َو‬ ِّ ‫ال يَوْ ُمهُ َولَ ْيلَتُهُ َوال‬ َ َ‫ُول هَّللا ِ ق‬
َ ‫يَا َرس‬
‫ت‬ ْ ‫فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا أَوْ لِيَصْ ُم‬

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami
Laits dari Sa'id bin Abu Sa'id dari Abu Syuraih Al 'Adawi bahwa dia berkata, "Aku telah
mendengar dengan kedua telingaku dan melihat dengan kedua mataku, ketika Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan sabdanya: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan
hari akhir maka hendaklah memuliakan tamu dan menjamunya?" mereka bertanya, "Apa
yang dimaksud dengan menjamunya wahai Rasulullah?" beliau menjawab: "Yaitu pada siang
dan malam harinya, bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah bagi tamu tersebut."
Dan beliau bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia
berkata dengan perkataan yang baik atau diam."
4. Akhlak Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam terhadap Orang Non-Muslim

َ ‫اح ِد َح َّدثَنَا ْال َح َسنُ َح َّدثَنَا ُم َجا ِه ٌد ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو ع َْن النَّبِ ِّي‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬ ِ ‫ص َح َّدثَنَا َع ْب ُد ْال َو‬
ٍ ‫َح َّدثَنَا قَيْسُ بْنُ َح ْف‬
‫َو َسلَّ َم قَا َل َم ْن قَتَ َل نَ ْفسًا ُم َعاهَدًا لَ ْم يَ ِرحْ َرائِ َحةَ ْال َجنَّ ِة َوإِ َّن ِري َحهَا لَيُو َج ُد ِم ْن َم ِسي َر ِة أَرْ بَ ِعينَ عَا ًما‬

"Siapa yang membunuh orang kafir yang telah mengikat perjanjian (mu'ahid) dengan
pemerintahan muslimin, ia tak dapat mencium harum surga, padahal harum surga dapat
dicium dari jarak empat puluh tahun." (HR. Bukhari: 6403).

Dijelaskan 3 hadits mengenai akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


terhadap orang-orang non-muslim.

Hadits Pertama,

‫… إِ َّن الرُّ ُس َل الَ تُ ْقتَ ُل‬.

“ … Sesungguhnya para utusan (duta) itu tidak boleh dibunuh” [H.R Abu Dawud]

Maksudnya adalah, para utusan yang dikirim oleh orang-orang kafir sebagai duta dan
penghubung antara kaum muslimin dengan kaum kafir. Keadilan dan kasih sayang Islam
tidak memperbolehkan untuk membunuh dan menyakiti mereka. Karena, dalam Islam
terdapat ajaran (agar menjaga dan mentaati) perjanjian dan ikatan janji. Ini diantara gambaran
cara bergaul tingkat tinggi dari kaum muslimin, atau dari agama Islam, atau dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang non-Islam.

Hadits Kedua, yaitu dalam wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mua’dz
bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ٍ ُ‫اس بِ ُخل‬
‫ق َح َس ٍن‬ َ َّ‫ق الن‬
ِ ِ‫َو َخال‬

“ …. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik” (HR Ahmad, Tirmidzi,
Darimi).

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan,


“Pergaulilah kaum muslimin, atau orang-orang yang shalih, atau orang-orang yang
mengerjakan shalat”, akan tetapi beliau mengatakan “… dan pergaulilah manusia dengan
akhlak yang baik”.
Maksudnya adalah semua menusia, yang kafir, yang muslim, yang mushlih (yang
melakukan perbaikan), yang faajir (jahat) dan yang shalih, sebagai bentuk keluasan rahmat
dan kelengkapannya dengan akhlak din (agama).

Hadits Ketiga, yaitu hadits tentang seorang Yahudi, tetangga Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang sering menyakiti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu ketika, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa orang yang selalu menyakitinya ini memiliki
seorang anak yang sedang sekarat. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang
berkunjung ke rumahnya dan mengajaknya menuju jalan Rabb-nya, dengan harapan semoga
Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki keadaan orang ini. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam membalas keburukan dengan kebaikan, meskipun terhadap orang kafir. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada si anak, sementara bapaknya juga ada bersama
mereka.

َ ‫يَا ُغالَ ُم قُلْ الَ إِلَهَ إِاَّل هَّللا ُ تُ ْنج ْي‬


ِ َّ‫ك ِمنَ الن‬
‫ار‬

“Wahai bocah, katakanlah laa ilaaha illallah, itu akan menyelamatkanmu dari api
neraka”.

Mendengar seruan ini, si anak memandang ke arah bapaknya dan memperhatikannya.


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi lagi.

ُ ‫يَا ُغالَ ُم قُلْ الَ إِلَهَ إِاَّل هَّللا‬

“Wahai bocah, katakanlah laa ilaaha illallah!”

Si anak memandang ke arah bapaknya lagi. Kejadian yang sama juga terjadi antara
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pamannya, Abu Thalib, yang senantiasa
membantu dan menolong Islam, kaum muslimin serta Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, akan tetapi, dia tidak masuk Islam. Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya.

ُ ‫يَا َع ِّم قُلْ اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا‬

“Wahai paman, katakanlah laa ilaaha illallah ….”

Mendengar seruan ini, Abu Thalib memandang para pembesar Quraisy. Lalu mereka
mengatakan.

َ‫أَتَرْ غَبُ ع َْن ِملَّ ِة آبَائِك‬


“Apakah kamu benci terhadap agama nenek moyangmu” [HR. Imam Bukhari]

Akhirnya Abu Thalib meninggal dalam kekafiran.

Sedangkan orang Yahudi (dalam cerita diatas) yang mendengar Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengajak anaknya agar masuk Islam, Allah menceritakan kondisi mereka.

َ‫ْرفُونَ أَ ْبنَآ َءهُ ُم الَّ ِذينَ خَ ِسرُوا أَنفُ َسهُ ْم فَهُ ْم الَي ُْؤ ِمنُون‬
ِ ‫ْرفُونَهُ َك َما يَع‬ َ ‫الَّ ِذينَ َءاتَ ْينَاهُ ُم ْال ِكت‬
ِ ‫َاب يَع‬

“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya


(Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan
dirinya, mereka tidak beriman (kepada Allah)” (Al-An’am : 20)

Bagaimana jawaban dan responnya? Orang Yahudi itu mengatakan.

ِ َ‫أَ ِط ْع أَبَا ْالق‬


‫اس ِم‬

“Wahai anakku, taatlah kepada Abul Qasim (Muhammad)!”.

Maka si anak, mengucapkan syahadatain :

ِ ‫أَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا ُ َوأَنَّكَ َرسُو ُل هَّللا‬

Sebelum menghembuskan napas terakhir. Mendapat respon positif ini, Rasulllah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ِ َّ‫ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي أَ ْخ َر َجهُ بِي ِم ْن الن‬


‫ار‬

“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari nereka dengan sebabku”
(HR. Bukhari, 1356, Ahmad, Abu Dawud)

Inilah akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, adab beliau yang
luhur terhadap orang-orang non-muslim, ketika kondisi perang dan dalam keadaan damai.
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadikan akhlak kita sama seperti
akhlak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semoga Allah menjadikan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai panutan terbaik kita.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah panutan terbaik. Beliau juga


merupakan contoh yang paling baik dalam bermuamalah kepada keluarganya. Karena
mukmin itu ditandai dengan akhlaknya, maka sudah menjadi anjuran seorang mukmin
untuk selalu memperbaiki akhlak.
Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia.
Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan. Selain itu,
perintah untuk memuliakan dengan sebaik-baiknya, yaitu memuliakan dengan sempurna
pada tetangga dan tamu.
Untuk akhlak terhadap non-muslim, para utusan yang dikirim oleh orang-orang kafir
sebagai duta dan penghubung antara kaum muslimin dengan kaum kafir. Keadilan dan
kasih sayang Islam tidak memperbolehkan untuk membunuh dan menyakiti mereka.
Karena, dalam Islam terdapat ajaran (agar menjaga dan mentaati) perjanjian dan ikatan
janji. Ini diantara gambaran cara bergaul tingkat tinggi dari kaum muslimin, atau dari
agama Islam, atau dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang non-
Islam.

2. Saran

Kami menyadari bahwa makalah diatas masih terdapat kekurangan masih menuju
penyempurnaan. Kami akan terus berusaha memperbaiki makalah menjadi lebih baik lagi
dengan berpedoman pada banyak sumber, dan mendengar serta mempertimbangkan
saran–saran dari semua pihak yang kompeten dibidangnya. Maka dari itu kami, dengan
pikiran dan tangan terbuka menerima kritik dan saran mengenai isi maupun pembahasan
makalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://muslim.or.id/6295-akhlak-mulia-pada-istri-tercinta.html

https://almanhaj.or.id/8592-keutamaan-berakhlak-baik-kepada-orang-lain-terutama-kepada-
istri.html

https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2018/11/22/155153/beginilah-
interaksi-nabi-bersama-keluarga.html

https://rumaysho.com/19479-orang-tua-yang-penyayang.html

https://almanhaj.or.id/1863-akhlak-terhadap-orang-kafir.html

https://muslim.or.id/1546-adab-bertamu-dan-memuliakan-tamu.html

https://www.hadits.id/hadits/tirmidzi/1867

https://hadits.net/hadits/muslim/3257/

https://www.hadits.id/hadits/muslim/3255

Anda mungkin juga menyukai