Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Beriman Kepada yang Ghaib

Beriman kepada yang ghaib merupakan salah satu bentuk rukun iman, karena di dalam rukun
iman ada yang namanya iman kepada Allah dan juga iman kepada malaikat.
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 3, Allah menjelaskan bahwa beriman kepada yang ghaib adalah
salah satu ciri orang yang bertaqwa:
"(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka." [QS. Al-Baqarah ayat 3]
Isi kandungan dari ayat diatas adalah menerangkan bahwa ada dua anak manusia, yang pertama
adalah mereka yang hanya mempercayai hal yang nyata namun tidak mempercayai atau tidak
mengakui adanya sesuatu dibalik kenyataan itu.
Orang-orang yang seperti itu, biasanya tidak mempercayai adanya Tuhan, malaikat, kiamat,
akhirat, dan lain-lain. Sedangkan orang yang kedua adalah orang yang mempercayai adanya hal
yang nyata dan ghaib.
Surat Al-Baqarah ayat 3 dimulai dengan kalimat: ...mereka yang berinab kepada yang ghaib...,
kata yang ghaib dapat diartikan dengan yang tidak dapat disaksikan oleh panca indera, tidak
tampak oleh mata, tidak dapat didengar oleh telinga, namun keberadaannya dapat dirasakan.
Beriman kepada yang ghaib, yang pertama adalah iman kepada Allah SWT, Dzat yang
menciptakan seluruh alam yang tidak dapat disaksikan oleh mata telanjang, akan tetapi dapat
dirasakan sifat dan wujud-Nya.
Selain beriman kepada Allah, hal ghaib yang harus kita imani selanjutnya adalah akhirat. Akhriat
termasuk hal ghaib, sebab tidak ada orang yang mampu menyaksikan akhirat dengan mata atau
mendengar dengan telinga, namun yang harus kita yakini bahwa akhirat itu pasti ada.
Nabi Adam AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Muhammad SAW, semua telah wafat beberapa abad
yang lalu juga merupakan hal ghaib. Karena kita tidak pernah bertatap muka dengan beliau.
Kita hanya mendengar dari sejarah atau makamnya saja saat ini, orang-orang yang mentaati
mereka dan ingin melanjutkan perjuangan mereka termasuk beriman kepada yang ghaib.

KHUTBAH PERTAMA












Maasyiral muslimin rahimakumullah
Marilah pada hari yang mulia ini, kita senantiasa melakukan introspeksi diri dan muhasabah
terhadap amal-amal yang telah kita lakukan, baik yang kita lakukan untuk mendekatkan diri
kepada Allah Subhanahu wa Taala, untuk terus kita tingkatkan, atau sebaliknya yang
menjauhkan kita dari Allah, untuk berusaha kita tinggalkan. Oleh karenanya, marilah kita
senantiasa meningkatkan mutu keimanan dan kualitas ketakwaan kita, sebab takwa adalah
sebaik-baik bekal yang dapat kita siapkan untuk menjemput akhir hidup kita yang telah
ditetapkan Allah Subhanahu wa Taala. Allah Subhanahu wa Taala telah memberikan kabar
gembira kepada kita dengan Firman-Nya,


Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl: 97)
Maasyiral muslimin rahimakumullah
Tentang beriman kepada yang ghaib, Allah Subhanahu wa Taala berfirman di awal surat AlBaqarah,

{ 1}
{ 3}
{ 2}

{ 4}
Alif lam mim. Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi merek ayng
bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan salat, dan
menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman
kepada Kitab (Alquran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan
sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap
mendapat petunuuk dari Rabb mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. AlBaqarah: 1-5)
Di dalam ayat yang mulia ini Allah menegaskan, bahwa salah satu dari sifat seorang mukmin
adalah bagaimana dia dapat mengimani hal yang ghaib, yaitu dengan cara membenarkan segala
yang telah dikabarkan oleh Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya mengenai hakikat sifatsifat Allah Subhanahu wa Taala atau hal-hal yang telah terjadi maupun yang akan terjadi;
keadaan akhirat, hari kebangkitan, surga, nereka, shirat, dan hari perhitungan, dan lainnya dari

hal-hal ghaib. Begitu juga tentang keberadaan jin; sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Jarir AthThabari dan Ar-Rabi bin Anas dan juga Ibnu Masud ketika menafsirkan ayat ini.
Dan termasuk bentuk keimanan terhadap hal yang ghaib, sebagaimana keyakinan dan manhaj
Ahlus Sunnah wal Jamaah, adalah meyakini bahwa yang mengetahui yang ghaib hanya Allah
Subhanahu wa Taala, dan ini termasuk sifat Allah Subhanahu wa Taala yang paling khusus,
yang tidak ada seoarang makhluk pun dapat menyamai-Nya. Allah Subhanahu wa Taala
berfirman,






Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa
yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang
gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir
biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh). (QS. Al-Anam: 59)
Allah Subhanahu wa Taala juga berfirman,





Katakanlah (hai Muhammad), Tiada siapa pun, baik di langit maupun di bumi yang
mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka
dibangkitkan. (QS. An-Naml: 65)
Dan juga Firman-Nya,




Katakanlah (hai Muhammad), Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan
(rahasia) Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib, dan tidaklah aku
mengatakan kepada kalian bahwa aku ini malaikat, akut idak mengikuti kecuali apa yang
diwahyukan kepadaku. (QS. Al-Anam: 50)
Ayat-ayat ini sangatlah jelas, bahwa tidak ada yang mengetahui hal ghaib kecuali Allah; tidak
para nabi, tidak para malaikat, tidak para wali, dan tidak seorang pun yang bisa mengetahui yang
ghaib. Apabila ada hal-hal ghaib yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam maka
hal itu karena beliau telah diberitahukan Allah, bukan berarti beliau mengetahui yang ghaib.
Maka barangsiapa berkeyakinan bahwa dirinya atau orang lain bisa menguasai hal ghaib atau
mengetahui hal-hal yang ghaib, berarti dia telah kufur, karena hal ini termasuk hal yang tidak
pernah diberitakan oleh Allah Subhanahu wa Taala kepada siapa pun; tidak kepada para
malaikat yang dekat dengan-Nya dan tidak juga kepada para rasul yan diutus-Nya.

Bila ada orang yang mengatakan bahwa hari kiamat akan terjadi tahun 2050 misalnya, maka
dengan sangat yakin kita katakan bahwa dia seorang pendusta. Dan begitu seterusnya.
Jika Nabi shallallahu alaihi wa sallam saja, yang merupakan hamba Allah yang paling dicintaiNya, tidak mengetahui hal-hal yang ghaib selain yang diwahyukan kepada beliau, maka
bagaimana dengan orang-orang selain beliau? Tentu mereka pasti lebih tidak tahu. Bahkan
dengan jelas dan terang beliau menafikan bahwa beliau mengetahui hal-hal yang ghaib.
Perhatikan Firman Allah Subhanahu wa Taala berikut,







Katakanlah (hai Muhammad), Aku tidak berkuasa mendatangkan manfaat bagi diriku dan
tidak (pula kuasa) menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku
mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak
akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita
gembira bagi orang-orang yang berian. (QS. Al-Araf: 188)
Maasyiral muslimin, rahimakullah
Adapaun hal-hal ghaib yang dikabarkan oleh para nabi dan rasul, sebagaimana Nabi kita
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam mengabarkan kepada umatnya tentang tanda-tanda
hari kiamat, tentang adanya surga dan neraka, tentang adanya azab kubur dan nikmat kubur, dan
juga rasulullah pernah memegang leher Jin Ifrit ketika beliau diganggu oleh jin tersebut di dalam
salatnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan juga hal-hal yang ghaib lainnya,
maka yang demikian itu tiada lain hanyalah sebagai salah satu tanda kenabian dan keistimewaan
bagi beliau, dan hal ini hanyalah sebagai wahyu Ilahi, sebab beliau tidak bertutur kata melainkan
berdasarkan bimbingan wahyu dari Allah Subhanahu wa Taala. Allah Subhanahu wa Taala
berfirman,
{ 26}



(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorang pun tentang hal yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka
sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS.
Al-Jin: 26-27)
Jamaah salat Jumat rahimakumullah
Namun sangat disayangkan, masih banyak di antara kaum muslimin yang percaya cerita-cerita
khurafat, tahayul, mistik, dan cerita-cerita syirik jahiliyah. Misalnya berkeyakinan bahwa ada di
antara manusia yang dapat mengetahui hal yang ghaib, bisa mengetahui nasib seseorang,
mengetahui hal yang akan datang, bisa melakukan penerawangan dan bahkan mengaku bisa
melihat makhluk-makhluk ghaib. Fenomena demikian terjadi di sekitar kita, apalagi dengan
adanya sekian banyak bentuk tayangan media, baik cetak maupun elektronik yang
menggambarkan cerita-cerita demikian, justru semua itu memperparah dan seolah-olah telah

melegitimasi bahwa yang demikian adalah benar, padahal justru sebaliknya, keyakinankeyakinan yang demikian adalah penyimpangan yang sangat berbahaya terhadap akidah dan
keyakinan seorang muslim.
Pada dasarnya yang mereka lakukan itu tiada lain hanyalah tipu daya jin dan propaganda setan
untuk menggiring kaum Muslimin, agar jauh dari tuntunan Alquran dan sunah, kemudian
terjerumus ke lembah kesyirikan dan tenggelam ke dalam lumpur kekufuran. Karena hal ini
meruapakn perbautan menyekutukan Allah Subhanahu wa Taala dengan selain-Nya dalam
perkara yang menjadi kekhususan Allah Subhanahu wa Taala, yaitu mengetahui hal yang ghaib.
Cobalah perhatikan ancaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berikut ini,
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau
bersabda,
Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun atau seorang tukang
ramal, kemdian membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia
telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. (Diriwayatkan oleh
Ahmad no. 9252; At-Tirmidzi no. 135; Abu Dawud no. 2904; dan Ibnu
Majah no. 639. Dan disahihkan oleh Al-Albani).
Di antara kita barangkali ada yang bertanya, Kenapa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
mengafirkan orang yang datang dan membenarkan perkataan seorang dukun atau seorang tukang
ramal, padahal orang tersebut tidak menyembahnya, tidak bersujud kepadanya, tidak ruku di
hadapannya?
Sebabnya adalah, karena orang tersebut telah menganggap bahwa sang dukun atau tukang ramal
tersebut mengetahui hal-hal yang ghaib. Sedangkan meyakini bahwa ada yang mengetahui halhal ghaib selain dari Allah adalah kufr, dan itulahs ebabnya Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam mengafirkan orang yang melakukannya.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Mudah-mudahan khutbah singkat ini dapat menyadarkan kita kembali akan poin akidah yang
haq ini yaitu, seorang mukmin wajib beriman terhadap hal-hal yang ghaib, bahkan itulah salah
satu ciri orang-orang yang beruntung. Kemudian ingat pula bahwa tidak ada yang mengetahui
hal-hal yang ghaib kecuali Allah. Ini sangat penting untuk kita pegagn teguh, karena klaim
mengetahui yang ghaib telah tersebar luas di tengah kita atas nama zodiak atau atas nama
mencari jodoh, dan lain seabgainya.
Untuk kesekian kali khatib mengingatkan, tidak ada yang mengetahui yang ghaib kecuali Allah
Subhanahu wa Taala.
,
,

KHTUBAH KEDUA







Jamaah salat Jumat rahimakumullah
Allah Subhanahu wa Taala berfirman,



Maka siapakah yang lebih zhalim dariapda orang-orang yang membuat-buat dusta atas nama
Allah untuk menyesatkan manusia tanpa ilmu? Sesungguhnya Allaht idak memberi petunjuk
kepada orang-orang zhalim. (QS. Al-Anam: 144)
Tidak diragukan bahwa orang yang mengklaim mengetahui hal-hal yang ghaib, adalah termasuk
di antara orang-orang yang membuat dusta atas nama Allah, dan itu jelas menyesatkan manusia
dan tidak berdasarkan ilmu. Orang seperti ini adalah orang zalim yang tidak akan mendapatkan
hidayah dari Allah. Ini merupakan ancaman yang jelas dan keras bagi orang yang berdusta atas
nama Allah Subhanahu wa Taala.
Salah satu bentuk keyakinan yang serupa dengan permasalahan ini adalah apa yang telah
diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan sabdanya dengan sabdanya,
Bukan dari golongan kami, orang yang melakukan thiyarah (menentukan nasib sial dan
keberuntungan dengan burung dan lain-lainnya), atau orang yang dilakukan thiyarah
kepadanya, atau yang melakukan perdukunan, atau yang dilakukan perdukunan kepadanya, atau
yang melakukan sihir, atau yang dibantu dengan sihir kepadanya. Dan barangsiapa yang
mendatangi seorang dukun lalu membenarkan apa yang diucapkannya maka dia telha kufur
terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
(Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani. Disahihkan oleh Al-Albani di dalam AsSilsilah Ash-Shahihah, no 2195).
Di dalam hadits yang lain Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang datang kepada seorang tukang ramal, lalu bertanya kepadanya tentang
sesuatu, maka salatnya tidak diterima selama empat puluh malam (dan harinya). (Diriwayatkan
oleh Muslim no. 2230).
Hadits-hadits yang mulia ini, menunjukkan larangan mendatangi dukun, peramal, atau
sebangsanya dalam bentuk apa pun, larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang
ghaib, larangan mempercayai dan membenarkan apa yang mereka katakan, serta ancaman bagi
mereka yang melanggar larangan ini. Ini semua mengandung kemungkaran dan bahaya yang
sangat besar dan berakibat negatif yang sangat besar pula. Disebabkan mereka telah melakukan
kedustaan dan kezaliman terhadap Allah Subhanahu wa Taala.

Hadis-hadis Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam di atas juga telah membuktikan kekufuran
mereka, karena mereka mengaku mengetahui hal yang ghiab. Mereka tidak akan sampai kepada
maksud yang mereka inginkan melainkan dengan cara yang berbakti, tunduk, taat dan
menyembah setan-setan. Ini merupakan perbuatan kufur dan syirik kepada Allah Subhanahu wa
Taala. Sedangkan orang yang membenarkan mereka atas pengakuannya mengetahui hal-hal
yang ghaib dan meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka. Dan setiap orang yang
menerima hal ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam telah berlepas diri dari mereka.
Imam asy-Syafii mengatakan, Barangsiapa yang mengaku bisa
melihat jin maka syahadatnya (persaksiannya) tidak dapat diterima
kecuali dia itu seorang Nabi.
Oleh karena itu, seorang muslim tidak dibenarkan pergi kepada mereka, menanyakan hal-hal
yang berkaitan dengan jodoh, hari mujur pernikahan anak atau saudaranya, atau yang
menyangkut hubungan suami isteri dan keluarga, tentang kecintaan dan kesetiaan, perselisihan
dan perpecahan yang terjadi dan lain sebagainya. Karena ini berhubungan dengan hal-hal yang
ghaib yang tidak diketahui hakikatnya oleh siapa pun kecuali Allah Subhanahu wa Taala.
Kita memohon kepada Allah agar kaum muslimin terpelihara dari tipu daya mereka, dan semoga
Allah Subhanahu wa Taala senantiasa memberikan pertolongan kepada kaum muslimin agar
senantiasa berhati-hati terhadap para dukun dan tukang ramal, dan semoga Allah memberikan
mereka hidayah, sehingga manusia menjadi aman dari kejahatan mereka dan segala praktik keji
yang mereka lakukan.

,
,

,




,

Anda mungkin juga menyukai