Anda di halaman 1dari 4

A.

Pendahuluan
Indonesia sebagai sebuah negara yang memuat banyak sekali keberagaman yang
terdiri dari keberagaman suku, bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama, dewasa ini
seringkali diterpa isu tentang radikalisme. Gerakan-gerakan yang
mengatasnamakan kelompok tertentu ini semakin hari semakin tumbuh dan secara
terang-terangan menyuarakan ideologi mereka. Aksi teror, penculikan, penyerangan,
bahkan pengeboman pun kian marak terjadi.
Dari berbagai macam keberagaman yang dimiliki negara Indonesia, keberagaman
agama menjadi yang terkuat dalam membentuk radikalisme di Indonesia. Munculnya
kelompok-kelompok ekstrem yang kian hari semakin mengembang sayapnya
difaktori berbagai hal seperti sensitifitas kehidupan beragama, masuknya aliran
kelompok ekstrem dari luar negeri, bahkan permasalahan politik dan pemerintahan
pun turut mewarnai. Maka ditengah hiruk-pikuk permasalahan radikalisme ini,
muncul sebuah istilah yang disebut “Moderasi beragama”.
B. Pengertian Moderasi Beragama
1.Moderasi
a. Secara Bahasa
1) Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin Moderatio, yang berarti kesedangan
(tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri
(dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1. pengurangan
kekerasan, dan 2. penghindaran keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu
bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa--
biasa saja, dan tidak ekstrem.
2) Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian
average (ratarata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak berpihak).
Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal
keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai
individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara.
3) Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau
wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah--
tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip
wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah
diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apa pun kata yang dipakai, semuanya
menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti
memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem.
Kata wasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata 'wasit'
yang memiliki tiga pengertian, yaitu: 1) penengah, perantara (misalnya dalam
perdagangan, bisnis); 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih; dan 3)
pemimpin di pertandingan.
Menurut para pakar bahasa Arab, kata wasath itu juga memiliki arti “segala yang
baik sesuai dengan objeknya”. Misalnya, kata “dermawan”, yang berarti sikap di
antara kikir dan boros, atau kata “pemberani”, yang berarti sikap di antara penakut
(al-jubn) dan nekad (tahawur), dan masih banyak lagi contoh lainnya dalam bahasa
Arab.
b. Secara Istilah
Pertama, moderasi adalah sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak
ekstrem dan tidak radikal (tatharruf). Q.s. al-Baqarah: 143 yang dirujuk untuk
pengertian moderasi di sini menjelaskan keunggulan umat Islam dibandingkan umat
lain.
Dalam hal apa saja? Al-Qur'an mengajarkan keseimbangan antara hajat manusia
akan sisi spritualitas atau tuntutan batin akan kemahadiran Tuhan, juga
menyeimbangkan tuntutan manusia akan kebutuhan materi.
Disebutkan dalam hadits, ada sekelompok orang mendatangi Nabi Muhammad
untuk menunjukkan bahwa mereka adalah orang kuat beribadah, sampai tidak
menikah. Nabi menjawab, yang benar adalah keseimbangan antara ibadah dan
pemenuhan materi. Itulah sunnah beliau.
Dalam hal moral, al-Qur'an mengajarkan juga keseimbangan, sikap tidak berlebihan
juga ditekankan. Seseorang tidak perlu terlalu dermawan dengan menyedekahkan
hartanya sehingga dia sendiri menjadi bangkrut. Tapi, ia juga jangan kikir, sehingga
ia hanya menjadi kaya sendiri, harta yang terkonsentrasi di kalangan orang-orang
berpunya. Demikian, pesan ini disarikan dari ayat al-Qur'an sendiri.
Kedua, moderasi adalah sinergi antara keadilan dan kebaikan. Inti pesan ini ditarik
dari penjelasan para penafsir al-Qur'an terhadap ungkapan ummatan wasathan.
Menurut mereka, maksud ungkapan ini adalah bahwa umat Islam adalah orang-
orang yang mampu berlaku adil dan orang-orang baik.
2.Beragama
a. Secara Bahasa
1) Beragama berarti menganut (memeluk) agama. Contoh : Saya beragama
Islam dan dia beragama Kristen.
2) Beragama berarti beribadat; taat kepada agama; baik hidupnya (menurut
agama). Contoh : Ia datang dari keluarga yang beragama.
3) Beragama berarti sangat memuja-muja; gemar sekali pada; mementingkan
(Kata percakapan). Contoh: Mereka beragama pada harta benda.
b. Secara Istilah
Beragama itu menebar damai, menebar kasih sayang, kapanpun dimanapun dan
kepada siapapun. Beragama itu bukan untuk menyeragamkan keberagaman, tetapi
untuk menyikapi keberagaman dengan penuh kearifan. Agama hadir ditengah-
tengah kita agar harkat, derajat dan martabat kemanusiaan kita senantiasa terjamin
dan terlindungi.
Oleh karenanya jangan gunakan agama sebagai alat untuk menegasi dan saling
merendahkan dan meniadakan satu dengan yang lain. Oleh karenanya, mari
senatiasa menebarkan kedamaian dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun.
Beragama itu menjaga, menjaga hati, menjaga perilaku diri, menjaga seisi negeri
dan menjaga jagat raya ini.
Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara
moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem,
baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran
kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antarumat beragama,
merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.
C. Tolak Ukur Moderasi Beragama
Kemajemukan di Indonesia tidak bisa hanya disikapi dengan prinsip keadilan,
melainkan juga dengan prinsip kebaikan. Keadilan adalah keseimbangan dan
ketidakberpihakan dalam menata kehidupan dengan asas hukum dan kepastian di
dalamnya. Akan tetapi, keadilan atas adanya hukum formalitas hitam-putih secara
rigid juga tidak cukup jika tidak dibarengi dengan kebaikan, yaitu unsur yang juga
melandasi prinsip keadilan.
Hukum bisa saja hanya menyentuh aspek permukaan dan tidak memenuhi rasa
keadilan sesungguhnya, sehingga perlu ada sentuhan kebaikan. Keadilan adalah
dimensi hukum, sedangkan kebaikan adalah dimensi etik. Dalam QS. al-Baqarah:
143, dijelaskan bahwa Allah menyatakan bahwa kaum muslimin dijadikan ummatan
wasathan.
‫ون الرَّ سُو ُل َعلَ ْي ُك ْم َش ِهي ًدا ۗ َو َما َج َع ْل َنا ْالقِ ْبلَ َة الَّتِي‬ َ ‫اس َو َي ُك‬ ِ ‫ش َهدَ ا َء َعلَى ال َّن‬ ُ ‫َو َك ٰ َذل َِك َج َع ْل َنا ُك ْم ُأم ًَّة َو َس ًطا لِ َت ُكو ُنوا‬
‫ِين َهدَ ى هَّللا ُ ۗ َو َما‬ َ ‫ير ًة ِإاَّل َعلَى الَّذ‬ َ ‫ت لَ َك ِب‬ ْ ‫ت َعلَ ْي َها ِإاَّل لِ َنعْ لَ َم َمنْ َي َّت ِب ُع الرَّ سُو َل ِممَّنْ َي ْن َقلِبُ َعلَ ٰى َعقِ َب ْي ِه ۚ َوِإنْ َكا َن‬
َ ‫ُك ْن‬
‫اس َل َرءُوفٌ َرحِي ٌم‬ ِ ‫يع ِإي َما َن ُك ْم ۚ ِإنَّ هَّللا َ ِبال َّن‬
َ ِ‫ان هَّللا ُ لِيُض‬َ ‫َك‬
Artinya : Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya
nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”. (QS. al-Baqarah:
143)
Berikut adalah tolak ukur moderasi beragama yaitu :
1. Seberapa kuat kembalinya penganut agama kembali pada inti pokok ajaran, yaitu
nilai kemanusiaan. Melalui kemanusiaan maka perbedaan agama di tengah
masyarakat bukan menjadi persoalan mengganggu keharmonisan.
2. Kesepakatan bersama. Melalui kesepakatan bersama menunjukkan kerja sama di
antara sesama manusia yang beragam. Karena bagaimanapun manusia memiliki
keterbatasan sehingga keragaman itu akan saling menutupi kekurangan.
Keragaman diciptakan Tuhan Yang Maha Esa untuk membuat sesama manusia
saling menyempurnakan. Keragaman itu adalah kehendak Tuhan karena manusia
yang beragam membutuhkan kesepakatan. Inti pokok ajaran agama bagaimana
setiap kita tunduk dan taat terhadap kesepakatan bersama.
3. Ketertiban umum. Manusia yang beragam latar belakang agar bisa tertib yang
bisa memicu suasana beragama yang moderat. Tujuan agama dihadirkan agar
tercipta ketertiban umum di tengah kehidupan bersama yang beragam.
D. Kesimpulan
Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama. Menjadi moderat
bukan berarti cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan. Keliru jika ada
anggapan bahwa seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti tidak
memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam mengamalkan
ajaran agamanya.
Oleh karena pentingnya keberagamaan yang moderat bagi kta umat beragama,
serta menyebarluaskan gerakan ini. Jangan biarkan Indonesia menjadi bumi yang
penuh dengan permusuhan, kebencian, dan pertikaian. Kerukunan baik dalam umat
beragama maupun antarumat beragama adalah modal dasar bangsa ini menjadi
kondusif dan maju.

Anda mungkin juga menyukai