Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HADIS AHKAM

TENTANG PERNIKAHAN SEBAGAI SUNNAH NABI

Disusun oleh :

Muhammad Ikrom Nim : 2132051

Dosen Pengampu : Muhammad Amin, M.Ag

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

IAIN SAS BANGKA BELITUNG

T.A. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang pentingnya


Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 6

C. Tujuan Masalah ............................................................................................. 6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teks Hadits dan Terjemah dari Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi .................... 7

B. Takhrij Hadits dari Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi ...................................... 8

C. Syarah (Penjelasan) Hadits dari Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi… ............... 8

D. Kajian Tematik (Ayat dan Hadits Se-Tema)………………………...……….....9

E. kajian Fiqih Terkait Hadits Tentang Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi………..11

F.Pemaknaan Hadits Tentang Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi di Era


Kontemporer ……….…………………………………………………………..13

BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan ................................................................................................... 14

B. Daftar Pustaka .............................................................................................. 16


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan atau dalam bahasa arab munakahat adalah suatu peristiwa atau
momen sakral dimana dua orang manusia yang berlawanan jenis membuat suatu
janji suci untuk bisa hidup berdampingan sampai ajal menjemput dan memisahkan
mereka. Janji tersebut harus disertai dengan tanggung jawab, komitmen dan kasih
sayang di dalamnya, agar tercipta keluarga yang harmonis dan saling menyayangi
serta menghargai satu sama lain. Sehingga menghasilkan keturunan yang sholeh
dan seholehah untuk mereka serta ketika dalam sebuah keluarga tercipta kondisi
saling sayang menyayangi maka Allah SWT pun ikut memandang keluarga tersebut
dengan kasih dan sayang.

Pada hakikatnya pernikahan adalah satu-satunya jalan keluar untuk


pemenuhan kebutuhan biologis manusia yang dihalalkan oleh Allah SWT. Selain
itu tujuan dari pernikahan adalah melanjutkan keturunan yang sudah ada serta
membangun rumah tangga yang seluruh anggota di dalamnya mendapatkan rahmat
serta barokah dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan
umatnya untuk melaksanakan pernikahan. Banyak hadist Nabi Muhammad SAW
yang mendukung itu.Beberapa hadist Nabi yang mendukung pernikahan adalah,
“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR. Ibnu
Majah, dari Aisyah r.a.) lalu “ Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul
yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR.
Tirmidzi) serta “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-
hinanya mayat kalian adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari).

Masih banyak hadist Nabi Muhammad SAW yang ditujukan kepada


ummatnya agar melakukan sesegera mungkin pernikahan apabila sudah memenuhi
syarat dan ketentuan yang sudah ditetapkan agar terlindung pandangannya serta
terlindung dari maksiat. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), pengertian
pernikahan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan
ajaran agama.Sehingga pernikahan harus sesuai dengan aturan yang berlaku dalam
agama masing-masing. Dalam Islam, pernikahan adalah suatu perintah agama yang
mempunyai hukum sunnah untuk dilakukan. Akan tetapi hukum tersebut dapat
berubah menjadi wajib, makruh bahkan haram tergantung dari situasi dan kondisi
yang terjadi pada saat tersebut. Di dalam Islam juga, pernikahan merupakan
penyempurna dari ibadah-ibadah yang dilakukan sebelumnya.

Dalam Islam pernikahan diatur dalam banyak ayat di Al-Quran. Beberapa


contoh ayat tersebut adalah “ Dan Segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan,
supaya kamu mengingat kebesaran Allah”(QS. Adz Dzariyaat (51) : 49), lalu “
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan manusia berpasang-pasangan semuanya,
baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun apa yang
tidak mereka ketahui” (QS. Yaasin (36) : 36) serta ada juga “Dan kawinkanlah
orang-orang yang sendirian dari kamu, dan orangorang yang layak(berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu dari lelaki dan hamba-hamba sahayamu dari perempuan.
Jika mereka miskin. Allah akan memampukan mereka denga karunia-Nya. Dan
Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”(QS. An Nuur (24) : 32).
Berdasarkan beberapa ayat diatas dengan munakahat pada dasarnya manusia sudah
diciptakan berpasang-pasangan dengan lawan jenisnya sejak awal penciptaan.
Tinggal bagaimana usaha manusia tersebut untuk menemukan jodoh mereka yang
sudah ditentukan. Apabila mereka terus berikhtiar dan setelah itu bertawakal untuk
menemukan jodoh mereka, cepat atau lambat Allah SWT akan mempertemukan
mereka berdua untuk membentuk sebuah keluarga.

Akan tetapi dewasa ini banyak dari manusia yang tidak cukup berusaha
untuk dapat menemukan jodohnya, sehingga ada laki-laki maupun perempuan yang
sudah cukup umur tapi belum mau untuk menikah.Dalam pencarian jodoh, mereka
terlalu banyak memilih dan menimbang segala sesuatu yang seharusnya tidak
dijadikan masalah besar dalam pencarian jodoh. Atau mereka telalu lama nyaman
dengan keadaan hidup sendiri yang membuat mereka tidak sempat untuk
memikirkan hala lain diluar mereka sendiri. Sehingga ketika mereka sudah
memutuskan untuk membangun sebuah keluarga, agak sulit untuk mencari
pasangan yang dapat mengerti dengan situasi dan kondisi mereka sekarang ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Teks Hadits dan Terjemah dari Pernikahan Sebagai Sunnah
Nabi?
2. Bagaimana Takhrij Hadits dari Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi?
3. Bagaimana Syarah (Penjelasan) Hadits dari Pernikahan Sebagai Sunnah
Nabi?
4. Bagaimana Kajian Tematik (Ayat dan Hadits Se-Tema)?
5. Bagaimana kajian Fiqih Terkait Hadits Tentang Pernikahan Sebagai Sunnah
Nabi?
6. Bagaimana Pemaknaan Hadits Tentang Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi di
Era Kontemporer?

C. Tujuan Masalah
1. Ingin mengetahui bagaimana Teks Hadits dan Terjemah dari Pernikahan
Sebagai Sunnah Nabi.
2. Ingin mengetahui bagaimana Takhrij Hadits dari Pernikahan Sebagai
Sunnah Nabi.
3. Ingin mengetahui bagaimana Syarah (Penjelasan) Hadits tentang
Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi.
4. Ingin mengetahui bagaimana Kajian Tematik (Ayat dan Hadits Se-Tema).
5. Ingin mengetahui kajian Fiqih Terkait Hadits Tentang Pernikahan Sebagai
Sunnah Nabi.
6. Ingin mengetahui bagaimana Pemaknaan Hadits Tentang Pernikahan
Sebagai Sunnah Nabi di Era Kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teks Hadits dan Terjemah dari Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi

َ ‫لط ِويل ح َميْد أَبِي بْن ح َميْد أ َ ْخبَ َرنَا َج ْعفَر بْن م َح َّمد أَ ْخبَ َرنَا َم ْريَ َم أَبِي بْن‬
‫س ِعيد َحدَّثَنَا‬ َّ ‫ا‬
‫س ِم َع أَنَّه‬ َ ‫ي َما ِلك بْنَ أَن‬
َ ‫َس‬ َ ‫ض‬ َّ ‫يَقول َع ْنه‬
ِ ‫ّللا َر‬

‫ت ِإ َلى َر ْهط ثَ ََلثَة َجا َء‬ ِ ‫بيو‬ ِ ‫ص َّلى النَّ ِبي ِ أ َ ْز َو‬
‫اج‬ َ ‫ّللا‬ َّ ‫سلَّ َم َعلَ ْي ِه‬
َ ‫ِع َبادَ ِة َع ْن يَسْأَلونَ َو‬
ِ ‫صلَّى ال َّن ِبي‬ َّ ‫سلَّ َم َعلَ ْي ِه‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫َو‬ ‫النَّ ِبي ِ ِم ْن ن َْحن َوأَيْنَ فَقَالوا تَقَالُّوهَا َكأ َ َّنه ْم أ ْخ ِبروا فَ َل َّما‬
‫صلَّى‬ َّ ‫سلَّ َم َعلَ ْي ِه‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫فَإِنِي أَنَا أَ َّما أَ َحده ْم قَا َل تَأ َ َّخ َر َو َما ذَ ْن ِب ِه ِم ْن تَقَد ََّم َما لَه غ ِف َر قَ ْد َو‬
‫ص ِلي‬ َ ‫سا َء أَ ْعتَ ِزل أَنَا آخَر َوقَا َل أ ْف ِطر َو َل الدَّ ْه َر أَصوم أَنَا آخَر َوقَا َل أَ َبدًا اللَّ ْي َل أ‬ َ ِ‫الن‬
‫ّللا َرسول فَ َجا َء أَبَدًا أَتَزَ َّوج فَ ََل‬ ِ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫ّللا‬ َّ ‫سلَّ َم َعلَ ْي ِه‬
َ ‫ق ْلت ْم الَّذِينَ أَ ْنت ْم فَقَا َل ِإلَ ْي ِه ْم َو‬
‫ّللا أَ َما َو َكذَا َكذَا‬
ِ َّ ‫لِل ََل َ ْخشَاك ْم ِإنِي َو‬
ِ َّ ِ ‫ص ِلي َوأ ْف ِطر أَصوم لَ ِكنِي لَه َوأَ ْت َقاك ْم‬ َ ‫َوأ َ ْرقد َوأ‬
‫سا َء َوأَتَزَ َّوج‬ َ ‫ فَلَي‬1‫ِمنِي‬
َ ‫ْس سنَّتِي َع ْن َر ِغ‬
َ ِ‫ب فَ َم ْن الن‬
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir Abu Maryam Telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah mengabarkan kepada kami
Humaid bin Abu Humaid Ath Thawil bahwa ia mendengar Anas bin Malik
radhiallahu'anhu berkata; Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi ‫ ﷺ‬dan
bertanya tentang ibadah Nabi ‫ﷺ‬. Dan setelah diberitakan kepada mereka, sepertinya
mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, "Ibadah kita tak
ada apa-apanya dibanding Rasulullah ‫ﷺ‬, bukankah beliau sudah diampuni dosa-
dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?" Salah seorang dari mereka
berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya." Kemudian yang lain
berkata, "Kalau aku, maka sungguh, aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan
aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita
dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah Rasulullah ‫ﷺ‬

1
https://www.carihadis.com/
kepada mereka seraya bertanya, "Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku,
demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga
paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta
menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari
golonganku."2

B. Takhrij Hadits dari Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari No. (4675)

C. Syarah (Penjelasan) Hadits dari Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi

Syarah (Penjelasan) Hadits tentang Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi yaitu


ketika Islam tidak mengingkari adanya cinta seorang manusia kepada lawan
jenisnya. Ia adalah fitrah dan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi bila waktu
pemenuhannya telah tiba. Hanya saja, demi terpeliharanya kehormatan dan harga
diri manusia, Islam menyerukan agar pemenuhannya dilakukan dengan cara yang
benar, yaitu lewat pernikahan. Lewat hadits ini Rasulullah SAW menganjurkan
para pemuda yang sudah berkemampuan untuk segera menikah. Mampu di sini bisa
diartikan mampu secara fisik, keilmuan, mental, ataupun secara finansial. Rasul
mencela orang yang hidup membujang ataupun yang menunda-nunda pernikahan
karena alasan yang tidak syar'i, padahal ia sudah mampu.

Adapun bagi mereka yang (benar-benar) belum sanggup menikah karena


alasan ekonomi, beliau menganjurkan agar ia berpuasa. Sebabnya, puasa dipandang
mampu mengendalikan motif seksual dan keinginan yang menggebu kepada lawan
jenis. Puasa akan menyebabkan kadar gizi yang dikonsumsi seseorang menjadi
berkurang.3 Otomatis, hal ini akan menyebabkan hasrat seksualnya melemah. Jadi,
puasa dalam konteks hadits ini dianggap sebagai pengalihan dan sifatnya tidak
permanen. Di dalamnya termasuk pula ibadah-ibadah yang biasanya menyertai

2
Ibid
3
K. Daud, Fathonah, Tasir Ayat-Ayat Hukum Keluarga 1, (Yogyakarta: Desanta Muliavisitama,
2020), 30-34
aktivitas puasa tersebut, seperti membaca Alquran, dzikir, doa, dan aktivitas
pengalihan lainnya.

Ada sebuah komentar menarik yang diungkapkan Ibnul Qayyim Al-


Jauziyyah tentang hadits ini. Menurutnya, Rasulullah SAW. telah menawarkan dua
obat untuk mereka yang dimabuk asmara: obat asli dan obat pengganti. Obat asli
adalah obat yang memang diciptakan untuk itu. Dan obat ini tidak boleh diganti jika
telah didapatkan. Pendapat ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: "Tidak ada obat mujarab bagi yang dimabuk cinta
selain menikah." (HR Ibnu Majah) 4

D. Kajian Tematik (Ayat dan Hadits Se-Tema)

Kajian Tematik dari Hadits yang se-tema dengan Pernikahan sebagai


Sunnah Nabi Muhammad SAW yaitu

‫عليه واثنى هللا حمد وسلم عليه هللا صلى النبي ان عنه هللا رضي مالك بن انس عن و‬,
‫وقال‬: ‫وانام اصلي انا لكني‬, ‫وافطر واصوم‬,‫النساء واتزوج‬, ‫فليس سنتي عن رغب فمن‬
‫مني‬, ‫عليه متفقن‬
Dari Anas bin Malik r.a, bahwa Nabi SAW telah memuji dan menyanjung Allah
dan Beliau bersabda: “Akan tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, berbuka, dan
menikahi wanita. Barangsiapa yang tidak suka terhadap sunnahku, ia tidak
termasuk umatku.”(HR. Bukhari-Muslim)

Takhrij Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari (5063) dan Muslim (2/1020).
Asbab al-Wurudnya yaitu tiga orang laki-laki datang ke rumah istri Rasulullah
SAW. Untuk menanyakan masalah ibadah beliau. Ketika diceritakan kepada
mereka, mereka seakan-akan bertanya-tanya. Lalu mereka berkata,”Dimana posisi
kami dibandingkan Rasulullah? Padahal beliau telah diampuni segala dosa yang
telah lampau.”Maka salah seorang di antara mereka berkata, “Adapun saya akan
shalat malam terus-menerus.”Orang kedua berkata,”Saya akan berpuasa sepanjang
tahun dan tidak akan berbuka.”Orang yang ketiga berkata, “Saya akan menjauhi

4
Ibid
wanita dan tidak akan menikah. “Maka Rasulullah SAW datang kepada mereka,
lalu beliau bersabda, “Kalian berkata begini dan begitu. Demi Allah, akulah orang
yang paling takut kepada Allah, tetapi aku shalat dan tidur”. Jadi Pernikahan
merupakan sunnah Rasulullah SAW. 5

Kajian Tematik dari Ayat yang se-tema dengan Pernikahan sebagai Sunnah
Nabi Muhammad SAW yaitu terdapat dalam surah Ar-Ra’d ayat 38 yaitu

‫س ْلنَا َولَقَ ْد‬


َ ‫َكانَ َو َماَ َّوذ ِريَّةً ا َ ْز َوا ًجا ه ْمََل َو َج َع ْلنَا قَ ْب ِل َك ِم ْن رس ًَل ا َ ْر‬
ْ
‫ي ا َ ْن ِل َرس ْول‬ َ ِ‫َّللا ِب ِا ْذ ِن ا َِّل ِب ٰايَة يَّأت‬
ٰ ِ َ‫ِكت َاب ا َ َجل ِلك ِل‬
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi
seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah.
Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu).”6

Tafsir Jalalain: Ayat ini diturunkan ketika orang-orang kafir mencela Nabi
saw. karena istrinya banyak, yaitu: (Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan
keturunan) yakni anak-anak, sedangkan engkau adalah salah satu di antara para
rasul itu. Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman, sebagaimana Kami mengutusmu, hai
Muhammad, sebagai Rasul yang berupa manusia, demikian pula Kami mengutus
Para Rasul sebelummu berupa manusia juga, mereka makan makanan dan mereka
pun bejalan di pasar. Mereka juga berkumpul dengan isteri mereka dan mempunyai
anak, dan Kami jadikan untuk mereka isteri-isteri dan keturunan.

Tafsir Quraish Shihab: Apabila orang-orang musyrik heran bahwa kamu


mempunyai istri dan keturunan, serta meminta mukjizat selain al-Qur’ân, maka
sebetulnya Kami telah mengutus sebelummu rasu-rasul yang juga mempunyai istri
dan anak. Rasul adalah manusia biasa, lengkap dengan sifat-sifatnya. Hanya saja,
dia adalah orang yang terbaik di antara mereka. Seorang nabi tidak mungkin

5
Dr. Mardani, Hadis Ahkam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 219-220.
6
QS. Al-Ar’d [4]: 38
mendatangkan suatu mukjizat menurut kehendaknya atau kehendak kaumnya.
Tetapi, yang mendatangkannya adalah Allah, dan Dialah yang mengizinkan nabi
untuk mendatangkan mukjizat itu. Atas dasar itu setiap generasi mempunyai
ketentuan dan mukjizat dari Allah yang sesuai dengan keadaan mereka. 7

E. kajian Fiqih Terkait Hadits Tentang Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi


Kajian Fiqih terkait hadits tentang pernikahan ada didalam fiqih munakahat
yaitu dimana kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian pernikahan dari
perspektif Fiqih Munakahat yaitu Pengertian pernikahan menurut istilah fuqaha,
terdapat beberapa definisi, diantaranya adalah: para ulama Hanafiah
mendefinisikan bahwa nikah adalah “Sebuah akad yang memberikan hak
kepemilikan untuk bersenang-senang secara sengaja. Atau, kehalalan hubungan
seorang laki-laki bersenangsenang dengan seorang perempuan, yang tidak dilarang
untuk dinikahi secara syariat, dengan kesengajaan”. Sedangkan Ulama golongan
Syafi’iyah mendefinisikan bahwa nikah adalah “Pernikahan secara bahasa: berarti
menghimpun dan mengumpulkan. Terjadinya perkawinan antara pohon dengan
pohon itu saling condong dan bercampur satu sama lainnya. Sedangkan menurut
syara’ adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan
seksual dengan lafads nikah atau tazwij atau yang semakna dengan keduanya”.
Para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan pernikahan dalam difinisi
fiqih. Penulis melihat ada dua definisi berbeda yang diberikan oleh para ulama,
pertama adalah definisi nikah menurut ulama klasik, mereka dalam mendefiniskan
nikah lebih berorientasi kepada kehalalan hubungan seksual. Sedangkan ulama-
ulama kontemporer, memperluas definisi pernikahan lebih daripada hubungan
seksual, namun mencakup aspek kehidupan lain yang menjadi tujuan dalam
pernikahan. Dari definisi para ulama kontemporer di atas menegaskan bahwa akad
nikah itu adalah akad antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang ini

7
Hasbi al-Shiddieqy, Al- Islam 2, Edisi ke 2 (Cet. I; Semarang: Pustaka Rezki Putra, 1987), h.
238-239.
berbeda dengan definisi fuqahâ klasik, di mana mereka tidak secara tegas
menyebutkan pelaku yang mengadakan akad.8
Islam menganjurkan umatnya untuk melaksanakan pernikahan dengan
berbgai bentuk anjuran. Berikut ini beberapa bentuk anjuran Islam tersebut
diantaranya adalah: Menikah merupakan sunnah para Nabi dan risalah para Rasul,
sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Ra’d/13: 38 yang Terjemahnya: “Dan
Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.”Serta Pernikahan
merupakan sunnah Nabi, yaitu mencontoh tindak laku Nabi Muhammad saw.
Pernikahan menjadi sunah bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan
kemampuan untukmelangsungkan pernikahan, akan tetapi jika dia tidak
melaksanakan pernikahan tidak dikhawatirkan akan jatuh ke perbuatan maksiat
(perzinaan). Dalam hal seperti ini, menikah baginya lebih utama dari pada segala
bentuk peribadahan. Hadis yang menyatakan bahwa pernikahan merupakan sunah
Nabi, yaitu mencontoh tindak laku Nabi Muhammad Saw dalam hadits yang
diriwayatkan AlBukhari dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, yang artinya
“Apakah kalian yang mengatakan demikian dan demikian? Demi Allah,
sesungguhnya aku lebih takut kepada Allah dan lebih bertakwa daripada kalian,
tetapi aku berpuasa dan berbuka, salat dan tidur, serta menikahi wanita.
Barangsiapa yang membenci Sunah-ku, maka ia bukan termasuk golonganku”.
(HR. Bukhari).
Adapun rukun perkawinan/Pernikahan terdiri atas:
1. Calon mempelai pengantin pria,
2. Calon mempelai pengantin wanita,
3. Wali dari pihak calon penganting wanita,
4. Dua orang saksi,
5. dan ijab qabul. 9

8
Shahih Ibnu Huzaemah, bab Shifatul Khutbah Yaumu al-Arafah, Juz. IV, h. 251 {CD. Room,
Maktabah Syamilah}.
9
Dr. Hj. Rusdaya Basri, Lc.,M.Ag, Fiqih Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah,
(Sulawesi Selatan: CV. KAAFFAH LEARNING CENTER, 2019), hlm. 16-25.
F. Pemaknaan Hadits Tentang Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi di Era
Kontemporer
Pemaknaan dari Hadits tentang Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi di Era
Kontemporer yaitu Al-Qaradhawi misalnya mendasarkan hukum dan pemahaman
Teks Shara dalam kerangka Maqāsid Sharī’ah, di era Kontempoer pemahaman
terhadap Hadis harus berdasar kepada multi disiplin Ilmu dan pendekatan dengan
menghubungkan aspek terkait (interkonektif) seperti Aspek Historis, Sosiologis,
Psikologis, Antropologis, Medis dan Geografis yang mampu menjawab berbagai
hikmah dibalik sebuah larangan dan perintah. Sebagai bahan perbandingan, dalam
penafsiran al-Quran terdapat juga Tafsir bil Ra’yi, yaitu menafsirkan Al-Quran
dengan menggunakan akal. Terdapat juga tafsir Ilmi, yaitu penafsiran dengan
ilmuilmu terkait melalui analisa logika. Ketika posisi Hadis sudah disahihkan sanad
dan Matannya maka posisinya pun sama sakralnya dengan Al-Quran sebagai
sumber ajaran islam.

Selanjutnya Hadis pun bisa dijelaskan dengan metode sharh Bil Ra’yi.
Dengan memakai berbagai pendekatan yang pas dengan permasalahan ketika
mengucapkan teks tersebut. Sebagai sebuah contoh pemaknaan Hadis dengan
melihat konteksnya “pergilah dan jejalilah mulut isteri-isteri mereka dengan debu”
Hadis ini perlu dimaknai dengan melihat konteks, karena tidak mungkin
memaknainya hanya dengan teks yang ada. Konteks yang terjadi adalah ketika para
isteri sahabat menangisi kepergian suaminya dikarenaan gugur dimedan perang
mereka tidak berhenti menangis dan nabi memerintahkan seorang sahabat untuk
menghentikan tangisan mereka, akan tetapi mereka tidak mau berhenti menangis,
sehingga nabi mengucapkan Hadis diatas karena situasi psikologi nabi yang lelah
karena berperang. Hal ini yang dimaknai dan dijelaskan oleh sahabat Aishah r.a.
dalam metodenya mensharah Hadis. Aishah tidak menolak Hadis ini dengan akal
sebagaimana yang terjadi dalam kritik Matan. Demikian fungsi akal dalam
pemahaman Hadis Nabi. 10

10
Jonathan Brown,” Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 4, no. 1 (August 1, 2015),
accessed October 8, 2017, http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/kon/article/view/127.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kesimpulan dari uraian yang tadi dijelaskan adalah Pernikahan Sebagai
Sunnah Nabi yaitu ketika Islam tidak mengingkari adanya cinta seorang manusia
kepada lawan jenisnya. Ia adalah fitrah dan kebutuhan mendasar yang harus
dipenuhi bila waktu pemenuhannya telah tiba. Hanya saja, demi terpeliharanya
kehormatan dan harga diri manusia, Islam menyerukan agar pemenuhannya
dilakukan dengan cara yang benar, yaitu lewat pernikahan. Lewat hadits ini
Rasulullah SAW menganjurkan para pemuda yang sudah berkemampuan untuk
segera menikah. Mampu di sini bisa diartikan mampu secara fisik, keilmuan,
mental, ataupun secara finansial. Rasul mencela orang yang hidup membujang
ataupun yang menunda-nunda pernikahan karena alasan yang tidak syar'i, padahal
ia sudah mampu.

Islam menganjurkan umatnya untuk melaksanakan pernikahan dengan


berbgai bentuk anjuran. Berikut ini beberapa bentuk anjuran Islam tersebut
diantaranya adalah: Menikah merupakan sunnah para Nabi dan risalah para Rasul,
sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Ra’d/13: 38 yang Terjemahnya: “Dan
Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.”Serta Pernikahan
merupakan sunnah Nabi, yaitu mencontoh tindak laku Nabi Muhammad SAW.

Dalam Kajian Fiqih terkait hadits tentang pernikahan ada didalam fiqih
munakahat yaitu dimana kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian
pernikahan dari perspektif Fiqih Munakahat yaitu Pengertian pernikahan menurut
istilah fuqaha, terdapat beberapa definisi, diantaranya adalah: para ulama Hanafiah
mendefinisikan bahwa nikah adalah “Sebuah akad yang memberikan hak
kepemilikan untuk bersenang-senang secara sengaja. Atau, kehalalan hubungan
seorang laki-laki bersenangsenang dengan seorang perempuan, yang tidak dilarang
untuk dinikahi secara syariat, dengan kesengajaan”. Sedangkan Ulama golongan
Syafi’iyah mendefinisikan bahwa nikah adalah “Pernikahan secara bahasa: berarti
menghimpun dan mengumpulkan. Terjadinya perkawinan antara pohon dengan
pohon itu saling condong dan bercampur satu sama lainnya. Sedangkan menurut
syara’ adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan
seksual dengan lafads nikah atau tazwij atau yang semakna dengan keduanya”.
Dalam Pemaknaan dari Hadits tentang Pernikahan Sebagai Sunnah Nabi di
Era Kontemporer yaitu Al-Qaradhawi misalnya mendasarkan hukum dan
pemahaman Teks Shara dalam kerangka Maqāsid Sharī’ah, di era Kontempoer
pemahaman terhadap Hadis harus berdasar kepada multi disiplin Ilmu dan
pendekatan dengan menghubungkan aspek terkait (interkonektif) seperti Aspek
Historis, Sosiologis, Psikologis, Antropologis, Medis dan Geografis.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.carihadis.com/

K. Daud, Fathonah, Tasir Ayat-Ayat Hukum Keluarga 1, (Yogyakarta: Desanta

Muliavisitama, 2020), 30-34.

Dr. Mardani, Hadis Ahkam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 219-220

QS. Al-Ar’d [4]: 38

Hasbi al-Shiddieqy, Al- Islam 2, Edisi ke 2 (Cet. I; Semarang: Pustaka Rezki Putra,

1987), h. 238-239.

Shahih Ibnu Huzaemah, bab Shifatul Khutbah Yaumu al-Arafah, Juz. IV, h. 251

{CD. Room, Maktabah Syamilah}.

Jonathan Brown,” Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 4, no. 1 (August 1,

2015),accessed October 8, 2017,

http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/kon/article/view/127.

Dr. Hj. Rusdaya Basri, Lc.,M.Ag, Fiqih Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan

Pemerintah, (Sulawesi Selatan: CV. KAAFFAH LEARNING CENTER,

2019), hlm. 16-25.

Anda mungkin juga menyukai