Anda di halaman 1dari 6

Allah SWT, telah menciptakan kita sebagai makhluk yang paling sempurna, melebihkan kita atas

kebanyakan makhluk-Nya, memberi kita rizki dari yang baik-baik, dan tidak pernah putus
mencurahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, selalu menebarkan sifat Rahman dan Rahim-Nya kepada
seluruh makhluk.

Sebagai salah satu ciptaan-Nya, merupakan hal yang semestinya bagi kita melaksanakan kewajiban-
kewajiban, hak-hak, dan adab-adab kepada Allah SWT. Maka, diantara kewajiban-kewajiban dan
hak-hak itu adalah sebagai berikut: Pertama, beribadah dan tidak menyekutukan-Nya."Dan tidaklah
Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS Adz-
Dzariyat:56).

Firman Allah tersebut menggariskan misi hidup manusia dengan tegas, yakni ibadah. Substansinya,
seluruh gerak langkah, desah nafas, dan aliran darah manusia tidak boleh keluar dari kerangka
pengabdian (ibadah) kepada Allah SWT.

Dengan demikian, ibadah seharusnya menjadi aktivitas keseharian kita sebagai makhluk-Nya selama
dua puluh empat jam. Lalai terhadap hal ini berarti penyia-nyiaan kita akan salah satu hak-hak Allah
SWT dari makhluk-Nya dan penyia-nyiaan terhadap kesempatan hidup yang akan menjadi penyesalan
paling dalam di hari akhir (QS Az-Zumar:56).

Beribadah kepada Allah SWT, selain disertai dengan niat ikhlas, juga menjauhkan diri dari
menyekutukan-Nya. "Dari Ibnu Mas'ud RA, berkata: aku bertanya kepada Rasulullah SAW: "Dosa
apakah yang paling besar? Rasul menjawab: Engkau membuat sekutu bagi Allah padahal Dia-lah
yang menjadikanmu." (HR Bukhari, 4:303).

Setiap Rasul di utus pada tiap-tiap ummat untuk menyerukan,"Sembahlah Allah dan jauhi Thagut".
Hadits di atas menunjukan salah satu tugas Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya, bahwa salah satu
adab kita kepada Allah SWT adalah beribadah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Termasuk dosa besar apabila kita menduakan Allah SWT dengan harta, jabatan, kedudukan, maupun
dengan keyakinan-keyakinan lainnya yang menyimpang.

Dalam salah satu haditsnya yang lain, Rasulullah SAW bersabda: "Jauhilah oleh kalian tujuh
perbuatan maksiat. Ditanyakan: Wahai Rasulullah! Apa tujuh perbuatan itu? Rasul menjawab:
Menyekutukan Allah dan sihir.....". (HR Muslim, 1:51).

Kedua, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya adalah merupakan kewajiban kita dan hak Allah SWT atas
hamba-Nya. "Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu
menyembah." (QS Al-Baqarah:172).

Betapa besar karunia yang Allah berikan kepada kita, udara segar yang kita hirup setiap hari, cahaya
matahari yang selalu menghangatkan tubuh kita, berbagai jenis makananan dan tumbuh-tumbuhan, air
jernih sebagai sumber kehidupan, hidup sehat, harta dan kedudukan yang kita miliki, semuanya
adalah nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita sebagai makhluk-Nya. Tidak akan pernah
terhitung berapa banyak nikmat yang Allah berikan, sekalipun lautan dijadikan tinta, pohon-pohon
dijadikan pensilnya. Tapi, mengapa kita tidak pernah bersyukur atas segala pemberian-Nya?.
"....bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian mengingkari (nikmat-Ku)." (QS Al-Baqarah:152).
Bentuk pengingkaran kita atas nikmat Allah SWT adalah bersikap kufur dan seolah-olah segala yang
kita miliki mutlak hasil jerih payah kita dengan mengenyampingkan eksistensi Allah SWT sebagai
pemberi rizki. Bukankah ketika kita bersyukur, Allah SWT akan menambah nikmat-Nya dan ketika
kita kufur, Allah SWT telah menyediakan siksa yang sangat pedih?.

Oleh sebab itu, sebagai salah satu wujud adab kita kepada Allah SWT, adalah bersyukur dan
mensyukuri segala pemberian nikmat dan karunia-Nya dan buang jauh-jauh segala sifat Qorunisme
yang melekat pada diri kita.

Ketiga, bertaubat, istighfar dan sadar banyak berbuat dosa adalah adab kita kepada Allah SWT.
"Katakanlah; Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengampuni lagi Maha Penyayang".(QS. Az-Zumar:53).
Dalam mengarungi kehidupan, ketika derajat keimanan "yaziid" (bertambah) manusia akan ingat dan
ta'at kepada Allah SWT. Tapi, ketika derajat keimanan "yanqus" (berkurang) adakalanya manusia
terjerambab dalam perbuatan dosa dan maksiat. Ketika dalam kondisi seperti itu, bersegeralah
bertaubat dan memohon ampun kepada-Nya. "Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah
pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya (hari kiamat). Maka ia (Abu Hurairah)
menceritakan hadits dan diantaranya: Seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi
sampai mencucurkan air mata". (HR. Bukhari-Muslim).

Seberat dan sebesar apapun dosa kita, Allah SWT akan mencurahkan kasih sayang-Nya dengan
mengampuni hamba-hamba-Nya yang jatuh dalam kubangan dosa. "Dan hendaklah kamu meminta
ampun kepada Tuhanmu dan bertaubatlah kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian)
niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai waktu yang
ditentukan........" (QS Hud:3).

Saat ini, kita masih diberi kesempatan untuk menikmati hidup, janganlah sia-siakan hidup ini,
janganlah memandang remeh akan perbuatan dosa. Sebab dosa, adalah penyebab kita akan
mendapatkan murka dan siksa Allah SWT. "Bagi orang mukmin melihat dosa-dosanya itu seolah-olah
ia duduk di bawah gunung dimana ia merasa takut gunung itu akan menimpanya, sedangkan bagi
orang fajir, melihat dosa-dosanya itu bagaikan lalat yang lewat di atas hidungnya".(HR Bukhari 4:99).
Selagi nafas masih ada, selagi malaikat Izrail belum mencabut nyawa, hiasi hari-hari kita dengan
senantiasa beribadah dan beristighfar kepada Allah SWT, atas segala perbuatan dosa kita. "Demi
Allah! sesungguhnya aku (Muhammad) beristighfar (minta ampun) kepada Allah dan bertaubat
kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (HR Bukhari).
Itulah diantaranya kewajiban, hak-hak, dan adab kita sebagai makhluk kepada Allah SWT. Semoga
dalam keseharian kita selalu beribadah kepada-Nya tanpa disertai kemusyrikan, mensyukuri segala
nikmat-Nya, dan senantiasa bertaubat dan beristighfar (memohon ampun) atas dosa-dosa kita.

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/02/27/166422-hikmah-adab-
terhadap-allah-swt
Di antara adab-adab kepada Allah Taala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam adalah:

1. Menujukan Ibadah Kepada Allah Subhanahu wa Taala Semata

Tidak diragukan lagi bahwasanya menujukan ibadah hanya kepada-Nya merupakan adab teragung
kepada Allah Subhanahu wa taala. Ini juga merupakan buah teragung dari keimanan kepada Allah
Subhanahu wa taala, marifah kepada-Nya, iman kepada rububiyyah-Nya, nama-nama dan sifat-sifat-
Nya, dan pengkhususan ibadah hanya kepada-Nya karena Dia adalah pemilik, pengatur, dan
penguasa. Dialah yang telah menciptakan segenap makhluk dan melimpahkan rizki kepada mereka,
tidak ada sekutu bagi-Nya.
Oleh karena itu hanya Dialah dzat yang berhak untuk disembah. Tidak boleh memalingkan satu
bentuk ibadah pun kepada selain Allah Subhanahu wa Taala, siapa pun dia, baik Malaikat yang
didekatkan, seorang Nabi yang diutus, wali yang shalih, batu, pohon,binatang..
Ini menjelaskan bathilnya perbuatan sebagian orang yang menisbatkan dirinya kepada Islam dari para
penyembah kubur, tempat-tempat keramat, dan kuburan orang-orang shalih. Orang-orang itu
mengharapkan dari mereka untuk mendatangkan manfaat, menolak mudharat, serta mengabulkan
berbagai macam hajat. Padahal orang mati yang berada di kubur tidak memiliki kemampuan untuk
mendatangkan manfaat dan menolak mudharat bagi diri mereka sendiri, apalagi bagi orang lain.
Ini merupakan kesyirikan yang sangat besar kepada Allah Subhanahu wa Taala. Sangat disayangkan,
musibah ini telah merata di seluruh negeri kaum Muslimin sehingga kedustaan dan khurafat
merupakan perkara yang tidak dapat dipungkiri. Di balik kedok inilah, harta manusia dimakan secara
bathil dan kemungkaran merajalela. Laa haula walaaquwwataillabillah.
Celakalah orang yang telah dikotori oleh akalnya yang sakit hingga meyakini bahwasanya makhluk
ini memiliki kemampuan untuk mendatangkan manfaat dan mudharat.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman, yang artinya: Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain
Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu
tidak mampu memberikan rizki kepadamu; maka mintalah rizki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia
dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan. (QS.Al-Ankabut:17)
Allah Subhanahu wa Taala juga berfirman, yang artinya: Dan orang-orang yang kamu seru
(sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru
mereka, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari Kiamat mereka akan
mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai
yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.(QS.Faathir:13-14).
Ayat-ayat dalam hal ini sangat banyak. Adab ini memiliki atsar yang agung dan terpuji, di antaranya:
a). Keikhlasan ibadah hanya bagi Allah Subhanahu wa Taala semata; Sedikit Ataupun
banyak,besar maupun kecil.
Oleh karena itu, seorang hamba yang taat beribadah dan ikhlas tidaklah melihat di hadapannya kecuali
Allah Subhanahu wa Taala. Dia menghadapkan dan mengkhususkan ibadah hanya kepada-Nya. Dia
menjauhi seluruh perkara yang bertentangan dengan keikhlasan,atau yang dapat mengurangi
kesempurnaannya.
Keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Taala saja merupakan pokok agama ini dan rukun-rukun
yang paling kuat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala, yang artinya: Katakanlah:
Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-
Nya dalam (menjalankan) agama.

(QS. Az-Zumar: 11)

Padahal, mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah: 5).
b). Jauh dari riya
Di dalam perkataan maupun perbuatan. Ini merupakan kelanjutan dari pengaruh sebelumnya.
Sesungguhnya seorang yang benar keikhlasan di dalam hatinya, maka seluruh perkataan dan
perbuatannya akan bersumber dari keikhlasan ini. Yang ia lihat dengan mata hati dan bashirah (akal)
hanyalah Rabb-nya Subhanahu wa Taala. Maka terhapuslah riya dalam ucapan dan perbuatannya.
Dia tidak lagi mencari keuntungan dunia atau keridhaan salah seorang dari makhluk di balik itu
semua. Bahkan, ia semata-mata mencari keridhaan Allah Subhanahu wa Taala dan mengharap dapat
melihat wajah-Nya yang mulia. Jika niat seorang hamba telah ikhlas, begitu juga amal dan
kehendaknya bersih dari riya dan keinginan duniawi, maka yang demikian itu merupakan sebab
terbesar untuk meraih kebaikan agama maupun dunia.

c). Memerangi segala bentuk syirik dan riya

Karena seorang Mukmin melihat bahwasanya dia harus memerangi segala bentuk kesyirikan,
kebohongan, dan khurafat dengan seluruh kemampuan yang dia miliki. Selain itu, menjelaskan
kepada manusia tentang kesesatan dan kebathilannya, serta melawannya baik dengan lisan, tangan,
maupun harta hingga tidak ada lagi fitnah dan agama seluruhnya bagi Allah Subhanahu wa Taala.
2. Mengagungkan dan Memuliakan Allah Subhanahu wa Taala

Seorang yang beriman mengagungkan dan memuliakan Allah Subhanahu wa Taala ketika
menyaksikan kekuasaan-Nya terhadap alam semesta, melihat keagungan rabbaniyyah di sekitarnya
berupa segenap makhluk dan segala yang ada, yang menunjukkan keagungan al-Khaliq Azza wa
Jalla dan kekuasaan-Nya yang tiada batas.Tatkala seseorang mengimani bahwasanya Allah memiliki
sifat-sifat yang sempurna dan bersih dari segala kekurangan, serta bahwasanya makhluk tidak
meliputi ilmu-Nya

Dantidakjugamengetahuihakikatnya.
Ketika dia menyaksikan semua itu dan mengimaninya, niscaya hatinya akan dipenuhi rasa
pengagungan kepada Allah Azza wa Jalla. Pengagungan yang tiada bandingnya dan segenap
makhluk terasa kecil dalam hatinya. Dia tidak melihat sesuatu yang memiliki keagungan dan
kemuliaan yang hakiki kecuali Allah Subhanahu wa Taala.

Pengagungan ini akan membuahkan beberapa perkara:

a). Bersegera untuk melakukan ketaatan dan amal kebaikan.

b). Menjauhi segala bentuk maksiat, kejelekan, dan kerusakan.

c). Tidak merasa takut kepada makhluk dalam membela hak Allah dan menegakkan kalimat
haq, baik kepada orang yang dia harapkan maupun yang dia takuti.

3. Takut Kepada Allah Subhanahu wa Taala


Takut kepada Allah merupakan adab tertinggi kepada Allah Subhanahu wa Taala. Rasa takut ini
muncul dari marifah (mengenal) kekuasaan Allah Subhanahu wa Taala, kekuasaan-Nya terhadap
makhluk, keagungan kekuasaan-Nya, kerasnya siksaan, dan hukuman Allah terhadap musuh-musuh-
Nya, musuh para Rasul, dan wali-wali-Nya serta adzab yang diturunkan kepada mereka di dunia.
Rasa takut juga muncul dengan memperhatikan ayat-ayat ancaman dan memikirkan apa yang telah
disediakan oleh Allah bagi musuh-musuh-Nya berupa adzab di dalam kubur dan di Neraka Jahannam.
Begitu pula ketika seorang Muslim meyakini bahwasanya Allah Subhanahu wa Taala berkuasa untuk
mengadzab seluruh makhluk jika Dia menghendaki.
Tidak ada yang dapat menolak keputusan-Nya dan tidak dapat dibayangkan dahsyatnya. Jika seorang
Muslim mengimani semua itu niscaya akan membuahkan rasa takut kepada Allah Subhanahu wa
Taala; hingga rasa takut ini akan mencegah seorang Muslim dari perbuatan maksiat kepada Allah
Subhanahu wa Taala dan mencegahnya untuk melakukan perkara yang Dia benci, sebagaimana
firman-Nya, yang artinya: Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan adzab itu.
Maka bertakwalah kepada-Ku, hai hamba-hamba-Ku. (QS. Az-Zumar: 16)
Seorang Mukmin yang takut kepada Allah Subhanahu wa Taala akan dapat memetik faidah yang
sangat besar. Tidak adanya rasa takut kepada-Nya merupakan adab yang buruk dan dapat mendorong
seseorang jatuh ke dalam maksiat kepada-Nya, melangar hukum-hukum-Nya, serta mengerjakan apa
yang diharamkan Allah Azza wa Jalla.
Rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Taala akan membuahkan banyak hal, di antaranya:

a). Meninggalkan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Taala dan menjauhinya.

b). Menunaikan semua kewajiban dan amal ketaatan, serta bersegera melakukannya dan
selalu menjaganya.

c). Selalu bergantung kepada Allah Taala. Sebab, tidak ada tempat lari dari-Nya kecuali
kepada-Nya dan tidak ada yang dapat menyelamatkan dari adzab-Nya kecuali Dia semata.

d). Ketetapan hati di hadapan para makhluk dan tidak merasa takut kepada mereka. Sebab,
hati yang dipenuhi rasa takut kepada Allah Taala tidak akan takut kepada selain-Nya.
Bahkan, seluruh makhluk takut kepadanya. Sampai-sampai engkau mendapati para pendosa
takut kepada seorang yang shalih. Sebaliknya, dia tidak takut kepada mereka

Anda mungkin juga menyukai