Anda di halaman 1dari 46

Daftar Isi

Rukun Islam ................................................................................................................................................... 2


Rukun pertama : Bersaksi tidak ada ilah yang berhak disembah secara hak melainkan Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah. ............................................................................................................. 2
Puasa ......................................................................................................................................................... 7
Zakat.......................................................................................................................................................... 7
Haji ............................................................................................................................................................ 8
Rukun Iman ................................................................................................................................................... 9
1. Iman kepada Allah................................................................................................................................. 9
2. Iman kepada Malaikat Allah................................................................................................................ 10
3. Iman kepada Kitab-Kitab Allah ............................................................................................................ 12
4. Iman kepada para Rasul Allah ............................................................................................................. 13
5. Iman kepada Hari Akhir....................................................................................................................... 15
6. Iman kepada Qada dan Qadar ............................................................................................................ 16
Mukmin, Muslim, dan Muhsin .................................................................................................................... 19
Islam Mencakup 3 Tingkatan .................................................................................................................. 19
Tingkatan Islam ....................................................................................................................................... 19
Tingkatan Iman ....................................................................................................................................... 19
Tingkatan Ihsan ....................................................................................................................................... 20
Muslim, Mu’min dan Muhsin .................................................................................................................. 20
Bagaimana Amal kita dapat diterima? ........................................................................................................ 22
Dalil Al Qur’an ......................................................................................................................................... 22
Dalil dari Al Hadits ................................................................................................................................... 23
Perkataan Sahabat .................................................................................................................................. 24
Sebab-sebab Munculnya Amalan Tanpa Tuntunan ................................................................................ 25
Siapakah Ahlul Kitab?.................................................................................................................................. 27
Hukum Ahlul Kitab .................................................................................................................................. 28
Kekhususan Ahlul Kitab ........................................................................................................................... 31
Firqatun Najiyah .......................................................................................................................................... 35
Al Jama’ah ............................................................................................................................................... 36
Salaf......................................................................................................................................................... 40
Rukun Islam

Rukun Islam terdiri daripada lima perkara, yaitu:

 Syahadat: menyatakan kalimat tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu utusan Allah.

 Shalat: ibadah sembahyang lima waktu sehari.

 Zakat: memberikan 2,5% dari uang simpanan kepada orang miskin atau yang membutuhkan.

 Saum: berpuasa dan mengendalikan diri selama bulan suci Ramadan.

 Haji: pergi beribadah ke Mekkah, setidaknya sekali seumur hidup bagi mereka yang mampu.

Rukun pertama : Bersaksi tidak ada ilah yang berhak disembah secara hak melainkan
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Syahadat yang lafadz nya “‫( ”أشهد أال إله إال هللا‬persaksian) ini memiliki makna mengucapkan dengan lisan,
membenarkan dengan hati lalu mengamalkannya melalui perbuatan. Adapun orang yang mengucapkannya
secara lisan namun tidak mengetahui maknanya dan tidak mengamalkannya maka tidak ada manfaat sama
sekali dengan syahadatnya.

 Makna "La ilaha Illallah"

Yaitu; tidak ada yang berhak diibadahi secara haq di bumi maupun di langit melainkan Allah semata. Dialah
ilah yang haq sedang ilah (sesembahan) selain-Nya adalah batil. Sedang Ilah maknanya ma’bud (yang
diibadahi). Artinya secara harfiah adalah: "Tiada Tuhan selain Allah"

Orang yang beribadah kepada selain Allah adalah kafir dan musyrik terhadap Allah sekalipun yang dia
sembah itu seorang nabi atau wali. Kafir: Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Syirik
adalah menyamakan selain Allah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah serta
Asma dan Sifat-Nya [2]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Syirik ada dua macam; pertama syirik dalam
Rububiyyah, yaitu menjadikan sekutu selain Allah yang mengatur alam semesta. Sedang kan munafiq adalah
mereka yang berpura-pura mengikuti ajaran agama Islam, namun sebenarnya hati mereka memungkirinya.
Sekalipun ia beralasan supaya bisa mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dan bertawasul kepadanya. Sebab

2
orang-orang musyrik yang dulu menyelisihi Rasul, mereka tidak menyembah para nabi dan wali dan orang
soleh melainkan dengan memakai alasan ini. Akan tetapi itu merupakan alasan batil lagi tertolak. Sebab
mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dan bertawasul kepada-Nya tidak boleh dengan cara menyelewengkan
ibadah kepada selain Allah. Melainkan hanya dengan menggunakan nama-nama dan sifat-Nya, dengan
perantaraan amal sholeh yang diperintahkan-Nya seperti salat, shodaqah, zikir, puasa, jihad, haji, bakti
kepada orang tua serta lainnya, demikian pula dengan perantara doanya seorang mukmin yang masih hidup
dan hadir dihadapannya ketika mendoakan.

Ibadah beraneka ragam:

Di antaranya doa yaitu memohon kebutuhan di mana hanya Allah yang mampu melakukannya seperti
menurunkan hujan, menyembuhkan orang sakit, menghilangkan kesusahan yang tidak mampu dilakukan
oleh makhluk. Seperti pula memohon surga dan selamat dari neraka, memohon keturunan, rizki,
kebahagiaan dan sebagainya.

Semua ini tidak boleh dimohonkan kecuali kepada Allah. Siapa yang memohon hal itu kepada makhluk baik
masih hidup atau sudah mati berarti ia telah menyembahnya. Allah ta’ala berfirman memerintahkan hamba-
hamba-Nya supaya berdoa hanya kepada-Nya berikut mengabarkan bahwa doa itu satu bentuk ibadah.
Siapa yang menujukannya kepada selain Allah maka ia termasuk penghuni neraka. “Dan Robmu berfirman :

“ Berdoalah kepada-Ku, niscaya Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-


orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (yakni berdoa kepada
selain-Ku) akan masuk neraka dalam keadaan hina dina (Al Mukmin : 60) ”

Allah ta’ala berfirman mengabarkan bahwa semua yang diseru selain Allah tidak memiliki manfaat
atau madhorot untuk seorangpun sekalipun yang diseru itu nabi-nabi atau para wali.

Di antara macam ibadah : Menyembelih binatang, bernadzar dan mempersembahkan hewan kurban.

Tidak sah seseorang bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dengan cara menyembelih binatang atau
mempersembahkan hewan kurban atau bernadzar kecuali hanya ditujukan kepada Allah semata.
Barangsiapa menyembelih karena selain Allah seperti orang yang menyembelih demi kuburan atau jin berarti
ia telah menyembah selain Allah dan berhak mendapat laknat-Nya.

3
Di antara bentuk ibadah : Istighotsah (memohon bantuan), istianah (memohon pertolongan) dan istiadzah
(memohon perlindungan).

Tidak ada yang boleh dimintai bantuan ataupun pertolongan ataupun perlindungan kecuali Allah saja. Allah
ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Al karim :

“ Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami


memohon pertolongan (Al Fatihah:4) ”

“ Katakanlah: Aku berlindung kepada Robb Yang Menguasai Subuh, dari


kejahatan makhluk-Nya (Al Falaq:1-2) ”

Di antara bentuk ibadah : Tawakal, Roja (berharap) dan Khusyu'.

Manusia tidak boleh bertawakal selain kepada Allah, tidak boleh berharap selain kepada Allah, dan tidak
boleh khusyu' melainkan kepada Allah semata.

Bentuk menyekutukan Allah di antaranya berdoa kepada selain Allah baik berupa orang-orang yang masih
hidup lagi diagungkan atau kepada penghuni kubur. Melakukan thowaf di kuburan mereka dan meminta
dipenuhi hajatnya kepada mereka. Ini merupakan bentuk peribadatan kepada selain Allah di mana pelakunya
bukan lagi disebut sebagai seorang muslim sekalipun mengaku Islam, mengucapkan la ila illallah
Muhammad rasulullah, mengerjakan salat, berpuasa dan bahkan haji ke baitullah.

 Makna Syahadat “Muhammad Rasulullah”

Makna syahadat Muhammad Rasulullah adalah mengetahui dan meyakini bahwa Muhammad utusan Allah
kepada seluruh manusia, dia seorang hamba biasa yang tidak boleh disembah, sekaligus rasul yang tidak
boleh didustakan. Akan tetapi harus ditaati dan diikuti. Siapa yang menaatinya masuk surga dan siapa yang
mendurhakainya masuk neraka. Selain itu anda juga mengetahui dan meyakini bahwa sumber pengambilan
syariat sama saja apakah mengenai syiar-syiar ibadah ritual yang diperintahkan Allah maupun aturan hukum
dan syariat dalam segala sector maupun mengenai keputusan halal dan haram. Semua itu tidak boleh kecuali
lewat utusan Allah yang bisa menyampaikan syariat-Nya. Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh
menerima satu syariatpun yang datang bukan lewat rasul. Allah ta’ala berfirman :

4
“ Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah ia dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (Al Hasyr:7) ”

“ Maka demi Robbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman


hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan
dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuh hati (An Nisa’:65) ”

Makna kedua ayat :

1. Pada ayat pertama Allah memerintahkan kaum muslimin supaya menaati Rasul-Nya Muhammad 
pada seluruh yang diperintahkannya dan berhenti dari seluruh yang dilarangnya. Karena beliau
memerintah hanyalah berdasarkan dengan perintah Allah dan melarang berdasar larangan-Nya.

2. Pada ayat kedua Allah bersumpah dengan diri-Nya yang suci bahwa sah iman seseorang kepada
Allah dan Rasul-Nya hingga ia mau berhukum kepada Rasul dalam perkara yang diperselisihkan
antara dia dengan orang lain, kemudian ia puas keputusannya dan menerima dengan sepenuh hati.
Rasul SAW bersabda :

“ Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak ada


contohnya dari urusan kami maka ia tertolak. Diriwayatkan
oleh Muslim dan lainnya ”

Amalan yang dianggap termasuk agama namun tidak ada contohnya dari Rasul dikenal dengan istilah bid'ah.

Shalat

Shalat lima waktu sehari semalam yang Allah syariatkan untuk menjadi sarana interaksi antara Allah dengan
seorang muslim di mana ia bermunajat dan berdoa kepada-Nya. Juga untuk menjadi sarana pencegah bagi
seorang muslim dari perbuatan keji dan mungkar sehingga ia memperoleh kedamaian jiwa dan badan yang
dapat membahagiakannya di dunia dan akhirat.

5
Allah mensyariatkan dalam shalat, suci badan, pakaian, dan tempat yang digunakan untuk shalat. Maka
seorang muslim membersihkan diri dengan air suci dari semua barang najis seperti air kecil dan besar dalam
rangka menyucikan badannya dari najis lahir dan hatinya dari najis batin.

Shalat merupakan tiang agama. Ia sebagai rukun terpenting Islam setelah dua kalimat syahadat. Seorang
muslim wajib memeliharanya semenjak usia baligh (dewasa) hingga mati. Ia wajib memerintahkannya
kepada keluarga dan anak-anaknya semenjak usia tujuh tahun dalam rangka membiasakannya. Allah ta’ala
berfirman:

"Sesungguhnya Shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (An
Nisa: 103)
Shalat wajib bagi seorang muslim dalam kondisi apapun hingga pada kondisi ketakutan dan sakit. Ia
menjalankan Shalat sesuai kemampuannya baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring hingga
sekalipun tidak mampu kecuali sekedar dengan isyarat mata atau hatinya maka ia boleh Shalat dengan
isyarat. Rasul  mengkhabarkan bahwa orang yang meninggalkan Shalat itu bukanlah seorang muslim entah
laki atau perempuan. Ia bersabda :

"“Perjanjian antara kami dengan mereka adalah Shalat. Siapa yang meninggalkannya berarti telah kafir”
hadits shohih.
Shalat lima waktu itu adalah Shalat Shubuh, Shalat Dhuhur, Shalat Ashar, Shalat Maghrib dan Shalat Isya’.

Waktu Shalat Shubuh dimulai dari munculnya mentari pagi di Timur dan berakhir saat terbit matahari. Tidak
boleh menunda sampai akhir waktunya. Waktu Shalat Dhuhur dimulai dari condongnya matahari hingga
sesuatu sepanjang bayang-bayangnya. Waktu Shalat Ashar dimulai setelah habisnya waktu Shalat Dhuhur
hingga matahari menguning dan tidak boleh menundanya hingga akhir waktu. Akan tetapi ditunaikan selama
matahari masih putih cerah. Waktu Maghrib dimulai setelah terbenamnya matahari dan berakhir dengan
lenyapnya senja merah dan tidak boleh ditunda hingga akhir waktunya. Sedang waktu Shalat Isya’ dimulai
setelah habisnya waktu maghrib hingga akhir malam dan tidak boleh ditunda setelah itu.

Seandainya seorang muslim menunda-nunda sekali salat saja dari ketentuan waktunya hingga keluar
waktunya tanpa alasan yang dibenarkan syariat di luar keinginannya maka ia telah melakukan dosa besar. Ia
harus bertaubat kepada Allah dan tidak mengulangi lagi.

6
Puasa
Puasa pada bulan Ramadan yaitu bulan kesembilan dari bulan hijriyah.
Sifat puasa:

Seorang muslim berniat puasa sebelum waktu shubuh (fajar) terang. Kemudian menahan dari makan,
minum dan jima’ (mendatangi istri) hingga terbenamnya matahari kemudian berbuka. Ia kerjakan hal itu
selama hari bulan Romadhon. Dengan itu ia menghendaki ridho Allah ta’ala dan beribadah kepada-Nya.

Dalam puasa terdapat beberapa manfaat tak terhingga. Di antara yang terpenting:

1. Merupakan ibadah kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Seorang hamba meninggalkan
syahwatnya, makan dan minumnya demi Allah. Hal itu di antara sarana terbesar mencapai taqwa
kepada Allah ta’ala.

2. Adapun manfaat puasa dari sudut kesehatan, ekonomi, sosial maka amat banyak. Tidak ada yang
dapat mengetahuinya selain mereka yang berpuasa atas dorongan akidah dan iman.

Zakat
Allah telah memerintahkan setiap muslim yang memilki harta mencapai nisab untuk mengeluarkan zakat
hartanya setiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari kalangan fakir serta selain mereka yang
zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana telah diterangkan dalam Al Qur’an.

Nishab emas sebanyak 20 mitsqal. Nishab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang kertas yang senilai itu.
Barang-barang dagangan dengan segala macam jika nilainya telah mencapai nishab wajib pemiliknya
mengeluarkan zakatnya manakala telah berlalu setahun. Nishab biji-bijian dan buah-buahan 300 sha’.
Rumah siap jual dikeluarkan zakat nilainya. Sedang rumah siap sewa saja dikeluarkan zakat upahnya. Kadar
zakat pada emas, perak dan barang-barang dagangan 2,5 % setiap tahunnya. Pada biji-bijian dan buah-
buahan 10 % dari yang diairi tanpa kesulitan seperti yang diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir
atau hujan. Sedang 5 % pada biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi dengan alat penimba air.

Di antara manfaat mengeluarkan zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi kebutuhan mereka
serta menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya

7
Haji
Rukun Islam kelima adalah haji (ziarah) ke Baitullah Mekkah sekali seumur hidup. Adapun lebihnya maka
merupakan sunnah. Dalam ibadah haji terdapat manfaat tak terhingga :

1. Pertama, haji merupakan bentuk ibadah kepada Allah ta’ala dengan ruh, badan dan harta.

2. Kedua, ketika haji kaum muslimin dari segala penjuru dapat berkumpul dan bertemu di satu tempat.
Mereka mengenakan satu pakaian dan menyembah satu Robb dalam satu waktu. Tidak ada
perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin, kaya maupun miskin, kulit putih maupun kulit
hitam. Semua merupakan makhluk dan hamba Allah. Sehingga kaum muslimin dapat bertaaruf
(saling kenal) dan taawun (saling tolong menolong). Mereka sama-sama mengingat pada hari Allah
membangkitkan mereka semuanya dan mengumpulkan mereka dalam satu tempat untuk diadakan
hisab (penghitungan amal) sehingga mereka mengadakan persiapan untuk kehidupan setelah mati
dengan mengerjakan ketaatan kepada Allah ta’ala.

8
Rukun Iman

1. Iman kepada Allah


Seorang muslim harus beriman kepada Allah yang artinya mengimani adanya Allah, mengimani rububiah
Allah, mengimani uluhiah Allah dan mengimani semua nama dan sifat Allah. Fungsi Iman Kepada Allah SWT
berarti seorang muslim harus percaya bahwa Allah itu benar-benar ada. Allah ada sebagai Tuhan Semesta Alam
yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Orang yang tak percaya adanya Allah berarti dia bukan
seorang muslim dan terlebih lagi bagi yang tidak percaya dengan adanya Tuhan maka dia disebut sebagai
atheis.
Tak sedikit orang yang mencari-cari tentang bagaimana Tuhan itu sebenarnya dan bagaimana Tuhan bisa ada.
Namun hal tersebut sebenarnya diluar batas kemampuan manusia. Allah menunjukkan keberadaannya
dengan adanya makhluk ciptaannya dan kasih sayangnya kepada setiap makhluk hidup.

 Mengimani rububiah Allah berarti beriman atau percaya bahwa tidak ada yang menciptakan,
menguasai, dan mengatur alam semesta ini kecuali Allah SWT.

 Umat Islam percaya bahwa Tuhan itu hanya satu yaitu Allah SWT. Tak ada Tuhan lain selain Allah yang
dapat mengatur dunia ini. Hal ini berbeda dengan beberapa agama atau kepercayaan lain yang
percaya adanya banyak tuhan atau dewa. Sifat Orang yang Bertakwa yaitu seorang muslim tidak
boleh percaya tentang kuasa lain selain kuasa yang dimiliki oleh Allah SWT. Hanya Allah yang
menciptakan serta mengatur alam semesta ini.

 Mengimani uluhiah Allah adalah menyakini bahwa tidak sesembahan lain yang berhak untuk
disembah selain Allah SWT. Seorang muslim dilarang untuk menyembah selain menyembah Allah
SWT. Kita masih sering melihat orang-orang yang senang menyembah benda-benda atau bahkan
kuburan dari tokoh tertentu. Hal tersebut sangat dilarang dalam Islam dan menyebabkan keimanan
seseorang menjadi dipertanyakan.

 Mengimani nama dan Sifat – Sifat Allah Dan Asmaul Husna yaitu percaya dan yakin terhadap sifat-
sifat Allah yang tersirat dalam nama-nama Allah atau Asmaul Husnah. Ada 99 nama Allah yang perlu
dipelajari oleh seorang muslim sehingga dapat memahami sifat-sifat Allah. Sifat-sifat Allah tersebut

9
misalnya Ar Rahman (Maha Pengasih), Ar Rahim (Maha Penyayang), Al Malik (Maha Merajai), Al
Quddus (Maha Suci), As Salaam (Maha Memberi Keamanan).

2. Iman kepada Malaikat Allah


Rukun Iman selanjutnya adalah iman kepada malaikat Allah. Malaikat berdasarkan sisi bahasa merupakan
kata bahasa Arab yang berasal dari kata “malak” atau kekuatan. Di dalam ajaran Islam, malaikat diciptakan
Allah dari cahaya.

Hikmah Beriman Kepada Malaikat berarti percaya dan yakin tentang adanya malaikat walaupun kita tidak
bisa melihatnya. Malaikat-malaikat tersebut memiliki tugas masing-masing yang diperintahkan oleh Allah
SWT. Malaikat-malaikat tersebut antara lain:

1. Jibril

Jibril merupakan pemimpin dari malaikat, yang tugasnya adalah menyampaikan wahyu. Malaikat Jibril
menjadi satu dari tiga malaikat yang namanya disebutkan dalam Al Quran. Di dalam Al Quran nama Jibril ada
di surat At-Tahrim dan Al Baqarah. Nabi Muhammad sering didatangi oleh Jibril yang berwujud seperti
manusia.

Malaikat Jibril menampakkan wujudnya yang memiliki 600 sayap yang putih seperti mutiara. Rupanya
digambarkan elok dan rupawan. Selain menyampaikan Al Quran kepada nabi Muhammad, Malaikat Jibril
juga menyampaikan berita kelahiran Nabi Isa.

2. Mikail

Mikail merupakan malaikat yang bertugas untuk membagi rezeki untuk bagi seluruh makhluk hidup.
Malaikat Mikail juga bertugas mengatur jalannya matahari, bulan dan bintang, mengatur air, menurunkan
hujan dan juga petir. Malaikat Mikail diciptakan oleh Allah sesudah menciptakan malaikat Israfil.

3. Israfil

Israfil merupakan malaikat yang bertugas meniup sangkakala yang merupakan Tanda-tanda Kiamat Besar.
Malaikat Israfil adalah malaikat yang diciptakan pertama kali oleh Allah, dan nantinya menjadi yang pertama
dibangkitkan pada hari Kiamat. Wujud Israfil disebutkan memiliki empat sayap dan sangat rupawan.

10
Ia selalu bertasbih kepada Allah melalui ribuan bahasa yang berbeda-beda. Tugas utamanya adalah meniup
sangkakala, ia selalu memegang terompet suci tersebut di bibirnya dan menunggu perintah Allah untuk
meniupnya pada hari kiamat.

4. Munkar dan Nakir

Malaikat Munkar dan Nakir merupakan dua malaikat yang bertugas menguji keyakinan orang yang telah
meninggal di alam barzah. Dalam ajaran Islam, orang yang telah mati ruhnya akan pergi ke alam barzah atau
alam kubur.

Di alam kubur tersebut Malaikat Munkar dan Nakir akan bertanya beberapa hal antara lain “Siapa Tuhan-
mu?, Siapa Nabi-mu?, dan Apa agama-mu?” Jika mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan benar maka
orang yang meninggal tersebut mendapatkan keluasaan sehingga diterangkan kuburnya sampai hari kiamat.

5. Izrail

Malaikat Izrail merupakan malaikat yang bertugas sebagai pencabut nyawa. Saat ia bertugas mencabut
nyawa di dunia maka ia akan turun bersama dengan dua malaikat lainnya yaitu Malaikat Rahmat dan
Malaikat Azab. Seorang mukmin yang meninggal dunia akan didatangi oleh malaikat yang berwujud baik
yaitu putih seperti matahari.

Orang-orang mukmin akan dicabut nyawanya dengan lembut, dengan Tanda-Tanda Khusnul
Khotimah berbeda saat orang-orang kafir atau orang yang memiliki banyak dosa saat ingin dicabut
nyawanya. Orang yang banyak dosa dan orang-orang kafir akan dicabut nyawanya oleh malaikat dengan
wujud yang berwajah hitam dan membawa kain kasar dari neraka.

6. Ridwan

Malaikat Ridwan merupakan malaikat yang menjaga pintu surga. Ada beberapa hadist yang menjelaskan
tentang malaikat Ridwan namun, menurut ulama itu merupakan hadist yang lemah sehingga tidak bisa
dijadikan dasar.

7. Malik

11
Malaikat Malik merupakan malaikat yang menjaga pintu neraka. Disebutkan bahwa malaikat Malik memiliki
tangan serta kaki yang jumlahnya sama dengan jumlah ahli neraka. Malaikat Malik disebutkan memiliki
wajah yang menyeramkan sehingga para api di neraka bahkan takut kepada Malik.

8. Zabaniah

Malaikat Zabaniah merupakan nama malaikat-malaikat yang memiliki tugas menyiksa orang di neraka,
seperti Siksa Neraka Bagi Wanita, Siksa Neraka Bagi Pezina. Malaikat Zabaniah dipimpin oleh Malaikat Malik.
Disebutkan bahwa Allah tidak memberikan rasa belas kasihan kepada mereka karena tugasnya yang
menyiksa orang di neraka.

9. Harut dan Marut

Malaikat Harut dan Marut merupakan malaikat yang ditugaskan oleh Allah ke negeri Babilonia.

Ada beberapa malaikat lagi dalam Islam yang memiliki tugas berbeda-beda. Orang Islam perlu mempelajari
dan meyakini malaikat-malaikat Allah tersebut.

3. Iman kepada Kitab-Kitab Allah


Allah menurunkan firman kepada para Nabi yang kemudian dikumpulkan dalam kitab-kitab. Umat Islam
wajib mempercayai Fungsi Iman Kepada Kitab Allah. Kitab suci umat Islam sendiri adalah Al-Quran namun
ada kitab-kitab lainnya yang juga merupakan kitab-kitab Allah. Kitab-kitab Allah tersebut antara lain:

1. Taurat

Taurat merupakan kitab suci yang diturunkan melalui Nabi Musa. Kitab Taurat diturunkan sekitar abad ke 12
sebelum masehi. Isi dari Taurat sendiri adalah firman-firman Allah yang ditujukan bagi bangsa Israel. Di
dalamnya terdapat sejarah Nabi terdahulu hingga Nabi Musa dan kumpulan hukum.

2. Zabur

Zabur merupakan kitab suci yang dibawakan melalui Daud. Isi dari Zabur sendiri bukanlah syariat namun
mazmur atau nyanyian pujian bagi Allah SWT. Nabi Daud sendiri meneruskan syariat yang telah dibawakan
oleh Musa. Kitab Zabur berbahasa Qibti dan diturunkan sekitar abad ke-10 sebelum masehi.

3. Injil

12
Injil merupakan kitab suci yang diturunkan pada Nabi Isa. Kata Injil berasal dari Bahasa Yunani yaitu
euangelion yang artinya kabar gembira. Injil tidak memiliki bahasan yang sistematis tentang tema-tema
tertentu. Injil yang ada sekarang mengandung firman Allah dan riwayat Nabi Isa yang ditulis oleh generasi
sesudah Nabi Isa. Kitab Injil mula-mula ditulis oleh murid-murid Nabi Isa untuk bangsa Israel sebagai
penggenap dari ajaran Nabi Musa.

4. Al-Quran

Al-quran merupakan kumpulan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Fungsi Al-
quran Bagi Umat Manusia yaitu memberikan pedoman hidup bagi seluruh umat muslim. Bahasa dalam Al-
quran adalah bahasa Arab yang berupa prosa berirama, seperti puisi, epik dan simfoni yang terpadu dengan
indah. Di dalamnya terdapat panduan hidup, filsafat, sejarah, peringatan, dasar hukum dan juga doa-doa.
Umat Islam tidak disyariatkan untuk mempelajari kitab Taurat, Zabur, dan Injil namun diwajibkan untuk
mempelajari Al-quran.

Al-quran diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Al-quran memiliki nama-nama
lain yaitu Al-Kitab, Al-Furqon, Adz-Dzikr, Al-Mau’idhah, Al-Hukm, Al-Hikmah, Asy-Syifa’, dan lain-lain.
Awalnya Al Quran dicatat secara terpisah-pisah sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Setelah itu untuk
mempermudah, maka dijadikan sebuah buku yang dibundel seperti yang kita jumpai saat ini. Pembukuan Al-
quran dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

Seorang muslim wajib mempelajari Al-quran karena merupakan kitab pedoman bagi umat Islam dalam
menjalani kehidupan di dunia agar tidak tersesat kejalan yang menjerumuskan manusia kedalam neraka.
Manfaat Membaca Al- Qur’an dapat dipahami artinya sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari. Keajaiban Al-Qur’an Di Dunia adalah isinya, yaitu merupakan firman Allah SWT yang tidak ada
keraguan di dalamnya sehingga umat Islam tidak perlu ragu terhadap isi dari Al-quran. Makna dari Al-quran
sendiri memang perlu dipelajari dengan bantuan dari para ulama atau ahli tafsir Al-quran sehingga
pengamalannya menjadi lebih tepat.

4. Iman kepada para Rasul Allah


Rukun iman yang selanjutnya adalah iman kepada Rasul Allah. Rasul merupakan utusan Allah yang
mendapatkan wahyu dan diperintahkan untuk menyampaikan serta mengamalkannya. Semua rasul pasti
merupakan seorang Nabi, sedangkan Nabi belum tentu seorang rasul. Karena Nabi tidak diperintahkan
untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat.
13
Menurut sebuah hadist, jumlah rasul menurut Islam sebanyak 312 rasul. Rasul-rasul yang terdapat dalam Al-
quran dan hadits antara lain:

1. Syits merupakan rasul yang diutus untuk memimpin keturunan Nabi Adam dan bani Qabil.

2. Idris merupakan rasul yang diutus untuk bani Qabil yang ada di Babul, Irak, dan sekitarnya.

3. Nuh merupakan rasul yang diutus untuk bani Rasi yang berada di selatan Irak.

4. Hud merupakan rasul yang diutus untuk kaum Ad yang berada di Yaman.

5. Shaleh merupakan rasul yang diutus untuk kaum Tsamud yang berada di Semenanjung Arab.

6. Ibrahim merupakan rasul yang diutus untuk bangsa Kaldea di Irak.

7. Luth merupakan rasul yang diutus untuk negeri Sadum dan Amurah di Syam, Palestina.

8. Ismail merupakan rasul yang diutus untuk penduduk Al-Amaliq, bani Jurhum, dan Qabilah, Yaman,
Mekkah.

9. Ishak merupakan rasul yang diutus untuk penduduk di Al-Khalil, Palestina.

10. Yaqub merupakan rasul yang diutus untuk Kan’an di Syam.

11. Ayyub merupakan rasul yang diutus untuk bani Israel dan bangsa Amoria.

12. Syu’aib merupakan rasul yang diutus untuk kaum Rass, Madyan dan Aykah.

13. Musa dan Harun merupakan rasul yang diutus untuk bangsa Mesir Kuno dan Bani Israel.

14. Zulkifli merupakan rasul yang diutus untuk bangsa Amoria di Damaskus.

15. Yunus merupakan rasul yang diutus untuk bangsa Assyria, Irak.

16. Ilyas merupakan rasul yang diutus untuk funisia dan bani Israel.

17. Ilyasa merupakan rasul yang diutus untuk bani Israel dan kaum Syam.

18. Daud merupakan rasul yang diutus untuk bani Israel.

19. Sulaiman merupakan rasul yang diutus untuk bani Israel.

20. Zakaria merupakan rasul yang diutus untuk bani Israel.

14
21. Yahya merupakan rasul yang diutus untuk bani Israel.

22. Isa merupakan rasul yang diutus untuk bani Israel.

23. Muhammad merupakan rasul yang diutus di Jazirah Arab untuk seluruh umat manusia serta jin.

Macam – Macam Mukjizat Nabi seperti Nabi Muhammad, yang memiliki keistimewaan tersendiri karena
merupakan rasul yang terakhir diturunkan dan setelah itu tidak ada lagi rasul yang diutus ke dunia. Umat
Islam meyakini rasul-rasul Allah tersebut dan khusus Nabi Muhammad SAW, umat Islam mengikuti pedoman
hidup yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Nabi Muhammad SAW juga merupakan Nabi yang diberi kitab
suci Al-quran yang wajib dipelajari oleh setiap umat Islam.

5. Iman kepada Hari Akhir


Hari akhir atau hari kiamat merupakan Tanda-tanda Akhir Zaman, hari dimana saat dunia dihancurkan dan
manusia yang mati dibangkitkan. Seorang muslim wajib percaya bahwa akan ada hari kiamat dan nantinya
manusia akan dibangkitkan. Ada beberapa Ciri-ciri Akhir Zaman atau tanda-tanda hari kiamat, tanda-tanda
kecil akan terjadinya hari kiamat antara lain :

 Penaklukan baitulmuqaddis

 Zina yang merajalela di muka bumi ; Tanda-tanda Kiamat Kecil ini saat ini sudah mulai nampak
karena perzinahan sudah terlihat dimana-mana bahkan di negara yang mayoritas penduduknya juga
muslim.

 Pemimpin yang terdiri dari orang jahil dan fasik ; Tanda ini juga mulai terlihat dengan banyaknya
pemimpin yang berperilaku tidak baik seperti melakukan korupsi, tidak menepati janji, ataupun lalai
terhadap kewajibannya sebagai seorang pemimpin.

 Banyak wanita yang berpakaian tapi sesungguhnya telanjang ; Para wanita memang terlihat
berpakaian namun pakaiannya tersebut tidak menutupi auratnya sehingga tampak telanjang.

Tanda Hari Kiamat Lainnya

15
Selain tanda-tanda kecil tersebut ada juga Tanda – Tanda Kiamat besar terjadinya hari kiamat, tanda-tanda
tersebut antara lain:

 Keluar sejenis binatang dari dalam bumi yang disebut dengan Dabbatul Ardhi

 Munculnya Nabi-nabi palsu sampai berjumlah 30 orang

 Dajjal mulai berkuasa;


Dajjal disebutkan memiliki fisik yang cacat dengan buta pada mata kirinya atau dikenal dengan makhluk satu
mata. Dajjal dapat membuat orang-orang tersesat dan menyatakan bahwa dirinya adalah Tuhan.

 Munculnya Imam Mahdi;

Imam Mahdi adalah seorang muslim yang dipilih Allah untuk menghancurkan kezaliman dan menegakkan
keadilan sebelum datangnya hari kiamat. Imam Mahdi berasal dari umat Nabi Muhammad SAW dan
sebenarnya orang tersebut tidak sadar bahwa dirinya adalah Imam Mahdi sampai Allah mengislahkannya
pada suatu malam.

 Turunnya Nabi Isa

 Keluarnya suku Yakjuj dan Makjuj;

Suku Yakjuj dan Makjuj merupakan sekelompok manusia yang punya kekuatan sebagai perusak dan
penghancur kehidupan di muka bumi.

 Matahari terbit dari ufuk barat

 Terdengar tiupan sangkakala

6. Iman kepada Qada dan Qadar


Umat Islam wajib beriman kepada qada dan qadar. Qada dan qadar merupakan takdir Allah yang baik
maupun yang buruk. Beriman pada qada dan qadar berarti yakin sepenuhnya bahwa ada ketentuan Allah
SWT yang berlaku bagi semua makhluk-Nya. Takdir sendiri merupakan ketentuan yang terjadi di alam
semesta, yang sama artinya bahwa semua yang terjadi pasti ada takdirinya. Takdir sendiri memiliki dua jenis
yaitu takdir mua’llaq dan takdir mubram.

 Takdir Mua’llaq

16
Takdir mua’llaq merupakan takdir yang berhubungan dengan ikhtiar atau usaha yang dilakukan oleh
manusia. Misalnya seorang anak yang bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Ia belajar dengan tekun
untuk mencapai cita-citanya tersebut. Saat dewasa ia akhirnya bisa menjadi dokter sesuai dengan yang ia
cita-citakan.

 Takdir Mubram

Takdir mubram merupakan takdir yang terjadi dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Misalnya saja setiap orang
memiliki bentuk fisik yang berbeda, ada yang matanya besar dan ada yang matanya sipit.

Sebagai seorang muslim kita perlu melakukan ikhtiar untuk mengusahakan kehidupan yang lebih baik tanpa
melanggar aturan-aturan agama. Ikhtiar juga wajib dilakukan untuk menjalani kehidupan di dunia. Orang
yang terlahir miskin bisa menjadi orang yang berkecukupan jika ia berikhtiar dan mendapatkan ridha dari
Allah SWT. Allah memang telah menentukan segala sesuatunya namun manusia berkewajiban untuk terus
berikhtiar.

Di dalam kehidupan di dunia tak jarang kita Menghadapi Musibah atau takdir yang buruk seperti
kemalingan, kematian, kecelakaan, dan lain sebagainya. Sebagai orang muslim kita harus bertawakal untuk
menghadapi kejadian-kejadian yang buruk tersebut. Tentu kita wajar saja bersedih atas kejadian buruk
tersebut namun jangan sampai kesedihan tersebut berlarut-larut dan sampai kemudian menyalahkan Allah
karena kejadian tersebut.

Seorang muslim perlu terus bertawakal dan berikhtiar , karena Manfaat Tawakal dapat menjalani hidup di
dunia dengan lebih tenang dan selalu mendapatkan ridhonya. Orang-orang yang bertawakal akan
mendapatkan beberapa hal berikut ini:

1. Limpahan sifat aziz atau kehormatan dan kemuliaan

2. Keberanian dalam menghadapi musibah atau maut

3. Tidak berkeluh kesah dan gelisah dalam menjalani hidup

4. Mensyukuri setiap karunia Allah SWT.

5. Percaya diri dalam menghadapi setiap persoalan

17
6. Mendapat pertolongan, perlindungan, serta rezeki yang cukup dari Allah SWT.

7. Mendapat kepercayaan dari orang lain dan dapat bermanfaat bagi orang lain

Hikmah beriman pada qada dan qadar yaitu:

 Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar ; Orang yang percaya pada takdir Allah maka
dapat lebih mudah dengan Cara Bersyukur terhadap apa yang telah dimiliki dan bersabar atas setiap
cobaan yang diterima.

 Menjauhkan diri sendiri dari sifat sombong serta putus asa ; Orang yang percaya pada takdir
Allah juga tidak akan mudah menyombongkan diri karena semua yang didapat merupakan
pemberian dari Allah SWT disamping atas kerja keras yang dilakukan. Kita juga tidak akan mudah
putus asa untuk meraih sesuatu yang diinginkan. Sifat Sombong tidak sukai Allah SWT.

 Memupuk sifat optimis serta giat berusaha ; Orang yang percaya pada takdir Allah akan memiliki
sifat optimis dalam menjalani hidup dan tidak terlalu memikirkan kegagalan yang mungkin terjadi
karena percaya ada Allah yang menyertainya.

 Membuat jiwa menjadi lebih tenang dalam menghadapi permasalahan dunia ; Orang yang
percaya pada takdir Allah akan menjadikan Jiwa Tenang dalam menghadapi masalah yang
menimpanya.

18
Mukmin, Muslim, dan Muhsin

Islam Mencakup 3 Tingkatan


Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah didatangi malaikat Jibril dalam wujud seorang
lelaki yang tidak dikenali jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan kepada beliau
tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab berbagai pertanyaan Jibril dan dia pun telah
meninggalkan mereka, maka pada suatu kesempatan Rosululloh bertanya kepada sahabat Umar bin
Khoththob, “Wahai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Alloh
dan Rosul-Nya lah yang lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah Jibril yang datang
kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim). Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh
mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini terdapat dalil bahwasanya Iman, Islam dan Ihsan semuanya
diberi nama ad din/agama (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 23). Jadi agama Islam yang kita anut ini mencakup 3
tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.

Tingkatan Islam
Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang Islam beliau menjawab, “Islam itu engkau
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang haq) selain Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan
Alloh, engkau dirikan sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika engkau
mampu untuk menempuh perjalanan ke sana”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa
dipetik dari hadits ini ialah bahwa Islam itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang
dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji.

Tingkatan Iman
Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda, “Iman itu ialah engkau beriman kepada Alloh,
para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’ dan
qodar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi Iman yang dimaksud disini mencakup perkara-
perkara batiniyah yang ada di dalam hati. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa
dipetik dari hadits ini adalah pembedaan antara islam dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan
secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan sedangkan
iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi bila sebutkan secara mutlak salah satunya (islam
saja atau iman saja) maka sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh Ta’ala, “Dan Aku telah

19
ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini sudah mencakup islam dan
iman…(Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).

Tingkatan Ihsan
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah
engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari
hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang
dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai
kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi
semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah
yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu
tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-
Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi
tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.

Bagaimana Mengkompromikan Ketiga Istilah Ini?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu
lebih luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang
yang sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila ditinjau dari substansinya
dan lebih khusus daripada islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam sikap
ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang bersikap ihsan itu lebih istimewa
dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan orang yang mu’min itu juga lebih istimewa dibandingkan
orang-orang muslim yang lain… (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)

Muslim, Mu’min dan Muhsin


Oleh karena itulah para ulama’ muhaqqiq/peneliti menyatakan bahwa setiap mu’min pasti muslim, karena
orang yang telah merealisasikan iman sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan
melaksanakan amal-amal islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mu’min, karena bisa
jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya dengan sempurna walaupun dia
melakukan amalan-amalan lahir dengan anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak
tergolong mu’min dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman, “Orang-orang

20
Arab Badui itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian belumlah beriman tapi hendaklah kalian
mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al Hujuroot: 14). Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama
ini memang memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang lainnya.
Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang
lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm.
64)

Kesimpulan

Dari hadits serta penjelasan di atas maka teranglah bagi kita bahwasanya pembagian agama ini menjadi
tingkatan Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat tidaklah dikenal oleh para ulama baik di kalangan sahabat, tabi’in
maupun tabi’ut tabi’in; generasi terbaik ummat ini. Pembagian yang syar’i adalah sebagaimana disampaikan
oleh Nabi yaitu islam, iman dan ihsan dengan penjelasan sebagaimana di atas. Maka ini menunjukkan pula
kepada kita alangkah berbahayanya pemahaman sufi semacam itu. Lalu bagaimana mungkin mereka bisa
mencapai keridhoan Alloh Ta’ala kalau cara beribadah yang mereka tempuh justeru menyimpang dari
petunjuk Rosululloh ? Alangkah benar Nabi yang telah bersabda, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu
amalan yang tidak ada dasarnya dari kami maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim). Barangsiapa yang ingin
mencapai derajat muhsin maka dia pun harus muslim dan mu’min. Tidak sebagaimana anggapan tarekat
sufiyah yang membolehkan orang yang telah mencapai Ma’rifat untuk meninggalkan syari’at. Wallohu a’lam.

21
Bagaimana Amal kita dapat diterima?

Agar ibadah diterima di sisi Allah, haruslah terpenuhi dua syarat, yaitu:

1. Ikhlas karena Allah.

2. Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (ittiba’).

Jika salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amalan ibadah menjadi tertolak. Berikut kami sampaikan
bukti-buktinya dari Al Qur’an, As Sunnah, dan Perkataan Sahabat.

Dalil Al Qur’an
Dalil dari dua syarat di atas disebutkan sekaligus dalam firman Allah Ta’ala,
َ ْ َ َ ‫ان َي ْر ُجو ل َق َاء َربه َف ْل َي ْع َم ْل َع َم اًل‬
َ ‫َف َم ْن َك‬
‫ص ِال احا َوَل ُيش ِر ْك ِب ِع َب َاد ِة َرِب ِه أ َح ادا‬ ِِ ِ
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya“.” (QS. Al Kahfi: 110)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya
adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah
ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap wajah
Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas
karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Al Fudhail bin ‘Iyadh tatkala menjelaskan mengenai firman Allah,


‫ا‬ َ ُ َ ُ ُ
‫ِل َي ْبل َوك ْم أ ُّيك ْم أ ْح َس ُن َع َم ا‬
‫ًل‬

“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2), beliau
mengatakan, “yaitu amalan yang paling ikhlas dan showab (mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam).”
Lalu Al Fudhail berkata, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan
dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga
tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan showab. Amalan dikatakan

22
ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah. Amalan dikatakan showab apabila mencocoki ajaran
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Dalil dari Al Hadits


Dua syarat diterimanya amalan ditunjukkan dalam dua hadits. Hadits pertama dari ‘Umar bin Al Khottob,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ َ َّ َ ُ َ َّ َ ُ َ َ َ َ َ َ َّ
‫ َو َم ْن كان ْت‬، ‫ ف َم ْن كان ْت ِه ْج َرت ُه ِإلى الل ِه َاو َر ُس ِول ِه ف ِه ْج َرت ُه ِإلى الل ِه َو َر ُس ِول ِه‬، ‫ َوِإ َّن َما َِل ْم ِر ٍئ َما ن َوى‬، ‫الن َّي ِة‬ ُ ‫ألا ْع َم‬
ِ ‫ال ِب‬ ‫ِإنما‬
َْ َ َ َ َ َ ُ ُ َ ْ َ َ ُ َّ َ َ َ َ َ ْ َ َ ُ ُ َ ْ ُ َ ُ ُ َ ْ
‫ ف ِهجرت اه ِإلى ما هاجر ِإلي ِاه‬، ‫ِهجرته ِإلى دنيا ي ِصيبها أ ِو امرأ ٍة يتزوجها‬

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia
niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan
Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi,
maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita, pen)”.
Hadits kedua dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
َ َ ‫َم ْن َأ ْح َد َث فى َأ ْمرَنا َه َذا َما َل ْي‬
‫س ِم ْن ُه ف ُه َو َردا‬ ِ ِ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara
tersebut tertolak.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
َ َ َ َ َ َْ ‫َ ْ َ َ َ َ ا‬
‫س َعل ْي ِه أ ْام ُرنا ف ُه َو َردا‬‫من ع ِمل عمًل لي‬

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”

Dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat
agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits
‘innamal a’malu bin niyat’ [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan
batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan
mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan
tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-
Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.”

23
Di kitab yang sama, Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Suatu amalan tidak akan sempurna (tidak akan
diterima, pen) kecuali terpenuhi dua hal:

1. Amalan tersebut secara lahiriyah (zhohir) mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini
terdapat dalam hadits ‘Aisyah ‘Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang
tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.’
2. Amalan tersebut secara batininiyah diniatkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. Hal ini terdapat
dalam hadits ‘Umar ‘Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat’.”

Perkataan Sahabat
Para sahabat pun memiliki pemahaman bahwa ibadah semata-mata bukan hanya dengan niat ikhlas, namun
juga harus ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai dalilnya, kami akan bawakan dua
atsar dari sahabat.

Pertama: Perkataan ‘Abdullah bin ‘Umar.

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,


‫ا‬
‫اس َح َس َن اة‬ َّ ‫ َوإ ْن َر َآها‬، ‫ض ًَل َل ٌة‬
ُ ‫الن‬ َ ‫ُك ُّل ب ْد َعة‬
ِ ٍ ِ
“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.”

Kedua: Kisah ‘Abdullah bin Mas’ud.

Terdapat kisah yang telah masyhur dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melewati suatu masjid
yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir,
bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan,
ُ َ َ ُ َ ْ ُ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َّ َ ُ َ َّ ُ َ ْ ُ َ ْ َ ٌ ْ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ ٌ َ َ َ َ ْ ُ َ َ ُّ ُ َ
‫ص َح َابة‬ ‫ هؤَل ِء‬، ‫ ويحكم يا أمة امحم ٍد ما أسرع هلكتكم‬، ‫فعدوا س ِيئا ِتكم فأنا ض ِامن أن َل ي ِضيع ِمن حسنا ِتكم ش ىء‬
َّ َ َ ُ َ َّ ُْ َ َ َ َ ‫ ُام َت َواف ُر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َنبي ُك ْم‬
‫ َوال ِذى ن ْْف ِِس ى ِفى َي ِد ِه ِإ َّنك ْام ل َعلى ِمل ٍة ِه َى‬، ‫ون َو َه ِذ ِه ِث َي ُاب ُه ل ْم ت ْب َل َوآ ِن َي ُت ُاه ل ْم تك َس ْر‬ ِ ِِ
ََ َ َ َ ْ ُ ْ َ َّ َُ َّ ْ َ ْ َ
.‫اب ضًلل ٍة‬ ِ ‫ أو مْفت ِت ِحى ب‬، ‫أهدى ِمن ِمل ِة محم ٍد‬
“Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan
hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi
kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah.

24
Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya
Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (bid’ah)?”
َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َّ َ ْ َ َ َ َ ْ َّ ْ َ َ َ َ َّ َ ُ َ
‫ َوك ْم ِم ْن ُم ِر ٍيد ِاللخ ْي ِر ل ْن ُي ِص َيب ُها‬: ‫ال‬‫ ق‬.‫ والل ِه يا أبا عب ِد الرحم ِن ما أردنا ِإَل الخير‬: ‫قالوا‬

Mereka menjawab, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain
kebaikan.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.”

Lihatlah kedua sahabat ini -yaitu Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud- meyakini bahwa niat baik semata-mata tidak
cukup. Namun ibadah bisa diterima di sisi Allah juga harus mencocoki teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa ibadah baik itu shalat, puasa, dan dzikir semuanya haruslah
memenuhi dua syarat diterimanya ibadah yaitu ikhlas dan mencocoki petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Sehingga tidaklah tepat perkataan sebagian orang ketika dikritik mengenai ibadah atau amalan yang ia
lakukan, lantas ia mengatakan, “Menurut saya, segala sesuatu itu kembali pada niatnya masing-
masing”. Ingatlah, tidak cukup seseorang melakukan ibadah dengan dasar karena niat baik, tetapi dia juga
harus melakukan ibadah dengan mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kaedah yang
benar “Niat baik semata belum cukup.”

Sebab-sebab Munculnya Amalan Tanpa Tuntunan


Pertama: Tidak memahami dalil dengan benar.

Kedua: Tidak mengetahui tujuan syari’at.

Ketiga: Menganggap suatu amalan baik dengan akal semata.

Keempat: Mengikuti hawa nafsu semata ketika beramal.

Kelima: Berbicara tentang agama tanpa ilmu dan dalil.

Keenam: Tidak mengetahui manakah hadits shahih dan dho’if (lemah), mana yang bisa diterima dan tidak.

Ketujuh: Mengikuti ayat-ayat dan hadits yang masih samar.

25
Kedelapan: Memutuskan hukum dari suatu amalan dengan cara yang keliru, tanpa petunjuk dari syari’at.

Kesembilan: Bersikap ghuluw (ekstrim) terhadap person tertentu. Jadi apapun yang dikatakan panutannya
(selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), ia pun ikuti walaupun itu keliru dan menyelisih dalil.

26
Siapakah Ahlul Kitab?

Ahlul kitab dalam Al Qur’an adalah kaum Yahudi dan Nasrani, karena kitab suci telah diturunkan kepada
mereka dalam wujud kitab sebuah kitab suci, mereka pada dasarnya adalah umat yang membaca dan
menulis. Berbeda dengan umat Islam yang merupakan umat penghafal pada asalnya. Itulah salah satunya
hikmah Alquran diturunkan secara bertahap melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Penyebutan ahlul kitab yang bermakna kaum Yahudi dan Nasrani juga berlaku secara umum, tanpa ada
pengkhususuan kelompok tertentu dari mereka. Berangkat dari sini, dapatlah dipahami bahwa siapa pun
yang mengaku sebagai Yahudi ataupun Nasrani, maka dia adalah ahlul kitab apa pun paham teologinya.

Jadi, di sana ada mereka yang berkeyakinan mempersekutukan Allah, ada pula yang tidak, namun mereka
tetaplah bukan umat Islam.

Konteks Penyebutan Ahlul Kitab Dalam Al Qur’an

Penyebutan ahlul kitab dalam Al Qur’an selalu memiliki konotasi celaan ataupun hardikan dari
Allah Ta’ala kepada mereka. Sehingga sematan tersebut tidak sama sekali mengandung pujian kepada
mereka.
َ َ ْ ُ َ ْ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َ َ ََْ َ ُ َ َ َّ َ ْ َ َّ َّ َ َ َ َ ْ َ َْ َ ْ ُ
{‫اس ُقو ان‬
ِ ‫اب ه ْل ت ِنق ُمون ِمنا ِإَل أن آمنا ِبالل ِه وما أ ِنِزل ِإلينا وما اأ ِنِزل ِمن قب ُل وأن أكث َركم ف‬
ِ ‫}قل يا اأهل ال ِكت‬
Artinya: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman
kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya,
sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?” (QS. Al Maidah: 59)
َ َ َ َ ْ َ َْ َ ْ َّ َ ْ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ َْ َ
{‫اط ِل َوتك ُت ُمو ان ال َح َّق َوأ ُنت ْم ت ْعل ُمو ان‬
ِ ‫اب ِلم تل ِبسون الحق ِبالب‬
ِ ‫} ياأهل ال ِكت‬
Artinya: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur-adukkan yang haq dengan yang bathil, dan
menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?” (QS. Al Imron: 71)
َ ُ َ َ ُ َ ‫ا‬ ُ َ َ ُ َ َ َ ‫} ُق ْل َيا َأ ْه َل ْالك‬
{‫ص ُّدون َعن َس ِب ِيل اللا ِه َم ْن َآم َن ت ْبغ َون َها ِع َوجا َوأ ُنت ْم ش َه َاداء َو َما الل ُه ِبغا ِف ٍل َع َّما ت ْع َملو ان‬‫اب ِلم ت‬
ِ ِ‫ت‬

Artinya: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi orang-orang yang telah beriman
dari jalan Allah, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan?” Allah sekali-kali
tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Imron: 99)

27
َ ُ َ َ ٌ َ ُ َ
{‫يد َعلى َما ت ْع َملونا‬
َ َُْ َ ‫} ُق ْل َيا َأ ْه َل ْالك‬
ِ ‫اب ِل َم تكْف ُرون ِب َآي‬
‫ات الل ِه والله ش ِه‬ ِ ِ‫ت‬

Artinya: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha
menyaksikan apa yang kamu kerjakan?” (QS. Al Imron: 98)
Hukum Ahlul Kitab
Sebagaimana yang telah tersebut di atas, bahwa ahlul kitab bukanlah kaum muslimin. Hal ini merupakan
perkara konsensus yang disepakati dalam agama Islam, tidak dapat diingkari oleh seorang pun yang
memeluk Islam. Untuk mempertegas hal ini baiklah kiranya kita mengemukakan alasan-alasan berikut ini:

1. Al Qur’an dan As Sunnah telah menghukumi mereka sebagai kaum kafir.


َ ْ َ َ َ َُْ َ ْ َ َْ َ
{‫ات الل ِه َوأ ُنت ْم تش َه ُدونا‬
ِ ‫اب ِل َم تكْف ُرون ِب َآي‬
ِ ‫} ياأهل ال ِكت‬
Artinya: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu kafir kepada ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui
(kebenarannya).” (QS. Al Imran: 70)
(( ‫والذي نْفس محمد بيده َل يسمع بي أحدمن هذه ألامة يهودي وَلنصراني ثم يموت ولم يؤمن بما أرسلت به إَل كان من‬
‫أصحاب النار))رواه مسلم‬.

Artinya: “Demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tiada seorang pun dari umat ini yang mendengar
seruanku, baik Yahudi maupun Nasrani, tetapi ia tidak beriman kepada seruan yang aku sampaikan,
kemudian ia mati, pasti ia termasuk penghuni neraka” (HR. Muslim)
2. Kesepakatan kaum muslim yang telah berlaku: ijmak ataupun konsensus, bahwa ahlul kitab adalah kafir

Imam Ibnu Hazm berkata, “Mereka bersepakat bahwasanya Allah ‘Azza wa Jalla adalah satu-satunya tiada
sekutu bagi-Nya, dan Islam adalah agama yang tiada di muka bumi agama (yang sah) selainnya, ia
merupakan pengganti atas seluruh agama sebelumnya, tiada satu agama pun yang datang setelahnya untuk
menggantikannya. Dan barang siapa yang telah sampai padanya hal ini lantas menyelisihi maka ia adalah
orang yang kafir, kekal di neraka selamanya.” (Maratibul Ijma’: 172-173)

Imam Ibnu Taimiyyah berkata, ”Barang siapa beranggapan bahwa kunjungan golongan dzimmi (penganut
agama non-Islam) ke gereja-gerejanya adalah suatu ibadah kepada Allah, maka ia telah murtad” (Al Iqna’:
4/298).

28
Berkata Imam Al Hijjawi, ”Orang yang tidak mengkafirkan seseorang yang beragama selain Islam seperti
Nasrani atau meragukan kekafiran mereka atau menganggap mazhab mereka benar, maka ia adalah orang
kafir.” (Al Iqna’: 4/298).

3. Unsur kekufuran terbesar adalah mempersekutukan Allah dalam akidah mereka

Kaum Nasrani mempercayai konsep teologi trinitas, sedangkan kaum Yahudi juga mempercayai Uzair
sebagai anak Allah.

{ ‫لقدكْفر الذين قالوا إن هللا هو املسيح ابن مريم وقال املسيح يا بني إسرائيل اعبدوا اللهربي وربكم إنه من يشرك باهلل‬
‫ لقد كْفر الذين قالوا إن هللا ثالـث ثًلثة وما من إله إَل إله‬.‫فقد حرم هللا عليه الجن ومأواه النار وما للظاملين منأنصار‬
‫}واحد وإن لم ينتهواعما يقول اون ليمسن الذين كْفروا منهم عذاب أليم‬

Artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera
Maryam’, padahal Al Masih (sendiri )berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.’
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong
pun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’,
padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang
mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih” (QS. Al
Maidah: 72-73).

{ ‫وقالتاليهود عِزير ابن هللا وقالت النصارى املسيح ابن هللا ذلك قولهم بأفواههم يضاهئون قوَللذين كْفروا من قبل‬
‫}قاتلهم هللا أنى يؤفكونا‬

Artinya: “Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putra
Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir
yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. At Taubah : 30).
4. Mereka juga mempersekutukan Allah dalam menentukan aturan agama dan syariat serta mencap stempel
halal-haram, semata-mata tanpa dalil.

Mereka mengikuti dan menjadikan para pendeta dan para rahib sebagai Tuhan mereka yang berhak
melegalkan hukum apa saja ataupun mengubah aturan apa saja, meskipun itu menyangkut seseorangberada
di surga ataukah neraka.

29
{ ‫اتخذواأحبارهم ورهبانهم أربابا من دون هللا واملسيح ابن مريم وما أمـروا إَل ليعبدوا إلهاواحدا َل إله إَل هو سبحانه‬
‫}وتعالى عما يشركونا‬

Artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan
(juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan
Yang Maha Esa, tidak adaTuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan” (At Taubah : 31)
5. Kekufuran yang lain, tidak memercayai agama Islam sebagai agama Allah yang sah, berikut kitab suci Al
Qur’an dan kerasulan Nabi Muhammad.

6. Tidak mengakui agama Islam sebagai satu-satunya paham keagamaan universal yang telah menghapus
segenap paham keagamaan lainnya, termasuk Yahudi dan Nasrani.

{‫}قليا أيها الناس إني رسول هللا إليكم جميعا‬

Artinya: “Katakanlah, ‘Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua” (QS. Al Imran:
70)

(( ‫والذينْفس محمد بيده َل يسمع بي أحد من هذه ألامة يهودي وَلنصراني ثم يم اوت ولم يؤمن بما أرسلتبه إَل كان من‬
‫أصحاب النار)) رواه مسلم‬.

Artinya: “Demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tiada seorang pun dari umat ini yang mendengar
seruanku, baik Yahudi maupun Nasrani, tetapi ia tidak beriman kepada seruan yang aku sampaikan,
kemudian ia mati, pasti ia termasuk penghuni neraka” (HR. Muslim).
7. Ahlul kitab secara terang-terangan mengatakan bahwa mereka adalah kaum Yahudi atau juga
Nasrani,mereka sama sekali tidaklah mengatakan bahwa mereka muslim.

Jika mereka saja mengakuinya maka kenapa masih ada seorang yang mengaku muslim berusaha menyelisihi
hal ini!?

8. Selain itu, jika kita coba beranggapan bahwa ajaran Nabi Musa ataupun Nabi Isa tetap berlaku, meskipun
sebenarnya tidaklah demikian.

30
Maka kita dapatkan bahwa mereka juga telah kufur terhadap apa yang terdapat dalam kitab suci mereka.
Sebab, semua ajaran para Nabi itu mengajarkan keesaan Allah secara mutlak tanpa ada sedikit pun unsur
sekutu.

Kekhususan Ahlul Kitab


Penyebutan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai ahlul kitab dalam ajaran Islam memiliki beberapa
konsekuensi tertentu, yang memberikan perbedaan dan kekhususan tertentu bagi mereka dibanding kaum
kafir lainnya. Semua itu berangkat dari kesamaan pedoman awal dalam beragama, yang lebih dikenal sebagai
agama samawi yaitu agama yang sumber asalnya adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah dari langit.
Adapun istilah agama Ibrahimiyah atau agama anak keturunan Nabi Ibrahim banyak digunakan untuk
mengelabui tentang agama yang benar. Meskipun kita meyakini dengan pasti bahwa kedua ajaran agama
tersebut telah melenceng jauh dari garis pedoman terdahulunya, cukuplah sebagai bukti bahwa ajaran Nabi
Musa dan Nabi Isa diturunkan hanya untuk kaum Israel saja, juga pertanda dalam kitab mereka akan
kedatangan Nabi Muhammad yang memberi konsekuensi bagi mereka untuk mengikutinya. Ini semua
tersebut dalam literatur wahyu keislaman, sedangkan dalam literatur mereka sudah barang tentu dihapus
secara massal dan terencana, meski masih terdapat beberapa isyarat yang terserak di sana-sini. Di antara
kekhususan tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Adanya ketentuan jizyah bagi mereka berdasarkan konsensus para ulama.

Yaitu bilamana mereka menolak untuk masuk Islam, maka diperbolehkan bagi mereka untuk tetap memeluk
agamanya dan berada di bawah naungan sebuah pemerintahan Islam, dengan tetap memperhatikan aturan-
aturan yang telah diberlakukan oleh pemerintah serta membayar jizyah dalam kadar dan ketentuan tertentu
sebagai jaminan. Dan hal ini berlaku bagi mereka secara konsensus, adapun di luar mereka maka mayoritas
ulama tidak menganggapnya berlaku, kecuali menyangkut kaum Majusi penyembah api.

{ ‫قاتلوا الذين َل يؤمنون باهلل وَل باليوم آلاخروَل يحرمون ما حرم هللا ورسوله وَليدينون دين الحق من الذين أوتوا‬
‫}الكتاب حتىيعطوا الجِزية عن يد وهم صاغرون‬

Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian,
dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama
dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka,
sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (QS. Al Maidah: 5)

31
2. Boleh bagi seorang muslim menikahi wanita ahlul kitab yang baik, jika memang ia mampu membentengi
keimananannya.

{ ‫واملحصنات من املؤمنات واملحصنات من الذينأوتوا الكتاب من قبلكم إذا آتيتموهن أجورهن محصنين غير مسافحين‬
‫}وَل متخذي أخدان‬

Artinya: “(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum
kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik” (QS. Al Maidah: 5)
3. Halalnya sembelihan ahlul kitab bagi kaum muslimin meski tidak disembelih dengan nama Allah

Selama memang hewan tersebut halal. Adapun sembelihan kaum kafir lainnya maka bagi kaum muslimin
tetap dihukumi sebagai bangkai yang tidak disembelih sesuai syariat.
َ ُ َ َُ َ ‫ين ُأ ُوتوا ْال ِك َت‬
{‫اب ِحل لك ْم َوط َع ُامك ْم ِحل ل ُه ْما‬ َ ‫َ}و َط َع ُام َّالذ‬
ِ
Artinya: “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal
(pula) bagi mereka” (QS. Al Maidah:5)

Lalu bolehkan kita mengikuti perayaan hari besar mereka?

Perayaan-perayaan yang ada bermacam-macam bentuknya, hukum masing-masing dari perayaan tersebut
berbeda satu sama lain sesuai dengan bentuknya, baik perayaan tersebut diadakan oleh umat Islam atau oleh
orang-orang kafir, membicarakan hal tersebut bisa di simpulkan dalam beberapa hal berikut ini:

1.Tidak dihalalkan bagi seorang muslim untuk mengikuti perayaan keagamaannya orang kafir, dan tidak
boleh mengucapkan selamat kepada mereka dengan alasan apapun, inilah perayaan terberat yang
mengandung dosa, karena bisa jadi akan menjadikan pelakunya menjadi kafir.

Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata:

“Adapun mengucapkan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran secara khusus, hukumnya haram sebagaimana
yang telah disepakati oleh para ulama, seperti mengucapkan selamat pada hari raya mereka dan pada saat
mereka puasa, dengan mengatakan: “selamat hari raya kepada anda” atau “selamat atas hari raya anda” atau

32
semacamnya, hal ini meskipun yang mengatakan selamat dari kekufuran, akan tetapi perkataan tersebut
adalah haram, hal tersebut sama dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib, bahkan
hal tersebut sebesar-besarnya dosa kepada Alloh, lebih dimurkai dari pada ucapan selamat atas minuman
keras, pembunuhan, berzina, dan semacamnya”. (Ahkam Ahludz Dzimmah: 3/211)

Imam Adz Dzahabi –rahimahullah- berkata:

“Jika orang-orang nasrani mempunyai hari raya, orang-orang yahudi juga mempunyai hari raya, hari raya
mereka tersebut khusus buat mereka, maka seorang muslim tidak boleh ikut merayakannya, sebagaimana dia
tidak mengikuti syariat mereka, termasuk qiblat mereka”. (Tasybih Khosis bi Ahlil Khomis, dipublikasikan
pada Majalah al Hikmah: edisi: 4, hal: 193)

2.Para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya menghadiri perayaan khusus orang-orang kafir, seperti;
pernikahan mereka, sembuhnya dari penyakit, kembali dari perjalanan. Pendapat yang paling kuat adalah
boleh dengan syarat adanya maslahat syar’i yang didapat, seperti; untuk mendekatkan mereka kepada Islam
atau mengajak mereka kepada Islam.

3.Pada acara dan perayaan orang-orang kafir secara khusus, maka seorang muslim tidak boleh menyerupai
mereka dalam hal berpakaian, makan makanan tertentu, sikap tertentu, termasuk menyalakan lilin dan
mengelilinginya.

Syiekh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berakata:

“Tidak dihalalkan bagi umat Islam untuk menyerupai mereka pada sesuatu yang menjadi ciri khas mereka
dalam perayaan hari raya mereka, baik berupa makanan, pakaian, cara mandi, menyalakan api, tidak
meliburkan kebiasaan sehari-hari yang dilakukannya, seperti; bekerja, ibadah dan lain-lain”.

Juga tidak dihalalkan mengadakan walimah, juga memberi hadiah, jual beli yang memudahkan mereka untuk
merayakannya.

Juga hendaknya mengkondisikan anak-anak agar tidak ikut bermain pada hari besar mereka juga tidak
menghias diri mereka.

Secara umum adalah tidak boleh mengkhususkan diri dengan sesuatu pada perayaan hari raya mereka, akan
tetapi pada saat hari raya mereka, umat Islam hendaknya bersikap sama dengan hari biasa tidak ikut
meramaikannya dengan sesuatu yang menjadi ciri khas mereka”. (Majmu’ Fatawa : 25/329)

33
4.Tidak boleh bagi seorang muslim menghadiri perayaan orang-orang kafir dan perayaan umat Islam, yang
menodai agama, perayaan madzhab yang batil, memuji pemikiran tertentu atau akidah yang menyimpang.

5.Tidak boleh bagi seorang muslim menghadiri perayaan orang kafir dan perayaan umat Islam yang mirip
hari raya dan dilakukan secara berulang-ulang, setiap hari, setiap bulan, atau semacamnya seperti; ulang
tahun dan hari ibu.

6.Tidak boleh bagi seorang muslim menghadiri perayaan orang kafir maupun perayaan umat Islam yang
diharamkan, seperti; perayaan hari valentine, ulang tahun tokoh yang dzalim dan melampaui batas atau
dalam rangka pendirian partai kafir atau dzalim.

7.Tidak boleh bagi seorang muslim menghadiri perayaan orang kafir maupun perayaan umat Islam yang
bercampur baur laki-laki dan perempuan, terdapat musik, atau dihidangkan makanan yang diharamkan.

34
Firqatun Najiyah

Istilah golongan yang selamat yang dalam bahasa Arab disebut dengan al-firqatu an-najiyah ( ‫) الْفرقة الناجية‬
muncul berdasarkan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yakni:

‫ و افترقت النصارى على اثنين و سبعين‬، ‫ فواحدة في الجنة و سبعين في النار‬، ‫افترقت اليهود على إحدى و سبعين فرقة‬
‫ فواحدة‬، ‫ و الذي نْفِس ي بيده لتْفترقن أمتي على ثًلث و سبعين فرقة‬، ‫النار‬
‫فرقة فواحدة في الجنة و إحدى و سبعين في ا‬
‫ هم الجماعة‬: ‫ قيل يا رسول هللا من هم ؟ قال‬، ‫في الجنة و ثنتين و سبعين في النار‬

“Yahudi telah berpecah-belah menjadi 71 golongan, maka satu di Surga dan tujuh puluh di Neraka, dan
Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan, maka satu di Surga dan tujuh puluh satu di Neraka, dan
demi yang jiwaku di tangan-Nya sungguh ummatku akan berpecah belah menjadi 73 golongan, maka satu di
Surga dan tujuh puluh dua di Neraka, dikatakan “Wahai Rasul ALLAH siapa mereka itu?”, beliau berkata:
“Mereka adalah al-Jama’ah.”” (HR Ahmad, shahih).
Kata “ ‫ ” فرقة‬bermakna golongan, kelompok dari hasil berpecah, sedangkan “ ‫ ” ناجية‬bermakna selamat.
Dalam konteks hadis di atas adalah selamat dari Neraka dan dimasukkan Surga.

Dari hadis tersebut muncul pertanyaan siapa mereka itu? Lafadz hadis tersebut menunjukkan yang selamat
disebut “ ‫ ” الجماعة‬yang juga secara bahasa bermakna golongan dari hasil berkumpul. Dalam hadis ini tentu
saja tidak bermaksud makna bahasa tapi makna syar’i, sebab jika itu bermakna bahasa maka hadis itu tidak
berarti apa-apa. Pertanyaan berikutnya adalah siapa al-Jama’ah yang dimaksud?

Untuk menjawab ini harus diteliti makna dan maksud al-Jama’ah dan al-Firqah dan perintah untuk
berjama’ah atau berkumpul disertai larang berfirqah atau berpecah belah di dalam al-Quran dan as-Sunnah:
ُ َ َّ ْ َ ُ َ ْ َ
)103 :‫ من آلاية‬:‫يعا َوَل ت َْف َّرقوا} (آل عمران‬
‫الله َجم ا‬
ِ ِ ‫{ واعت ِصموا ِبحب ِل‬
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, …” (QS Ali
Imran: 103)
ُ ‫ن َب ْعد َما َج َاء ُه ُم ْال َبي َن‬
ْ ُ َ َ ْ َ ُ َ َ َ َّ َ ُ ُ َ َ
{ 105 :‫آلاية‬
‫ من ا‬:‫ات} (آل عمران‬ ِ ِ ‫)وَل تكونوا كال ِذين تْف َّرقوا واختلْفوا ِم ا‬
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang
keterangan yang jelas kepada mereka. …” (QS Ali Imran:105).

35
Dua ayat tersebut jelas-jelas memerintahkan bersatu (jama’ah) dan melarang perpecahan (firqah).

Sedangkan dalam as-Sunnah:

((‫))من خرج من الطاعة وفارق الجماعة فمات مات ميتة جاهلية‬

“Barangsiapa keluar dari ketaatan (pada amir) dan memisahkan diri (berpecah) dari al-jama’ah kemudian
mati maka mati dalam keadaan mati jahiliyah” (HR Muslim dari Abu Hurairah).
((‫))من أراد بحبوحة الجنة فليلِزم الجماعة فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد‬

“Barangsiapa menghendaki surga yang terbaik dan ternyaman hendaknya melazimi al-jama’ah karena
syaitan bersama satu orang dan dia lebih jauh dari dua orang.” (HR at-Tirmidzi dari ‘Umar bin al-Khattab,
hasan shahih gharib dan disebutkan al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi).

((‫))الجماعة رحمة والْفرقة عذاب‬

“Jama’ah itu rahmat sedangkan furqah (perpecahan) itu ‘adzab” (HR Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah dan
dihasankan oleh al-Albani dalam takhrijnya, Shahih al-Jami’ dan yang lain)

Hadis-hadis ini senada dengan ayat-ayat al-Quran yang telah disebutkan tentang kewajiban melazimi al-
Jama’ah dan menjauhi furqah (perpecahan). Kemudian apa makna al-Jama’ah?
Al Jama’ah
Apabila dibawa pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat maka makna al-Jama’ah
tentu saja berpegang kepada Islam yang murni yakni al-Quran dan as-Sunnah, karena jelas Nabi dan para
shahabat termasuk dari al-Jama’ah yang dimaksud dalam ayat-ayat al-Quran dan riwayat-riwayat dalam as-
Sunnah tersebut, sehingga orang-orang yang menyelesihi mereka adalah firqah sebagai konsekuensi logis
meninggalkan al-Jama’ah yakni Nabi dan para shahabat.

Para ‘ulama mempunyai pendapat yang bervariasi tapi tidak saling bertentangan, di mana menurut asy-
Syathibi bisa dirangkum dalam lima pendapat, yaitu:

1. as-Sawadu al-A’dzam ( ‫ ) السواد ألاعظم‬yakni maksudnya adalah kelompok terbesar dari orang-
orang muslim. Mereka itulah yang dimaskud al-Jama’ah yakni al-Firqatu an-Najiyah (golongan yang
selamat). Maka pemahaman Islam yang mereka pegang adalah benar yang menyelisihi mereka mati
dalam keadaan mati jahiliyah baik menyelesihi pemahaman agama mereka ataupun menyelisihi

36
imam mereka. Sehingga yang dimaksud as-Sawadu al-A’dzam adalah orang-rang yang berpegang
teguh dengan syari’ah yang benar. Pendapat ini adalah pendapat Abu Mas’ud al-Anshari dan Ibnu
Mas’ud radhiallahu ‘anhuma. Ketika terbunuhnya khalifah ‘Utsman radhiallahu ‘anhu maka Abu
Mas’ud ditanya tentang fitnah maka beliau menjawab: “Tetaplah engkau dengan al-Jama’ah,
sesungguhnya ALLAH tidaklah mengumpulkan ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di
atas kesesatan …”. Ibnu Mas’ud berkata: “Tetaplah kalian mendengar dan ta’at, karena itu adalah tali
ALLAH yang Dia perintahkan (untuk memegang teguh) …” beliau juga berkata: “Sesungguhnya yang
kalian benci di dalam jama’ah lebih baik dari pada yang kalian sukai di dalam perpecahan …”.
2. Jama’ah imam-imam ‘ulama mujtahidin, maka barang siapa keluar dari apa yang telah disepakati
‘ulama ummat ini mati dalam keadaan mati jahiliyah. Karena ‘ulama ummat ini lah yang dimaksud
dalam hadis shahih :

((‫))إن هللا لن يجمع أمتي على ضًللة‬

“Sesungguhnya ALLAH tidak akan mengumpulkan ummatku di atas kesesatan” (hadis ini dishahihkan al-
Albani dalam Shahih al-Jami’).
Pendapat ini mengkhususkan ‘ulama mujtahidin dari as-Sawadu al-A’dzam ummat ini. Pendapat ini
dikatakan oleh: ‘Abdullah bin al-Mubarak, Ishaq bin Rahawaihi dan sekelompok ulama salaf. Ibnu al-
Mubarak pernah ditanya: “Siapakah al-Jama’ah yang sepatunya diikuti?” Beliau berkata:” Abu Bakar dan
‘Umar”. beliau terus menyebutkan sampai ke Muhammad bin Tsabit dan al-Husain bin Waqid. Maka
dikatakan pada beliau: “ Mereka sudah mati, siapakah yang masih hidup dari Jama’atu al-Muslimin hari ini?”
maka dijawab: “ Abu Hamzah as-Sukari adalah jama’ah.” Abu Hamzah ini adalah Muhammad bin Maimun al-
Marwazi, mendengar dari Abu Hanifah. Oleh karena itu barang siapa beramal menyelesihi para ulama
mujtahid ini akan mati dalam keadaan jahiliyah.

3. Para Sahabat secara khusus, karena mereka yang telah berhasil menegakkan agama ini secara
keseluruhan dan meraka adalah orang-orang yang tidak akan bersepakat di atas kesesatan. ‘Umar
bin ‘Abdil Aziz berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Wulatu al-amri (Khalifah-
khalifah) sesudahnya telah memberikan tuntunan (sunnah). Mengambil tuntunan itu adalah
pembenaran terhadap Kitab ALLAH (al-Quran), penyempurnaan ketaatan kepada ALLAH, kekuatan
di atas agama ALLAH. Tidak seorangpun boleh mengganti dan mengubahnya dan tidak pula melihat
apapun yang menyelesihinya. Barang siapa mengambil petunjuk dengan tuntunan itu akan

37
mendapat petunjuk barang mengambil pertolongan berdasar tuntunan itu maka akan ditolong (oleh
ALLAH), barang siapa menyelisihnya berarti mengikuti jalan selain jalan orang-orang beriman dan
ALLAH akan membiarkan dia dalam kesesatannya dan memasukkan dia ke neraka Jahannam dan
itulah sejelek-jelak tempat kembali”.
Riwayat ini disampaikan oleh al-Imam Malik dan beliau takjub dan menyetujuinya. Pendapat ini
sesuai dengan riwayat lain dari hadis perpecahan ummat tersebut yakni lafadz pengganti al-
Jama’ah yaitu:
((‫))ما أنا عليه وأصحابي‬

“Apa yang aku dan shahabatku di atasnya …”


hadis dengan lafadz ini diriwayatkan at-Tirmidzi dalam sunannya dan dihasankan al-Albani dalam Shahih at-
Tirmidzi. Lafadz ini menerangkan makna al-Jama’ah yang tidak lain dasarnya adalah tuntunan yang dipegang
dan difahami para shahabat radhiallahu ‘anhum.

4. Jama’atu ahli al-Islam jika mereka berkumpul di atas suatu perkara maka wajib atas yang lain untuk
mengikuti mereka. Berkaitan dengan in al-Imam asy-Syafi’i berkata:

‫ وإنما تكون الغْفلة في الْفرقة‬،‫الجماعة َل تكون فيها غْفلة عن معنى كتاب وَل سنة وَل قياس‬

“al-Jama’ah tidak mungkin di dalamnya lalai dari makna Kitab (al-Quran) dan Sunnah tidak pula qiyas,
kelalaian hanya terjadi pada firqah (sempalan)”.
Beliau bermaksud bahwa jama’ah kaum muslimin adalah orang-orang yang berkumpul dalam satu perkara,
karena berkumpulnya mereka terhadap satu perkara menunjukkan kalau perkara itu shahih karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhabarkan bahwa ummat ini tidak akan bersepakat dalan kesesatan,
sedangkan perpecahan dan perselisihan adalah hasil dari kelalalaian (terhadap al-Quran dan as-Sunnah) dan
tidak masuk ke makna al-Jama’ah.

5. Jama’ah kaum muslimin jika bersepakat pada satu amir (pemimpin), maka Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk melazimi dan menetapi jama’ah tersebut dan melarang
berpecah serta meninggalkan jama’ah ini. Ini adalah pendapat al-Imam ath-Thabari. Sesuai hadits :
‫))من جاء إلى أمتي ليْفرق جماعتهم فاضربوا عنقه ا‬
((‫كائنا من كان‬

38
“Barangsiapa datang ke ummatku untuk memecah-belah jama’ah mereka maka penggallah lehernya apapun
yang terjadi.”
Kelima makna al-Jama’ah bisa dirangkum bahwa al-Jama’ah kembali kepada berkumpul dan bersatunya
kaum muslimin atas seorang imam yang sesuai al-Quran dan as-Sunnah, sehingga bersatunya manusia di
atas selain as-Sunnah di luar makna al-Jama’ah dalam hadis tersebut, sebagaimana orang-orang Khawarij
yang keluar dari ketaatan al-Imam ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu dan juga pemahaman para shahabat
terhadap al-Quran dan as-Sunnah.

Golongan yang selamat yang dimaksud adalah al-Jama’ah disertai dengan ittiba‘ sunnah sehingga
dinamai Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah. Mereka adalah golongan yang dijanjikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dengan keselamatan di antara golongan-golongan yang ada. Prinsip mereka adalah ittiba‘
(mengikuti) sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam aqidah, ibadah, akhlak dan selalu melazimi
jama’ah kaum muslimin jika ada, jika tidak ada mereka tetap berpegang pada sunnah dan meninggalkan
seluruh golongan yang ada.

Ibnu Abi Syamah berkata: “Ketika datang perintah melazimi jama’ah maka yang dimaksud adalah melazimi
kebenaran dan megikutinya walaupun orang yang berpegang pada kebenaran jumlahnya sedikit sedangkan
yang menyelesihinya berjumlah banyak, karena kebenaran itulah yang dipegang oleh jama’ah pertama pada
zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan begitu juga pada zaman para shahabat radhiallahu ‘anhum,
tidak dipedulikan banyaknya orang-orang yang berpegang pada kebathilan setelah mereka.

‘Amru bin Maimun yang pernah melazimi Mu’adz bin Jabal dan kemudian ‘Abdullah bin Mas’ud pernah
mendengar Ibnu Mas’ud berkata: “Tetaplah kalian bersama al-Jama’ah …”, sehingga datang suatu zaman
diakhirnya shalat dari waktunya maka Ibnu Mas’ud memerintahkan shalat tepat pada waktunya di rumah
dan berjama’ah bersama “al-jama’ah” sebagai tambahan (nafilah/sunnah). Maka ‘Amru mempertanyakan
saran Ibnu Mas’ud ini. Maka Ibnu Mas’ud bertanya: ”Apakah engkau mengetahui makna al-Jama’ah?”. ‘Amru
menjawab: “Tidak.”

Ibnu Mas’ud berkata:” Sesungguhnya mayoritas al-Jama’ah itulah yang telah meninggalkan al-Jama’ah yang
sesungguhnya, sesungguhnya al-Jama’ah itu adalah apa yang sesuai kebenaran walaupun engkau sendirian!”

Nu’aim bin Hammad berkata: ”Yaitu jika al-Jama’ah sudah rusak maka tetaplah Engkau dengan apa yang di
atasnya al-Jama’ah sebelum rusak, walaupun dirimu sendirian maka Engkau adalah al-Jama’ah pada saat itu”.

39
Ini adalah ucapan yang luar biasa jelas, sebab kebenaran tidak dilihat dari banyaknya pengikut akan tetapi
dilihat dari sejauh mana iltizam dan melazimi agama Allah Ta’ala, tidak dilihat dari banyak atau sedikitnya.

Kemudian kadang-kadang mereka yakni para Shahabat dan juga orang-orang generasi awal yang mengikuti
mereka berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah yakni Islam yang murni sering disebut dengan istilah salaf.
Apa makna dan maksud salaf di sini?

Salaf
Istilah “‫ ” سلف‬secara bahasa adalah bentuk plural atau jamak dari “ ‫ ” سالف‬yang bermakna orang yang
mendahului, sehingga salaf bermakna kumpulan orang-orang yang telah mendahului, sebagaimana kata
salaf dalam al-Quran:
‫َ َ َْ َ ُ َ َ ا َ َ َا‬
‫آلخ ِر َ ا‬
{56 :‫ين} (الِزخرف‬ ِ ‫)فجعلناه ْم سلْفا ومثًل ِل‬.
“dan Kami jadikan mereka sebagai ‘salaf’ dan contoh bagi orang-orang yang datang kemudian.” Kata ‘salaf’ di
ayat tersebut adalah para pendahulu sebagai pelajaran untuk diambil ‘ibrahnya.

Makna salaf secara istilah terdapat beberapa pendapat:

1. salaf adalah para shahabat saja, ini pendapat para pensyarah kitab ar-Risalah oleh Ibnu Abi Zaid al-
Qairawani.

2. salaf adalah para shahabat dan tabi’in, ini pendapat Abu Hamid al-Ghazzali.

3. salaf adalah para shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, yakni tiga generasi yang ditetapkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kebaikan dalam hadis ‘Imran bin Hushain yakni:

“‫ ثم الذين يلونهم‬،‫ ثم الذي يلونهم‬،‫ ”خير أمتي قرني‬.

“ Sebaik-baik ummatku adalah generasiku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka” (HR al-
Bukhari)

Pendapat ini dipegang banyak ‘ulama seperti asy-Syaukani, as-Safarini, Ibnu Taimiyah, dan yang lain.
Sebagian ‘ulama seperti al-Imam al-Ajuri memasukkan generasi sesudahnya seperti al-Imam Ahmad, al-Imam

40
asy-Syafi’i, Ishaq, Abu ‘Ubaid dan lainnya yakni aqran mereka (‘ulama sezaman dan seumuran mereka) ke
dalam istilah salaf.

Tentu saja salaf yang dimaksud bukan hanya pembatasan masa atau generasi akan tetapi kembali ke makna
al-Jama’ah yakni ahlu as-sunnah wa al-jama’ah di mana salaf yang dimaksud adalah generasi shahabat,
tab’in, tabi’ut tabi’in yang berpegang dengan al-Quran dan as-Sunnah, sebab munculnya bid’ah Khawarij dan
Rafidhah masih di masa tiga generasi tersebut. Kenapa dibatasi hanya tiga generasi awal, sebab setelah itu
jumlah firqah dan kelompok-kelompok menyimpang mulai banyak dan leluasa di antaranya pada zaman al-
Imam Ahmad di mana mu’tazilah berhasil mempengaruhi kekuasaan yaknik khalifah untuk menyebarkan
faham al-Quran makhluk kepada ummat Islam dengan paksa. Sehingga madzhab atau pemahaman salaf itu
tidak lain pemahaman al-Jama’ah yakni pemahaman golongan yang selamat.

Al-Imam as-Safarini berkata: ”Maksud dari madzhab as-salaf yaitu apa yang para shahabat yang mulia di
atasnya dan juga para tabi’in (pengikut shahabat dengan cara yang baik), pengikut tabi’in, para imam agama
ini yang diakui ke-imamannya dan perhatiannya kepada agama ini, dan manusia menerima ucapan-ucapan
mereka sebagai pengganti para salaf, bukan orang yang dicap dengan bid’ah atau terkenal dengan gelar yang
tidak diridhai seperti Khawarij, Rafidhah, Qadariyah, Murjiah, Jabriyah, Jahmiyah, Mu’tazilah, Karramiyah
dan semacamnya”.

Dan masih banyak lagi ucapan-ucapan para ‘ulama yang senada dengan beliau yang tidak cukup disebutkan
dalam tulisan yang singkat ini.

Ahlul Hadits dan Ath Tha’ifah Al Manshurah

Ada beberapa sebutan lain dari al-Jama’ah sebagai golongan yang selamat selain nama ahlu as-sunnah wa al-
jama’ah dan salaf, yakni ahlu al-hadis dan ath-tha’ifah al-manshurah. Makna yang dimaksud “ ‫” أهل الحديث‬
bukanlah para pakar hadis baik sisi riwayat atau dirayah saja tapi yang dimaksud adalah orang-orang yang
menempuh jalan orang-orang shalih dan mengikuti jejak para salaf di mana mereka mempunyai perhatian
khusus dengan hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam mengumpulkan, menjaga,
meriwayatkan, memahami dan mengamalkan dzahir dan bathin, maka dengan itu mereka menjadi orang-
orang yang paling melazimi sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak mendahului sunnah-
sunnah dengan akal, hawa nafsu atau membuat bid’ah apapun keadaannya.

41
Makna istilah ahli hadis telah mengalami perubahan dari zaman ke zaman, akan tetapi makna ahli hadis yang
dimaksud bukanlah makna ahli hadis zaman sekarang yang berarti sekelompuk ilmuwan atau ulama yang
bergelut di bidang hadis riwayat dan dirayat akan tetapi makna ahli hadis harus dikembalikan ke makna
munculnya istilah ini sebagai nama lain dari al-Jama’ah atau dengan kata lain istilah ahli hadits harus
dikembalikan dalam pembahasan ‘aqidah dengan merujuk kepada kitab-kitab ‘aqidah salaf seperti “Aqidatu
as-Salaf Ashabi al-Hadits” oleh Abu ‘Utsman ash-Shabuni, juga “I’tiqad Aimmati al-Hadits” oleh Abu Bakar al-
Isma’ili dan semacamnya bukan merujuk kepada kitab-kitab musthalah al-hadits. Sebab tidak mungkin hanya
sekedar pakar dalam ilmu hadis menyebabkan seseorang menjadi golongan yang selamat.

Apabila dikembalikan dalam pembahasan ‘aqidah maka istilah ahlu as-sunnah akan sama dengan ahlu al-
hadits. Akan tetapi jika dikembalikan pembahasan ilmu musthalah hadits maka ahlu as-sunnah berbeda
dengan ahlu al-hadits.

Ibnu ash-Shalah ditanya tentang perbedaan antara as-sunnah dengan al-hadits tentang perkataan sebagian
‘ulama tentang al-Imam Malik bahwa beliau mengumpulkan antara as-sunnah dengan al-hadits (yakni ahlu
as-sunnah sekaligus ahlu al-hadits), maka beliau menjawab: “As-sunnah adalah lawan dari al-bid’ah, kadang-
kadang seseorang termasuk ahlu al-hadits tapi dia ahlu al-bid’ah sedangkan Malik mengumpulkan dua
sunnah, yakni beliau sangat mengetahui sunnah (yakni hadits) dan ber’aqidah sunnah (yakni madzhab
(aqidah) nya adalah madzhab yagn ahlu al-haq bukan bid’ah)”.

Mereka disebut ahlu al-hadits karena mereka pembawa sunnah dan orang yang paling dekat kepada sunnah,
dan mereka adalah pewaris Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan penukil sunnah-nya, ahlu al-bid’ah di
antara mereka sangat sedikit, sebagian besar dari mereka adalah mengikuti atau ittiba‘ bukan ibtida‘ yakni
berbuat bid’ah.

Sehingga jika disebut ahlu al-hadits dalam kitab-kitab ‘aqidah maka yang dimaksud adalah ahlu al-
hadits dalam riwayat dan dirayah dan ittiba‘, tidak hanya sekedar mendengar, menulis dan meriwayatkan
hadits tanpa ittiba’. Sehingga maksud ahlu al-hadits adalah ahlu as-sunnah secara muthlaq khususnya dalam
kitab-kitab ‘aqidah dari para salaf.

Sedangkan penamaan yang lain yakni “ ‫ ” الطائْفة املنصورة‬yang bermakna “Golongan yang ditolong”.
Penamaan ini berasal dari hadits:
َ ‫ال َطائ َْف ٌة م ْن ُأ َّمتي َظاهر‬ ََ َ
(( ‫ين حتى يأتيهم أمر هللا وهم ظاهرون‬ ِ ِ ِ ِ ِ ُ ‫))َل تِز‬

42
“Akan selalu ada segolongan dari ummatku yang selalu tegak (di atas kebenaran) sehingga datang kepada
mereka perintah ALLAH dan mereka tetap tegak (di atas kebenaran)“. (HR al-Bukhari)
ََ َ ُ ‫ ََل َي‬،‫ال َطائ َْف ٌة م ْن ُأ َّمتي منصورين‬
(( ‫ض ُّر ُه ْم َم ْن خذل ُه ْم حتى تقوم الساعة‬ ََ َ
ِ ِ ِ ُ ‫))َل تِز‬
“Akan selalu ada segolongan dari ummatku yang ditolong, tidak memudharatkan mereka orang-orang yang
menjatuhkan mereka sehingga tegaklah hari kiamat.” (HR at-Tirmidzi, beliau berkata hasan shahih, dan
dishahihkan al-Albani)

Para salaf telah menjelaskan maksud gelar ini (thaifah manshurah), ‘Abdullah bin al-Mubarak berkata:
”Mereka menurutku adalah ashabu al-hadits.” Maksud ashabu al-hadits adalah ahlu al-hadits yakni ahlu as-
sunnah.

Yazid bin Harun berkata: “Jika mereka bukan ashabu al-hadits maka saya tidak tahu siapa lagi mereka itu.”

‘Ali bin al-Madini berkata: “Mereka adalah ashabu al-hadits”.

al-Imam Ahmad berkata: “Jika golongan yang ditolong ini bukan ashabu al-hadits maka saya tidak tahu lagi
siapa mereka itu.”

al-Bukhari berkata: “Mereka adalah ahlu al-‘ilmi (‘ulama).”

dalam riwayat lain dari al-Khatib al-Baghdadi, al-Bukhari berkata: “Mereka ashabu al-hadits”, tentu saja ini
tidak bertentangan sebab ahlu al-hadits termasuk ahlu al-‘ilmi (‘ulama).

Ahmad bin Sinan berkata: “Mereka ahlu al-‘ilmi dan ashabu al-atsar”. Ahlu al-atsar yang dimaksud sama
dengan ahlu al-hadits.

Kenapa ahlu al-hadits adalah golongan yang paling berhak mendapat pertolongan dan kemenangan dari
ALLAH? Sebab mereka menolong sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkannya, dan
membelanya sehingga mereka orang yang paling layak mendapat gelar “thaifah manshurah” sebagaimana
kata Abu ‘Abdillah al-Hakim: “Sungguh Ahmad bin Hambal sangat tepat dalam tafsir khabar ini bahwa ath-
Thaifah al-Manshurah yang diangkat dari mereka pengkhianatan sampai hari kiamat adalah ashabu al-
hadits …”
Maksud ahlu al-hadits di sini adalah ahlu as-sunnah sebagaimana telah dijelaskan.

43
al-Qadhi ‘Iyadh berkata: “Sesungguhnya Ahmad bermaksud (dari ashabu al-hadits) adalah ahlu as-sunnah
wa al-jama’ah dan siapapyn yang beraqidah dengan madzhab ahlu al-hadits”.
Sehingga jelas sekali bahwa ahlu al-hadits menurut tafsir para salaf terhadap ath-Thaifah al-
Manshurah adalah Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah, merekalah golongan yang ditolong, oleh karena itu
banyak didapatkan dalam kitab-kitab ‘aqidah pemutlakan nama ath-Thaifah al-Manshurah atas nama Ahlu
as-Sunnah wa al-Jama’ah.
Meskipun dalam beberapa riwayat disebut letak golongan yang ditolong ini di daerah Syam, tidak berarti
membatasi hanya di Syam saja akan tetapi dalam suatu masa mereka ini yakni golongan yang ditolong ini ada
di Syam di mana pada masa yang lain bisa di Hijaz maupu di Mesir atau tempat-tempat lain, ALLAH a’lam.

Metode penerimaan ilmu agama

Sumber ilmu mereka baik dalam ‘aqidah, ‘ibadah, mu’amalah, akhlak dan seluruh cabang-cabang syari’ah
adalah hanya dari al-Quran dan as-Sunnah.

Menurut ahlu as-sunnah tidak ada yang maksum kecuali Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, semua perkataan
siapapun boleh diambil atau ditinggalkan kecuali perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perkataan
imam-imam mereka mengikuti perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan sebaliknya.

Oleh karena itu tampak pada diri mereka iltizam dan selalu mengikuti sunnah sebagaimana jama’ah pada
zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni para shahabat radhiallahu ‘anhum dan orang-orang yang
mengikuti jejak langkah mereka. Mereka tidak menerima ijtihad atau pendapat apapun kecuali setelah
ditimbang dengan al-Quran dan as-Sunnah serta ijma’ salaf.

Ahlu as-sunnah wa al-jama’ah tidaklah bersikap kecuali dengan ilmu dan akhlak para as-salafu ash-
shalih dan orang-orang yang mengambi dari mereka dan melazimi jama’ah mereka. Hal itu disebabkan
karena para shahabat radhiallahu ‘anhum belajar tafsir al-Quran dan al-Hadits dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan mereka mengajarkan kepada para tabi’in dan mereka tidak pernah sama sekali
mendahului ALLAH dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak dengan pendapat, tidak pula perasaan,
tidak pula akal, tidak pula yang lainnya.

ALLAH telah memuji mereka dalam al-Quran:

44
َ َّ َ َ ُ ْ َ ُ ْ َ ُ َّ َ َ َ
ُ َّ َ َّ َ ‫ألا‬ ُْ َ ُ َ َ
‫ات َت ْج ِري‬ َّ
ٍ ‫نص ِار َوال ِذين ات َب ُعوه ْم ِب ِإ ْح َس ٍان َر ِض َي الله عن ُه ْام َو َرضوا عنه َوأعد ل ُه ْم َجن‬ ‫الس ِاب ُقون ألا َّولون ِم َن امل َه ِاج ِرين و‬
َّ ‫{ َو‬
ُ ‫ين ِف َيها َأ َب ادا َذ ِل َك ْال َْف ْو ُز ْال َع ِظ‬ َ ََ ْ َ
َ ‫ألا ْن َه ُار َخالد‬
)100 :‫يم} (التوبة‬ ِِ ‫تحت اها‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada
Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-
lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”
Maka ALLAH menjadikan pengikut mereka dengan baik mendapat ridha dan surga-Nya. Maka barang siapa
mengikuti as-sabiqun al-awwalun maka termasuk golongan mereka dan mereka adalah sebaik-baik manusia
setelah para nabi karena ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik ummat yang
dikeluarkan untuk manusia dan para shahabat pada hakikatnya adalah sebaik-baik ummat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ahlu as-Sunnah adalah ahlu at-tawassuth wa al-i’tidal (ummat pertengahan dan moderat)

Ummat Islam adalah sebaik-baik ummat sebagaimana firman ALLAH ta’ala:

}110 :‫ من آلاية‬:‫اس) {آل عمران‬ َّ ْ َ ْ ُ َّ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ


ِ ‫)كنتم خير أم ٍة أخ ِرجت ِللن‬
“Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk manusia” (QS: Ali Imran:110)

mereka juga ummat pertengahan sebagaimana firman-Nya:


‫َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ْ ُ َّ ا َ َ ا‬
}142 :‫ من آلاية‬:‫سطا) {البقرة‬‫وكذ ِلك جعلناكم أمة و ا‬.(

“demikianlah Kami jadi kalian umat yang pertengahan”

Ummat Islam adalah sebaik-baik ummat dari seluruh ummat agama lain sehingga Ahlu as-Sunnah wa al-
Jama’ah adalah sebaik-baik ummat dari ummat Islam karena kebaikan ummat Islam adalah karena mereke
berpegang dan mengamalkan al-Quran dan as-Sunnah sedangkan Ahlus as-Sunnah adalah golongan yang
paling berpegang kepada al-Quran dan as-Sunnah sebagaimana para shahabat radhiallahu ‘anhum sehingga
merekalah sebaik-baik golongan dari ummat Islam.

Sifat pertengahan Ahlu as-Sunnah tampak pada ciri-ciri dan sifat mereka yakni:

 Pertengahan dalam bab sifat-sifat ALLAH Ta’ala di antara orang-orang yang menta’thilnya (menolak)
seperti Jahmiyah dan orang-orang yang menyerupakannya dengan sifat makhluk (tamtsil).

45
 Pertengahan dalam bab perbuatan hamba-hamba-Nya di antara Jabriyah (menganggap hamba-
hamba-Nya dipaksa tanpa kehendak sama sekali) dan Qadariyah (menolak adanya takdir).

 Pertengahan dalam bab janji dan ancaman ALLAH Ta’ala di antara Murji’ah dengan Khawarij serta
Mu’tazilah.

 Pertengahan dalam bab sikap terhadap para shahabat di antara orang-orang yang berlebihan dengan
beberapa shahabat dengan orang-orang mengkafirkan mereka.

 Pertengahan dalam bab ‘aql dan naql.

Selain sifat-sifat tersebut, maka Ahlu-as-Sunnah mempunyai ciri-ciri berupak akhlak mulia seperti bersabar
terhadap musibah, bersyukur ketika diberi kelapangan, ridha ketika dengan takdir yang buruk. Mengajak
menyempurnakan ibadah dan akhlak yang mulia. Amar ma’ruf dan nahi munkar juga merupakan ciri-ciri
khas Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah.

46

Anda mungkin juga menyukai