Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH MANDIRI

DASAR TEORI DAN KONSEP PENDIDIKAN

DISUSUN OLEH
MAYA NOVITASARI
NIM. 06032682226012

MATA KULIAH : LANDASAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN


IMPLEMENTASI DALAM PEMBELAJARAN (GTP5101)

DOSEN PENGAMPU :
1. Dr. LR. Retno Susanti, M.Hum
2. Prof. Dr. Fuad Abdurrahman, M.Pd.
3. Dr. Erna Retna Safitri, M.Pd.
4. Dr. Siti Dewi Maharani, M.Pd.

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita sampaikan puji syukur kehadirat Allah Swt yang selalu
memberikan  rahmat dan  hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Dasar Teori
dan Konsep Pendidikan”  mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
yang membacanya.

Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran bagi
penulis untuk mengetahui lebih mendalam  materi dan wawasan mengenai Dasar Teori dan
Konsep Pendidikan, disamping itu makalah ini merupakan bentuk tugas yang diberikan oleh
dosen mata kuliah Landasan Teknologi Pendidikan sebagai alat untuk menunjang nilai
akademik Mahasiswa.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada orang-orang yang terlibat dalam


pembuatan makalah ini, Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekeliruan yang terjadi untuk itu kiranya Bapak/Ibu Dosen memakluminya. Mudah-
mudahan makalah ini dapat berguna sebagaimana fungsinya.

 
Palembang, .... September 2022
  Penulis

Maya Novitasari
NIM. 06032682226012

2
DAFTAR ISI
 

I. Cover Makalah.. ..............................................................................................  i

II. Kata Pengantar...............................................................................................  ii

II. Daftar Isi .......................................................................................................  ii

III. Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang .......................................................................................  4

B. Rumusan Masalah ..................................................................................  5

C. Tujuan Penulisan Makalah .....................................................................  5

D. Manfaat Penulisan Makalah..................................................................... 6

Bab II Pembahasan

A. Hakikat teori Pendidikan ............................................................................  6

B. Hakikat Konsep Pendidikan.........................................................................  7

C. Implikasi dari materi Dasar Teori dan Konsep Pendidikan terhadap praktek
Pembelajaran..............................................................................................  8

 Bab III Penutup

A. Simpulan......................................................................................................  6

B. Saran.............................................................................................................  7

Bab IV Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan
manusia, karena dimanapun dan kapanpun didunia terdapat pendidikan. Meskipun
pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan masyarakat,
namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing
bangsa atau masyarakat dan bahkan individu menyebabkan perbedaan penyelenggaraan
kegiatan pendidikan tersebut. Dengan demikian selain bersifat universal, pendidikan juga
bersifat nasional. Sifat nasionalnya akan mewarnai penyelenggaraan pendidikan bangsa
tersebut.
Pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang
mampu disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi muda agar
melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks sosio budaya. Oleh karena
itu, setiap masyarakat pluralistic di zaman modern senantiasa menyiapkan warganya yang
terpilih sebagai pendidik bagi kepentingan kelanjutan (regenerasi) dari masing-masing
masyarakat yang bersangkutan.  Beragam permasalahan dalam pendidikan dalam
pendidikan apabila tidak dapat dihilangkan sama sekali, paling tidak hal itu perlu
diperkecil, sehingga persoalan-persoalan yang muncul tidak menggangu tercapainya
tujuan pendidikan umumnya, atau tujuan pembelajaran khususnya.
Menurut undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1
ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Di dalam pendidikan termuat usaha atau kegiatan yang dilakukan dengan sadar dan penuh.
Menurut Sukardjo (2009:3) salah satu cara untuk dapat menghilangkan atau
memperkecil permasalahan yang timbul adalah dengan berpijak pada teori-teori
pendidikan. Dengan demikian, penguasaan atas dasar-dasar pendidikan diharapkan
menjadi cakrawala yang memberikan bekal bagi pelaku pendidikan dalam rangka
memperkecil persoalan pendidikan dan memecahkan beragam permasalahan pendidikan

4
pada umumnya, dan pembelajaran pada khususnya perencanaan yang bertujuan untuk
mengembangkan segala potensi yang ada pada peserta didik.

Kegiatan pendidikan meliputi beberapa komponen. Komponen-komponen ini tidak


dapat dipisahkan satu sama lain dan harus berjalan seiring guna mencapai tujuan
pendidikan. Namun, sebelum memahami beberapa komponen penting ini, kita harus
menggali lebih dalam  tentang teori-teori dan konsep-konsep pendidikan itu sendiri. Hal
ini yang menjadi latar belakang penulis membuat Makalah dengan judul “Dasar Teori dan
Konsep Pendidikan”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di
dalam makalah tentang Dasar Teori dan Konsep Pendidikan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah deskripsi dari Teori Pendidikan?
2. Bagaimanakah deskripsi dari Konsep Pendidikan?
3. Bagaimanakah implikasi dari materi Dasar Teori dan Konsep Pendidikan terhadap
praktek Pembelajaran?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Dasar Teori dan Konsep Pendidikan
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah deskripsi dari Teori Pendidikan?
2. Bagaimanakah deskripsi dari Konsep Pendidikan?
3. Bagaimanakah implikasi dari materi Dasar Teori dan Konsep Pendidikan terhadap
praktek Pembelajaran?

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Melatih penulis agar mampu menyusun tulisan ilmiah dengan benar, memperluas
wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai Dasar Teori dan Konsep
Pendidikan serta implikasinya terhadap praktek Pembelajaran
2. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembaca yaitu dapat
meningkatkan minat baca dan menambah wawasan dan pengetahuan mengenai

5
Dasar Teori dan Konsep Pendidikan serta implikasinya terhadap praktek
Pembelajaran
3. Bagi Lembaga
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat bagi lembaga yaitu bisa digunakan
sebagai sumber referensi ilmiah bagi mahsiswa program studi magister teknologi
pendidikan mengenai Dasar Teori dan Konsep Pendidikan serta implikasinya
terhadap praktek Pembelajaran
4. Bagi Dosen Pengampu
Makalah ini menjadi bahan pertimbangan bagi dosen pengampu mata kuliah
dalam memberikan nilai akademik kepada mahasiswa yang bersangkutan
(penulis).

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Teori Pendidikan


a. Hakikat Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena
dengan menentukan hubungan antar variabel, dan bertujuan untuk menjelaskan fenomena
alamiah. Teori terdiri dari 3 elemen, yaitu concept (konsep), scope (lingkup),
dan relationship (hubungan). Sebuah teori harus memiliki konsep-konsep dengan lingkup
tertentu dan saling berhubungan
Pengertian teori juga dikemukakan oleh Kerlinger, yakni: a set of interrelated
constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of
phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and
predicting the phenomena (teori adalah seperangkat  konstruksi {konsep}, definisi, dan
preposisi yang yang saling berhubungan yang menghadirkan suatu fenomena yang
sistematis dengan memerincikan hubungan antara variabel-variabel dengan tujuan untuk
menjelaskan dan meramalkan fenomena tersebut). Dengan demikian, sebuah teori terdiri
atas konsep, definisi, dan proposisi yang saling berhubungan, sehingga dapat menjelaskan
dan meramalkan suatu fenomena dengan memerinci terlebih dahulu hubungan antara
konsep, definisi, dan preposisi tadi
Definisi teori Kerlinger di atas juga dikemukan oleh Soetriono dan Hanafie
(2007:142-143) yang menyatakan bahwa teori bukanlah suatu spekulasi melainkan suatu
konstruksi yang jelas yang dibangun atas jalinan fakta-fakta secara keseluruhan. Fakta
mempunyai peranan dalam teori, yakni: (a) memulai teori; (b) menolak dan mereformasi
teori yang telah ada; serta (c) mendefinisikan kembali atau memperjelas definisi-definisi
yang ada. Dalam pengembangan ilmu, teori memiliki peranan sebagai berikut.
1.  Teori sebagai orientasi, yakni memfokuskan cakupan fakta-fakta mana saja yang
diperlukan.
2.   Teori sebagai konseptual dan klasifikasi, yakni dapat memberikan petunjuk
kejelasan hubungan antarkonsep atas dasar klasifikasi tertentu.
3.   Teori sebagai generalisasi, yakni memberikan rangkuman terhadap generalisasi
empirik dari berbagai proposisi.
4.   Teori sebagai peramal fakta, yakni membuat prediksi-prediksi tentang adanya
fakta dengan cara membuat ektrapolasi (ramalan) dari yang sudah diketahui kepada yang
belum diketahui.
5.   Teori menunjukkan adanya kesenjangan dalam pengetahuan kita, sehingga
memberi kesempatan kepada kita untuk melengkapi, menjelaskan, dan mempertajamnya.
Mudyahardjo (2001:91) mengartikan sebuah teori dalam sosok teori yang terdiri dari
bentuk dan isi. Dilihat dari bentuknya, teori merupakan sistem konsep-konsep yang
terpadu, menerangkan, dan meramalkan (prediktif). Hal ini sejalan dengan definisi teori

7
yang dikemukan sebelumnya. Dilihat dari isinya, sebuah teori berisi konsep-konsep yang
berfungsi sebagai asumsi (dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori)dan definisi (konotatif
atau denotatif, yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam
menyusun teori).
Dari definisi-definisi di atas, dapat penulis simpulakan bahwa teori adalah beberapa
atau kumpulan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain dan berfungsi
untuk menerangkan dan meramalkan suatu fenomena (gejala atau kejadian).

b. Hakikat Pendidikan
Definisi pendidikan telah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Berikut
definisi-definisi pendidikan yang penulis kumpulkan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1995:232) diyatakan bahwa pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Jadi, pendidikan merupakan sebuah proses, yakni proses
perubahan perilaku baik individu ataupun sekelompok orang, dengan tujuan untuk
membuat individu-individu tersebut dewasa. Maksud dewasa di sini adalah bahwa
individu itu mencapai kematangan dalam pikiran dan pandangan. Dalam pengertian ini
juga terkandung upaya atau usaha yang dilakukan dalam kegiatan pendidikan, yakni
melalui pengajaran dan latihan.
Sejalan dengan definisi di atas, Sukmadinata (2004:1) juga mengemukan pendidikan
sebagai upaya-upaya, yakni upaya mencerdaskan bangsa, menanamkan nilai-nilai moral
dan agama, membina kepribadian, mengajarkan pengetahuan, melatih kecakapan,
ketrampilan, memberikan bimbingan, arahan, tuntunan, teladan, dan lain-lain.
Pendidikan sebagai upaya juga dikemukakan oleh Soekidjo bahwa pendidikan
secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
oleh pelaku pendidikan. Sejalan dengan itu, Edgar Dalle juga menjelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di
luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan
peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
Mudyahardjo (2001:3-16) membagi definisi pendidikan menjadi 3, yaitu definisi luas,
sempit, dan luas terbatas. Hal tersebut dapat dijelaskan sabagai berikut.
1.  Definisi Luas
Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Karakteristik konsep ini,
yaitu: (a) masa pendidikan seumur hidup selama ada pengaruh lingkungan; (b)
lingkungan pendidikan dapat diciptakan maupun ada dengan sendirinya; (c) kegiatan
dapat berbentuk tak sengaja ataupun yang terprogram; (d) tujuan pendidikan tidak
ditentukan dari luar, tapi terkandung dalam tiap pengalaman belajar, tidak terbatas,
dan sama dengan tujuan hidup; (e) didukung oleh kaum humanis romantik dan kaum
pragmatik.

8
2.   Definisi Sempit
Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pembelajaran yang diselenggarakan di
sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa
pendidikan terbatas; (b) lingkungan pendidikan diciptakan khusus; (c) isi pendidikan
tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum, kegiatan pendidikan berorientasi
kepada guru, dan kegiatan terjadwal; (d) tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar,
terbatas pada pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu, bertujuan untuk
mempersiapkan hidup; (e) didukung oleh kaum behavioris.
3.   Definisi Luas Terbatas
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan, yang
berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan
peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara
tepat di masa yang akan datang. Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa pendidikan
berlangsung seumur hidup yang kegiatannya tidak berlangsung sembarang, tapi pada
saat tertentu; (b) berlangsung dalam sebagian lingkungan hidup {lingkungan hidup
kultural}; (c) berbentuk pendidikan formal, informal, dan nonformal; (d) tujuan
pendidikan adalah sebagian dari tujuan hidup yang bersifat menunjang terhadap
pencapaian tujuan hidup; (e) didukung oleh kaum humanis realistik dan realisme
kritis.

Demikian juga definisi pendidikan menurut M.J. Longeveled. menjelaskan bahwa


pendidikan adalah  usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada
anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup
cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri
Pendidikan sebagai proses dikemukakan oleh H. Horn, bahwa pendidikan
merupakan proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi
makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar
kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan
kemanusiaan dari manusia. Sama halnya dengan John Dewey, mengartikan pendidikan
sebagai proses, yakni suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan
terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda,
mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan
kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang
yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.

Dari beberapa definisi di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah
suatu proses berkesinambungan dengan berbagai upaya atau usaha tertentu, seperti
memberikan pengajaran, pelatihan, dan bimbingan, guna mencapai apa yang diharapkan.
c. Definisi Teori Pendidikan
Menurut N.R. Campbell (dalam Sudjana, 1989:7), teori adalah perangkat proposisi
(pernyataan ilmiah) yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai alat untuk

9
menjelaskan, membedakan, meramalkan dan mengontrol fenomena yang dapat diamati.
Kemudian Snelbecker (dalam Miarso, 2011:103) mengemukakan bahwa teori adalah
segala aspek ilmuan tidak semata-mata bersifat empirik, dan yang sangat khusus adalah
ringkasan pernyataan yang melukiskan dan menata sejumlah pengamatan empirik.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, teori adalah pernyataan ilmiah yang berfungsi
sebagai alat untuk menjelaskan, membedakan, meramalkan, melukiskan dan menata
sejumlah fenomena melalui pengamatan yang terintegrasi secara sintaksis.
Teori pendidikan dapat dilihat dari 3 segi yaitu bentuk, isi, dan asumsi pokok
(Mudyahardjo, 2001:91-92). Dari segi bentuk, teori pendidikan adalah sebuah sistem
konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa
pendidikan. Isi sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep tentang
peristiwa pendidikan. Konsep ini ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak
pendidikan dan ada yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan
makna. Sedang, asumsi pokok pendidikan meliputi:
a)   pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual
dari individu yang belajar dab lingkungan belajarnya;
b)   pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yan
baik atau norma-norma yang baik, dam
c)   pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa
serangkaian kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang
belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.
Mudyahardjo (2001:100-110) mengklafikasikan teori pendidikan menjadi teori umum
pendidikan dan teori khusus pendidikan. Berikut penjelasan kedua teori tersebut.
1)   Teori Umum Pendidikan
a)    Teori Umum Pendidikan Preskriptif
Adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek
pendidikan yang bertujuan menerangkan bagaimana sebaiknya peristiwa-peristiwa
pendidikan diselenggarakan. Teori yang termasuk kelompok ini adalah Filsafat
Pendidikan.
b)    Teori Umum Pendidikan Deskriptif
Adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek
pendidikan yang bertujuan menerangkan bagaimana peristiwa-peristiwa pendidikan
telah dan sedang terjadi dalam masyarakat. Teori pendidikan yang termasuk dalam
kelompok ini yaitu:
a.  Pendidikan luar negeri atau pendidikan internasional
b.  Pendidikan perbandingan atau pendidikan komparatif
c.  Pendidikan historis atau sejarah pendidikan
 

10
 2)  Teori Khusus Pendidikan
a)  Teori Khusus Pendidikan Preskriptif
adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek pendidikan yang
bertujuan menjelaskan bagaimana seharusnya sesuatu kegiatan pendidikan
dilakukan. Teori yang termasuk kelompok ini adalah Teknologi Pendidikan.
b)  Teori Khusus Pendidikan Deskriptif
adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek pendidikan yang
bertujuan menjelaskan bagaimana peristiwa-peistiwa pendidikan telah, sedang, dan
diperkirakan terjadi di masyarakat. Teori yang termasuk kelompok ini adalah ilmu-
ilmu pendidikan, antara lain:
1. Pedagogik: studi ilmiah tentang situasi pendidikan meliputi komponen
pendidikan, yakni: tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, metode
pendidikan, isi pendidikan, lingkungan pendidikan, dan sarana prasarana
pendidikan
2. Orthopedagogik: studi ilmiah tentang situasi pendidikan untuk anak dan
remaja yang berkebutuhan khusus, yakni menyandang kelainan fisik, mental,
dan atau perilaku.
3. Psikologi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek individu dalam pendidikan.
4. Sosiologi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek sosial dalam pendidikan.
5. Ilmu Pendidikan Demografis/Kependudukan: studi ilmiah tentang aspek
demografis dalam pendidikan atau hubungan penduduk manusia dengan
lingkungan.
6. Andragogi: studi ilmiah tentang membantu orang dewasa dalam belajar.
7. Antropologi Pendidikan dan Etnografi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek
budaya dalam pendidikan.
8. Ekonomika Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek ekonomi dalam pendidikan
9. Politika Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek politik atau kebijaksanaan
dalam pendidikan.
10. Ilmu Administrasi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek cara mengatur
penyelenggaraan pendidikan.

Pendapat lain mengatakan bahwa teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-
konsep yang terpadu, menerangkan dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan.
Teori pendidikan ada yang berperan sebagai asumsi pemikiran pendidikan dan ada yang
beperan sebagai definisi menerangkan makna, ( Sagala, 2006:4)
Asumsi pokok pendidikan adalah pendidikan adalah aktual artinya pendidikan
bermula dari kodisi-kondisi aktual dari individu yang belajar dan lingkungan belajarnya,
pendidikan adalah normative artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang baik,
dan pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan artiya pendidikan berupa

11
serangkaian kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang belajar,
tertuju pada pencapaian individu yang diharapakan.
Teori-teori Pendidikan
Ada empat teori pendidikan yaitu:
1. Teori Pendidikan Klasik
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, yang memandang bahwa
pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan
budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan perenan isi pendidikan dari pada proses.
Dalam praktiknya, pendidik memiliki peranan lebih besar dan lebih dominan, sedangkan
peserta didik memiliki peran yang pasif sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari
pendidik.
Teori ini berlandaskan aliran filsafat essensialisme, perenialisme dan
eksistensialisme. Filsafat pendidikan essensialisme dengan tokohnya Brameld bertitik
tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad-abad lamanya, kebenran esensial ialah
kebudayaan klasik yang muncul pada zaman Romawi yang menggunakan buku-buku
klasik yang dikenal dengan  Great Book. Penekanannya adalah pada pembentukan
intelektual, logika dan kedisiplinan. Pelajaran sangat berstruktur dengan materi pewarisan
budaya dan pengajarannya berpusat pada guru.
Filsafat perenialisme menyatakan bahwa kebenaran ada pada wahyu Tuhan, ajaran
agama merupakan suatu kebenaran yang patut dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Tokohnya filsafat ini adalah Agustinus dan Thomas Aquino.
Filsafat eksistensialisme berpendapat bahwa kebenaran adalah eksistensi atau
adanya individu manusia itu sendiri. Kebenaran menurut aliran filsafat ini adalah
bergantung pada keputusan orang itu sendiri. Pendidikan menurut filsafat ini bertujuan
mengembangkan kesadaran individu, memberi kesempatan untuk bebas memilih etika,
mendorong pengembangan pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab sendiri dan
mengembangkan komitmen sendiri.
Materi pelajaran ditekankan pada kebutuhan langsung dalam kehidupan manusia dan
harus memberi kesempatan aktif sendiri, merencanakan dan melaksanakan sendiri baik
individu maupun kelompok. Guru harus bersifat demokratis dengan teknik mengajar tidak
langsung dan peserta didik perlu mendapatkan pengalaman sesuiai dengan perbedaan
individual mereka.
Artinya terdapat perbedaan penekanan dari aliran-aliran filsafat yang disebutkan
diatas, yaitu essensialisme berdasarkan pada logika dan sifatnya objektif, perenialisme
menekankan pada kebenaran berdasarkan wahyu dan sifatnya mutlak (tidak dapat dibantah
walaupun itu logis atau tidak logis), sedangkan eksistensialisme tergantung pada eksistensi
atau keberadaan manusia itu sendiri dan sifatny subjektif.

12
2. Teori Pendidikan Personal
Teori pendidikan ini berasumsi bahwa sejak anak dilahirkan, anak tersebut telah
memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan seyogyanya dapat mengembangkan potensi-
potensi tersebut. Hal ini berarti peserta didik adalah pelaku utama pendidikan, sedangkan
pendidik sebagai pembimbing, motivator, fasilitator serta melayani peserta didik.
Teori pendidikan ini berlandaskan filsafat progresivisme dan filsafat romantic.
Filsafat progresivisme dengan tokoh pendahulunya, Francis Parker dan John Dewey
memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran
berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan
kebutuhannya. Kurikulumnya adalah kehidupan itu sendiri, artinya kurikulum tidak
dibatasi pada hal-hal yang bersifat akademik saja, karena semua pengetahuan adalah
merupakan produk berpikir melalui pengalaman. Pendidik lebih merupakan ahli dalam
metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan
kecepatannya masing-masing.
Teori pendidikan romantik berawal dari pemikiran J.J Rouseau tentang tabula rasa,
yang memandang setiap individu dalam keadaan fitrah, memiliki nurani kejujuran,
kebeneran dan ketulusan dan siap diisi dengan pengetahuan-pengetahuan.
3. Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan merupakan suatu konsep pendidikan yang memiliki
persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan
informasi namun terdapat perbedaan yaitu dalam pedndiikan ini  pembentukan dan
penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis lebih diutamakan.
Isi pendidikan disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan
disampaikan dengan media elektronika, dan para peserta didik belajar secara individual.
Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan
secara efisien. Keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat, sedangkan
pendidik berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak tugas-tugas pengelolaan daripada
penyampaian dan pendalaman bahan.
Teori ini merupakan teori pendidikan non-klasik, karena melibatkan teknologi dalam
prosesnya seiring perkembangan zaman.
4. Teori Interaksional
Pendidikan Interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang berttik tolak dari
pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerjasama
dengan manusia lainnya. Dalam pendidikan ini tidak hanya menekankan interaksi antara
peserta didik dan pendidik, akan tetapi juga peserta didik dengan materi pembelajaran dan
lingkungan, yaitu antara pemikiran manusia dengan lingkungannya.
Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta yang ada,
memberikan interprestasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks
kehidupan. Filsafat yang melandasinya dalah filsafat rekonstruksionisme yang merupakan

13
variasi dari progresivisme, yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus
diperbaiki (Callahan, 1983). Dengan mengkontruksi kembali kehidupan manusia secara
total, dengan merombak tata susunan masyarakat lama dan membangun tata susunan
hidup yang baru melalui lembaga dan proses pendidikan.
Selain itu Dalam pendidikan terdapat klasifikasi teori pendidikan yang akan
dijabarkan lebih luas lagi sehingga menambah referensi mengenai dasar dalam teori-teori
pendidikan.
a.    Behaviorisme
Menurut Sukardjo (2009:33) Behaviorisme adalah posisi filosofis yang mengatakan
bahwa untuk menjadi ilmu pengetahuan, psikologi harus memfokuskan perhatiannya pada
sesuatu yang bisa diteliti lingkungan dan perilaku-dari pada fokus pada apa yang tersedia
dalam individu-persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, berbagai citra, perasaan-perasaan, dan
sebagainya. Kemudian Sukardjo (2009:33) melanjutkan bahwa kerangka kerja (frame
work) dari teori pendidikan Behaviorisme adalah Empirisme. Asumsi filosofis dari
Behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami).
Aliran Behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati.
Oleh karena itu, aliran itu, aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran
bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini
tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau  ada stimulus dan respons. Dalam aliran
behavior, faktor lain yang penting adalah reinforcement (penguatan), yaitu penguatan yang
dapat memperkuat respons. Tokoh aliran Behaviorisme antara lain (1) Pavlov; (2) Watson;
(3) Skinner; (4) Hull; (5) Guthrie; (6) Thorndike.
1)   Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovic Pavlov atau lebih dikenal dengan nama singkat Pavlov, adalah seorang
lulusan sekolah kependetaan dan melanjutkan belajar ilmu kedokteran di Militery Medical
Academy, St. Petersburg. Untuk menjelaskan pemahaman konsepnya, penjelasan
sederhana konsepnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pengkondisian Pavlov atau klasikal
yang membentuk gerak refleks dimulai dengan stimulus yang belum menjadi kebiasaan
(unconditioned stimulus) dan respons yang belum menjadi kebiasaan (unconditioned
response). Itulah menurut Pavlov sebagai gerak refeks.
Kemudian, Pavlov menjelaskan bahwa pada bagian berikutnya seseorang yang telah
memiliki gerak refleks itu menggabungkannya dengan stimulus netral dengan cara
mempresentasikannya bersama stimulus yang belum menjadi kebiasaan. Setelah
melakukan sejumlah pengulangan, stimulus netral dengan sendirinya akan mendapat
respons. Pada titik ini stimulus netral dinamakan kembali menjadi stimulus yang sudah
menjadi kebiasaan (conditioned stimulus) dan respons itu disebut respons yang sudah
menjadi kebiasaan (conditioned respons).
2)   Burrhus Frederic Skinner
Menurut Sukardjo (2009:37) Asas Operant Conditioning B.F Skinner dimuai dalam
tahun 1930-an, yakni pada waktu keluarnya teori-teori Stimulus-Respons (S-R). Skinner
tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan refleks bersyarat yang

14
menyebutkan “stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Terkait
dengan penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku, menurut Skinner
merupakan hal yang tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi
dengan lingkungannya. Bukankah banyak tingkah laku yang menghasilkan perubahan atau
konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan
begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespons.
Menurut Skinner  (dalam Uno, 2006: 9) respons yang diberikan oleh siswa tidaklah
sesederhana yang diungkapkan Watson,, sebab pada dasarnya setiap stimulus yang
diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi
respons yang dihasilkan. Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai
konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa.
Dengan dasar pemahamannya tentang belajar, tingkah laku, serta hubungannya yang
erat dengan lingkungan, Skinner menyampaikan asumsi-asumsinya yang membentuk
landasan untuk operant conditioning. Berdasarkan pemahaman kedua pendapat tersebut,
maka penulis menyimpulkan bahwa untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas,
diperlukan pemahaman terhadap respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang
diakibatkan oleh respons tersebut.
3)   John Broadus Watson 
Di dalam karangannya Pschology the behaviorist View it terbitan 1913, Watson
mempelajari tingkah laku manusia. Menurut pandangan Watson, Behaviorisme harus
menerapkan teknik-teknik penyelidikan binatang, yaitu conditioning untuk mempelajari
manusia. Oleh karena itu, ia mendefinisikan kembali konsep mental (yang menurut dia
sebetulnya tidak perlu) sebagai subvokal, dan perasaan diartikan sebagai reaksi kelenjar.
Watson  (dalam Sukardjo, 2009:40) menyatakan bahwa kepribadian orang itu
berkembang melalui conditioning berbagai refleks. Ia berpendirian bahwa manusia waktu
lahir hanya memiliki tiga respons emosi, yaitu takut, marah dan sayang. Menurut Watson,
kehidupan emosi yang kompleks dari manusia dewasa itu merupakan hasil dari
conditioning tiga respons dasar tersebut pada berbagai keadaan.Kemudian Menurut
Watson (dalam Uno, 2009:7) stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku
yang bisa diamati (observable).   Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Watson mengabaikan perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan
menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.
4)   Clark Leonard Hull
Hull (dalam Sukardjo (2009:42), berpendirian bahwa tingkah laku itu berfungsi
menjaga agar organisasi tetap bertahan hidup. Hull menyatakan bahwa kebutuhan
dikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan
sebagainya. Stimulus yang disebut stimulus dorongan (SD) dikaitkan dengan dorongan
primer dan karena itu mendorong timbulnya tingkah laku. Kemudian bagi Hull (dalam
Uno, 2006:8), tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup.
Kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa
nyeri, dan sebagainya.

15
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa stimulus hampir selalu dikaitkan
dengan kebutuhan biologis ini, meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya.

5)  Edwin Ray Guthrie


Suatu tantangan baru terhadap teori-teori yang ada pada masa itu diajukan oleh teori
kontiguiti, yaitu gabungan dari stimulus-stimulus yang disertai oleh suatu gerakan pada
waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama.
Guthrie membedakan gerakan dengan tindakan. Menurut Guthrie (dalam Sukardjo,
2009:44) Gerakan ialah pengurutan urat, sedangkan tindakan adalah gabungan dari
gerakan-gerakan. Menurut Guthrie (dalam Sukardjo, 2009:45) tingkah laku bukan faktor
yang penting, karena belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah
situasi stimulus dan tidak ada respons lain yang dapat terjadi.
Guhtrie mendapati pentingnya hukuman dalam mengubah tingkah laku. Mengoasiasi
stimulus-respons secara tepat itu merupakan inti dari saran Guhtrie kepada para guru.
Guthrie (dalam Uno, 2006:9) menjelaskan bahwa suatu hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat, akan mengubah kebiasaan seseorang. Berdasarkan hal tersebut dalam
mengelolan kelas, guru diperingatkan agar tidak memberikan tugas atau perintah yang
mungkin akan diabaikan anak.
6)  Edward Lee Thorndike
Landasan teori Thorndike mula-mula diletakkan dalam eksperimen yang
dilakukannya dengan binatang. Penelitinnya dirancang untuk menentukan apakah binatang
itu memecahkan masalah dengan jalan berpikir ataukah melalui suatu proses yang begitu
mendasar sifatnya.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa apabila terkurung binatang itu sering melakukan
bermacam-macam kelakuan, seperti menggaruk-garuk, mengigit, mencakar, dan
menggosok-gosokkan badannya ke sisi-sisi kotak. Cepat atau lambat binatang itu akan
tersandung palang dan lepaslah ia ke tempat makanan. Kalau pengurungan itu berkali-kali,
maka tingkah laku yang tidak ada hubunganna dengan lepas dari kurungan berkurang.
Tentu saja waktu yang diperlukan untuk lepas menjadi lebih pendek.
Dalam penelitiannya, Thorndike menyimpulkan bahwa respons lepas dari kurungan
itu lambat laun diasosiasikan dengan situasi dalam belajar melalui coba-coba, by trial and
error. Respons benar lambat laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang
berulang-ulang. Respons yang tidak benar diperlemah. Gejala ini disebut substitution
response atau dikenal dengan teori mental conditioning karena pemilihan suatu respons itu
merupakan alat atau instrument untuk memperoleh ganjaran.
Thorndike (dalam Uno, 2006:7) proses interaksi antara stimulus antara stimulus (yang
mungkin berupa pikiran, perasaan, gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan). Berdasarkan hal tersebut, perubahan tingkah laku boleh berwujud
sesuatu yang konkret (dapat diamati) atau yang nonkonkret (tidak dapat diamati). Sukardjo
(2009:47) menyatakan terkait dengan belajar, Thorndike menyampaikan tiga hukum
belajar yang utama dan itu diturunkan dari hasil penelitiannya. Ketiga hukum tersebut
adalah hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan.

16
Menurut Sukardjo (2009:48) yang terpenting bagi pendidikan ialah penelitian
Thorndike mengenai pengaruh jenis kegiatan belajar tertentu pada belajar berikutnya.
Pertama, serangkaian studi yang dilakukan oleh Thorndike dan Woodwoorth (1901)
menemukan bahwa berlatih dalam tugas tertentu memudahkan belajar di waktu kemudian
hana untuk tugas yang serupa, tidak untuk tugas yang tidak serupa. Hubungan ini dikenal
sebagai alih latihan, transfer of training.
Kedua, Thorndike (1924) menyelidiki konsep disiplin mental yang popular yang
mula-mula diuraikan oleh Plato. Menurut paham penganjur disiplin mental, mempelajari
kurikulum tertentu, terutama matematika dan bahasa-bahasa klasik dapat meningkatkan
fungsi intelek. Thorndike menguji konsep itu dengan cara membandingkan hasil belajar
siswa-siswa sekolah menengah. Setelah mengikuti pelajaran dalam kurikulum klasik dan
kurikulum vokasional ia menemukan bahwa ada perbedaan yang berarti dari keduanya.
Dalam tahun-tahun berikutnya, penelitian Thorndike ini disebut sebagai pembawa
pengaruh yang penting dalam mengalihkan pandangan pada perancang kurikulum konsep
disiplin mental dan mengarahkan pelaksanaan penyusunan kurikulum ke tujuan, keguruan
masyarakat.
b.  Kognitivisme
Menurut Sukardjo (2009:50) Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori
pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis,
yaitu the way in which we learn. Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran.
Inilah yang disebut dengan filosofi Rasionalism. Menurut aliran ini, kita belajar
disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa/kejadian yang terjadi
dalam lingkungan.
Kemudian Sukardjo (2009:50) Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam
belajar bagaimana orang-orang berpikir. Menurut Uno (2006:10) teori ini menyatakan
bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi
yang berkesinambungan dengan lingkungan. Aliran ini menjelaskan bagaimana belajar
terjadi dan menjelaskan secara alami kegiatan mental internal dalam diri kira. Oleh karena
itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu
sendiri. Tokoh aliran kognitivisme adalah Piaget, Bruner, dan Ausebel.
1)   Jean Piaget
Sukardjo (2009:51) menyatakan bahwa Jean Piaget pernah mengatakan bahwa sejak
usia balita seorang telah memiliki kemampuan tertentu untuk menghadapi objek-objek
yang ada disekitarnya. Kemampuan ini memang sangat sederhana, yakni dalam bentuk
kemampuan sensor-motorik, namun dengan kemampuan inilah balita tidak akan
mengeksplorasi lingkungannya dan menjadikannya dasar bagi pengetahuan tentang dunia
yang akan dia peroleh kemudian, serta akan berubah menjadi kemampuan-kemampuan
yang lebih maju dan rumit. Kemampuan-kemampuan ini yang disebut Piaget sebagai
Skema.
Menurut Piaget (dalam Uno (2006:10) proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga
tahapan, yakni asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Kemudian Piaget juga menyatakan
bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui

17
siswa, yang dalam hal ini Piaget membagina menjadi empat tahap yaitu tahap sensori-
motor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap pra-operasinal (2/3 sampat 7/8
tahun), tahap operasional konkret (7/8 sampai 12/14 tahun) dan tahap operasional formal
(14 tahun atau lebih).
Berdasarkan tiga tahapan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa seorang guru
hendaknya memahami tahap-tahap perkembangan anak didiknya ini, serta memberikan
materi belajar dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.
2)   Jerome Bruner
Menurut Bruner (dalam Sukardjo, 2009:53) derajat perkembangan kognitif itu ada
tiga tahap. Tahap pertama, enaktif, merupakan representasi pengetahuan dalam melakukan
tindakan. Tahap kedua, ikonik, yakni perangkuman bayangan secara visual. Dan tahap
ketiga yang paling maju adalah refresentasi simbolik, yaitu digunakan kata-kata dan
lambang-lambang lain untuk melukiskan pengalaman.
Dengan dasar tersebut, Bruner menyampaikan struktur yang mendasar dari mata
ajaran yang disebut konsep-konsep penatur harus diidentifikasi dan digunakan sebagai
dasar bagi pengembangan kurikulum. Cara seperti ini menurut Bruner memungkinkan
orang mengajarkan mata ajar apapun secara efektif dalam bentuk yang serba terang secara
intelektual kepada siswa siapapun pada tahap perkembangan manapun. Pengaturan ini
disebut kurikulum spiral yang dicontohkan dalam kurikulum ilmu pengetahuan sosial yang
dikembangkan oleh Bruner, Man: A course of study.
c.   Konstruktivisime
Menurut Von Glasersfeld (dalam Sukardjo, 2009:54) pengertian konstruktif kognitif
muncul pada abad ke-20 dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan
disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok
konstruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambastissta Vico, seorang epistomolog
dari italia (Suparno dalam Sukardjo, 2009:54).
Pada tahun 1710, Vico mengungkapkan filsafatnya denggan berkata, 
Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Terkait
dengan hal itu, dia menjelaskan bahwa mengetahui bermakna berarti mengetahui
bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika
ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang dapat membangun sesuatu itu. Menurut Vico,
pengetahuan tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur
konsep dari pengamat yang berlaku.
Sukardjo (2009:55) menyatakan bahwa kaitannya dengan pembelajaran, menurut teori
konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena
keaktifan siswa itu sendiri. Kemudian Sukardjo melanjutkan bahwa konsep pembelajaran
menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengondisikan
siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan
pengetauan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang
dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi
pengalamanna sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi dalam pandangan
konstruktivisme sangat penting peran siswa untuk dapat membangun constructive habits

18
of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap
belajar.
d.  Teori Belajar Humanistik
Menurut Sukardjo (2009:56) Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan
belajar untuk memanusiakan manusia. Menurut Uno (2006:14) proses belajar harus
berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses dalam belajar dalam bentuknya yang paling ideal yaitu
memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri). Oleh karena itu proses belajar dapat
dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Dengan kata lain, si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
 Kemudian Sukardjo (2009:56) menjelaskan bahwa menuru aliran humanistik, para
pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan
kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik
melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk menajdi
lebih baik, dan juga belajar. Secara singkat Sukardjo (2009:57) menyimpulkan bahwa
pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif.
Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Dalam teori
humanistik, belajar dianggap berhasil jika pembelajar memahami lingkungannya, dan
dirinya sendiri. Terdapat beberapa tokoh teori belajar Humanistik yaitu sebagai berikut.
1)   Arthur W. Combs
Combs (dalam Sukardjo, 2009:58) menyatakan bahwa banyak guru membuat
kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun
dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal makna yang diharapkan siswa tidaklah
menyatu pada materi pelajaran itu. Dalam hal ini yang penting ialah bagaimana pembawa
persepsi siswa untuk memperoleh makna belajar bagi pribadinya dari materi pelajaran
tersebut yang menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupannya sehari-hari.
2)   Abraham Maslow
Menurut Sukardjo (2009:58) Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam
diri individu ada dua hal (a) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (b) kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan. Maslow mengemukakan bahwa individu
berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri
setiap orang terdapat berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut dengan apa yang sudah ia miliki,
dan sebagainya.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hierarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah
ia dapat memenuhi kebutuhan yang terletak diatasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa
aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai
implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu mengajar. Ia

19
mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar akan berkembang kalau kebutuhan
dasar siswa belum terpenuhi.
Emosi adalah karakteristik yang sangat kuat yang tampak dari para pendidik beraliran
humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringanm mengabaikan pendidikan
emosi sama dengan mengabaikan salah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar
menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama
seperti yang kita peroleh  dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Salah satu ciri utama  pendekatan humanistik adalah bahwa yang dilihat adalah
perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaaan antara motivasi
manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hierarki kebutuhan motivasi Maslow
menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain,
berkompetisi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motivasi dalam
tingkat yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
3)   Carl Rogers
Rogers (dalam Sukardjo, 2009: 61) membedakan dua tipe belajar, yaitu kognitif
(kebermaknaan) dan esperiental (pengalaman atau signifikansi). Sukardjo 2009:61)
menyatakan bahwa menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran. Dalam bukunya
Freedom to Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang
penting di antaranya ialah:
a)   Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami
b)   Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya.
c)   Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri
dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d)   Tugas-tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e)    Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai acara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f)    Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g)   Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h)   Belajar secara inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya.
i)    Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai
terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri.
j)    Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah
belajar mengenai proses belajar.

B. Konsep Pendidikan
1. Definisi Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti; pengertian,
gambaran mental dari objek, proses, pendapat (paham), rancangan (cita-cita) yang
20
telah dipikirkan.1 Agar segala kegiatan berjalan dengan sistematis dan lancar,
dibutuhkan suatu perencanaan yang mudah dipahami dan dimengerti.
Perencanaan yang matang menambah kualitas dari kegiatan tersebut. Di dalam
perencanaan kegiatan yang matang tersebut terdapat suatu gagasan atau ide yang
akan dilaksanakan atau dilakukan oleh kelompok maupun individu tertentu,
perencanaan tadi bisa berbentuk ke dalam sebuah peta konsep.
Pada dasarnya konsep merupakan abstraksi dari suatu gambaran ide, atau
menurut Kant yang dikutip oleh Harifudin Cawidu yaitu gambaran yang bersifat
umum atau abstrak tentang sesuatu.2 Fungsi dari konsep sangat beragam, akan
tetapi pada umumnya konsep memiliki fungsi yaitu mempermudah seseorang
dalam memahami suatu hal. Karena sifat konsep sendiri adalah mudah dimengerti,
serta mudah dipahami.3
Adapun pengertian konsep menurut para ahli:
1. Soedjadi, mengartikan konsep ke dalam bentuk atau suatu yang abstrak
untuk melakukan penggolongan yang nantinya akan dinyatakan kedalam
suatu istilah tertentu.
2. Bahri, konsep adalah suatu perwakilan dari banyak objek yang memiliki
ciri-ciri sama serta memiliki gambaran yang abstrak.
3. Singarimbun dan Efendi, konsep adalah suatu generalisasi dari beberapa
kelompok yang memiliki fenomena tertentu sehingga dapat digunakan
untuk penggambaran fenomena lain dalam hal yang sama.

3. Definisi Konsep Pendidikan


            Menurut Miarso (2004:9-10), ada beberapa konsepsi dasar pendidikan, yakni:
1.   Pendidikan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik
yang berakibat terjadinya perubahan pada diri pribadinya.
2.   Pendidikan adalah proses yang berlangsung seumur hidup.
3.   Pendidikan dapat berlangsung kapan dan dimana saja, yaitu pada saat dan tempat
yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak didik.
4.   Pendidikan dapat berlangsung secara mandiri dan dapat berlangsung secara efektif
dengan dilakukannya pengawasan dan penilikan berkala.
5.   Pendidikan dapat berlangsung secara efektif baik di dalam kelompok yang
homogen, kelompok yang heterogen, maupun perseorangan.
6.    Belajar dapat diperoleh dari siapa dan apa saja, baik yang sengaja dirancang
maupun yang diambil manfaatnya.

C. Implikasi materi Dasar Teori dan Konsep Pendidikan terhadap praktek


Pembelajaran
Dalam memaknai konsep maka akan berhubungan dengan teori, sedangkan teori
akan berkaitan dengan sesuatu hal yang dipandang secara ilmiah. Jika teori berhubungan
dengan konsep maka dalam uraian tentang konsep dasar pembelajaran akan tertuju pada

21
landasan ilmiah pembelajaran. Melalui landasan ilmiah yang disebut dengan konsep
dasar inilah maka semua pihak akan memahami apa itu pembelajaran. Pada uraian ini
akan dibahas beberapa tema yang berkaitan dengan pembekalan terhadap pemahaman
tentang pembelajaran.
Diantaranya juga akan berhubungan dengan landasan-landasan filsafat, psikologis,
sosiologis, dan komunikasi yang selalu banyak ditemukan dalam sebuah pembelajaran.
Sebelum beranjak pada pembahasan tentang konsep dasar dan landasan-landasan ilmiah
dari pembelajaran, maka penulis merasa perlu untuk memberikan tambahan pemahaman
dasar terhadap pembelajaran ini.
Maka pada uraian awal penulis mencoba untuk mengantarkan pembaca sekalian
pada aspek hakikat dari pembelajaran itu sendiri yang ditelaah berdasarkan hakikat
Belajar dan Pengaruh Perkembangan Teknologi Pendidikan sehinga muncul istilah
Pembelajaran. Di mana pemahaman terhadap hakikat ini harus diimbangi dengan bukti
kongkrit sebagai pengantar pada pemahaman secara keseluruhan tentang apa itu belajar.
Belajar, pada hakekatnya, adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di
sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan
dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses
melihat, mengamati dan memahami sesuatu (Sudjana, 1989:28). Sejalan dengan konsep
di atas Cronbach (Surya, 1979:28) menyatakan, “Learning may be defined as the process
by which a relavitely enduring change in behaviour occurs as result of exprience or
practice”.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa indikator belajar ditujukan dengan
perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Witherington
(1952) menyebutkan bahwa “Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai suatu pola-pola respon yang berupa keterampilan, sikap,
kebiasaan, kecakapan atau pemahaman”.
Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang menyangkut
pengertian belajar sebagai berikut: a. Belajar merupakan suatu proses, yaitu kegiatan
yang berkesinambungan yang dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup. b.
Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen. c.
Hasil belajar ditujukan dengan aktivitas-aktivitas tingkah laku secara keseluruhan. d.
Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi, emosional,
sikap dan sebagainya. Terjadinya proses belajar dapat dipandang dari sisi kognitif,
sebagaimana dikemukakan Bigge (1982) yaitu berhubungan dengan perubahan-

22
perubahan tentang kekuatan variabel-variabel hipotesis, kekuatan-kekuatan, asosiasi,
hubungan-hubungan dan kebisaaan, atau kecenderungan prilaku. (Willis, 1986:20).
Dalam hubungan ini Crow&Crow (Surya, 1979:32) menyatakan bahwa “Learning takes
place whenever an individual finds himself in a situation to which he cannot adjust
through the utilization of customery modes of respons, or whenever abstracties that
interface with desired activities. the process of adjusting to or of over coming abstract
may take place more or less unconsciously, without thinking much about what he is
doing, the learning tries out one or another already rmed habit or behavoiur until he hits
upon a satisfactory response. Rumusan di atas menyatakan bahwa proses belajar terjadi
apabila individu dihadapkan pada situasi di mana ia tidak dapat menyesuaikan diri
dengan cara biasa, atau apabila ia harus mengatasi rintangan-rintangan yang
mengganggu kegiatan-kegiatan yang diinginkan. Proses penyesuain diri mengatasi
rintangan terjadi secara tidak sadar, tanpa pemikiran yang banyak terhadap apa yang
dilakukan. Dalam hal ini pelajar mencoba melakukan kebiasaan atau tingkah laku yang
telah terbentuk hingga ia mencapai respon yang memuaskan. Belajar merupakan suatu
proses interaksi antara berbagai unsur yang berkaitan. Unsur utama dalam, belajar adalah
individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, situasi belajar,
yang memberikan kemungkinan terjadinya kegiatan belajar. Dengan demikian maka
manifestasi belajar atau perbuatan belajar dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah
laku. Mengenai jenis perubahan tingkah laku dalam proses belajar ini, Gagne dan Briggs,
(1988:105), menyatakan bahwa perbuatan hasil belajar menghasilkan perubahan dalam
bentuk tingkah laku dalam aspek a) kemampuan membedakan; b) konsep kongkrit; c)
konsep terdefinisi; d) nilai; e)nilai/aturan tingkat tinggi; f) strategi kognitif; g)informasi
verbal; h) sikap ; dan i)keterampilan motorik.

23
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kegiatan pendidikan meliputi beberapa komponen. Komponen-komponen ini tidak
dapat dipisahkan satu sama lain dan harus berjalan seiring guna mencapai tujuan
pendidikan. Namun, sebelum memahami beberapa komponen penting ini, kita harus
menggali lebih dalam  tentang teori-teori dan konsep-konsep pendidikan itu sendiri.
Teori pendidikan dapat dilihat dari 3 segi yaitu bentuk, isi, dan asumsi pokok
(Mudyahardjo, 2001:91-92). Dari segi bentuk, teori pendidikan adalah sebuah sistem
konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa
pendidikan. Isi sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep tentang
peristiwa pendidikan. Konsep ini ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak
pendidikan dan ada yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan
makna.
Terkait dengan definisi Konsep Pendidikan, Pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang
hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.

B.     Saran
Pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang
mampu disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi muda agar
melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks sosio budaya. Oleh karena
itu, setiap masyarakat pluralistic di zaman modern senantiasa menyiapkan warganya yang
terpilih sebagai penssdidik bagi kepentingan kelanjutan (regenerasi) dari masing-masing
masyarakat yang bersangkutan.  Beragam permasalahan dalam pendidikan dalam
pendidikan apabila tidak dapat dihilangkan sama sekali, paling tidak hal itu perlu
diperkecil, sehingga persoalan-persoalan yang muncul tidak menggangu tercapainya
tujuan pendidikan umumnya, atau tujuan pembelajaran khususnya.

24
DAFTAR PUSTAKA
 
Mudyaharjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
 
Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana
 
Ani, Muzita Ani. Dan Purwaningsih, Novie. 2014. Teori Dan Konsep Pendidikan. Jakarta :
Makalah

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061986011-
AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Konsep_Pembelajaran.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai