MAWARIS
DISUSUN OLEH :
Agung Prasetyo
Desi Ramadhani
Elsa Miftahul Wijayanti
Nur Muflihatun Nisa
Rafi Naufal Ramadhan
Sannica Putri Denna
Saras Wati
Sri Mulyani
Tangkas Mahendra Jaya
Kelas : XII IPA 3
TP.2018/2019
SMA NEGERI 2 METRO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………….……………. i
Daftar Isi……………………………………………………………….…... ii
Bab 1 Pendahuluan…………………………………………………….….. 1
A. Latar Belakang………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 1
C. Tujuan……………………………………………………………….. 2
Bab 2 Pembahasan……………………………………………..……….….. 3
Bab 3 Penutup…………………………………………………...………… 15
A. Kesimpulan……………………………………………….………… 15
B. Saran………………………………………………………………... 15
Daftar Pustaka……………………………………………………..……… 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah adalah aturan
tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang tinbul sebagai akibat dari suatu kematian. Harta
yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia memerlukan pengaturan tentang siapa yang berhak
menerimanya, berapa jumlahnya, dan bagaimana cara mendapatkannya.
Aturan tentang waris tesebut ditetapkan oleh Allah melalui firmannya yang terdapat dalam Al-
Quran, terutama surah an-nisa ayat 7,8,11,12, dan 176, pada dasarnya ketentuan Allah yang berkenaan
dengan warisan telah jelas maksud, arah dan tujuannya.
Ditinjau dari perspektif sejarah, implementasi hokum kewarisan islam pada zaman penjajahan
belanda ternyata tidak berkembang, bahkan secara politis posisinya dikalahkan oleh sistem kewarisan
hokum adat. Pada masa itu diintrodusir teori persepsi yang bertujuan untuk mengangkat hokum kewarisan
adat dan menyisihkan penggunaan hokum kewarisan islam [1].
Banyak para sarjana hukum barat menganggap hokum kewarisan islam tidak mempunyai
sistemdan hukum islam itu hanya bersandar pada asas patrilineal. Sementara itu, diklalangan umat islam
sendiri banyak pula yang mengira tidak ada sistem tertentu dalam hukum kewarisan islam, sehingga
menimbulkan sebuah anggapan seolah-olah hukum kewarisan islam merupakan hokum yang sangat rumit
dan sulit. Kondisi yang demikian itulah yang menyebabkan hukum kewarisan islam menurut fiqh
kebudayaan arab itu sangat sulit diterima masarakat islam di Indonesia.
A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
B. Tujuan
b) Hubungan Perkawinan
Selama perkawinan masih utuh bisa menyebabkan adanya saling waris mewarisi. Akan
tetapi, jika perkawinan sudah putus maka gugurlah saling waris mewarisi, kecuali istri dalam
keadaan masa iddah pada talak raji.
d) Hubungan Agama
Apabila ada orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, baik dari hubungan
kekeluargaan, perkawinan, wala, maka harta warisannya itu di berikan kepada kaum muslimin,
yaitu diserahkan ke baitul Mal untuk kemashlahatan umat islam.
Agama islam sebab-sebab penghalang mendapat harta warisan, adalah sebagai berikut:
a. Status Budak
Orang yang berstatus budak, apa pun jenisnya, tidak bisa menerima harta warisan karena bila seorang
budak menerima warisan maka harta warisan yang ia terima itu menjadi milik tuannya, padahal sang tuan
adalah bukan siapa-siapanya (ajnabiy) orang yang meninggal yang diwarisi hartanya.
Seorang budak juga tidak bisa diwarisi hartanya karena sesungguhnya ia tidak memiliki apa-apa. Bagi
seorang budak diri dan apa pun yang ada bersamanya adalah milik tuannya.
b. Membunuh
Orang yang membunuh tidak bisa mewarisi harta peninggalan dari orang yang dibunuhnya, baik ia
membunuhnya secara sengaja atau karena suatu kesalahan. Karena membunuh sama saja dengan memutus
hubungan kekerabatan, sedangkan hubungan kekerabatan merupakan salah satu sebab seseorang bisa
menerima warisan.
Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits dari kakeknya Amr bin Syuaib, bahwa Rasulullah
bersabda:
Artinya: “Tak ada bagian apa pun (dalam warisan) bagi orang yang membunuh”.
Sebagai contoh, bila ada seorang anak yang membunuh bapaknya maka anak tersebut tidak bisa menerima
harta warisan yang ditinggalakan oleh sang bapak.
Namun demikian, orang yang dibunuh bisa menerima warisan dari orang yang membunuhnya. Misalnya,
seorang anak melukai orang tuanya untuk dibunuh. Sebelum sang orang tua benar-benar meninggal
ternyata si anak lebih dahulu meninggal. Pada kondisi seperti ini orang tua yang dibunuh tersebut bisa
mendapatkan warisan dari harta yang ditinggalkan anak tersebut, meskipun pada akhirnya sang orang tua
meninggal dunia juga.
Orang yang beragama non-Islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari keluarganya yang meninggal
yang beragama Islam. Juga sebaliknya seorang Muslim tidak bisa menerima warisan dari harta
peninggalan keluarganya yang meninggal yang tidak beragama Islam.
Bagaimana dengan sesama orang kafir namun beda agama? Dalam hal warisan ini para ulama
menghukumi bahwa agama apa pun selain Islam dianggap sebagai satu agama sehingga mereka yang
beragama non-Islam dapat saling mewarisi satu sama lain. Maka bila dalam satu keluarga ada beda-beda
agama selain Islam di antara angggota keluarganya mereka bisa saling mewarisi satu sama lai
Mengenal kedudukan ayah dan kakek memang strategis, satu sisi mereka adalah dzaul furudh
tetapi disisi lain mereka juga jadi ashabah, tentu manakala atau cucu laki-laki tidak ada, ayah dan
kakek tetap menjadi dzaul furudh.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2024563-contoh-makalah-hukum-waris-
keluarga/#ixzz1ltbnXwYU
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2024564-contoh-makalah-hukum-waris-
keluarga/#ixzz1ltbtloO4
16