Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup, Dan Manfaat Masailul Fiqhiyah

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


Masailul Fiqhiyah

Dosen Pengampu:
Vina Rohmatul Ummah, M.Pd

Disusun Kelompok 1:

Fatkila sahila natasya (2021390101445)


M. Arifin (2021390101387)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM IBARHIMY GENTENG BANYUWANGI
2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda Rasulullah SAW, yang
kita nanti-nantikan syafaatnya kelak di akhirat nanti.

Makalah dengan judul “Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup, Dan Manfaat Masailul Fiqhiyah”
ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Masailul Fiqhiyah. Makalah ini kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan referensi artikel yang sudah termuatpada
jurnal dan buku yang termuat pada ebook. Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah dan ucapan terimakasih kepada Ibu. Vina Rohmatul Ummah, M.Pd yang telah
memberikan arahan dan bimbingan, sehingga kami bisa makalah ini dengan baik dan tepat.

Dengan kerendahan hati kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini mungkin dari segi penyusunan bahasa maupun segi
lainnya kami memohon maaf.

Banyuwangi, 07 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

A. Pengertian Masailul Fiqhiyah ................................................................................... 3


B. Tujuan Masailul Fiqhiyah ......................................................................................... 3
C. Ruang Lingkup Masailul Fiqhiyah........................................................................... 5
D. Manfaat Masailul Fiqhiyah ....................................................................................... 8

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 10

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 10
B. Saran ........................................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup, kaum muslimin
menjumpai bebagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan mereka baik dalam
masalah dunia maupun akhirat, kemudian mereka menanyakan hal ini kepada
rosulullah dan rosul lah yanglangsung memberikan jawaban. Sehingga tidak ada
masalah yang terlalu rumit untuk diselesaikan pada masa ini, karena segala sesuatu
yang datang dari rasulullah merupakan sebuah wahyu yang haq dari Allah dan tidak
diragukan lagi kebenarannya.
Namun semuanya berubah ketika rasul wafat dan secara otomatis wahyu
terputus, sehingga mengakibatkan para sahabat ketika menyelesaikan masalah yang
baru menempuh cara-cara yaitu: 1) mencari ketentuan hukum dari kitab suci Al-
Qur’an, 2) mencari ketentuan hukum dari hadits Nabi Muhammad SAW, 3)
memusyawarahkan masalah tersebut, dimana khalifah pengganti rasul mengundang
para tokoh sahabat saat itu untuk dimintai pendapat masing-masing tentang
hukum masalah yang sedang dihadapi. Apabila mereka menghadapi kata
sepakat, maka khalifah melaksanakan hasil musyawarah tersebut. Apabila kholifah
tidak mendapat kata sepakat maka khalifah mengambi alih dengan menentukan
yang sekiranya dipandang lebih banyak mengandung maslahat dibanding mudharat
(Abdul: 2022: 03).
Perkembangan dari setiap sudut kehidupan umat Islam di seluruh dunia pada
hari ini mencetuskan berbagai masalah-masalah dan isu-isu baru yang tidak pernah
timbul pada zaman-zaman dahulu. Masail Fiqhiyyah, demikian nama bagian studi yang
dibentuk yang berperan untuk membahas serta mencari gali segala fakta, dalil dan illah-
illah mengenai sesuatu isu atau masalah baru yang timbul.
Namun apakah sebenarnya maksud dari Masail Fiqhiyyah ini? Apakah tujuan
kita mempelajarinya? apakah manfaat dari mempelajari ilmu ini? Ruang lingkupnya
apa saja? Itulah yang kemudian akan dibahas bersama dalam makalah ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Masailul Fiqhiyah?
2. Bagaimana Tujuan Masailul Fiqhiyah?
3. Bagaimana Ruang Lingkup Masailul Fiqhiyah?
4. Bagaimana Manfaat Masailul Fiqhiyah?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Masailul Fiqhiyah
2. Untuk Mengetahui Tujuan Masailul Fiqhiyah
5. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Masailul Fiqhiyah
3. Untuk Mengetahui Manfaat Masailul Fiqhiyah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Masailul Fiqhiyah


Masail Fiqhiyah merupakan gabungan dari dua suku kata, yakni Masail dan
Fiqhiyah. Masail merupakan jama’ dari kata masalah yang berarti perkara atau
persoalan. Sedangkan Fiqhiyah berarti pemahaman mendalam tentang hukum Islam.
Metode kajian dalam Masail Fiqhiyah ini lebih banyak mengambil metode ijtihad
daripada istinbat. Yang dimaksud Ijtihad di sini adalah menggali hukum dengan
sungguh-sungguh terhadap masalah-masalah kehidupan yang bersifat baru dan tidak
ada nashnya. Sedangkan Istinbat adalah upaya menggali hokum dari nash, baik al-
Qur’an dan Hadis (Abdul: 2022: 03).
Badudu dan Mohammad Zain menyebut masalah dengan persoalan, problema
dan perkara. Fiqh yang artinya pemahaman yang mendalam tentang hukum-hukum
Islam. Jadi rangkaian kata Masail Al-Fiqh, berarti persoalan hukum Islam yang selalu
dihadapi oleh umat Islam, sehingga mereka beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari,
bersikap dan berperilaku sesuai dengan tuntutan Islam (Mahjuddin: 2014: 01).
masalah yang dimaksud masalah fiqh pada term masail fiqhiyah ialah
persoalan-persoalan yang muncul pada konteks kekinian sebagai refleksi kompleksitas
problematika pada suatu tempat, kondisi dan waktu. Dan persoalan tersebut belum
pernah terjadi pada waktu yang lalu, karena adanya perbedaan situasi yang
melingkupinya. Pada masa Rasulullah, apabila ada masalah yang ada, masyarakat
segera menanyakan pada Rasulullah SAW. Dan para sahabat atau para ahli Fuqaha pada
masanya selalu berupaya menyelesaikan persoalan-persoalan baru dengan jalan ijtiihad
berdasarkan nash Al-Qur’an atau al-sunnah. persoalan yang muncul semakin bervariasi
seiring dengan perjalanan waktu dari generasi ke generasi. Penyelesaian mula-mula
dicarikan jawabannya dari al-nash, bila tidak ditemukan maka akan diselesaiakn
dengan jalan Ijma (kesepakatan para ahli atau melalui metode qiyas) (Aufah: 2018: 02)

B. Tujuan Masailul Fiqhiyah


Masa'il fiqhiyah termasuk menghubungkan seuatu hukum dengan hukum
lainya yang belum ada nashnya dan didasari atas kumpulan hasil pemahaman para
mujtahid terhadap Al-qur'an dan hadits. Dengan lahirnya masail fiqihiyah atau
persoalan-persoalan kontemporer, baik yang sudah terjawab maupun sedang

3
diselesaikan bahkan prediksi munculnya persoalan baru mendorong kaum
muslimin belajar dengan giat mentelaah berbagai metodologi penyelesaian masalah
mulai dari metode ulama klasik sampai metode ulama kontemporer.
Dari penjelasan di atas maka tujuan dari Masa'il fiqhiyah secara umum adalah
untuk menjawab dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan baru yang muncul
dalam masyarakat di kehidupan modern yang sering kali jadi pertanyaan-pertanyaan
sehingga membutuhkan jawaban-jawaban logis tentang kepastian hukum.
Sedangkan tujuan khususnya mempelajari Masail Fiqhiyah bagi kita calon-calon
pendidik adalah agar nantinya ketika mengajar kita sudah siap dan dapat menjawab dan
menyelesaikan permasalahan-permasalahan serta pertanyaan-pertanyaaan yang
mungkin muncul dari peserta didik.
Tujuan lain dari adanya masail fiqhiyah adalah:
1. Sebagai sebuah disiplin ilmu, Masail Fiqiyah termasuk bidang studi
yang paling banyak mengandung perdebatan, nuansa dan sekaligus
keuntungan. Semua itu akan menjadi hikmah dan rahmat, manakala
disikapi secara adil, obyektif, kritis dan dinamis.
2. Adanya ilmu Masail Fiqiyah ini menunjukkan kepedulian yang kuat
dan mendalam darikalangan para ahli hukum islam untuk memberikan
jawaban terhadap berbagai masalah yang berkembang.
3. Berbagai jawaban yang mereka berikan itu dapat digunakan sebagai
bahan perbandingan dan menambah memperkaya khazanah inteletual.
4. Ilmu Masail Fiqiyah juga menunjukkan adanya kebebasan berfikir
secara tanggung jawab di kalangan umat islam dan sekaligus
toleransi dan kedewasaan sikap dalam menghadapi berbagai perbedaan
pendapat.
5. Dengan keilmuan masail fiqhiyyah diharapkan mampu memahami
dengaan baik tentang problema-problema yang timbul dalam
Fiqh Islam, memberikan kemampuan untuk membahas dan
memecahkan masalah-masalah Fiqh yang actual dan
memasyarakatkannya dengan pendekatan yang luas, yang tidak hanya
terfokus pada teks-teks fiqih klasik akan tetapi juga pada pendekatan-
pendekatan rasional (Abdul: 2022: 03).

4
C. Ruang Lingkup Masailul Fiqhiyah
Sebagai disiplin ilmu, Masail Fiqhiyah adalah ilmu fiqih yang
diorientasikan kepada mengetahui jawaban dan mengetahui proses penyelesaian
masalah melalui metodologi ilmiah, sistematis dan analitis. Dari sudut fiqih,
penyelesaian suatu masalah dikembalikan kepada sumber pokok (al-Quran dan al-
Sunnah), Ijmak, Qiyas dan seterusnya, sehingga nilai yang dihasilkan senantiasa
berada dalam koridor sebagaimana disebut di atas. Penetapan hukum akan difokuskan
setidaknya kepada tiga aspek yaitu: 1) Aspek memperbaiki pribadi manusia secara
individu dan kolektif agar dapat menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat, 2) Aspek
menegakkan keadilan dalam masyarakat Islam dan atau di luar Islam, 3) Aspek
kemaslahatan (Abdul: 2022: 03).
Ruang lingkup pembahasan Masail fiqhiyah meliputi:
1. Hubungan Manusia Dengan Allah SWT
Ilmu fiqih mengatur tentang ibadah yaitu ibadah mahdzah dan
ghairu mahdzah. Ibadah mahdzah adalah ajaran agama yang mengatur
perbuatan-perbuatan manusia yang murni mencerminkan hubungan
manusia itu dengan sang pencipta yaitu Allah SWT. Sedangkan ibadah
ghairu mahdzah adalah ajaran agama yang mengatur perbuatan antar
manusia itu sendiri serta manusia dengan lingkungan.
Contoh masail fiqhiyyah yang berhubungan dengan ibadah yaitu
hukum fiqh menyikapi shalat jum’at lebih dari satu tempat (ta’adud al
jum’at). Pada zaman sekarang dalam pelaksanaan shalat jum’at sering
memunculkan beberapa fenomena menarik. Semisal aturan lokasi
pelaksanaan shalat jum’at yang menurut sebagian kalangan harus
terpusat di satu tempat. Hal ini terkadang menimbulkan masalah disaat
keadaan menuntut sebagian masyarakat membuat lokasi alternatif.
Mungkin anggapan mereka hal itulah yang terbaik dengan alasan
kondisi pemukiman, kapasitas tempat peribadatan dan interaksi sosial di
tengah-tengah mereka adalah faktor-faktor potensial pemicu kejadian
semacam itu. Menyikapi perkembangan di atas, pernyataan mayoritas
ulama secara tegas menghukumi wajib melakukan shalat jum’at di satu
tempat dalam sebuah balad atau qaryah. Al-Syafi’i dalam hal ini
berpendapat bahwa shalat jum’at jelas tidak diperkenankan lebih dari
satu tempat, baik ada hajat atau tidak. Namun istinbath (penggalian) dari

5
ulama syafi’iyyah dalam permasalahan ini akhirnya memperbolehkan
dengan batas hajat tertentu ()
2. Hubungan Manusia Dengan Sesama Manusia
Sebagai contoh masail fiqhiyyah yang mengatur hubungan
manusia dengan sesama manusia yaitu mendonorkan organ tubuh.
Pendapat pertama mengatakan bahwa transplantasi seperti hukumnya
haram. Meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan medis bahkan
sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat. Dalil pendapat yang
pertama yang Artinya adalah: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Kelompok kedua berpendapat bahwa transplantasi hukumnya
jaiz (boleh) namun memiliki syarat-syarat tertentu, diantaranya adalah:
adanya kerelaan dari si pendonor, kondisi si pendonor harus sudah
baligh dan berakal, organ yang didonorkan bukanlah organ vital yang
menentukan kelangsungan hidup seperti jantung dan paru-paru serta
merupakan jalan terakhir yang memungkinkan untuk mengobati orang
yang menderita penyakit tersebut.
Dalil pendapat kedua yang artinya adalah: Mengapa kamu tidak
mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah
ketika menyembelihnya, Padahal sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali
apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan
(dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan
hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. Dari fatwa
Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa dalam kondisi tidak ada
pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan organ tubuh orang yang
sudah meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup dapat
dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang
bersangkutan dan izin dari keluarga atau ahli waris (Abuddin:2003).

6
3. Hubungan Manusia Dengan Dirinya Sendiri
Contoh masail fiqhiyyah yang mengatur hubungan manusia
dengan dirinya sendiri yaitu tentang hukum rebonding. Rebonding
adalah meluruskan rambut agar rambut jatuh lebih lurus dan lebih indah.
Prosesnya dua tahap. Pertama, rambut diberi krim tahap pertama untuk
membuka ikatan protein rambut. Kemudian rambut dicatok, yaitu diberi
perlakuan seperti disetrika dengan alat pelurus rambut bersuhu tinggi.
Kedua, rambut diberi krim tahap kedua untuk mempertahankan
pelurusan rambut. Proses rebonding melibatkan proses kimiawi yang
mengubah struktur protein dalam rambut.
Proses rebonding menghasilkan perubahan permanen pada
rambut yang terkena aplikasi. Namun rambut baru yang tumbuh dari
akar rambut akan tetap mempunyai bentuk rambut yang asli. Jadi,
rebonding bukan pelurusan rambut biasa yang hanya menggunakan
perlakuan fisik, tapi juga menggunakan perlakuan kimiawi yang
mengubah struktur protein dalam rambut secara permanen. Inilah fakta
(manath) rebonding.
4. Hubungan Manusia Dengan Alam Sekitar
Islam menekankan umatnya untuk menjaga kelestarian
lingkungan dan berlaku arif terhadap alam (ecology wisdom). Akan
tetapi, doktrin tersebut tidak diindahkan. Perusakan lingkungan tidak
pernah berhenti. Eksplorasi alam tidak terukur dan makin merajalela.
Dampaknya, ekosistem alam menjadi limbung. Ini tentunya sangat
mengkhawatirkan. Alam akan menjadi ancaman yang serius. Sampai
saat ini, belum ada fiqh yang secara komprehensif dan tematik berbicara
tentang persoalan lingkungan. Fiqh-fiqh klasik yang ditulis oleh para
imam mazhab hanya berbicara persoalan ibadah, mu’amalah, jinayah,
munakahat dan lain sebagainya. Karena itulah, merumuskan sebuah fiqh
lingkungan (fiqh al-bi’ah) menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi. Yaitu, sebuah fiqh yang menjelaskan sebuah aturan
tentang perilaku ekologis masyarakat muslim berdasarkan teks syar’i
dengan tujuan mencapai kemaslahatan dan melestarikan lingkungan
(Abdurrahman: 2011).

7
D. Manfaat Masailul Fiqhiyah
Perkembangan pola fikir manusia membawa konsekuensi logis terhadap variasi
corak dan gaya serta daya setiap manusia dalam aplikasi penggunaanya. Konsekuensi
tersebut melahirkan pula perbedaan pandangan (madzhab) dalam i’tikad (keyakinan),
siyasah (politik) dan fiqh. Perbedaan dimaksud bukan perbedaan yang dapat membawa
kepada perpecahan dan pertikaian. Akan tetapi ia merupakan bukti adanya dinamisasi
pemikiran dalam Islam. Hal ini diperkuat oleh beberapa persyaratan antara lain:
1. Perbedaan pandangan yang terjadi tidak terkait dengan substansi agama, baik
mengenai Tauhid (Ke-esaan Allah), pengakuan akan kerasulan Muhammad dan
keberadaan al-Quran sebagai wahyu Allah atau mengenai riwayat (hadis)
mutawatir, rukun Islam dan atau pengetahuan yang telah difahami sebagai
komponen agama.
2. Pada dasarnya kata “ikhtilaf” perbedaan (pendapat) secara pasti berkonotasi
negatif sebagaimana ikhtilaf yang terjadi pada persoalan seputar Aqaid dan
Siyasah.
3. Perbedaan itu semata-mata perbedaan cara berfikir, perbedaan dalam
menempuh suatu tujuan dan perbedaan dalam mengaplikasikan metode, dan
perbedaan – perbedaan tersebut adalah konsekuensi logis yang musti terjadi di
kalangan manusia.
4. Dan dengan meluasnya pergaulan manusia antar bangsa serta pengembangan
daya fikir dan ilmu pengetahuan mereka, maka muncul pula persoalan-
persoalan baru akibat pergunulan adat kebudayaan tersebut, sehingga perbedaan
produk hukum oleh para ahli pada zamannya semakin bertambah. Dengan
demikian muncul pula berbagai metode ijtihad untuk menyelesaikan persoalan
yang ada.
Dari uraian diatas, ada sebuah pertanyaan yang sengaja disampaikan berkaitan
dengan munculnya pebedaan pendapat tersebut, dan tentu saja pertanyaan ini perbedaan
atau lebih tepatnya ikhtilaf terjadi setelah Rasulullah wafat. Keabsenan Rasulullah di
tengah para sahabat tidak membiarkan mereka kehilangan arah. Karena beliau telah
meninggalkan dua pedoman pokok yang dengan keduanya segenap kaum Muslimin
tidak akan tersesat, selama mereka masih berpedoman dan taat mengikuti petunjuknya.
Dua panduan pokok itu adalah al-Quran dan al- Sunnah. Keabsenan Rasulullah di
tengah kaum Muslimin laksana malam yang gelap, dan keberadaan yang kedua
pedoman tersebut laksana terangnya siang di hari yang cerah (Ahmad: 2003: 34).

8
Adapun manfaat dari mempelajari masail fiqhiyah antara lain:
1. Agar umat Islam dapat memahami pengertian, tujuan, ruang lingkup dan
berbagai persoalan kajian Masa’il Fiqhiyah al-Haditsah yang berkaitan dengan
persoalan fiqh kontemporer.
2. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi masalah-masalah fiqh yang
berkembang di tengah masyarakat.
3. Menghindari sifat taqlid fanatisme beragama.
4. Mampu bersikap arif dan toleran (tasamuh) atas perbedaan pandangan dalam
pemahaman fiqh secara rasional tanpa taqlid dengan suatu paham tertentu tanpa
mengetahui dalil-dalilnya.
5. Akan dapat menerapkan kaidah-kaidah pada dalil-dalil syara’ yang terperinci
dalam persoalan fiqh kontemporer, akan dipahami kandungan nash-nash syara’
dan diketahui hukum-hukum yang ditunjukinya, sehingga dengan demikian
dapat diperoleh hukum perbuatan atau perbuatan-perbuatan dari nash tersebut.
6. Dapat menerapkan kaidah-kaidah hukum yang ditentukan jalan keluar (sikap)
yang diambil dikala menghadapi masalah-masalah fiqih aktual, sehingga dapat
ditentukan pula hukum sesuai dengan jalan keluar yang diambil.

Dengan demikian, Masail Al-Fiqhiyah ini sangat penting untuk dipelajari sebab
dengan mengetahui perkembangan masyarakat saat ini dan masalah-masalah yang
dihadapi, maka kita mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat serta
mampu juga mampu bersikap toleran (Sudarto: 2018: 04).

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masail fiqhiyah merupakan masalah-masalah baru yang muncul setelah
turunnya Al-quran dan hadits dan setelah wafatnya Rasulullah Saw yang belum ada
ketentuan hukum secara pasti, sehingga dalam mencari jawabannya memerlukan
kesepakatan para ulama dalam menentukan hukum yang diambil dari Al-quran, Hadits,
Ijma’, qiyas. 2.
Tujuan masail fiqhiyah tujuan dari Masa'il fiqhiyah secara umum adalah untuk
menjawab dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan baru yang muncul dalam
masyarakat di kehidupan modern yang sering kali jadi pertanyaan-pertanyaan sehingga
membutuhkan jawaban-jawaban logis tentang kepastian hukum. Sedangkan tujuan
khususnya mempelajari Masail Fiqhiyah bagi kita calon-calon pendidik adalah agar
nantinya ketika mengajar kita sudah siap dan dapat menjawab dan menyelesaikan
permasalahan-permasalahan serta pertanyaan-pertanyaaan yang mungkin muncul dari
peserta didik.
Ruang lingkup pembahasan masail fiqhiyah meliputi
1. Hubungan manusia dengan Allah SWT.
2. Hubungan manusia dengan manusia.
3. Hubungan manusia dengan diri sendiri.
4. Hubungan manusia dengan alam sekitar.

Masail Al-Fiqhiyah ini sangat penting untuk dipelajari karena dengan


mengetahui perkembangan masyarakat saat ini dan masalah-masalah yang dihadapi,
maka kita mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat serta mampu juga
mampu bersikap toleran.

B. Saran
Kami sebagai Penyusun menyadari bahwa banyak sekali kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan makalah ini yang perlu diperbaiki, maka besar harapan
penulis kepada pembaca untuk bisa memberikan kritikan terhadap makalah ini, supaya
penulis mampu memperbaiki tulisan pada kesempatan yang lainnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Dr. Ahmad Sudirman. Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah. 2003. Jakarta: CV Banyu
Kencana.

Kasdi, Abdurrohman. 2011, Masail Fiqhiyyah Kajian Fiqih atas Masalah-masalah


Kontemporer. Kudus: Nora Media Enterprise.

Mahjuddin, Dr. H. Masail Al-Fiqh Kasus-Kasus Aktual Dalam Hukum Islam. 2014. Jakarta:
Kalam Mulia.

Nata, Abuddin, Masail Al-fiqiyah, Preneda Media, Jakarta, 2003.

Sudarto. Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah. Yogyakarta: Deepublish, 2018.

Wahab Syakhrani, Abdul. (2022). Pengertian Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah Sebab Terjadinya
Dan Tujuan Mempelajarinya. MUSHAF JOURNAL: Jurnal Ilmu Al Quran Dan
Hadis, 3(1), 1–8. diakses pada 08/03/2023.
https://doi.org/10.54443/mushaf.v3i1.82.

Yumni, Aufah. 2018. Masail Fiqhiyah Dalam Konteks Sosial Budaya. NIZHAMIYAH
JOURNAL: Jurnal Pendidikan Islam Dan Teknologi Pendidikan. 8(1), 2-3. diakses
pada 08/03/2023. http://dx.doi.org/10.30821/niz.v8i1.249.

11

Anda mungkin juga menyukai