Anda di halaman 1dari 13

Proses Pembentukan Hukum Islam Era Khulafaur Rasyidin

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Hukum Islam dengan
dosen pembimbing Dr. Qomarul Huda, M.Ag.

DI SUSUN OLEH:
Kelompok 3
1. Eti Kusniawati (126103203241)
2. Khairunnisa Filzatunnafsi (126103203250)
3. Sandika Rizki Bintang Pribadi (126103203270)
4. Silviana Dwi Lestari (126103203272)

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Makalah ini membahas mengenai “Proses Pembentukan Hukum Islam Era Khulafaur
Rasyidin”. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok pada
Semester Genap 2021/2022 “SEJARAH PEMIKIRAN HUKUM ISLAM”. Kami berharap
semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan
dan pengetahuan.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu saya ingin menghanturkan terimakasih sebesar-besar nya kepada:
1. Prof. Dr. Maftukin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan
dukungan kepada kami.
2. Dr. H. Ahmad Muhtadi Anshor, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Ilmu Hukum yang telah bekerja keras mengurus dan mengatur fakultas kami.
3. Bpk. Dr. Qomarul Huda, M.Ag. Selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah
Pemikiran Hukum Islam yang tulus dan ikhlas memberikan bimbingan dan
pembelajaran kepada kami.
4. Sifitas akademik IAIN Tulungagung yang telah membantu kami dalam menyusun
makalah ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan makalah ini, namun kami
pasti masih ada kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan
ada nya saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca.
Wassalamualaikum wr.wrb

Tulungagung, 16 April 2021


Penyusun

2
DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................4

1.3 Tujuan Pembelajaran.................................................................................................................5

BAB II..............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

2.1 Kondisi Awal Era Khulafaur Rasyidin......................................................................................6

2.2 Prosedur Pengambilan Keputusan dalam Hukum Islam............................................................6

2.3 Sumber Hukum Pada Masa Khulafaur Rasyidin.....................................................................8

2.4 Ijtihad Sahabat dalam Penggalian Hukum Islam.....................................................................9

2.5 Kondisi Hukum Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin.........................................................10

BAB III..........................................................................................................................................12

PENUTUP.....................................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum Islam merupakan perintah dari Allah SWT, yang ditaati oleh seluruh umat Islam dan
harus dilaksanakan oleh setiap muslim, agar Kehidupan manusia menjadi aman, tertib dan
selamat baik didunia maupun Diakhirat. Manifestasi dari tujuan ini adalah melaksanakan seluruh
perintah- perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya1.

Khulafaur Rasyidin, istilah yang biasanya digunakan untuk menyebutkan empat orang pimpinan
tertinggi umat Islam yang berturut-turut menggantikan kedudukan Nabi Muhammad Saw sebagai
kepala negara,yaitu Abu Bakar (w. 13 H), Umar bin Khattab (w. 23 H),Usman bin Affan (w. 35
H)dan Ali bin Abi Thalib (w. 40 H). Sebutan tersebut diberikan-kepada mereka, selain
berhubungan dengan sifat rasyad atau rusyud yang diangap selalu menyertai tindakan dan
kebijakan yang mereka lakukan juga dengan ungkapan yang tersebut di dalam hadis Nabi Saw.
Masa kekhalifahan nabi berakhir bersamaan dengan sempurnanya penetapan syariat Ilahi dalam
Alquran dan Assunnah. Keduanya adalah pokok besar yang ditinggalkan masa nabi untuk masa
sesudahnya dan masa-masa selanjutnya.

Pada masa nabi, ketika terjadi permasalahan yang sulit dipecahkan, maka dapat langsung
ditanyakan kepada Rasulullah, jadi tidak ada kesulitan sama sekali dalam penetapan hukum.
Pada masa sahabat, mereka menggali hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah
baru dan kejadian-kejadian baru ini dengan cara berijtihad menggunakan nalar (ro’yu) mereka
dengan mengikuti kaidah-kaidah syariat, prinsip-prinsip umumnya dan pengetahuan mereka
tentang tujuan-tujuannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi awal masa khulafaur rasyidin?

1
Ahmad Wardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2004, hlm. 10.

4
2. Bagaimana prosedur pengambilan keputusan dalam hukum islam?
3. Apa sumber hukum pada masa khulafaur rasyidin?
4. Bagaimana ijtihad sahabat dalam penggalian hukum islam?
5. Bagaimana kondisi hukum islam pada masa khulafaur rasyidin?

1.3 Tujuan Pembelajaran

1. Untuk mengetahui dan memahami kondisi awal masa khulafaur rasyidin


2. Untuk mengetahui prosedur pengambilan keputusan dalam hukum islam
3. Untuk mengetahui dan memahami sumber hukum pada masa khulafaur rasyidin
4. Untuk mengetahui dan memahami ijtihad sahabat dalam penggalian hukum islam
5. Untuk mengetahui kondisi hukum islam pada masa khulafaur rasyidin

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONDISI AWAL ERA KHULAFAUR RASYIDIN (11-41 H/632 -661 M).

Khulafaur Rasyidin adalah masa awal ke khalifahan Islam pasca kepemimpinan


Rasulullah SAW. Pasca Nabi Muhammad SAW. wafat, status sebagai Rasulullah tidak dapat
diganti oleh siapa pun, akan tetapi kedudukan Rasulullah SAW. sebagai pemimpin kaum
muslimin harus tergantikan, sebagaimana diketahui dalam sejarah bahwa pengganti tersebut
dinamakan “Khulafaur Rasyidin,” yang terdiri dari dua kata, “al-khulafa’” bentuk jama’ dari
“khalifah” yang berarti “pengganti,” dan “ar-Rasyidin” ialah berarti “benar, halus, arif, pintar,
dan bijaksana”.2

Jika digabungkan Khulafaur Rasyidin ialah berarti para (pemimpin) pengganti


Rasulullah SAW. yang arif dan bijaksana. Akan tetapi perlu diketahui bahwa jabatan sebagai
khalifah disini bukanlah jabatan warisan turun menurun sebagaimana yang dilakukan oleh para
raja Romawi dan Persia, namun dipilih secara demokratis. 3 Pada masa khulafaur rasyidin
terhitung selama 30 tahun, yang terdiri dari empat khalifah: pertama, Abu Bakar, kedua, Umar
bin Khattab, ketiga, Utsman bin ‘Affan, keempat, Ali bin Abi Thalib.

Kondisi awal Khulafaur Rasyidin ditandai dengan perluasan (dakwah) Islam sampai ke
Persia, Syria, Mesir. Contohnya Perluasan penyiaran dakwah Islam ke Persia sudah dimulai oleh
Khalid bin Walid pada masa Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar.

2.2 PROSEDUR PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM HUKUM ISLAM

Berbagai keputusan hukum di masa Khulafaur Rasyidin antara lain:

a. Memerangi orang yang tidak mau membayar zakat Ketika Abu Bakar menjadi khalifah
pertama sesudah meninggalnya Nabi Muhammad SAW. dalam pelaksanaan kekhalifahan
dimaksud, ia memerangi orang yang menolak membayar zakat. Umar bin Khattab
menegurnya dengan berkata: “Saya pernah disuruh Rasulullah memerangi orang sampai
2
Muhammad Adnan, Wajah Islam Periode Makkah-Madinah, Vol. 5 (Cendikia: Jurnal Study Keislaman, 2019),
Hlm. 95.
3
Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, (Jogjakarta: Fajar Media Pres, 2011), Hlm. 26.

6
mereka mengucapkan la ilaaha illallah, kalau mereka udah mengucapkannya, Allah menjaga
harta dan darahnya, kecuali dengan “hak” nya. Semua urusan di tangan Tuhan”. Abu Bakar
menjawab, “Sungguh saya akan memerangi siapa saja yang membedakan shalat dengan
zakat, sebab zakat termasuk “hak” nya atas hartanya”.

b. Pembagian harta rampasan perang

Ketika para sahabat hendak membagi harta rampasan perang, mereka berbeda pendapat,
apakah harta rampasan perang dibagi sama rata antara orang Muhajirin dengan orang
Anshar, atau tidak. Umar berpendapat “kam tidak menyamakan orang-orang yang
meninggalkan kampung halaman dan harta mereka untuk hijrah mengikuti Rasulullah,
dengan masuk Islam karena terpaksa”. Adapun Abu bakar berpendapat; “Mereka masuk
Islam bukan karena terpaksa, melainkan karena Allah dan pahalanya pun urusan Allah.
Dunia hanya sarana saja”. Abu Bakar membagi harta rampasan perang sama rata antara
kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Kemudian, ketika Umar menjadi khalifah ke-2, ia
membagi harta rampasan perang berdasarkan jerih payah masing-masing dalam berjuang.
c. Hukum diyat karena pengampunan ialah seorang wali
alam suatu Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW. bersabda
ketika Fatkhul Makkah: “orang yang membunuh orang lain dengan sengaja maka mengikuti
kemauan keluarga atau wali si terbunuh, yaitu qishash atau denda karena dimanfaatkan”.
Dalam hadits lain, ketika Haji Wada’ Nabi menyuruh pilih keluarga korban dimaksud,
qishash atau denda bagi pembunuh (pembunuhan disengaja), ini sesuai dengan firman Allah
dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 178.
d. Bagian zakat bagi orang muallaf
Di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, bagi orang muallaf tidak diberikan pembagian
zakat. Muallaf adalah orang yang diambil simpatinya agar masuk Islam. Bersarkan Al-
Qur'an surat At-Taubah ayat 60, orang muallaf mendapat bagian zakat di masa Nabi
Muhammad SAW., yang termasuk muallaf adalah Al-Aqra’ bin Habis, Uyainas bin Hashain,
Shafwan bin Umayyah, bahkan masih banyak yang lainnya berstatus muallaf, namun
demikian, Umar bin Khattab tidak memberi zakat bagi orang muallaf berdasarkan
pertimbangan bahwa zaman dahulu orang Islam mencari simpati dari orang-orang muallaf
karena orang Islam masih belum banyak. Namun saat ini

7
e. Ketika Ali r.a. kedatangan dua orang suam istri bersengketa Ketika ada dua orang suami istri
terjadi percekcokan datang kepada Sayyidina Ali r.a. yang diikuti oleh keluarganya,
kemudian Ali berkata kepada mereka; “Buatlah hakim dan masing-masing keluargamu,
kemudian Ali berkata kepada kedua wakil tersebut, bagaimana pendapat kalian tentang
suami istri yg bersengketa? Kalau kalian memandang baiknya itu dirujuk, maka rujuklah,
dan apabila baiknya berpisah, maka pisahlah.4

2.3 SUMBER HUKUM ISLAM

1. Al-Qur‟an. Ayat-ayat al-Qur’an mengandung hukum Islam mengenai kehidupan yang ada di
alam semesta ini, tentunya berisikan perintah dan larangan atas firman Allah SWT.

2. Sunnah Rasulallah Saw. Segala sesuatu termasuk hukum yang disandarkan kepada Rasulallah
Saw baik yang berupa ucapan, perbuatan, ataupun sifatnya.

3. Ijma‟ Sahabat. Yakni salah satu metode yang dipakai ulama mujtahidin dalam menentapkan
hukum, apabila mereka dihadapkan suatu persoalan hukum yang tidak ditemukan nash dalam al-
qur’an maupun dalam al-sunnah yang dapat dijadikan landasan hukum setelah Rasulullah
meninggal dunia. Ijma menurut Abu Zahrah adalah “kesepakat seluruh ulama mujtahi dari kaum
muslimin pda suatu masa setelah Rasulullah saw meninggala dunia”.5

4. Qiyas. Qiyas ini dilakukan jika mereka tidak menjumpai jawaban permasalahan dalam nash,
maka mereka melakukan musyawarah membahas persoalan tersebut, dan jika mereka mencapai
kesepakatan, barulah diputuskan hukum persoalan yang mereka hadapi itu.

Untuk menjawab persoalan hukum yang baru muncul itu, para sahabat terlebih dahulu
merujuk kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits. Namun, bila sahabat tidak menemukan ketetapan
hukum dari dua sumber hukum dimaksud maka di situlah para sahabat menggunakan akal
pikiran (ijma’) yang dijiwai oleh ajaran Islam. Sebagai contoh dapat diungkapkan siapa yang
menjadi khalifah sesudah Nabi Muhammad SAW. meninggal dunia. Permasalahan ini
diselesaikan berdasarkan qiyas atas posisi Abu Bakar sebagai pengganti Nabi menjadi imam
ketika beliau tidak dapat menjadi imam karena sakit. Namun terkadang keputusan hukum
diambil oleh khalifah sesudah terjadi adu argumen.
4
Tafsir Jami’ul Bayan lit-Thobari, juz 4, hlm. 101.
5
Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, Multazam al-thobi’u wan-Nasru Darul Fkr al-‘Araby, 1958

8
2.4 IJITIHAD SAHABAT DALAM PENGGALIAN HUKUM ISLAM

Pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, setiap masalah hukum yang dihadapinya,
beliau mencari ketetapan hukum dalam Alquran, bila tidak dijumpai dalam Alquran,
kemudian dalam Sunnah Rasulullah Saw., bila tidak ditemukan juga maka beliau
konpirmasikan dan berkonsultasi dengan sesama sahabat untuk menetapkan hukumnya.6
Demikian juga halnya dengan khalifah selanjutnya.

Walaupun demikian, banyak fatwa sahabat yang berbeda karena keadaan seperti
halnya ketika khalifah Abu Bakar dengan Umar Ibn Khattab. Ini dilakukan tidak lain adalah
upaya mereka dalam menarik kemaslahatan dan mencegah kemudaratan. Sejarah
membuktikan khalifah Umar Ibn Khattab memperkenalkan sebuah sistem administrasi
pemerintahan. Dan membentuk badan yaitu Majelis Syura dan Majelis Penasehat. Dan juga
membentuk sebuah dewan keuangan negara yang bernama “al-Diwan” baik di tingkat pusat
maupun provinsi.7
Dalam pembagian zakat untuk Muallaf sesuai dengan ketentuan dalam Alquran (At-
Taubah: 60), di antaranya yang berhak menerima adalah muallaf, baik pada masa Nabi Saw.,
maupun Abu Bakar ra. Memberikannya. Karena Muallaf adalah mereka yang baru saja masuk
Islam, diharapkan mereka mantap ke-Islamannya. Tetapi sewaktu Umar Ibn Khattab menjadi
khalifah, dia hentikan pemberian bagian zakat kepada para muallaf dengan alasan bahwa
pada masa lalu memberikan zakat kepada mereka agar mereka lebih tertarik kepada Islam.
Kini Islam telah kuat atau jaya dan tidak membutuhkan mereka lagi. 8 Kalau mereka mau
masuk Islam silahkan, dan sebaliknya jika mereka hendak tetap kafir silahkan. Demikian juga
dengan talak tiga sekaligus, sebelumnya jatuh talak satu. Lalu Umar ra. Merubah pernyataan
talak tiga yang diucapkan sekaligus itu dihitung jatuh talak tiga. Alasannya adalah banyak
suami yang mudah dan ringan saja menyatakan talak tiga sekaligus.9
Dalam dunia hukum, dikenal penafsiran nash berdasarkan maqasid al-tasyri’. Yakni
penafsiran yang tidak terlalu terikat pada tekstual, melainkan dengan pemahaman akan ruh
nash itu sendiri demi kemaslahatan manusia. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat
6
Abdul Wahhab Khallaf, Khulashah Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, Terj.Wajidi Sayadi, Cet.I, (Jakarta: Grafindo
Persada, 2001), h.55-56.
7
K.Ali, A Study of Islamic HIStory, Terj.Gh ufran A.Mas’adi, Cet.III, (Jakarta: Grafin do Persa da, 2000),
h.115-116.
8
Munawir Sadjali, Ijtihad Kemanusiaan, Cet.I, (Jakart a: Paramadina, 1997), h. 40.
9
Al-Saayis, Nasy’at, h.71-72.

9
106 yang artinya :
“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepada, Kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa perubahan hukum karena perubahan kondisi
dan situasi itu dibenarkan oleh Islam. Tidak saja pada masa Nabi Saw., tetapi juga pada masa
sepeninggalnya. Agar kita selalu menjelaskan secara lebih luas gagasan reaktualisasi atau
kontekstualisasi ajaran Islam, tidak hanya memahami secara tekstual ayat-ayat Alquran atau
Sunnah Rasul Saw. Tetapi pendekatan kita harus lebih kontekstual atau bahkan
situasional dengan mengutamakan esensi dari petunjuk Ilahi dan tuntunan Nabi Saw., serta
didasarkan dengan keyakinan bahwa hukum Islam itu bersifat fleksibel.
Semua yang dipahami oleh sahabat Nabi Saw. dalam menyelesaikan masalah dan
fatwa kepada umat baik yang terkait dengan pemerintahan maupun hukum syari’at bertujuan
untuk mendatangkan maslahat dan menjauhkan yang mudharat dengan tujuan syari’ah Islam.

2.5 KONDISI HUKUM ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN


Periode Khulafaur Rasyidin ini dimulai sejak wafatnya Rasulullah SAW pada tanggal
12 Rabiul Awal tahun 11 H/632 M dan diakhiri pada akhir abad pertama Hijriyah (11-41
H/632-661 M). Menurut para ahli sejarah islam, Periode ini adalah periode Penafsiran undang-
undang dan terbukanya pintu-pintu istinbath hukum dalam kejadian-kejadian yang tidak ada
nash hukumnya.
Dari pemuka-pemuka sahabat timbullah banyak pendapat dalam menafsirkan nash-
nash hukum dalam Al-Quran dan Al-Hadits yang dapat dipandang sebagai pandangan yuridis
bagi penafsiran-penafsiran nash serta sebagai penjelasannya.10 Setelah wafatnya Nabi, umat
islam menghadapi banyak masalah. Hal ini dikarenakan semakin meluasnya pemerintahan
islam hingga melampaui semenanjung Arabia itu juga tentunya membawa dampak yang begitu
besar bagi perkembangan pemikiran umat Islam pada masa itu. Berbagai macam permasalahan
yang timbul dikarenakan vakumnya pemerintahan dan karena perluasan wilayah Islam
semakin memaksa para sahabat untuk benar-benar berijtihad dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut.

10
Abdul Wahab Khallaf. Ikhtisar Sejarah Hukum Islam. 1985. Yogyakarta: CV. Bayu Grafika Offset. Hal. 21

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

11
Khulafaur Rasyidin ialah berarti para (pemimpin) pengganti Rasulullah SAW. Yang arif
dan bijaksana. Akan tetapi perlu diketahui bahwa jabatan sebagai khalifah disini bukanlah
jabatan warisan turun menurun namun dipilih secara demokratis. Pada masa khulafaur rasyidin
terhitung selama 30 tahun, yang terdiri dari empat khalifah: pertama, Abu Bakar, kedua, Umar
bin Khattab, ketiga, Utsman bin ‘Affan, keempat, Ali bin Abi Thalib.
Berbagai Keputusan hukum pada masa Khulafaur Rasyidin; Memerangi orang yang tidak mau
membayar zakat Ketika Abu Bakar menjadi khalifah pertama sesudah meninggalnya Nabi
Muhammad SAW, Pembagian Harta rampasan perang, Hukum diyat karena pengampunan oleh
seorang wali, bagian zakat bagi orang mualaf.
Sumber hukum Islam diantaranya adalah Al Qur’an, as Sunnah, ijma dan qiyas. Untuk menjawab
persoalan hukum yang baru muncul itu, para sahabat terlebih dahulu merujuk kepada Al-Qur’an
dan Al-Hadits. Namun, bila sahabat tidak menemukan ketetapan hukum dari dua sumber hukum
dimaksud maka di situlah para sahabat menggunakan akal pikiran (ijma’) yang dijiwai oleh
ajaran Islam. Periode ini adalah periode Penafsiran undang-undang dan terbukanya pintu-pintu
istinbath hukum dalam kejadian-kejadian yang tidak ada nash hukumnya. Dari pemuka-pemuka
sahabat timbullah banyak pendapat dalam menafsirkan nash-nash hukum dalam Al-Quran dan
Al-Hadits yang dapat dipandang sebagai pandangan yuridis bagi penafsiran-penafsiran nash serta
sebagai penjelasannya. Setelah wafatnya Nabi, umat islam menghadapi banyak masalah.
Berbagai macam permasalahan yang timbul dikarenakan vakumnya pemerintahan dan karena
perluasan wilayah Islam semakin memaksa para sahabat untuk benar-benar berijtihad dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

12
Abdul Wahhab Khallaf, Khulashah Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, Terj.Wajidi Sayadi, Cet.I,
(Jakarta: Grafindo Persada, 2001)
Abdul Wahab Khallaf. Ikhtisar Sejarah Hukum Islam. 1985. Yogyakarta: CV. Bayu Grafika
Offset.
Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, Multazam al-thobi’u wan-Nasru Darul Fkr al-‘Araby, 1958
Ahmad Wardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2004
K.Ali, A Study of Islamic HIStory, Terj.Gh ufran A.Mas’adi, Cet.III, (Jakarta: Grafin do Persa
da, 2000)
Muhammad Adnan, Wajah Islam Periode Makkah-Madinah, Vol. 5 (Cendikia: Jurnal Study
Keislaman, 2019)
Munawir Sadjali, Ijtihad Kemanusiaan, Cet.I, (Jakart a: Paramadina, 1997)
Al-Saayis, Nasy’at,
Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, (Jogjakarta: Fajar Media Pres, 2011)
Tafsir Jami’ul Bayan lit-Thobari, juz 4

13

Anda mungkin juga menyukai