Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEWENANGAN NEGARA DALAM MENJAMIN KEPASTIAN


HUKUM DI MASYARAKAT

Disusun Untuk Memenuhi Salahsatu Tugas Mata Kuliah Ilmu Negara

Dosen Pengampu:
AMALUL ARIFIN SLAMET, S.H., S.Sy., M.H.

Disusun Oleh :

M. YAYAN HARYANTO
221090250110

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUTOMO
SERANG 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmatNya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah
Ilmu Negara.

Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Jurnal sebagai
referensi.Tak lupa Saya ucapkan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa
yang tealah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua. Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan dengan
pengangkatan judul makalah yang ada, Keterbatasan waktu dan kesempatan
sehingga makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang tentunya masih
perlu perbaikan dan penyempurnaan maka penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan penulisan makalah berikutnya.

Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang
membacanya, sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini.
Amin.

Serang, 17 Juni 2023

M. Yayan Haryanto

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
2.1 landasan Teori............................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Kewenangan Negara.......................................... 3
2.1.2 Kepastian Hukum................................................................. 4
BAB III PENUTUP.................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan................................................................................... 10
3.2 Saran............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Usaha untuk mencapai tujuan negara sebagai organisasi kekuasaan,

pemerintah menempati kedudukan yang istimewa, diatur oleh hukum khusus

yaitu hukum administrasi sebagai instrumen pemerintah untuk secara aktif

turut campur dalam kehidupan bersama masyarakat dan sekaligus hukum

yang memberikan perlindungan kepada anggota kehidupan bersama itu.1

Negara adalah suatu organisasi masyarakat untuk mengatur kehidupan

bersama. Untuk mencapai tujuan bersama itu disusun suatu tatanan

pemerintahan sebagai sarana pelaksana tugas negara, beserta pembagian tugas

dan batas kekuasaan. Pemerintah atau administrasi negara adalah suatu

abstraksi yang oleh hukum dipersonifikasi dan diangkat sebagai realita

hukum. Sebagai suatu abstraksi, pemerintah tidak dapat melakukan tindakan-

tindakannya tanpa melalui organnya.2

Sedangkan apabila dipandang dari sisi tanggung jawab dan kewajiban

finansial yang timbul dari tindakan pemerintah, pendekatan kelembagaan

badan hukum publik yang menjadi induk dari badan atau pejabat

pemerintahan juga penting. Karena badan hukum ini yang menanggung

akibat finansial dari tindakan pemerintah melalui pejabatnya. Di sisi lain

besarnya beban tugas pemerintah dalam negara kesejahteraan membutuhkan

1
Hakim, L. (2011). Kewenangan organ negara dalam penyelenggaraan pemerintahan. Jurnal
Konstitusi, 4(1).

2
Ridwan, I. H. J., & Sudrajat, M. A. S. (2020). Hukum administrasi Negara dan kebijakan
pelayanan publik. Nuansa Cendekia.

1
2

pula kekuasaan dan hubungan yang bertanggung jawab melalui ketentuan

hukum yang lahir dari kehendak rakyat.3

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa negara meruapakan organisasi

tertinggi yang dipimpin oleh pemerintahan, namun dalam menjalankan

pemerintahannya harus berdasarkan kepentingan selur uh rakyat, sehingga

kewenangan negara hadir dan dirasakan oleh masyarakat dalam memastikan

kesejahteraan dan keadilan serta keamanan pada kehidupan sehari-hari untuk

masa sekarang dan yang akan datang.

3
Fahmi, S. (2011). Asas Tanggung Jawab Negara Sebagai Dasar Pelaksanaan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 18(2), 212-228.
BAB II
PEMBAHASAN

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Kewenangan Negara

Secara Konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering

disejajarkan dengan istilah Belanda “bevoegdheid” (yang berarti wewenang

atau berkuasa). Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam

Hukum Tata Pemerintahan (Hukum Administrasi), karena pemerintah baru

akan dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya.

Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahas Indonesia diartikan

sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.4

Setiap negara memiliki sistem administrasi yang dipedomani tidak

terkecuali di sistem permerintahan di Negara Republik Indonesia ada teori

yang dikenal dengan namanya atribusi, delegasi,dan mandat, teori dimaksud

yaitu sistem kewenangan yang diberikan negara dan diatur demi

menjalankan dan menciptakan pemerintahan yang baik (good government).5

Disamping itu, Wewenang organ/badan atau pejabat pemerintahterdapat

pembatasan wewenang yang dikaitkan dengan masa berlakunya wewenang

dan batasan wilayah wewenang, cakupan bidang atau materi wewenang,

organ/Badan atau pejabat pemerintah harus mencegah terjadi sengketa

kewenangan dalam menjalankan wewenang, dan apabila terjadi sengketa

kewenangandi lingkungan pemerintah, wewenang penyelesaian sengketa

kewenangan berada pada antar atasan pejabat pemerintah yang bersengketa

melalui koordinasi untuk menghasilkan mupakat, kecuali ditentukan lain


4
Negara, H. T. (2023). Hukum Administrasi Negara. PENGANTAR ILMU HUKUM, hal. 173.
5
Gandara, M. (2020). Kewenangan Atribusi, Delegasi dan Mandat. Khazanah Hukum, 2(3), 92-
99.

3
4

dalam ketentuan peraturan Undang - Undang, maka mupakat tersebut

mengikat para pihak yang bersengketa selama tidak merugikan uang negara,

asset negara dan atau lingkungan hidup, apabila tidak ada mupakat

selanjutnya diputus oleh Presiden, dan apabila terjadi sengketa wewenang

dilingkungan pemerintah, wewenang menyelesaikan sengketa wewenang

berada antara atasan pejabat pemerintah yang bersengketa dengan koordinasi

untuk mupakat tetapi tidak menghasilkan mupakat maka penyelesaian

sengketa kewenangan dilingkungan pemerintahan yang ada pada

Organ/Badan/lembaga Negara diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi

(MK).6

2.1.2 Kepastian Hukum

Untuk membidik denotasi kata kepastian hukum maka sudah barang

tentu harus terlebih dahulu mengetahui arti kata dari kepastian hukum itu

sendiri. Kepastian hukum terdiri dari dua suku kata yaitu; kepastian dan

hukum. Kepastian adalah suatu perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau

ketetapan (Cst Kansil, Christine St. Kansil, Etc., 2009: 385), sedangkan

hukum menurut Sudikno Mertokusumo dalam H. Salim Hs. (2010: 24)

adalah: “kumpulan peraturan peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu

kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku

dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaanya

dengan suatu sanksi”.

Melihat dua pengertian di atas maka kepastian hukum dapat diartikan

sebagai sebuah keadaan yang pasti dan sesuai dengan ketetepan serta

ketentuan dari tujuan dibentuknya suatu hukum. Kepastian hukum erat

6
Gandara, M. (2020). Kewenangan Atribusi, Delegasi dan Mandat. Khazanah Hukum, 2(3), 92-
99.
5

kaitannya dengan rasa aman dan nyaman, sebab hakikat dari kepastian

hukum adalah menimbulkan kepastian terhadap segala sesuatu yang

menyangkut keraguan, ketidakpastian dan rasa ketakutan yang bersifat

manusiawi. Lebih jauh lagi, kajian tentang kepastian hukum erat kaitanya

dengan kajian suatu keabsahan. Kaadaan yang pasti dinilai sebuah keadaan

yang sah menurut peraturan peundang-undangan baik secara formil maupun

materil.7

Konsepsi kepastian hukum menurut Gustav Radbruch, dapat dilihat dari

dua aspek yaitu:

a. Kepastian hukum oleh karena hukum; dimana pandangan ini memberi

batasan bahwa hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian hukum

dalam masyarakat adalah hukum yang berguna, oleh karenanya hokum

bertugas sebagai jaminan keadilan hukum serta hukum harus tetap

berguna.

b. b. Kepastian hukum dalam atau dari hukum; yaitu kepastian hukum oleh

karena hukum, dimana hal ini tercapai, apabila hukum tersebut sebanyak-

banyaknya undang-undang. Dalam undang-undang tersebut tidak

terdapat ketentuan-ketentuan yang bertentangan (undang-undang

berdasarkan suatu sistem yang logis dan praktis). Undang-undang dibuat

berdasarkan rechtswerkelijkheid (keadaan hukum yang sungguh-

sungguh) dan dalam undang-undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah

yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan.

Usaha untuk mencapai tujuan negara sebagai organisasi kekuasaan,

pemerintah menempati kedudukan yang istimewa. Sebagaimana sudah

7
Ramadhani, R. (2017). Jaminan Kepastian Hukum Yang Terkandung Dalam Sertipikat Hak Atas
Tanah. De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, 2(1), 139-157
6

disinggung sebelumnya bahwa pemerintah diatur oleh hukum khusus yaitu

hukum administrasi sebagai instrumen pemerintah untuk secara aktif turut

campur dalam kehidupan bersama masyarakat dan sekaligus hukum yang

memberikan perlindungan kepada anggota kehidupan bersama itu.8

Pada kenyataanya apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan

hukum, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini

dikarenakan di satu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip-

prinsip keadilan hukum, sebaliknya tidak jarang pula keadilan hukum

mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Apabila dalam praktiknya

terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan hukum, maka

keadilan hukum yang harus diutamakan. Alasannya adalah, bahwa keadilan

hukum pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan, sedangkan

kepastian hukum lahir dari suatu yang konkrit. Berkaitan dengan teori

kepastian hukum sebagaimana dikemukan di atas, Muchtar Wahid (2008:

115), merangkai kerangka pemikiran mengenai kepastian hukum hak atas

tanah ditentukan oleh berfungsinya 3 (tiga) hal, yaitu:

a. Substansi Hukum, terdiri dari tujuan, sistem dan tata laksana

pendaftaran tanah;

b. Struktur Hukum, terdiri dari aparat pertanahan dan lembaga penguji

kepastian hukum, bahkan juga lembaga pemerintah terkait;

c. Kultur hukum, terdiri dari kesadaran hukum masyarakat dan realitas

sosial. Untuk memaparkan posisi masing-masing faktor yang

menentukan kepastian hukum hak atas tanah.9

8
Wijayanta, T. (2014). Asas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan dalam kaitannya
dengan putusan kepailitan pengadilan niaga. Jurnal Dinamika Hukum, 14(2), 216-226
9
Ramadhani, R. (2017). Jaminan Kepastian Hukum Yang Terkandung Dalam Sertipikat Hak Atas
Tanah. De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, 2(1), 139-157
7

Dalam kajian secara sosiologis kepastian hukum hak atas tanah ada dua

bagian yang perlu ditelaah, yakni; bagian pertama meyangkut proses

penerbitan sertipikat hak atas tanah oleh institusi BPN RI dan bagian kedua

adalah menyangkut lembaga peradilan yang berfungsi sebagai lembaga

penyaring yang oleh para pakar disebut dengan kutub pengaman (Muchtar

Wahid, 2008: 115). Lebih jauh lagi, proses penerbitan sertipikat hak atas

tanah menurut Muchtar Wahid merupakan hasil dari berfungsinya substansi

hukum, sturktur hukum dan kultur hukum. Substansi hukum dalam hal ini

meliputi peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan

kebijakan, sistem dan tujuan pendaftaran tanah dan tata laksananya.

Sedangkan struktur hukum mencakup keadaan institusi dan aparat pelaksana

kegiatan pendaftaran tanah (BPN RI). Sertipikat hak atas tanah yang

diterbitkan pada kenyataannya masih mengandung kelemahan menyangkut

kepastian hukum atas hak nya karena masih dapat dipermasalahkan oleh

subyek hukum lain baik secara personal maupun berkelompok (masyarakat)

di lembaga peradilan. Oleh karenanya untuk sertipikat hak atas tanah yang

demikian, baru dapat dikatakan memiliki kekuatan hukum pasti setelah

memperoleh putusan hakim. Adapun kultur hukum dalam masyarakat yang

meliputi kesadaran hukum masyarakat dan realitas sosial berpengaruh dalam

proses penerbitan sertipikat hak atas tanah dan proses pengujian kepastian

hukum di lembaga peradilan. Dalam proses penerbitan sertipikat hak atas

tanah, kultur hukum masyarakat berperan dalam memberikan keterangan

tentang kebenaran data fisik dan data yuridis atas tanah. Kultur hukum

masyarakat juga berperan dalam proses peradilan yang merupakan lembaga

penguji atas kebenaran keterangan masyarakat tersebut yang diberikan pada


8

awal proses penerbitan sertipikat hak atas tanah. Ketiga faktor sebagaimana

dikemukakan oleh Muchtar wahid di atas, yakni: subtansi hukum, struktur

hukum dan kultur hukum, secara teoritis akan memainkan peranannya

masing-masing dalam proses Penetapan Hak, Penerbitan Buku Tanah dan

Sertipikat Hak Atas Tanah, yang merupakan produk hukum pendaftaran

tanah. Kadar kepastian hukum sertipikat sebagai tanda bukti hak yang kuat,

tidak hanya ditentukan oleh terpenuhinya aturan hukum secara formil, tetapi

lebih penting adalah sejauhmana penerapan aturan-aturan secara benar

sehingga substansi hukum terpenuhi (Muchtar Wahid, 2008: 117). Oleh

karena itu alur proses permohonan dan perekaman data fisik dan yuridis,

serta subyek hak harus dilaksanakan secara seksama sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dan petunjuk pelaksanaan pendaftaran tanah yang

berlaku. Merujuk pada PP No. 24 Tahun 1997, Muchtar Wahid (2008: 126-

127) menekankan dua hal pokok tentang tujuan atau hakikat pendaftaran

tanah yang subtansinya menjamin kepastian hukum, yakni:

a. Kelompok teknis; menekankan pada segi-segi teknis operasional,

mengenai faktor kepastian obyek yang meliputi luas, letak dan batas-

batas tanah.

b. Kelompok yuridis; terletak pada segi-segi yang bersifat legalitas

tanah, mengenai faktor kepastian status hukum bidang tanah yang

terdaftar, asal-usul pemilikan dan cara perolehan tanah, serta faktor

kepastian subyek hak yang meliputi identitas, domisili

kewarganegaraan, dan pihak lain serta beban-beban yang

membebaninya.
9

Ada dua informasi yang dituangkan dalam sertipikat: pertama, data

fisik yang menurut Pasal 1 angka 6 PP No. 24 Tahun 1997 adalah

keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan

rumah susun yang didaftar serta keterangan mengenai bangunan atau

bagian bangunan di atasnya, dan kedua, data yuridis, yang menurut Pasal

1 angka 7 PP No. 24 Tahun 1997 adalah keterangan mengenai status

hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, tentang

pemegang haknya dan pihak-pihak lain, serta beban-beban lain yang

membebaninya.

Kedua informasi data di atas yang dituangkan dalam sertipikat adalah

merupakan cuplikan atau salinan dari buku tanah. Buku tanah menurut

Pasal 1 angka 19 PP No. 24 Tahun 1997 adalah dokumen dalam bentuk

daftar yang memuat data fisik dan data yuridis suatu objek pendaftaran

tanah yang sudah ada haknya, sehingga dengan diterbitkannya sertipikat

hak atas tanah dalam kegiatan pendaftaran tanah bertujuan agar

pemegang hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya

sebagai pemegang hak (Urip Santoso, 2013: 261).


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwan negara berwenang mengatur dan hadir untuk memastikan keadilan dan
kesejahteraan dapat dirasakan oleh masyarakat.
Salah satu bukti negara hadir menjamin kepastian hukum di masyarakat
adalah adanya proses penertiban atas kepemilikan hak atas tanah melalui Badan
Pertanahan Nasional (BPN).
Pada kenyataanya apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan
hukum, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini
dikarenakan di satu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip-
prinsip keadilan hukum, sebaliknya tidak jarang pula keadilan hukum
mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Apabila dalam praktiknya terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan hukum, maka keadilan hukum
yang harus diutamakan. Alasannya adalah, bahwa keadilan hukum pada
umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan, sedangkan kepastian hukum
lahir dari suatu yang konkrit.
3.2 Saran
Berdasarkan beberapa penjelasan pada pembahasan sebelumnya, ada
beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan instansi pemerintahan
yang berwenang, supaya masyarakat merasa dipedulikan atas hak-hak dan tidak
dipersulit ketika melakukan proses pengadministrasian atas hak-hak yang
dimilikinya yaitu: (a) Pemerintah diharapkan hadir ke masyarakat mengevaluasi
dan mengawasi seperti berjalannya proses pembuatan sertipikat tanah atau
rumah; (b) Mengevaluasi beban-beban biaya yang harus dikeluarkan oleh
masyarakat kecil dalam pengurusan tanah; dan (c) Cepat tanggap merespon
keluhan masyarakat megenai kesulitan-kesulitan yang di alami.

10
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, S. (2011). Asas Tanggung Jawab Negara Sebagai Dasar Pelaksanaan


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jurnal Hukum Ius Quia
Iustum, 18(2), 212-228.
Gandara, M. (2020). Kewenangan Atribusi, Delegasi dan Mandat. Khazanah Hukum,
2(3), 92-99.
Hakim, L. (2011). Kewenangan organ negara dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Jurnal Konstitusi, 4(1).
Negara, H. T. (2023). Hukum Administrasi Negara. PENGANTAR ILMU HUKUM, hal.
173.
Ramadhani, R. (2017). Jaminan Kepastian Hukum Yang Terkandung Dalam Sertipikat
Hak Atas Tanah. De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, 2(1), 139-157.
Ridwan, I. H. J., & Sudrajat, M. A. S. (2020). Hukum administrasi Negara dan kebijakan
pelayanan publik. Nuansa Cendekia.
Wijayanta, T. (2014). Asas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan dalam
kaitannya dengan putusan kepailitan pengadilan niaga. Jurnal Dinamika
Hukum, 14(2), 216-226.

Anda mungkin juga menyukai