Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG -


UNDANGAN”
Diajukan untuk memenuhi tugas hukum pemerintahan daerah oleh
dosen Ibu Nuvazria Achir, SH.,MH

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1

Ulan Deswita Matana -1011415146 Laras Cipta Ilahi - 1011417100


Lisnawati - 1011420001 Nisrina M. Adam - 1011420009
Syifah Aziza Ismail - 1011420011 Nurfadhila A. Mohamad - 1011420012
Sri hardiyana Diu – 1011420023 Siti Nurhaliza B - 1011420027
Ricca Aditya - 1011420033 Ditasya Amalia R. Sifat - 1011420062
Dhea Imelya Sayiu – 1011420081 Siti Adira Yahya Putri - 1011420095
Siti Sahnas Dunggio – 1011420108 Fadila Febiola - 1011420133
Nurul Fahirah - 1011420171 Jessyca Aprilia P. Rasubula -
1011420172
Nazla ABD Al Idrus - 1011420181 Rahmatiya Latif - 1011420193
Fidya Maulidiani Pagari - 1011420209 Rindy Baruardi – 1011420178
Wiranti Banser Ngau – 1011420298

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha kuasa yang telah memberikan rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG -
UNDANGAN”.

Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusun makalah ini. Segala kelemahan dalam
makalah ini merupakan akibat dari kurangnya pengalaman dan pengetahuan kami dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami terbuka terhadap kritik dan saran demi
penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami berharap Tuhan yang maha kuasa membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga makalah ini membawa
manfaat untuk pengembangan ilmu kedepannya.

Gorontalo, Maret 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ ii


BAB I Pendahuluan ............................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………………………………………………………..…….5

BAB II Pembahasan ............................................................................................................................... 3


2.1 Pengertian Wewenang……………………………………………………………………………………………………..………6

2.2 Sumber Wewenang………………………………………………….………………………………………………………………8

2.3 Konsep Wewenang ..................................................................................................................... 6


2.4 KEWENANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ................................... 9
BAB III ................................................................................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 15
3.2 Saran ..................................................................................................................................... 16
Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wewenang atau kewenangan adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah
orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapainya tujuan
tertentu.
Kewenangan biasanya dihubungkan dengan kekuasaan.

Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari Undang-Undang,


kewenangan merupakan hasil delegasi atau pelimpahan wewenang dari posisi atasan
kebawahan didalam organisasi.

Pengertian wewenang menurut HD Stout adalah sebagai keseluruhan aturan-aturan


yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subyek
hukum publik. Dan ada beberapa lagi terkait wewenang menurut para ahli yang akan di
bahas dalam pembahasan.

Sumber kewenangan dapat diperoleh melalui beberapa cara atau metode, dalam hal
ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam sumber kewenangan yang terdiri dari :
Sumber Atribusi, Sumber Delegasi dan Sumber Mandat. Berdasarkan tiga sumber
kewenangan tersebut, atribusi merupakan sumber yang lazim digariskan melalui
pembagian kekuasaan oleh Undang-Undang Dasar,berbeda dari delegasi dan mandat
merupakan kewenangan yang berasal dari pelimpahan wewenang.

Konsep Wewenang. Dalam konsep wewenang terdapat beberapa yang telah di bahas
seperti konsep wewenang hukum publik, dan konsep wewenang Pemerintah.

Dalam konsep wewenang Hukum publik ada beberapa pendapat dan definisi menurut
para ahli. Kemudian untuk konsep wewenang Pemerintah ada wewenang yang bersifat
Terikat, fakultatif dan bebas.

Kewenagan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Setiap kewenangan


lembaga negara/pejabat negara harus didasarkan pada sumber kewenangan. Sumber
kewenangan bersumber dari peraturan perundang-undangan. Melalui norma hukum yang

1
ada dalam peraturan perundang-undangan kewenangan itu kemudian dilaksanakan.
Terhadap kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan disumberkan pada
sumber hukum mulai dari UUD 1945 sampai dengan peraturan di bawahnya.

Ada beberapa pembahasan mengenai kewenangan pembentukan peraturan


perundang-undangan yakni kewenangan pembentukan UUD 1945, Kewenangan
pembentukan Undang - undang, Kewenangan Pembentukan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Kewenangan Pembentukan Peraturan Pemerintah,
Kewenangan Pembentukan Peraturan Presiden, dan Kewenangan Pembentukan
Peraturan Daerah.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari wewenang ?
1.2.2 Apa saja sumber wewenang ?
1.2.3 Bagaimana Konsep wewenang ?
1.2.4 Bagaimana Kewenangan Pembentukan Perundang-Undangan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari wewenang

1.3.2 Untuk mengetahui sumber dari wewenang

1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana serta terbagi atas apa saja konsep dari wewenang

1.3.4 Untuk mengetahui Bagaimana Kewenangan Pembentukan Perundang-Undangan

2
BAB II

PEMBAHSAN

2.1 Pengertian Wewenang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata wewenang adalah
kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada
orang lain. Arti lainnya dari wewenang adalah fungsi yang boleh tidak dilaksanakan.1

Pengertian wewenang dan kewenangan diatur dalam Pasal 1 angka 5 dan 6 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.2 Dinyatakan bahwa
wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau
penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Wewenang yang diperoleh dan peraturan perundang-
undangan merupakan legalitas formal, maka dikatakan bahwa substansi dan asas
legalitas tersebut adalah wewenang, yakni wewenang yang diperoleh dari peraturan
perundang-undangan.

Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum public, lingkup wewenang


pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur),
tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang
serta distrubi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.3

Dengan adanya wewenang segala peraturan dan norma-norma akan dipatuhi oleh
semua masyarakat. Dengan demikian wewenang akan muncul sehubungan dengan
kewenangan yang dimiliki oleh pemimpin, wewenang tersebut dapat berupa lisan

1
https://kbbi.lektur.id/wewenang di akses 2 Maret 2022
2
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 292 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601.
3
Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, Hal. 78

3
maupun tulisan yang didasari oleh Undang-Undang yang berlaku dan disetujui oleh
semua pihak.4

Pengertian Wewenang menurut para ahli :5

• Menurut Louis A. Allen dalam bukunya, Management and Organization : wewenang


adalah jumlah kekuasaan (powers) dan hak (rights)yang di delegasikan pada suatu
jabatan.
• Menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam bukunya, The Principles of
Management authority, wewenang adalah suatu hak untuk memerintah atau bertindak.
• Menurut G R Terry, wewenang adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk
menyuruh pihak lain supaya bertindak dan taat kepada yang memiliki wewenang itu.
• Menurut Malayu S P Hasibuan, authority adalah wewenang sah yang di miliki
seseorang untuk memerintah orang lain.
• Menurut Sutarto, wewenang adalah hak seseorang untuk mengambil tindakan yang
diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan baik.
• Menurut S.F. Marbun,12 wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan
suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang
diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan
hukum.
• Menurut Hasibuan, wewenang adalah kekuasaan yang sah dan legal yang dimiliki
seseorang untuk memerintah orang lain, berbuat atau tidak berbuat atau tidak berbuat
sesuatu, kekuasaan merupakan dasar hukum yag sah dan legal untuk dapat
mengerjakan sesuatu pekerjaan.
• Menurut HD Stout “sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan
perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subyek hukum public.”6
• Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengankekuasaan
(macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat.
Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten enplichten).7

4
Evi Fitriyani Aulia “Kekuasaan dan Kewenangan”,(Online),(http://www.
kompasiana.com/epoooy19/kekuasaan-dan-kewenangan,diakses 1 maret 2022).
5
Louis, Harold, dkk, (online),(https://www.coursehero.com/file/p1vpups/Pengertian-Wewenang-Menurut-
Beberapa-ahli-a-Menurut-Louis-A-Allen-dalam-bukunya, diakses 1 Maret 2022)
6
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), halaman 71.
7
Nurmayani, Hukum Administrasi Daerah, (Bandar Lampung : Universitas Lampung, 2009), hlaman 26.

4
Makna wewenang:
• “Wewenang (bevoegdheid) di deskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacth).
Jadi dalam konsep hukum publik,wewenang berkaitan dengan kekuasaan”8
• “Wewenang,dibedakan dengan soal hak karena terlekati kekuasaan dalam struktur
penyelenggaraan pemerintahan yang memiliki hubungan hukum pertanggung jawaban
atas proses dan pencapian tujuannya”.9

2.2 Sumber Wewenang

Berdasarkan sumber kewenangan, wewenang dapat diperoleh melalui beberapa cara


atau metode, dalam hal ini dapat dibedakan menjadi 3 ( tiga ) macam sumber
kewenangan yang terdiri dari :10

1. Sumber atribusi
Yaitu wewenang asli karena diperoleh atau bersumber langsung dari peraturan
perundang-undangan kepada badan atau organ negara. Pemberian kewenangan pada
badan atau lembaga dan pejabat Negara tertentu baik oleh pembentuk Undang-
Undang Dasar maupun pembentuk Undang - Undang. Sebagai contoh : Atribusi
kekuasaan Presiden dan DPR untuk membentuk Undang-Undang.
2. Sumber Delegasi
Yaitu pelimpahan suatu wewenang oleh badan pemerintahan yang memperoleh
wewenang atributif kepada badan pemerintahan lainnya. Sebagai contoh :
Pelaksanaan persetujuan DPRD tentang persetujuan calon Wakil Kepala Daerah.
3. Sumber Mandat
Yaitu wewenang yang diperoleh dengan cara pelimpahan wewenang dari organ
negara kepada organ negara lainnya. pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab
masih dipegang oleh sipemberi mandat, Penerima mandat hanya menjalankan
wewenang pemberi mandat, sehingga tidak dapat bertindak untuk dan atas nama
sendiri.
Sebagai contoh : Tanggung jawab memberi keputusan-keputusan oleh menteri
dimandatkan kepada bawahannya.

8
Hadjon, Philippus, “Tentang Wewenang”, YURIDIKA, No. 5&6TahunXII, September-Desember 1997) hlm.
1
9
Wiratraman, Herlambang P. 2016. “ Sumber wewenang kekuasaan dan pertanggungjawabannya”. Perkuliahan
Hukum perundang-undangan surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga
10
Sony Pungus “Teori Kewenangan”,(Online), (http://sonny tobelo.blogspot.com/2011/ 01/teori-
kewenangan.html, diakses 1 maret 2022)

5
Berdasarkan tiga sumber kewenangan tersebut, atribusi merupakan sumber yang
lazim digariskan melalui pembagian kekuasaan oleh Undang-Undang Dasar, berbeda
dari delegasi dan mandat merupakan kewenangan yang berasal dari pelimpahan
wewenang. Prosedur pelimpahan wewenang delegasi berasal dari satu orang pemerintah
kepada organ pemerintahan lainnya sesuai peraturan perundang - undangan dengan
tanggung jawab beralih kepenerima delegasi, sedangkan prosedur pelimpahan wewenang
mandat dalam rangka hubungan atasan bawahan yang bersifat rutin dengan tanggung
jawab tetap pada pemberi mandat.

Bagir Manan menyatakan dalam Hukum Tata Negara, “kekuasaan menggambarkan


hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Wewenang mengandung arti hak dan kewajiban.
Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.
Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu
dalam hukum administrasi negara wewenang pemerintahan yang bersumber dari
peraturan peundang-undangan diperoleh melalui cara-cara yaitu atribusi, delegasi dan
mandat.

2.3 Konsep Wewenang


✓ Konsep Wewenang Hukum Publik.
Menurut Henc van Maarseveen sebagaimana dikutip Philipus M. Hadjon, di
dalam hukum publik wewenang sekurang-kurangnya terdiri dari tiga komponen,
yaitu:11
a) Komponen pengaruh, ialah bah`wa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk
mengendalikan perilaku subyek hukum;
b) Komponen dasar hukum, bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar
hukumnya; dan
c) Komponen konformitas hukum, mengandung makna adanya standard wewenang,
baik standard umum (semua jenis wewenang) maupun standard khusus (untuk
jenis wewenang tertentu).

11
Ridwan HR, Op.Cit, hal 73

6
✓ Konsep wewenang pemerintah.
Konsep wewenang pemerintahan dimaksud tidak hanya wewenang membuat
keputusan (besluit) tetapi semua wewenang dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan. Di dalam kepustakaan hukum publik terutama dalam hukum
administrasi negara, wewenang pemerintahan berdasarkan sifatnya dapat dilakukan
pembagian, sebagai berikut:
a) Wewenang yang bersifat terikat: yakni wewenang yang harus sesuai dengan
aturan dasar yang menentukan waktu dan keadaan wewenang tersebut dapat
dilaksanakan, termasuk rumusan dasar isi dan keputusan yang harus diambil. Di
sini ada aturan dasar yang mengatur secara rinci syarat-syarat digunakannya
wewenang. Syarat tersebut mengikat bagi organ pemerintahan ketika akan
menjalankan wewenangnya dan mewajibkan sesuai dengan aturan dasar
dimaksud ketika wewenang dijalankan. Contoh: Wewenang penyidik untuk
menghentikan penyidikan. Penghentian penyidikan merupakan wewenang
penyidik yang bersifat terikat, karena penyidik dapat melakukan penghentian
penyidikan dengan syarat:
1) Perkara bukan merupakan perbuatan pidana;
2) Tidak cukup bukti unsur pidananya; dan
3) Tersangka meninggal dunia.

Apabila ketiga syarat tersebut salah satu tidak terpenuhi, maka penyidik tidak
berwenang menghentikan penyidikannya. Dilihat dari segi teknis yuridis
wewenang terikat ini dapat diklasifikasi sebagai wewenang umum berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang mengatur bagaimana cara badan pejabat
administrasi bertindak menjalankan wewenangnya. Sifat mengikat dari wewenang
dimaksud, ialah adanya aturan (norma atau kaidah) yang harus ditaati ketika
wewenang tersebut akan dijalankan.

b) Wewenang bersifat fakultatif. yakni wewenang yang dimiliki oleh badan atau
pejabat
administrasi, namun demikian tidak ada kewajiban atau keharusan untuk
menggunakan wewenang tersebut dan sedikit banyak masih ada pilihan lain
walaupun pilihan tersebut hanya dapat dilakukan dalam hal dan keadaan tertentu
berdasarkan aturan dasarnya. Contoh: Polisi tidak menjatuhkan tilang bagi

7
pelanggar marka jalan. Tidak melakukan tilang ini adalah merupakan pilihan lain
didasari alasan-alasan yang masih dalam lingkup wewenangnya.
c) Wewenang bersifat bebas: yakni wewenang badan atau pejabat pemerintahan
(administrasi) dapat menggunakan wewenangnya secara bebas untuk menentukan
sendiri mengenai isi dan keputusan yang akan dikeluarkan, karena peraturan
dasamya memberi kebebasan kepada penerima wewenang tersebut. Contoh: Polisi
menentukan ditembak dan tidaknya tersangka ketika ditangkap. Tindakan
ditembak atau tidaknya tersebut didasari penilaian bebas dari anggota Polisi yang
bertugas melakukan penangkapan. Keputusan untuk bertindak berdasarkan
penilaiannya sendiri dengan bebas tersebut yang dimaksud wewenang yang
bersifat bebas. Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge sebagaimana dikutip
oleh Philipus M. Hadjon, bahwa kewenangan bebas ini dibagi dalam dua kategori,
yakni:
1) kebebasan kebijaksanaan (beleidsvrijheid): wewenang diskresi dalam sempit,
yakni bila peraturan perundang-undangan memberikan wewenang tertentu
kepada organ pemerintahan sedangkan organ tersebut bebas untuk (tidak)
menggunakan
meskipun syarat-syarat bagi penggunaannya secara sah dipenuhi.
2) kebebasan penilaian (beoordelingsvrijheid): wewenang diskresi dalam arti
yang
tidak sesungguhnya ada, yakni wewenang menurut hukum diserahkan kepada
organ pemerintahan untuk menilai secara mandiri dan eksklusif apakah syarat-
syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sah telah dipenuhi. Beranjak
dan
pemahaman tersebut Philipus M. Hadjon menyimpulkan adanya dua jenis
kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi, yakni:
➢ Kewenangan untuk memutus secara mandiri;
➢ Kewenangan interpretasi terhadap norma yang kabur (vage norm).

Walaupun melekat adanya wewenang bebas, namun demikian


pemerintahan tidak dapat menggunakan wewenang bebas tersebut sebebas-
bebasnya, karena di dalam negara hukum tidak ada wewenang dalam arti yang
sebebas-bebasnya atau kebebasan tanpa batas. Wewenang selalu dijalankan
dengan batasan-batasan hukum, mengingat wewenang hanya diberikan oleh

8
peraturan perundang-undangan dan wewenang pemerintahan berasal dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu legitimasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan adalah wewenang yang diberikan oleh undang-
undang (norma wewenang), dan substansi dan asas (legalitiet beginselen) dalam
penyelenggaraan pemerintahan adalah wewenang.12

2.4 KEWENANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


A. Kewenangan Pembentukan Undang-Undang
Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia terjadi
perubahan yang sangat mendasar di bidang ketatanegaraan. Salah satu perubahan
tersebut adalah munculnya pemisahan kekuasaan (separation of power). Terdapat
pemisahan antar ketiga cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Terkait
dengan kewenangan pembentukan undang-undang dalam UUD 1945 Pasca
Amandemen diatur dalam Pasal 20. Selengkapnya berikut ini adalah bunyi
redaksional pasal tersebut.

Pasal 20

1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.


2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,
rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.13
4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
untuk menjadi undang-undang.
5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-
undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi
undang-undang dan wajib diundangkan.”

12
Prajudi Atmosudirdjo,Op.Cit , hlm. 78
13
Dr. Ahmad Redi, HUKUM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, ( Jakarta: Sinar
Grafika, 2017), hlm. 130

9
Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 telah menetapkan otoritas untuk membentuk undang-
undang ada di tangan kekuasaan legislatif. Dalam hal ini konstitusionalitas
kewenangan pembentukan undang-undang berada di tangan Dewan Perwakilan
Rakyat. Selain didasarkan pada Pasal 20, apabila ditelusuri lebih lanjut terdapat pasal
dalam UUD 1945 yang menjadi dasar yuridis untuk menyatakan kewenangan
pembentukan undang-undang menjadi kewenangan DPR. Pertama, Pasal 20A ayat (1)
UUD 1945 yang menegaskan Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi merupakan salah satu fungsi
yang dimiliki oleh DPR. Dengan adanya fungsi tersebut diketahui keberadaan DPR
berfungsi membuat undang-undang. Selanjutnya yang kedua, Pasal 21 UUD 1945
menyatakan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan
undang-undang. Seluruh anggota DPR dengan demikian memiliki hak konstitusional
berupa mengajukan suatu usul rancangan undang-undang.

Pasal 22A UUD 1945 mengamanatkan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang tata
cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. Atas amanat
tersebut maka kemudian badan legislatif membentuk Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini
sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan mengingat undang-undang tersebut. Dapat
diidentifikasi pasal di dalam UU No. 12 Tahun 2011 yang menunjukkan bahwa
kewenangan membentuk undang-undang dimiliki oleh DPR. Salah satunya Pasal 22
UU No. 12 Tahun 2011. Diketahui setiap undang-undang lahir melalui tahapan
penyusunan prolegnas. Dalam kaitannya dengan itu, hasil penyusunan prolegnas harus
disepakati dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR. Bahkan prolegnas tersebut
ditetapkan dengan keputusan DPR. Ini menunjukan kewenangan DPR untuk
membentuk undang-undang. Selanjutnya Pasal 51 UU No. 12 Tahun 2011 secara
implisit mendudukkan bahwa memang kewenangan membentuk undang-udang adalah
otoritas legislatif. Pasal tersebut menyatakan “Apabila dalam satu masa sidang DPR
dan 132 Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Presiden
menyampaikan Rancangan Undang-Undang mengenai materi yang sama, yang
dibahas adalah Rancangan Undang-Undang yang disampaikan oleh DPR dan

10
Rancangan Undang-Undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan
untuk dipersandingkan”14

Terdapat peraturan yang lebih teknis yang dapat dijadikan dasar kewenangan
membentuk undang-undang adalah kewenangan DPR. Pasal 4 ayat (1) Peraturan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata
Tertib (Tatib 1/2014) yang menegaskan DPR mempunyai fungsi legislasi, anggaran
dan pengawasan. Salah satu fungsi DPR adaah fungsi legislasi. Terkait dengan fungsi
ini, Pasal 5 ayat (1) Tatib 1/2014 menyatakan fungsi legislasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku
pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Pasal berikutnya dalam Tatib
1/2014 yang juga menjadi dasar wewenang DPR dalam membentuk undang-undang
adalah Pasal 6 Tatib 1/2014. Dalam pasal tersebut ditegaskan wewenang dari DPR.
Lengkapnya adalah sebagai berikut.

Pasal 6

“DPR berwenang:
a. Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama;
b. Memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan
pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi
undang-undang;
c. Membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah,
dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR
dan Presiden;
d. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN
dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama;

14
Ibid, hlm. 131-132

11
e. Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan
memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang
diajukan oleh Presiden;15
f. Membahas dan menindak lanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD
atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama;
g. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan membuat
perdamaian dengan negara lain;
h. Memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang menimbulkan
akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-
undang;
i. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi;
j. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan
menerima penempatan duta besar negara lain;
k. Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
l. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian
anggota Komisi Yudisial;
m. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial
untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan
n. Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden
untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.

B. Kewenangan Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau yang sering disingkat
dengan Perpu merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang diakui
dan kedudukannya setingkat dengan undang-undang. Hal ini dapat diketahui dari
rumusan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.

15
Ibid, hlm.132

12
Kewenangan untuk menetapkan Perpu merupakan kewenangan konstitusional yang
dimilki oleh Presiden. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 22 UUD 1945. Untuk lebih
lengkapnya dapat dicermati bunyi pasal tersebut berikut ini.16

Pasal 22

1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
dalam persidangan yang berikut.
3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

Redaksi pasal tersebut menerangkan, Perpu dapat ditetapkan oleh Presiden apabila
dalam keadaan hal ihwal kegentingan memaksa. Mengenai makna keadaan tersebut
UUD 1945 tidak menjelaskannya. Dalam Penjelasan Pasal 22 UUD 1945 sebelum
amandemen hal tersebut dinyatakan sebagai berikut.

Pasal 22

“Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu
diadakan agar supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan
yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun
demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
Oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan
undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.”

Pengertian “hal ikhwal kegentingan memaksa” tersebut tidak selalu ada hubungannya
dengan keadaan bahaya, tetapi cukup kiranya apabila menurut keyakinan presiden
terdapat keadaan mendesak, dan keadaan itu perlu segera diatur dengan peraturan yang
mempunyai derajat undang-undang. Pengaturan terhadap keadaan tersebut tidak dapat
ditangguhkan sampai adanya sidang Dewan Perwakilan Rakyat yang akan
membicarakan pengaturan keadaan tersebut

16
Ibid, hlm. 133

13
Pasal 1 angka 4 UU No. 12 Tahun 2011 menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden
dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Dasar hukum yang lebih teknis mengenai
kewenangan pembentukan Perpu terdapat dalam Pasal 57 Peraturan Presiden Nomor 87
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menyatakan bahwa dalam
hal ikhwal kegentingan yang memaksa, presiden menetapkan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang.17

17
Ibid, hlm. 134

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diperoleh kesimpulannya yaitu :

1. Pengertian wewenang dan kewenangan diatur dalam Pasal 1 angka 5 dan 6 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.18 Dinyatakan
bahwa wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan
dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Wewenang yang diperoleh
dan peraturan perundang-undangan merupakan legalitas formal, maka dikatakan
bahwa substansi dan asas legalitas tersebut adalah wewenang, yakni wewenang yang
diperoleh dari peraturan perundang-undangan.

2. Berdasarkan sumber kewenangan, wewenang dapat diperoleh melalui beberapa cara


atau metode, dalam hal ini dapat dibedakan menjadi 3 ( tiga ) macam sumber
kewenangan yang terdiri dari :
• Sumber atribusi
• Sumber Delegasi

• Sumber Mandat
3. Konsep Wewenang Hukum Publik.
Menurut Henc van Maarseveen sebagaimana dikutip Philipus M. Hadjon, di
dalam hukum publik wewenang sekurang-kurangnya terdiri dari tiga komponen,
yaitu:19
d) Komponen pengaruh, ialah bah`wa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk
mengendalikan perilaku subyek hukum;
e) Komponen dasar hukum, bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar
hukumnya; dan

18
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 292 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601.
19
Ridwan HR, Op.Cit, hal 73

15
f) Komponen konformitas hukum, mengandung makna adanya standard wewenang,
baik standard umum (semua jenis wewenang) maupun standard khusus (untuk
jenis wewenang tertentu).
4. Konsep wewenang pemerintah : Konsep wewenang pemerintahan dimaksud tidak
hanya wewenang membuat keputusan (besluit) tetapi semua wewenang dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan.

5. Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia terjadi


perubahan yang sangat mendasar di bidang ketatanegaraan. Salah satu perubahan
tersebut adalah munculnya pemisahan kekuasaan (separation of power). Terdapat
pemisahan antar ketiga cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

6. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau yang sering disingkat dengan


Perpu merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang diakui dan
kedudukannya setingkat dengan undang-undang.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat diperoleh sarannya yaitu :


1. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, menjalankan dan mematuhi peraturan
perundang – undangan adalah suatu kewajiban yang mutlak. Karena mengingat
Indonesia adalah negara hukum yang sifatnya memaksa, maka dari itu, segala
peraturan harus dipatuhi.
2. Di Indonesia, tingkat pelanggaran terhadap undang – undang masih sangat tinggi,
akan lebih baik lagi apabila pemberian sanksi terhadap orang – orang yang
melanggar peraturan harus ditegakkan dan tanpa memihak pihak manapun.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://kbbi.lektur.id/wewenang diakses tanggal 2 Maret 2022

http://www.kompasiana.com/epoooy19/kekuasaan-dan-kewenangan diakses tanggal 2 Maret


2022

https://www.coursehero.com/file/p1vpups/pengertian-wewenang-Menurut-Beberapa-Ahli-a-
Menurut-Louis-A-Allen-dalam-bukunya diakses tanggal 1 Maret 2022

http://sonnytobelo.blogspot.com/2011/01/teori-kewenangan.html,diakses tanggal 1 Maret


2022

Atmosudirjo,prajudi.1981.Hukum Administrasi Negara. Jakarta. Ghalia Indonesia.

HR,Ridwan.2013.Hukum Administrasi Negara.Jakarta.PT Raja Grafindo Persada.

Nurmayani,2009. Hukum Administrasi Daerah. Bandar lampung. Universitas Lampung.

Phippus,Hadjon.1977.wewenang.Jakarta. Yurdika.

Herlambang,Wiratraman. 2016. Sumber wewenang kekuasaan dan pertanggungjawabannya.


Surabaya. Fakultas Hukum Universitas Erlangga.

17

Anda mungkin juga menyukai