Anda di halaman 1dari 16

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

EFEKTIVITAS ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK (AUPB)


DALAM PENERAPAN DISKRESI

DOSEN PENGAMPU

Ni Ketut Sari Adnyani, S.Pd., M.Hum.

OLEH

NYOMAN ASRI MAHADHYAKSA

2014101021 / 21

2A

PRODI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikannya tugas pembuatan makalah
yang berjudul “Efektivitas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB)
Dalam Penerapan Diskresi” sebagai salah satu syarat untuk melengkapi
UAS Hukum Administrasi Negara.

Dalam pembuatan makalah ini, tentunya banyak hambatan dan


rintangan yang penulis alami. Namun, dapat diatasi dengan mudah berkat
bimbingan dosen Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih
sebanyak-banyaknya pada Ni Ketut Sari Adnyani, S.Pd., M.Hum. selaku
Dosen Program Studi Ilmu Hukum.

Dari hati yang terdalam saya mengucapkan permintaan maaf atas


kekurangan makalah ini, karena saya ketahui makalah yang ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, hendaknya bapak atau ibu pembaca
dapat memberikan kritikan, saran, dan masukan yang membangun
penyempurnaannya ke depan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Singaraja, Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2

1.3 Tujuan .............................................................................................. 2

1.4 Manfaat ............................................................................................ 2

BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................... 3

2.1 Peran AUPB dalam Mencegah Penyalahgunaan Diskresi...............3

2.2 Kriteria Diskresi yang Dapat Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan


yang Baik ................................................................................................ 7

BAB III. PENUTUP ................................................................................. 12

3.1 Simpulan ........................................................................................... 12

3.2 Saran................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita untuk membangun


pemerintahan yang baik. Dalam praktiknya tidak semua negara
memiliki pemerintahan yang dapat dikatakan cukup baik, hal ini dapat
terjadi karena banyak faktor. Salah satunya faktor dari perangkat
pemerintahan yang banyak menimbulkan rasa percaya masyarakat
terhadap pemerintah menurun. Adanya perbuatan dari perangkat
pemerintah yang menimbulkan penyalahgunaan kewenangan seperti
KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dapat membuat tata kelola
pemerintahan terlihat buruk.
Untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan yang buruk diperIukan
pengembangan dan penerapan sistem pertanggung jawaban
pemerintah yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyeIenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dapat berdaya guna, berhasiI guna
dan bertanggungjawab serta bebas KKN. Penyalahgunaan
kewenangan muncul akibat banyak perangkat pemerintah yang
menyalahgunaan diskresi dalam kehidupan pemerintahan, sebenarnya
diskresi muncul akibat dari adanya asas IegaIitas dan hanya dapat
diIakukan daIam haI tertentu dimana peraturan perundang-undangan
yang berIaku tidak mengaturnya atau karena peraturan yang ada
mengatur tentang sesuatu hal tidak jelas dan hal tersebut dilakukan
dalam keadaan darurat atau mendesak demi kepentingan umum.
Dalam Hukum Administrasi Negara penggunaan diskresi dianggap
penting, dan untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan maka dari itu penggunaan diskresi dapat di dasari dengan
adanya asas umum pemerintah baik.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana asas umum pemerintahan baik dapat mencegah terjadi


penyalahgunaan diskresi?
2. Bagaimana kriteria diskresi yang dapat mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang dicapai dalam


pembuatan makalah sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan efektivitas asas umum pemerintahan baik dalam
penerapan diskresi
2. Untuk menjelaskan kriteria diskresi yang dapat mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik.

1.4 Manfaat

Makalah ini berisi materi tentang Hukum Administrasi Negara. Di


mana disini akan dijabarkan mengenai beberapa materi yang
berkaitan dengan Hukum Administrasi Negara khususnya pada
Diskresi, AUPB, dan Good Governance. Pembuatan makalah ini
memiliki manfaat untuk para pembaca guna mendapatkan wawasan
dan pengetahuan tentang Hukum Administrasi Negara khususnya
dalam kaitan AUPB dalam pelaksaan Diskresi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peran AUPB dalam Mencegah Penyalahgunaan Diskresi


Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat banyak menimbulkan
konflik hingga berujung pada pelanggaran maupun kejahatan. Kejahatan
dan pelanggaran tersebut semakin hari semakin bervariasi bentuknya,
bahkan terdapat suatu kondisi dimana hukum belum mengatur
pelanggaran maupun kejahatan tersebut. Seperti yang kita ketahui
bahwa Indonesia menganut asas legalitas yang secara umum berarti
pelangaran ataupun kejahatan yang belum diatur dalam hukum maka
tidak bisa dikenakan sanksi. Seperti contoh pada beberapa kasus
Narkoba jenis baru yang belum diatur dalam UU, pelaku hanya akan di
rehabilitas tanpa dikenakan sanksi lainnya. Tentunya hal ini sangat tidak
relevan dengan semakin beragamnya kejahatan.
Pemerintah memiliki kewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya
dengan memberikan pemerintah menjalankan service publik, dan
administrasi negara memberikan kewenangan khusus yaitu dengan
memberikan kewenangan untuk bertindak memberikan penanganan
cepat kepada masalah yang belum dibentuk suatu dasar hukum. Dengan
adanya kewenangan ini, Hukum Administrasi Negara memberikan istilah
khusus yaitu diskresi. Diskresi dianggap ada untuk melengkapi asas
legalitas, yang mana undang-undang tidak mungkin mengatur segala
macam tindakan keseharian masyarakat. Dalam Hukum Administrasi
Negara terdapat dua bentuk diskresi yaitu, diskresi bebas dan diskresi
terikat. Diskresi bebas berarti Hukum Administrasi Negara hanya
menentukan batas-batasnya, dalam praktiknya negara bebas
menentukan keputusan apapun sepanjang tidak melampaui batasnya.
Diskresi terikat berarti Hukum Administrasi Negara telah menyiapkan
beberapa pilihan atau opsi untuk dipakai negara dalam mengambil
keputusan. Dalam menjalankan pemerintahan, pejabat berwenang boleh
memilih dari dua macam diskresi tersebut.

3
Undang-undang selalu tertinggal dalam menentukan permasalahan
yang ada di masyarakat, oleh karena itu terdapat kekosongan dalam
undang-undang maka dari itu muncullah diskresi. Walaupun diskresi
terkesan memberikan kebebasan kewenangan bagi pejabat, namun
diskresi digunakan ketika persoalan tersebut sifatnya untuk kepentingan
umum, persoalan yang muncul tiba tiba dalam artian undang-undang
tidak memprediksi kemunculan persoalan tersebut, prosedur
penyelesaiannya tidak dapat diselesaikan melalui administrasi yang
normal, persoalan yang belum diatur dalam undang-undang, persoalan
yang harus diselesaikan dengan cepat sehingga tidak menimbulkan
kerugian untuk kepentingan umum. Ketika muncul persoalan-persoalan
tersebut pejabat berwenang memiliki hak untuk menggunakan diskresi.
Namun dalam praktiknya, diskresi sering dianggap menjadi
penyebab banyaknya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara,
sifat bebas dalam diskresi menjadi alternatif bagi pejabat untuk dapat
melakukan korupsi. Oleh sebab itu Hukum Administrasi Negara perlu
dilakukan penataan ulang di beberapa bidang, salah satunya adalah
bidang yang mengatur diskresi. Penataan Hukum Administrasi Negara
dilakukan melalui UU Administrasi Pemerintahan, dalam penataan
tersebut penyelenggaraan pemerintahan dalam menentukan keputusan
tata usaha negara harus sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan Baik
(AUPB). Seperti yang tercantum dalam UU Administrasi Pemerintahan
Pasal 6 Ayat (2) bagian a yang menyebutkan “melaksanakan
Kewenangan yang dimiliki berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan AUPB” secara garis besar pelaksanaan kewenangan
(diskresi) oleh pejabat berwenang harus didasari dengan Asas Umum
Pemerintahan Baik (AUPB).
Setiap hukum pasti memiliki asasnya tersendiri, asas merupakan
bagian terpenting yang dapat dijadikan pedoman dalam membangun
UU. Asas di dalam hukum diartikan sebagai pedoman pelaksanaan
suatu kebijakan, orang yang memahami hukum pasti sangat mengetahui
pasti pentingnya asas dalam menjalankan hukum di suatu negara. Asas

4
hukum dapat mewujudkan kaidah hukum tertinggi dari suatu sistem
hukum positif. Itu sebabnya asas hukum merupakan dan berfungsi
sebagai fondasi dari sistem hukum (Muhammad Aziz Zaelani, 2019).
Dalam Hukum Administrasi Negara terdapat asas yang penting pula
dalam pelaksanaannya yaitu, Asas Umum Pemerintahan Baik (AUPB).
Asas ini merupakan kumpulan asas-asas yang memiliki tujuan
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. AUPB ini juga sudah
bertransformasi menjadi beberapa undang-undang, salah satunya
adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan. AUPB memiliki perbedaan dengan asas-asas pada
umumnya, AUPB merupakan asas yang secara jelas tercantum dalam
beberapa pasal undang-undang tentang administrasi dan AUPB juga
merupakan suatu norma yang bersifat mengikat. Mengutip pendapat dari
B. Arief Sidharta, mengenai pandangan Scheltema yang merumuskan
tentang unsur-unsur dan asas-asas negara hukum secara baru, yang
antara lain menyebutkan asas-asas umum pemerintahan yang layak
sebagai salah satu asas penting dalam penyelenggaraan pemerintahan
bahwa pemerintah dan pejabat pemerintah sebagai pelayan masyarakat
serta mewujudkan tujuan negara.
Dalam pelaksanaannya semua bidang dalam administrasi negara
perlu berdasar kepada Asas Umum Pemerintahan Baik (AUPB). Hal ini
jelas tercantum dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 Administrasi
Pemerintahan Pasal 7 ayat (1) yang menyebutkan “Pejabat
Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi
Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan,
kebijakan pemerintahan, dan AUPB” pada ayat (2) bagian b juga sangat
jelas menyebutkan bahwa Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban
mematuhi AUPB dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa kedudukan AUPB
sebagai norma hukum positif telah menempatkan AUPB sebagai asas
yang mengikat kuat, ada beberapa alasan kuat yang mendasari hal ini
diantaranya AUPB telah menjadi norma hukum tertulis, AUPB dapat

5
dijadikan sebagai dasar alasan dalam gugatan di pengadilan, AUPB
dapat dijadikan sebagai alat uji oleh hakim, AUPB dapat dijadikan dasar
oleh hakim untuk memaknai ketidakpastian Hukum Administrasi Negara.
Dengan banyaknya alasan yang kuat untuk menjadikan AUPB
sebagai dasar penyelenggaraan Hukum Administrasi Negara
menjadikan penerapan diskresi memerlukan AUPB sebagai dalam
pelaksanaannya mengingat penggunaan diskresi adalah situasional,
opsional maka AUPB dapat dijadikan langkah dalam pengujian.
Hubungan penggunaan diskresi dan AUPB sudah tercantum jelas dalam
UU No. 30 Tahun 2014 pasal 9 ayat (4) yang menyebutkan “Ketiadaan
atau ketidakjelasan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak menghalangi Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang berwenang untuk menetapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sepanjang memberikan
kemanfaatan umum dan sesuai dengan AUPB” pasal ini mengartikan
bahwa diskresi dalam artian dalam menentukan keputusan jika peraturan
perundang-undangan tidak mengaturnya atau tidak terdapat kejelasan,
maka pejabat berwenang berhak menentukan keputusan sendiri asalkan
sesuai dengan AUPB.
Namun dalam praktiknya banyak pejabat berwenang tidak
menerapkan keputusan atas dasar AUPB, karena hal ini lah terjadi
penyalahgunaan kewenangan. Sebenarnya berdasarkan teori, AUPB
telah efektif untuk membuat diskresi dilakukan sesuai prosedur, namun
beberapa oknum tidak menjalankan sesuai amanah UU Nomor 30 Tahun
2014 yang mewajibkan pelaksanaan diskresi sesuai dengan AUPB.
Untuk mengefektivitaskan pencegahan penyalahgunaan diskresi, sangat
diperlukan kesadaran diri daripada pejabat berwenang, karena Hukum
Administrasi Negara telah mengupayakan dengan mencantumkan AUPB
secara normatif dalam berbagai undang-undang
AUPB telah dicantumkan secara normatif dalam beberapa undang-
undang yang dapat menjadi dasar hukum dan pertimbangan bagi
Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara dalam membuat keputusan agar

6
lebih teliti dengan memperhatikan secara cermat dan menempatkan
AUPB sebagai dasar utama penyusunan keputusan dan/atau tindakan
secara tepat dan benar.
2.2 Kriteria Diskresi yang Dapat Mewujudkan Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Dalam praktiknya, tak sedikit juga pejabat berwenang tidak memiliki
keberanian untuk menggunakan diskresi ini, karena kesalahan setitik
dalam penggunaan diskresi dapat dianggap sebagai penyalahgunaan
wewenang. Seperti yang kita ketahui, jika diskresi memiliki sifat yang
bebas namun mengikat yang dapat membuat suatu keputusan dari
inisiatif pribadi pejabat berwenang berubah sifatnya menjadi mengikat.
Walaupun diskresi ini terkesan memberikan kebebasan kewenangan
bagi pejabat, namun diskresi hanya dapat dipergunakan ketika pejabat
berwenang menghadapi persoalan-persoalan seperti persoalan yang
sifatnya untuk kepentingan umum, persoalan yang muncul tiba tiba
dalam artian undang-undang tidak memprediksi kemunculan persoalan
tersebut, prosedur penyelesaiannya tidak dapat diselesaikan melalui
administrasi yang normal, persoalan yang belum diatur dalam undang-
undang, persoalan yang harus diselesaikan dengan cepat sehingga tidak
menimbulkan kerugian untuk kepentingan umum. Ketika muncul
persoalan-persoalan tersebut pejabat berwenang memiliki hak untuk
menggunakan diskresi.
Awal munculnya diskresi ini sebenarnya untuk melengkapi
kekosongan dalam undang-undang, dimana tidak semua persoalan
dalam kehidupan sehari-hari diatur dalam suatu perundang-undangan.
Adanya diskresi ini juga diharapkan dapat menyelesaikan persoalan
dengan cepat agar tidak berdampak kerugian pada kepentingan
bersama yang dimana jika tidak diselesaikan dengan cepat akan
mempengaruhi tata kelola pemerintahan menjadi buruk. Memiliki tata
kelola pemerintahan yang baik adalah tujuan dari semua negara, tapi
beberapa oknum pejabat berwenang yang membuat tata kelola
pemerintahan menjadi buruk. Good governance atau tata kelola

7
pemerintahan yang baik dapat diartikan sebagai pengelolaan daripada
pemerintah untuk menjalankan sistem pemerintahan menjadi lebih baik
kearah demokratis. Prinsip yang tercantum dalam sistem tata kelola
pemerintahan yang baik sudah lama menjadi sendi-sendi pemerintahan
yang bersumber dari nilai-nilai adat dan budaya masyarakat Indonesia
dan sangat sejalan dengan prinsip partisipasi, transparansi, dan
akuntabilatas, serta membuka ruang bagi keterlibatan warga
masyarakat. Namun, asas atau prinsip-prinsip tersebut sebagai hukum
yang hidup dalam masyarakat belum didayagunakan secara optimal
dalam pemberian pelayanan publik. Good governance atau tata kelola
pemerintahan yang baik seiringan berjalan dengan penerapan asas
umum pemerintah baik (AUPB) dimana dalam hubungannya AUPB
memiliki tujuan untuk menciptakan good governance atau tata kelola
pemerintahan yang baik.
Pemerintahan bertugas untuk memberikan public service yang dapat
mensejahterakan masyarakatnya, untuk memberikan public service yang
baik diperlukan suatu asas yaitu asas umum pemerintahan yang baik
(AUPB) untuk mengelola pemerintahan dengan baik menjadi good
governance. Dalam memberikan pelayanan untuk public service
diperlukan kepastian pengaturan dalam Administrasi Negara.
Pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam Undang-Undang ini
merupakan instrumen penting dalam mewujudkan suatu tata kelola
pemerintahan yang baik kearah negara yang demokratis, dimana
Keputusan atau Tindakan yang ditetapkan atau dilakukan oleh Badan
atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya
(Wuwungan, 2020). Dengan adanya diskresi untuk mengisi kekosongan
dalam perundang-undangan dapat membuat Pengaturan Administrasi
Pemerintahan menjadi lebih terbantu dalam pemberian keputusan agar
pesoalan cepat terselesaikan.
Akibat hukum dari adanya diskresi ini terdapat pada upaya hukum
untuk menjamin pengaturan administrasi pemerintahan dalam terhadap
keputusanatau tindakan badan atau pejabat pemerintahan terhadap

8
warga masyarakat agar tidak dilakukan dengan semena-mena. Tetapi
dalam praktik diskresi seringkali disalahgunakan oleh pejabat
berwenang, pejabat berwenang mengambil kesempatan kebebasan
diskresi untuk melakukan penyalahgunaan wewenang seperti korupsi.
Dikutip dari pernyataan ahli hukum belanda J.B.J.M. ten Berge yang
menyatakan kebebasan diskresi dalam mengambil kebijakan ini bukan
tanpa batas, tetapi dibatasi oleh isi ketentuan Undang-Undang yang
menjadi dasar wewenang diskresi tersebut dan asas-asas umum
pemerintahan yang baik (AUPB), dan juga tidak boleh menyimpang dari
peraturan kebijakan yang berlaku atau perjanjian perdata. Jika diskresi
dilaksanakan tanpa adanya batasan, maka tata kelola pemerintahan
yang baik tidak dapat terwujud.
Dalam peraturan perundang-undangan secara eksplisit sudah
menjelaskan kriteria diskresi yang dapat mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik. Hal ini tercantum dalam UU Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tepatnya bagian keempat yang
membahas prosedur penggunaan diskresi, pasal 26 menjelaskan
pejabat yang berwenang ketika menggunakan diskresi yang berpotensi
mengubah alokasi anggaran wajib menguraikan maksud, tujuan,
substansi, serta dampak administrasi dan keuangan lalu wajib
menyampaikan permohonan melakukan diskresi dengan persetujuan
secara tertulis kepada Atasan Pejabat dengan Atasan Pejabat berhak
untuk menolak atau menerima permohonan tersebut. Pada pasal 27
menjelaskan pejabat berwenang ketika menggunakan diskresi yang
menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak
dan/atau terjadi bencana alam wajib menguraikan maksud, tujuan,
substansi, serta dampak administrasi dan keuangan lalu wajib
menyampaikan permohonan melakukan diskresi dengan lisan maupun
persetujuan secara tertulis kepada Atasan Pejabat dengan Atasan
Pejabat berhak untuk menolak atau menerima permohonan tersebut.
Pasal 29 yang menjelaskan Pejabat yang menggunakan Diskresi
sebagaimana dimaksud dalam pasal sebelumnya dapat dikecualikandari

9
ketentuan memberitahukan kepada Warga Masyarakat, yang dijelaskan
pada pasal 7 ayat (2). Selain itu dalam pasal 7 ayat (2) dijelaskan pula
secara eksplisit kewajiban atau prosedur pejabat berwenang sebelum
melaksanakan diskresi khususnya pada huruf (f) yang mewajibkan
pejabat berwenang untuk memberikan kesempatan kepada Warga
Masyarakat untuk didengar pendapatnya sebelum membuat Keputusan
dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, huruf (g) yang mewajibkan pejabat berwenang untuk
memberitahukan kepada masyarakat dalam melakukan diskresi yang
dapat menimbulkan kerugian, huruf (h) yang mewajibkan pejabat
berwenang untuk menyusun standar operasional prosedur pembuatan
Keputusan.
Dengan adanya prosedur penggunaan diskresi tersebut, maka
adapun yang menjadi kriteria diskresi untuk mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik yaitu, pejabat berwenang yang melakukan
diskresi wajib untuk mentaati teks dalam norma yang diatur oleh
peraturan Perundang-undangan, yang kedua pejabat berwenang hanya
melakukan diskresi dalam situasi atau kondisi tertentu seperti keadaan
mendesak atau memberikan solusi terhadap suatu permasalahan, dan
melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, dapat bersifat subyektif
dan obyektif, akan tetapi yang dibenarkan oleh hukum adalah penilaian
yang bersifat obyektif, pejabat berwenang dalam melakukan diskresi
harus dapat memberikan kepastian hukum, dalam melakukan diskresi
pejabat berwenang melaksanakannya berdasarkan unsur
kebijaksanaan, pemberian kebebasan dalam diskresi bukan berarti
sewenang-wenang tetapi pejabat berwenang juga harus memperhatikan
tujuan diskresi, pejabat berwenang harus mentaati peraturan perundang-
undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), dalam
mengambil keputusan diskresi pejabat berwenang harus dapat
mempertanggung jawabkannya secara hukum.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas undang-undang secara
jelas telah menjabarkan secara rinci prosedur penggunaan diskresi,

10
batasan diskresi, syarat-syarat yang wajib dipenuhi dalam penggunaan
diskresi hingga timbul kriteria diskresi untuk mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance). Selain itu, kriteria diskresi
yang dikatakan melampaui wewenang juga diatur dengan jelas dalam
UU Nomor 30 Tahun 2014 Dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 32,
memberikan opsi bahwa penggunaan diskresi yang melampaui
wewenang, mencampuradukkan wewenang, dikategorikan sebagai
tindakan sewenang-wenang, maka penggunaan diskresi tersebut dapat
dibatalkan atau tidak sah. Dapat dibatalkan, atau tidak sahnya diskresi
ditentukan oleh pasal-pasal, termasuk AUPB dalam undang-undang
tersebut yang telah dikonkretisasi sehingga cakupannya terbatas pada
apa yang tertulis penjelasannya (Muhammad Aziz Zaelani, 2019).
Kriteria maupun prosedur diskresi sudah tercantum dengan jelas dalam
undang-undang yang sifatnya mengikat, maka dari itu masalah
penyalahgunaan wewenang dalam diskresi dapat diselesaikan melalui
perantara hukum sehingga diharapkan persoalan penyalahgunaan
wewenang dapat berkurang dan sedikit demi sediki dapat mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.

11
1. Asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) telah efektif untuk
membuat diskresi dilakukan sesuai prosedur, namun beberapa
oknum tidak menjalankan sesuai amanah UU Nomor 30 Tahun 2014
yang mewajibkan pelaksanaan diskresi sesuai dengan AUPB. Untuk
mengefektivitaskan pencegahan penyalahgunaan diskresi, sangat
diperlukan kesadaran diri daripada pejabat berwenang, karena
Hukum Administrasi Negara telah mengupayakan dengan
mencantumkan AUPB secara normatif dalam berbagai undang-
undang. AUPB telah dicantumkan secara normatif dalam beberapa
undang-undang yang dapat menjadi dasar hukum dan pertimbangan
bagi Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara dalam membuat
keputusan agar lebih teliti dengan memperhatikan secara cermat
dan menempatkan AUPB sebagai dasar utama penyusunan
keputusan dan/atau tindakan secara tepat dan benar.
2. Adapun kriteria maupun prosedur diskresi sudah tercantum dengan
jelas dalam undang-undang yang sifatnya mengikat, maka dari itu
masalah penyalahgunaan wewenang dalam diskresi dapat
diselesaikan melalui perantara hukum sehingga diharapkan
persoalan penyalahgunaan wewenang dapat berkurang dan sedikit
demi sediki dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
3.2 Saran
Pembaca dan penulis lainnya disarankan untuk menjelaskanlebih
lengkap mengenai batasan dalam melakukan diskresi, dan
memberikan contoh penggunaan diskresi di Indonesia yang dapat
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik , sehingga tidak ada
lagi pertanyaan yang timbul setelah membaca.

12
DAFTAR PUSTAKA
Aju Putrijanti, L. T. (2018). Peran PTUN dan AUPB Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik. MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 2 ,
277-290.

Ansori, L. (2015). DISKRESI DAN PERTANGGUNGJAWABAN


PEMERINTAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN.
Jurnal Yuridis Vol.2 No. 1 , 134-150.

Muhammad Aziz Zaelani, I. G. (2019). Asas Umum Pemerintahan Yang


Baik Berlandaskan Pancasila Sebagai Dasar Penggunaan Diskresi.
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 3 VOL. 26 , 459-477.

Muhlizi, A. F. (2012). REFORMULASI DISKRESI DALAM PENATAAN


HUKUM ADMINISTRASI NEGARA . Jurnal RechtsVinding Volume
1 Nomor 1 , 93-109.

Ruslan, A. (2013). IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA


PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE). Jurnal
Ilmu Hukum AMANNA GAPPA, Vol. 21 Nomor 1 , 46-55.

Susilo, A. B. (2015). MAKNA DAN KRITERIA DISKRESI KEPUTUSAN


DAN/ATAU TINDAKAN PEJABAT PUBLIK DALAM
MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK. Jurnal
Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1 , 133-152.

Wuwungan, S. (2020). AKIBAT HUKUM ADANYA DISKRESI DALAM


PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN. Lex
Administratum, Vol. VIII, No. 3 , 80-87.

13

Anda mungkin juga menyukai